TINJAUAN PUSTAKA
obat-obat saat hamil jelas tidak sama dengan tidak hamil, oleh karena adanya
1. Volume darah dan cairan tubuh meningkat hingga 81% sehingga kadar
akan menurun sehingga kadar obat bebas dalam darah akan meningkat.
3. Aliran darah ke ginjal meningkat sehingga filtrasi glumerolus akan
meningkat dan ekskresi obat melalui ginjal juga meningkat sehingga masa
meningkat, hal ini mengakibatkan kadar obat bebas dalam darah menurun.
5. Peristaltik menurun sehingga absorpsi melalui usus akan menurun, dengan
demikian kadar obat per oral dalam serum ibu hamil akan lebih rendah
dibanding dengan ibu yang tidak hamil. Oleh karena itu dosis obat per oral
yang diberikan pada ibu hamil relatif harus lebih tinggi dibanding ibu tidak
pemberian obat pada ibu hamil, oleh karena setiap obat yang diberikan pada ibu
3
4
hamil hampir selalu ada sebagian yang mampu menembus barier plasenta dan
dan fetal/embrionik tertuju pada masa akhir kehamilan, tapi hanya sedikit yang
performa morfologi dan fungsional, baik yolk sac maupun plasenta berubah.2
Plasenta adalah barrier lipid antara sirkulasi maternal dan sirkulasi fetal,
obat-obatan larut air. Obat-obatan menembus plasenta melalui difusi pasif, dan
obat dengan berat molekul rendah yang tidak terionisasi akan melintas lebih cepat
dibanding obat yang lebih polar.2 Obat dengan berat molekul 20-500 Da dapat
dalam lemak dan derajat ionisasi, obat dengan berat molekul 500-1000 Da agak
lebih susah menembus plasenta. Sedangkan obat dengan berat molekul lebih dari
1. Jenis obat. Oleh karena jumlah obat yang terikat pada protein dan
2. Dosis obat. Makin tinggi dosis yang diberikan, akan makin tinggi pula
usia hamil. Proses pertumbuhan plasenta akan sempurna pada usia hamil
16-20 minggu. Pada usia hamil 21-28 minggu barier plasenta akan lebih
risiko terhadap janin atau hasil konsepsi. Akan tetapi hal ini yang sangat sulit
dilaksanakan oleh karena menentukan dosis terapeutik obat dalam tubuh janin
dalam rahim belum dilaksanakan secara rutin sedangkan MIC dan MBC
dengan protein (protein binding), penyimpanan dalam sel, ukuran molekul dan
kelarutan bahan tersebut dalam lemak yang merupakan faktor yang menentukan
pada dosis yang relatif rendah pada saat yang tepat misalnya alkohol, thalidomide,
antagonis asam folat dan lain-lainnya, akan tetapi yang penting diketahui adalah
diberikan setelah periode yang kritis tersebut tidak lagi memberikan kelainan-
perubahan integritas membran sel. Hal-hal tersebut dapat berujung pada kematian
lain :1
1. Telah terbukti bahwa kelainan yang terjadi pada janin berhubungan dengan
epidemiologik yang berbobot, kuat uji dan risiko relatif yang memadai (RR
6 atau lebih).
3. Batasan klinis untuk menentukan kelainan bawaan atau -gejala yang
spesifik.
4. Paparan yang jarang berhubungan dengan kejadian kecacatan yang jarang.
5. Hubungan tersebut harus dapat dijelaskan melalui patofisiologi yang benar.
embrionik adalah periode yang paling kritis oleh karena saat ini sedang
kemungkinan dapat menimbulkan kelainan pada janin baik fisik maupun mental
dalam tingkat ringan sampai berat. Dikatakan bahwa efek toksik atau teratogenik
obat antibiotika pada janin selalu dikaitkan dengan pemakaian obat pada usia
hamil yang muda (trimester pertama). Pada periode fetal atau janin, terutama
trimester ketiga, pengaruh antibiotika yang diberikan pada ibu hamil tidak akan
tidak ada studi pada wanita hamil. Obat golongan ini bila diperlukan dapat
tetapi bisa juga dengan tujuan profilaksis. Untuk tujuan terapi sering dipakai pada
kasus kehamilan dengan tanda klinis adanya infeksi baik lokal maupun sistemik.
10
Sedangkan untuk tujuan profilaksis sering digunakan pada kasus dimana pada
keadaan tersebut sebenarnya belum tampak adanya gejala infeksi, akan tetapi
kondisi ibu seperti ini merupakan faktor risiko untuk terjadinya infeksi yang
1. Penisilin
Penisilin yang digunakan secara luas selama kehamilan termasuk ampisilin,
sintesis dinding sel bakteri.2 Hal ini menyebabkan aktivasi enzim proteolitik pada
dinding sel.6 Mekanisme pasti kematian sel masih belum sepenuhnya dimengerti,
tapi autolisis dan kerusakan pembentukan dinding sel termasuk. Penisilin dan
dinding sel. 4
Penisilin memiliki toksisitas rendah bagi ibu maupun janin bila digunakan
pada dosis terapi. Penisilin menembus plasenta pada konsentrasi rendah, dan telah
terbukti zat ini terakumulasi pada cairan amnion. Tidak ada bukti yang
atau peningkatan dosis untuk mencapai konsentrasi plasma seperti pada wanita
tidak hamil. Penisilin utamanya diekskresi lewat ginjal via sekresi tubular dan
penisilinase dan karena itu harus diobati dengan golongan penisilin yang tahan
2. Sefalosforin
Sefalosforin juga termasuk dalam golongan -laktam akan tetapi
empat generasi. Banyak obat generasi pertama dan kedua yang telah diteliti pada
kehamilan, meski penelitian lebih lajut masih sangat dibutuhkan, generasi satu
dan dua dianggap cukup aman, tanpa efek samping pada janin bila digunakan
jaringan lunak oleh S. Aureus dan S. Pyogenes. Pada tindakan bedah, digunakan
juga untuk mencegah kontaminasi bakteri yang berasal dari flora kulit.6
12
bentuk utuh melalui ginjal dengan proses sekresi tubuli. 6 Eliminasi obat ini lebih
cepat dan mungkin akan dibutuhkan penyesuaian dosis pula.2 Reaksi alergi adalah
efek samping yang paling sering terjadi, gejalanya mirip dengan reaksi alergi yang
3. Makrolid
Eritromisin adalah jenis makrolid yang tertua. Mekanisme kerja obat ini
Basa eritromisin diserap baik di usus bagian atas, aktivitas menurun karena
obat dirusak oleh asam lambung. Hanya 2-5% eritromisin yang diekskresikan
dalam bentuk aktif melalui urin. Obat ini diekskresikan utama melalui hati.
Ertiromisin berdifusi baik ke berbagai jaringan tubuh kecuali otak dan cairan
serebrospinal. Pada ibu hamil, kadar eritromisin dalam sirkulasi fetus adalah 5-
20% dari kadar obat dalam sirkulasi ibu.6 Keamanan obat ini terbukti karena
retardasi pertumbuhan janin, dan kematian embrio, namun hal tersebut masih
sangat kontroversial.2
terjadi. Reaksi alergi yang mungkin timbul ialah dalam bentuk demam,
eosinofilia, dan eksantema yang cepat hilang bila terapi dihentikan. 6 Eritromisin
corynebacterium seperi eritrasma pada kulit. Selain itu, obat ini juga efektif
Hill Company.
lebih lemah dan absorbsinya kurang baik bila dibandingkan dengan Klindamisin. 6
atau golongan makrolid lainnya tidak efektif. Tidak ada efek teratogenik maupun
5. Tetrasiklin
Tetrasiklin terikat pada kalsium dan terdeposit pada tulang dan gigi yang
baru saja terbentuk pada anak-anak. Bila tetrasiklin diberikan saat kehamilan, zat
displasia enamel.4 Hal ini terjadi mulai dari pertengahan kehamilan hingga 4
hingga 6 bulan pasca persalinan pada desidua gigi anterior. Dan mulai usia
15
beberapa bulan hingga usia 5 tahun untuk gigi permanen ketika mahkota gigi
mulai terbentuk.7 Selain itu tetrasiklin dapat pula terdeposit di tulang, dimana
juga dapat merusak fungsi hati, terutama saat kehamilan, pada pasien dengan
Hal ini dipengaruhi oleh tipe tetracycline, dosis, lama pengobatan, dan
Namun, tidak banyak bukti kuat yang menunjukkan trimetoprim atau co-
7. Quinolon
berkaitan dengan peningkatan risiko malformasi mayor atau efek samping lain di
akhir kehamilan.2 Golongan ini tidak diindikasikan untuk anak (sampai 18 tahun)
16
dan ibu hamil karena data dari penelitian hewan menunjukkan bahwa golongan
obat ini dapat menimbulkan kerusakan sendi.6 Quinolones hanya boleh digunakan
pada kasus infeksi komplikasi yang telah resisten terhadap pilihan antibiotik lain
saat kehamilan.2
8. Aminoglikosida
bayi baru lahir sehingga obat ini relatif kontraindikasi untuk diberikan pada pasien
hamil.4 Insidens efek samping ini lebih tinggi pada pemberian pada empat bulan
perhatian lebih pada ibu hamil hanya pada indikasi klinis yang kuat bila tidak ada
kehamilan.bila diberikan pada dosis tinggi, fungsi ginjal neonatus harus dimonitor
9. Kloramfenikol
aplastik anemia, reaksi idiosinkrasi, yang ireversibel bahkan dapat berakibat fatal. 4