Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume / jumlah sel darah merah


(eritrosit) dalam darah atau penurunan kadar hemoglobin sampai dibawah
rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Hb<10 g/dL). Anemia bukan
merupakan penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit
atau gangguan fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat
kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan.

Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia;


diperkirakan terdapat pada 43% anak-anak usia kurang dari 4 tahun. Survei
Nasional di Indonesia (1992) mendapatkan bahwa 56% anak di bawah umur 5
tahun menderita anemia, pada survei tahun 1995 ditemukan 41% anak di bawah
5 tahun dan 24-35% dari anak sekolah menderita anemia. Gejala yang sama pada
anemia ringan hingga sedang menyulitkan deteksi sehingga sering terlambat
ditanggulangi. Keadaan ini berkaitan erat dengan meningkatnya risiko kematian
pada anak.

Anemia dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: Gangguan


pembentukan eritrosit terjadi apabila terdapat defisiensi substansi tertentu seperti
mineral (besi, tembaga), vitamin (B12, asam folat), asam amino, serta gangguan
pada sumsum tulang. Perdarahan baik akut maupun kronis mengakibatkan
penurunan total sel darah merah dalam sirkulasi. Hemolisis adalah proses
penghancuran eritrosit.

Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang terbanyak baik di Negara


maju maupun Negara yang sedang berkembang. Padahal besi merupakan suatu
unsur terbanyak pada lapisan kulit bumi, akan tetapi defisiensi besi merupakan

1
penyebab anemia yang tersering. Hal ini disebabkan tubuh manusia mempunyai
kemampuan terbatas untuk menyerap besi dan seringkali tubuh mengalami
kehilangan besi yang berlebihan yang diakibatkan perdarahan.

1.2 TUJUAN

Tujuan penulisan referat ini antara lain untuk mengetahui definisi, etiologi,
epidemiologi, klasifikasi, metabolisme zat besi, patofisiologi, manifestasi klinik,
diagnosis, pemeriksaan penunjang, pengobatan, pencegahan, serta prognosis dari
anemia defisiensi besi pada anak.

1.3 PERMASALAHAN
Definisi, epidemiologi ,etiologi anemia defisiensi besi pada anak.
Klasifikasi, metabolisme zat besi, patofisiologi, dan manifestasi klinik anemia
defisiensi besi pada anak.
Diagnosis, pemeriksaan penunjang, tatalaksana, prognosis dan pencegahan
anemia defisiensi besi pada anak.

1.4 MANFAAT
Dalam rangka untuk menyajikan informasi dan pengetahuan yang lebih rinci
untuk pembaca lain ,khususnya untuk petugas kesehatan
Menyediakan literatur yang memadai sebagai referensi yang dapat digunakan
untuk menulis tulisan ilmiah berikutnya.

BAB II

2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya


penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store)
yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang.Anemia
defisiensi besi ditandai oleh penurunan cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan
saturasi transferin yang rendah, dan konsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit
yang menurun.
Menurut WHO dikatakan anemia bila:

Pada orang dewasa Hb < 12,5 g/dl


Pada anak-anak berumur 6-14 tahun < 12 g/dl
Kebutuhan Fe dalam makanan sekitar 20 mg sehari, dari jumlah ini hanya kira-
kira 2 mg yang diserap. Jumlah total Fe dalam tubuh berkisar 2-4 gram. Kira-kira 50
mg/Kgbb pada pria dan 35 mg/Kgbb pada wanita. Secara morfologis anemia
defisiensi besi diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokrom. Anemia
defisiensi besi akibat kurang besi dalam diet bisa terjadi pada setiap orang.

Besi diperlukan untuk sintesis haemoglobin, kekurangan zat besi dianggap


penyebab paling sering terjadi dan kemudian kekurangan nutrisi lainnya (folat, B12
dan Vit A ), peradangan akut dan kronis, infeksi parasit dan genetik.Kurangnya zat
besi dalam tubuh dapat menyebabkan anemia, zat besi yang berlebihan dalam tubuh
dapat menyebabkan kerusakan organ.

2.2 EPIDEMIOLOGI
Anemia defisiensi besi merupakan bentuk anemia yang paling sering ditemukan
didunia, terutama di negara yang sedang berkembang. Diperkirakan sekitar 30%
penduduk dunia menderita anemia, dan lebih dari setengahnya merupakan anemia
defisiensi besi. Anemia defisiensi besi lebih sering ditemukan di negara yang sedang

3
berkembang sehubungan dengan kemampuan ekonomi yang terbatas, masukan
protein hewani yang rendah dan infestasi parasit yang merupakan masalah endemik.
Saat ini di Indonesia anemia defisiensi besi masih merupakan salah satu masalah gizi
utama disamping kekurangan kalori protein, vitamin A dan yodium.

Prevalen ADB tinggi pada bayi, hal yang sama juga dijumpai pada anak usia
sekolah dan anak pra remaja. Angka kejadian ADB pada usia sekolah (5-8Tahun)
dikota sekitar 5.5 %, anak pra remaja 2.6% dan gadis remaja yang hamil 26%. Di
Amerika Serikat sekitar 6% anak berusia 1-2 tahun diketahui kekerungan besi, 3%
menderita anemia. Lebih kurang 9% gadis remaja di Amerika Serikat kekurangan
besi dan 2% menderita anemia, sedangakan anak laki-laki sekitar 50% cadangan
besinya berkurang saat pubertas.

Prevalan ADB lebih tinggi pada anak kulit hitam dibanding kulit putih.
Keadaan ini mungkin berhubungan dengan stastus sosial ekonomi anak kulit hitam
yang lebih rendah.Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan di Indonesia
prevalence ADB pada ank balita sekitar 25-30%. Dari hasil SKRT tahun 1992
prevalance ADB pada anak balita di Indonesia adalah 55.5%.

2.3 ETIOLOGI

Terjadinya ADB sangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi besi, diet yang
mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang.
Kekurangan besi dapat disebabkan:

1. Kebutuhan yang meningkat secara fisiologis


a. Pertumbuhan
Pada periode pertumbuhan cepat yaitu pada umur satu tahun pertama dan
masa remaja kebutuhan besi akan meningkat, sehingga pada periode ini insiden
ADB meningkat. Pada umur satu tahun berat badan meningkat 3 kali dan masa
hemoglobin dalam sirkulasi mencapai 2 kali lipat dibanding saat lahir. Bayi

4
prematur dengan pertumbuhan sangat cepat, pada umur satu tahun berat
badannya dapat mencapai 6 kali dan masa hemoglobin dalam sirkulasi mencapai
3 kali dibanding saat lahir.
b. Menstruasi

Penyebab kurang besi yang terjadi pada anak perempuan adalah terjadinya
menstruasi.

2. Kurangnya besi yang diserap


a. Masukan besi dari makanan yang tidak adekuat

Seorang bayi pada 1 tahun pertama kehidupannya membutuhkan


makanan yang banyak mengandung besi. Bayi cukup bulan akan menyerap lebih
kurang 200mg besi selama 1 tahun pertama (0.5mg/hari) yang terutama
digunakan untuk pertumbuhannya. Bayi yang mendapat ASI eksklusif jarang
menderita kekurangan besi pada 6 bulan pertama, hal ini disebabkan besi yang
terkandung dalam ASI lebih mudah diserap dibandingkan susu yang terkandung
susu formula. Diperkirakan sekitar 40% besi dalam ASI diabsorpsi bayi,
sedangkan dari PASI hanya 10% besi yang dapat diabsropsi.
b. Malabsorpsi besi

Keadaan ini sering dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa ususnya
mengalami perubahan secara histologis dan fungsional. Pada orang yang telah
mengami gastrektomi parsial atau total sering disertai ADB walaupun penderita
mendapatkan mkananan yang cukup besi. Hal ini disebebakan berkurangnya
jumlah asam lambung dan makanan lebih cepat melalu bagian atas usus halus,
tempat utama penyerapan besi heme dan non heme.

3. Perdarahan

5
Kehilangan darah akibat perdarahan merupakan penyebab penting
terjadinya ADB. Kehilangan darah akan mempengaruhi keseimbangan status
besi. Kehilangan darah 1ml akan mengakibatkan kehilangan besi 0.5mg
sehingga kehilangan darah (1.5-2 mg besi) dapat mengakibatkan
keseimbangan negatif besi.
Perdarahan dapat berupa pendarahan saluran cerna, milk induced
enteropathy, ulkus peptikum karena obat-obatan dan infetasi cacing yang
menyerang usus halus bagian proksimal dan menghisap darah dari pembuluh
darah submucosa usus.

4. Transfuse feto maternal


Kebocoran darah yang kronis kedalam sirkulasi ibu akan menyebabkan
anemia defisiensi besi pada akhir masa fetus dan pada awal masa neonates.
5. Hemoglobinuria
Keadaan ini biasanya dijumpai pada anak yang memakai katup jantung
buatan. Pada Paroxismal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH) kehilangan besi
melalui urin rata-rata 1.8-7.8mg/hari
6. Iatrogenic Blood loss
Pada anak yang banyak diambil darah vena untuk pemeriksaan laboratorium
berisiko untuk mendertia anemia defisiensi besi
7. Idiopathic pulmonary hemosiderosis
Penyakit ini jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan perdarah paru yang
hebat dan berulang serta adanya infiltrat pada paru yang hilang timbul.
Keadaan ini dapat menyebabkan kadar Hb menurun drastis hingga 1,5-3g/dl
dalam 24 jam.
8. Latihan yang berlebihan
Pada atlit yang berolahraga berat seperti olah raga lintas alam, sekitar 40%
remaja perempuan dan 17% remaja laki laki kadar ferritin serumnya <10ug/dl.
Perdarahan saluran cerna yang tidak tampak sebagai akibat iskemia yang
hilang timbul pada usus selama latihan berat terjadi pada 50% pelari.
2.4 KLASIFIKASI

6
Salah satu penyebab ADB ialah kekurangan gizi, beberapa penyebab lain yang
diklasifikasikan menurut umur:

Tabel 2.1 Penyebab Anemia Defisiensi Menurut Umur


1. Bayi di bawah umur 1 tahun

- Persediaan besi yang kurang karena berat badan lahir rendah atau lahir
kembar.
2. Anak berumur 1-2 tahun
- Masukan (intake) besi yang kurang karena tidak mendapat makanan
tambahan (hanya minum susu)
- Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang/menahun
- Malabsorbsi
- Kehilangan berlebihan karena perdarahan antara lain karena infestasi
parasit dan divertikulum Meckeli.
3. Anak berumur 2-5 tahun
- Masukan besi kurang karena jenis makanan kurang mengandung Fe-heme
- Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang/menahun.
- Kehilangan berlebihan karena perdarahan antara lain karena infestasi
parasit dan divertikulum Meckeli.
4. Anak berumur 5 tahun masa remaja
- Kehilangan berlebihan karena perdarahan antara lain karena infestasi
parasit dan poliposis.
5. Usia remaja dewasa

- Pada wanita antara lain karena menstruasi berlebihan.

Klasifikasi anemia ringan, sedang dan berat yang diikur melalui derajat WHO,
diantranya dapat dilihat melalui:
1. Anemia Ringan Sekali : Hb 10gr/dl -13gr/dl
2. Anemia ringan : Hb 8gr/dl- 9.9 gr/dl
3. Anemia Sedang : Hb 6 gr/dl -7.9 gr/dl
4. Anemia berat : Hb <6gr/dl

2.5 METABOLISME ZAT BESI

7
Gambar 2.1
Zat besi bersama dengan protein (globin) dan

protoporfirin

mempunyai peranan yang


penting
dalam pembentuka hemoglobin. Selain itu besi juga terdapat dalam beberapa enzim
yang berperan dalam metabolisme oksidatif, sintesis DNA, neurotransmitter, dan
proses katabolisme. Kekurangan besi akan memberikan dampak yang merugikan
terhadap sistem saluran pencernaan, sususnan saraf pusat, kardiovaskular, imunitas
dan perubahan tingkat selular.
Jumlah zat besi yang diserap oleh tubuh dipengaruhi oleh jumlah besi dalam
makanan, bioavaibilitas besi dalam maknanan dan penyerapan oleh mukosa usus.
Didalam tubuh orang dewasa mengandung zat besi sekitar 55mg/KgBB atau sekitar
4gram. Lebih kurang 67% zat besi tersebut dalam bentuk hemoglobin, 30% sebagai
cadangan dalam bentuk ferritin atau hemosiderin dan 3% dalam betuk myoglobin.
Hanya sekitar 0.07% sebagai transferrin dan 0.2% sebagai enzim. Bayi baru lahir
dalam tubuhnya mengandung besi sekitar 0.5gram.
Ada 2 cara penyerapan besi dalam usus , yang pertama adalah penyerapan
dalam bentuk non heme (sekitar 90% berasal dari makanan), yaitu besinya harus
diubah dulu menjadi bentuk yang diserap, sedangkan bentuk yang kedua adalah
bentuk heme (sekitar 10% berasal dari makanan) besi dapat langsung diserap tanpa
memperhatikan cadangan besi dalam tubuh, asam lambung atau pun zat makanan
yang dikonsumsi.

8
Besi non heme di lumen usus akan berikatan dengan apotransferin membentuk
kompleks transferrin besi yang kemudian akan masuk ke dalam sel mukosa. Di dalam
sel mukosa , besi akan dilepaskan dan apotransferinnya kembali ke dalam lumen
usus. Selanjutnya sebagian besi akan bergabung dengan apoferitin membentuk
ferritin, sedangkan besi yang tidak diikat oleh apoferitin akan masuk ke perdaran
darah dan berikatan dengan apotransferin membentuk transferrin serum
Tabel 2.2 Kebutuhan rata-rata zat besi per hari

Usia Kebutuhan zat besi

0-6 Bulan 3 mg
7-12 Bulan 5mg
Absorbsi Besi Untuk
1-3 tahun 8mg
4-6 tahun 9mg
7-9 tahun 10mg
10-12 tahun pada pria 14 mg
10-12 tahun pada wanita 14 mg
13-15 tahun pada pria 17mg
13-15 tahun pada wanita 19mg
16-19 tahun Pada pria 23mg
16-19 tahun Pada wanita 25mg
Hamil +20mg
Menyusui 0-12 bulan 2mg
Pembentukan Hemoglobin
Menurut Bakta, Proses absorbsi besi dibagi menjadi tiga fase, yaitu:
A. Fase Luminal
Besi dalam makanan terdapat dalam dua bentuk, yaitu besi heme dan besi
non-heme. Besi heme terdapat dalam daging dan ikan, tingkat absorbsi dan
bioavailabilitasnya tinggi. Besi non-heme berasal dari sumber nabati, tingkat absorbsi
dan bioavailabilitasnya rendah. Besi dalam makanan diolah di lambung (dilepaskan
dari ikatannya dengan senyawa lain) karena pengaruh asam lambung. Kemudian
terjadi reduksi dari besi bentuk feri (Fe3+) ke fero (Fe2+) yang dapat diserap di
duodenum.
B. Fase Mukosal

9
Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan jejunum
proksimal. Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat kompleks dan
terkendali. Besi heme dipertahankan dalam keadaan terlarut oleh pengaruh asam
lambung. Pada brush border dari sel absorptif (teletak pada puncak vili usus, disebut
sebagai apical cell), besi feri direduksi menjadi besi fero oleh enzim ferireduktase
(Gambar 2.2), mungkin dimediasi oleh protein duodenal cytochrome b-like
(DCYTB). Transpor melalui membran difasilitasi oleh divalent metal transporter
(DMT 1). Setelah besi masuk dalam sitoplasma, sebagian disimpan dalam bentuk
feritin, sebagian diloloskan melalui basolateral transporter ke dalam kapiler usus.
Pada proses ini terjadi konversi dari feri ke fero oleh enzim ferooksidase (antara lain
oleh hephaestin). Kemudian besi bentuk feri diikat oleh apotransferin dalam kapiler
usus.
Sementara besi non-heme di lumen usus akan berikatan dengan apotransferin
membentuk kompleks transferin besi yang kemudian akan masuk ke dalam sel
mukosa dibantu oleh DMT 1. Besi non-heme akan dilepaskan dan apotransferin akan
kembali ke dalam lumen usus.

10
Gambar 2.2. Absorbsi Besi di Usus Halus (sumber: Andrews, N.C., 2005. Understanding
Heme Transport. N Engl J Med; 23: 2508-9).

Besar kecilnya besi yang ditahan dalam enterosit atau diloloskan ke


basolateral diatur oleh set point yang sudah diatur saat enterosit berada pada dasar
kripta (Gambar 2.2). Kemudian pada saat pematangan, enterosit bermigrasi ke arah
puncak vili dan siap menjadi sel absorptif. Adapun mekanisme regulasi set-point dari
absorbsi besi ada tiga yaitu, regulator dietetik, regulator simpanan, dan regulator
eritropoetik.

C. Fase Korporeal
Besi setelah diserap melewati bagian basal epitel usus, memasuki kapiler usus.
Kemudian dalam darah diikat oleh apotransferin menjadi transferin. Satu molekul
transferin dapat mengikat maksimal dua molekul besi. Besi yang terikat pada

11
transferin (Fe2-Tf) akan berikatan dengan reseptor transferin (transferin receptor =
Tfr) yang terdapat pada permukaan sel, terutama sel normoblas (Gambar 2.3).
Kompleks Fe2-Tf-Tfr akan terlokalisir pada suatu cekungan yang dilapisi oleh
klatrin (clathrin-coated pit). Cekungan ini mengalami invaginasi sehingga
membentuk endosom. Suatu pompa proton menurunkan pH dalam endosom sehingga
terjadi pelepasan besi dengan transferin. Besi dalam endosom akan dikeluarkan ke
sitoplasma dengan bantuan DMT 1, sedangkan ikatan apotransferin dan reseptor
transferin mengalami siklus kembali ke permukaan sel dan dapat dipergunakan
kembali.

Gambar 2.3 Siklus Transferin (sumber: Andrews, N. C., 1999. Disorders of Iron Metabolism.
N Engl J Med; 26: 1986-95).
Besi yang berada dalam sitoplasma sebagian disimpan dalam bentuk feritin
dan sebagian masuk ke mitokondria dan bersama-sama dengan protoporfirin untuk
pembentukan heme. Protoporfirin adalah suatu tetrapirol dimana keempat cincin pirol
ini diikat oleh 4 gugusan metan hingga terbentuk suatu rantai protoporfirin. Empat
dari enam posisi ordinal fero menjadi chelating kepada protoporfirin oleh enzim

12
heme sintetase ferrocelatase. Sehingga terbentuk heme, yaitu suatu kompleks
persenyawaan protoporfirin yang mengandung satu atom besi fero ditengahnya.

2.6 Patofisologi
Zat besi tertinggi untuk wanita hamil -1,9 mg / 1000 Kcal energi makanan
pada trisemester 2 dan 2,7 mg/1000 Kcal pada trisemester 3.

Bayi : 1,0 mg,


Remaja perempuan : 0,8 mg
remaja laki-laki : 0,6 mg
presekolah : 0,4 mg
laki-laki dewasa 0,3 mg

Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif besi yang
berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini menetap akan
menyebabakan cadangan besi terus berkurang. Dapat dilihat 3 tahap defisiensi besi,
yaitu :
1. Tahap pertama
Tahap ini disebut Iron depletion atau storange iron deficiency, ditandai
dengan berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi.
Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini
terjadi peningkatan absorpsi besi non heme. Ferritin serum menurun
sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan besi masih
normal.
2. Tahap kedua
Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah Iron deficient erythropoietin atau
iron limited erythropoiesis di dapatkan suplai besi yang tidak cukup unutk
menunjang eritopoisis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nlai
besi seum menurun dan saturasi transferrin menurun sedangkan total iron
binding capacity (TIBC) meningkat dan free erythrocyte porphyrin (FEP)
meningkat.

13
3. Tahap ketiga
Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi
bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga
menyebabkan penurunan kadar Hb. Dari gambaran darah tepi didapatkan
mikrositosis dan hipokromik yang progresif. Pada tahap ini telah terjadi
perubahan epitel terutama pada ADB yang lebih lanjut.
Tabel 2.3 Distribusi normal komponen besi pada pria dan wanita (mg/kg)

Tabel 2.4 Tahapan Kekurangan Besi


Hemoglobin Tahap I Tahap II Tahap III
(Normal) (sedikit menurun) (menurun jelas)
Mikrositik
hipokrom
Cadangan besi <100 0 0
(mg)
Fe serum (ug/dl) Normal <60 <40
TIBC (ug/dl) 360-390 >390 >410
Saturasi 20-30 <15 <10
transferin (%)
Feritin serum <20 <12 <12
(ug/dl)
Sideroblas (%) 40-60 <10 <10
FEP (ug/dl >30 >100 >200
eritrosit)
MCV Normal Normal Menurun

14
Tabel 2.5 Perbandingan Tahap keseimbangan zat besi yang negatif

Sumber: Centers for Disease Control and Prevention, 1998. Recommendations to Prevent and
Control Iron Deficiency in the United States. Morb Mortal Wkly Rep; 47: 1-36.
2.7 Manifestasi Klinis
1. Gejala Umum Anemia
Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic
syndrome) dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin
kurang dari 6-10 g/dl terjadi kompensasi yang efektif sehingga gejala anemia
hanya ringan saja.
Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-
kunang, serta telinga mendenging. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien
yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan di bawah kuku. Bila
kadar HB menurun < 5gr/dl gejala iritabel dan anoreksia akan mulai tampak
lebih jelas. Bila anemia terus berlanjut dapat terjadi takikardi, dilatasi jantung
dan murmur sistolik. Namun kadang kadang pada kadar HB <3-4 g/dl pasien
tidak mengeluh karena tubuh sudah mengadakan kompensasi, sehingga
beratnya gejala ADB sering tidak sesuai dengan kadar Hb.
2. Gejala Khas Defisiensi Besi
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai
pada anemia jenis lain adalah:
a. Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh,
bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.

b. Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan


mengkilap karena papil lidah menghilang.

15
c. Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan pada sudut
mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.

d. Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring


e. Intoleransi terhadap latihan: penurunan aktivitas kerja dan daya
tahan tubuh.
f. Termogenesis yang tidak normal: terjadi ketidkamampuan utnuk
memepetagankan suhu tubuh normal pada saat udara dingin
g. Daya tahan tubuh terhadap infeksi menurun, hal ini terjadi karena
fungsi leukosit yang tidak normal. Pada penderita ADB neutrophil
mempunyai kempauan untuk fagositosis tetapi kemampuan unutk membunuh
E.coli dan S.aureus menurun.
2.8 Diagnosis
Diagnosis ADB ditegakan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis,
pemeriksaaan fisik dan laboratorium yang dapat mendukung sahubungan
dengan gejala klinis yang sering tidak khas.
1. Anamnesis
Riwayat faktor predisposisi dan etiologi:
a. Kebutuhan meningkat secara fisiologis terutama pada masa pertumbuhan
yang cepat, menstruasi, dan infeksi kronis
b. Kurangnya besi yang diserap karena asupan besi dari makanan tidak
adekuat malabsorpsi besi
c. Perdarahan terutama perdarahan saluran cerna (tukak lambung, penyakit
Crohn, colitis ulserativa)
Pucat, lemah, lesu, gejala pika

2. Pemeriksaan fisik
a. Anemis, tidak disertai ikterus, organomegali dan limphadenopati

16
b. Stomatitis angularis, atrofi papil lidah
c. Ditemukan takikardi,murmur sistolik dengan atau tanpa pembesaran
jantung
Ada beberapa kriteria diagnosis yang dipakai untuk menentukan ADB:
Kriteria diagnosis ADB menurut WHO:
1. Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia
2. Konsentrasi HB eritrosit rata-rata <31% (N: 32-35%)
3. Kadar Fe serum <50Ug/dl (N: 80-180 ug/dl)
4. Saturasi transferrin <15 (N: 20-50%)

Dasar diagnosis ADB menurut Cook dan Monsen:


1.Anemia HIpokrom Mikrositik
2.Saturasi transferrin 16%
3.Nilai FEP> serum 100 ug/dl eritrosit
4.Kadar ferritin serum <12 ug/dl
Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 dari 3 kriteria (ST,Feritin serum dan FEP)
harus dipenuhi

Lanzkowsky menyimpulkan ADB dapat diketahui melalui:

a. Pemeriksaan apus darh tepi hipokrom mikrositer yan dikonfirmasi dengan


kadar MCV dan MCHC yang menurun
Red cell distribution width (RDW)>17%
b. FEP meningkat
c. Feiritin serum menurun
d. Fe serum menurun, TIBC meningkat, ST <16%
e. Respon terhadap pemberian preparat besi :
1. retikulosis mencapai puncak pada hari ke 5-10 setelah pemberian besi
2. kadar hemoglobin meningkat rata-rata 0,25-0,4 g/dl/hari atau PCV
meningkat 1% hari
f. Sumsum tulang:
1. Tertundanya maturase sitoplasma
2. Pada pewarnaan sumsung tulang tidak ditemukan besi atau besi berkurang

Cara lain untuk menentukan adanya ADB adalah dengan trial pemberian
preparat besi. Penentukan ini penting unutk mengetahui adanya ADB subklnis dengan

17
melihat respons hemoglobin terhadap pemberian preparat besi. Prosedur ini sangat
mudah, praktis, sensitif dan ekonomis terutama pada anka yang berisko tinngi
menderita ADB. Bila dengan pemberian preparat besi dosis 6mg/KgBB/hari selama
3-4 minggu terjadi peningkatan kadar Hb 1-2 g/dl maka dapat dipastikan bahwa yang
bersangkutan menderita ADB.
2.9 Diagnosis Banding
Semua keadaan yang memberikan gambaran anemia hipokrom monositik
(Tabel 2.5). Keadaan yang sering memberi gambaran klinis dan laboratorium yang
hampir sama dengan ADB adalah talasemia monior dan anemia karena penyakit
kronis. Keadaan lainnya adalah lead poisoning. Keracunan timbal dan anemia
sideroblastik.
Pada talasemia minor morfologi darah tepi sama dengan ADB. Salah satu cara
sederhana untuk membedakan kedua penyakit tersebut adalah dengan melihat jumlah
sel darah merah yang mengingkat meski sudah anemia ringan dan mikrositosis,
sebaliknya pada ADB jumalh sel darah merah menurun sejajar dengan penurunan
kadar Hb dan MCV. Cara mudah dapat diperoleh dengan cara membagi MCV dengan
jumlaj ertrosit, bila nilainya <13 menunjukan talasemia minor sedangkan bila > 13
merupakan ADB. Pada talasemia minior didaptkan basophilic stippling, peningkatan
kadar bilirubin plasma dan peningkatan kadar HbA2.
Gambaran morfologi darah tepi anemia karena penyakit kronis biasanya
normokrom mikrositik, tetapi bisa juga ditemukan hipokrom mikrositik.Terjadinya anemia
pada penyakitkronis disebabkan terganggunya mobilisasi besi dan makrofag oleh transferin.
Kadar Fe serum dan TIBC menurun meskipun cadangan besi normal atau meningkat
sehingga nilai saturasi transferin nomal atau sedikit menurun, kadar FEP meningkat.
Pemeriksaan kadar reseptor transferin receptor (TfR) sangat berguna dalam membedakan
ADB dengan anemia karena penyakit kronis. Pada anemia karena penyakit kronis kadar TfR
normal karena pada inflamasi kadarnya tidak terpengaruh, sedangkan pada ADB
kadarnya menurun. Peningkatan rasio TfR/feritin sensitif dalam mendeteksi ADB.
Table 2.5 Pemeriksaan laboratorium untuk membedakan ADB

18
Pemeriksaan Anemia Thalasemia Anemia
Laboratorium defisiensiBesi Minor PenyakitKronis
MCV Menurun Menurun N/Menurun
Fe serum Menurun Normal Menurun
TIBC Naik Normal Menurun
Saturasi transferin Menurun Normal Menurun
FEP Naik Normal Naik
Feritin serum Menurun Normal Menurun

Lead poisoning memberikan gambaran darah tepi yang serupa dengan ADB
tetapididapatkan basophilic stippling kasar yang sangat jelas. Pada keduanya kadar FEP
meningkat. Diagnosis ditegakkan dengan memeriksa kadar lead dalam darah. Anemia
sideroblastik merupakan kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis heme, bisa
didapat atau herediter. Pada keadaan ini didapatkan gambaran hipokrom
mikrositik dengan peningkatan kadar RDW yang disebabkan populasi sel darah merah
yang dimorfik. Kadar Fe serum dan ST biasanya meningkat, pada pemeriksaan apus
sumsum tulang didapatkan sel darah merah berinti yang mengandung granula besi
(agregat besi dalam mitokondria) yang disebut ringed sideroblast. Anemia ini umumnya
terjadi pada dewasa.
2.10 Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin, Hct dan indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) menurun
b. Hapus darah tepi menunjukkan hipokromik mikrositik
c. Kadar besi serum (SI) menurun dan TIBC meningkat , saturasi menurun
d. Kadar feritin menurun dan kadar Free Erythrocyte Porphyrin (FEP)
meningkat
e. Sumsum tulang : aktifitas eritropoitik meningkat

Menentukan adanya anemia dengan memeriksa kadar HB dan atau PCV


merupaka hal pertama yang penting untuk memutuskan pemeriksaan lebih lanjut
dalam menegakan diagnosis ADB. Pada ADB nilai indeks eritrosit MCV,MCH, dan
MCHC menurun sejajar dengan penurunan kadar Hb. Jumlah retikulosit biasanya
normal, pada keadaan berat karena perdarahan jumlahnya meningkat. Gamabran

19
morfologi darah tepi ditemukan hipokromik, mikrositik, anisositosis dan
poikilositosis (sel pensil, sel target, ovalosit , mikrosit dan sel fragmen).
Pada pemeriksaan status besi didapatkan kadar Fe serum menurun dan TIBC
meningkat. Pemeriksan Fe serum untuk menentukan jumlah besi yang terikat pada
transferin, sedangkan TIBC untuk mengetahui jumlah transferin yang berada
dalam sirkulasi darah. Perbandingan antara Fe serum dan TIBC (saturasi transferin) yang
dapat diperoleh dengan cara menghitung Fe serum/TIBC x 100%, merupakan suatu nilai
yang menggambarkan suplai besi ke eritroid sumsum tulang dan sebagai penilaian terbaik
untuk mengetahui pertukaran besi antara plasma dan cadangan besi dalam tubuh. ST
<7%>dapat dipakai untuk mendiagnosis ADB bila didukung oleh nilai MCV yang rendah
ataupemeriksaan lainnya.
Untuk mengetahui kecukupan penyediaan besi ke eritroid sumsum tulang
dapatdiketahui dengan memeriksa kadar Free Erythrocyte Protoporphyrin (FEP). Pada
pembentukan eritrosit akan dibentuk cincin porfirin sebelum besi terikat untuk membentuk
heme. Bila penyediaan besi tidak adekuat menyebabkan terjadinya penumpukan porfirin
didalam sel. Nilai FEP > 100 ug/dl eritrosit menunjukkan adanya ADB. Pemeriksaan ini dapat
mendeteksi adanya ADB lebih dini. Meningkatnya FEP disertai ST yang menurun
merupakan tanda ADB yang progresif. Jumlah cadangan besi tubuh dapat diketahui
dengan memeriksa kadar feritin serum.Pada pemeriksaan apus sumsum tulang dapat
ditemukan gambaran yang khas ADB yaitu hiperplasia sistem eritropoitik dan
berkurangnya hemosiderin. Untuk mengetahui ada atau tidaknya besi dapat diketahui
dengan pewarnaanPrussian blue.
Jumlah leukosit biasanya normal, tetapi pada ADB yang berlangsung lama
dapat terjadi granulositopenia. Pada keadaan yang disebabkan infestasi cacing sering
ditemukan eosinophilia.
Jumlah trombosit meningkat 2-4 kali dari nilai normal. Trombositois hanya
terjadi pada penderita dengan perdarahn yang massif. Kejadian trombositopenia
dihubungkan dengan anemia yang sangat berat. Namun demikian kejadian

20
trombositosis dan trombositopenia pada bayi dan anak hamper sama, yaitu
trombositosis sekitar 35% dan trombositopenia 28%.
Pada pemeriksaan status besi didapatkan kadar Fe serum menurun dan TIBC
meningkat. Pemeriksaan Fe srrum untuk menentukan jumalh besi yang terikat pada
tranferin, sedangkan TIBC untuk mengetahui numlah transferrin yang berada dalam
sirkulasi darah. Perbandingan antara Fe serum dan TIBC (saturasi transferrin) yang
dapat diperoleh dengan cara menghitung Fe serum.
2.11 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksnaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan
mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi.Sekitar 80-85%
penyebab ADB dapat diketahui sehingga penanganannya dapat dilakukan dengan
tepat.Pemberian preparat Fe dapat secara peroral atau parenteral. Pemberian peroral
lebih aman, murah dan samaefektifnya dengan pemberian secara parenteral. Pemberian
secara parenteral dilakuka padapenderita yang tidak dapat memakan obat peroral atau
kebutuhan besinya tidak dapatterpenuhi secara peroral karena ada gangguan
pencernaan.
Pemberian preparat besi
a. Pemberian preparat besi peroral
Garam ferous diabsorpsi sekitar 3 kali lebih baik dibandingkan garam
feri.Preparat yang tersedia berupa ferous glukonat, fumarat dan suksinat.Yang sering
dipakai adalah ferrous sulfat karena harganya yang lebih murah. Ferous glukonat, ferous
fumarat dan ferous suksinatdiabsorpsi sama baiknya. Untuk bayi tersedia preparat besi
berupa tetes (drop).
Untuk mendapatkan respons pengobatan dosis besi yang dipakai 4-6 mg
besi/kgBB/hari.Dosis obat dihitung berdasarkan kandungan besi yang ada dalam
garam ferous.Garam ferous sulfat mengandung besi sebanyak 20%. Dosis obat
yang terlalu besar akan menimbulkan efek samping pada saluran pencernaan dan tidak
memberikan efek penyembuhan yang lebih cepat. Absorpsi besi yang terbaik adalah
pada saat lambung kosong, diantara dua waktu makan, akan tetapi dapat menimbulkan efek

21
samping pada saluran cerna. Untuk mengatasi hal tersebut pemberian besi dapat
dilakukan pada saat makan atau segera setelah makan meskipun akan mengurangi
absorpsi obat sekitar 40-50%. Obat diberikan dalam 2-3 dosis sehari. Tindakan
tersebut lebih penting karena dapat diterima tubuh dan akan meningkatkan kepatuhan
penderita. Preparat besi ini harus terus diberikan selama 2 bulan setelah anemia pada
penderita teratasi. Respons terapi dari pemberian preparat besi dapat dilihat secara
klinis dan dari pemeriksaan laboratorium, seperti tampak pada tabel di bawah ini.
Preparat terapi besi per oral :
- Fe sulfat (20 % Fe)
- Fe fumarat (33 % Fe)
- Fe succinate (12 % Fe)
- Fe gluconate (12 % Fe)

1. Dapat diberikan secara oral berupa besi elemental dengan dosis 3 mg/kgBB
sebelum makan atau 5 mg/kgBB setelah makan dibagi dalam 2 dosis.

2. Diberikan sampai 2-3 bulan sejak Hb kembali normal

3. Pemberian vitamin C 2X50 mg/hari untuk meningkatkan absorbsi besi.

4. Pemberian asam folat 2X 5-10 mg/hari untuk meningkatkan aktifitas


eritropoiesis

5. Hindari makanan yang menghambat absorpsi besi (teh, susu murni, kuning
telur, serat) dan obat seperti antasida dan kloramfenikol.

6. Banyak minum untuk mencegah terjadinya konstipasi (efek samping


pemberian preparat besi)

Respons terhadap pemberian besi pada ADB

22
Efek samping pemberian preparat besi peroral lebih sering terjadi pada orang
dewasa dibandingkan bayi dan anak. Pewarnaan gigi yang bersifat sementara. 1,8
Tabel 2.6: Respons pemberian besi
Waktu setelah Pemberian besi Respons
12-24 jam Penggantian enzim besi intraselular,
keluhan subjektif berkurang, nafsu
makan bertambah
36-48 jam Respons awal dari sumsum tulang
hiperplasia eritroid
48-72 jam Retikulosis, puncaknya pada hari ke 5-7

Dosis Fe pada bayi dan anak


0-5 tahun wanita menyusui
20 mg besi elemental dan 100 mikrogram (mcg) asam folat per ml formulasi
cair dan usia yang tepat obat cacing selama 100 hari.
6-10 tahun
30 mg besi elemental dan 250 mcg asam folat per anak per hari selama 100
hari dalam setahun
Remaja 10-19 tahun (baru-baru ini diperkenalkan)
dosis mingguan dari 100 mg besi elemental dan 500 mcg asam folat dengan
dua tahunan obat cacing
Wanita hamil dan menyusui
100 mg unsur besi dan 500 mcg asam folat setiap hari selama 100 hari selama
kehamilan. Diikuti oleh dosis yang sama selama 100 hari dalam periode pasca-partum
(Long Lasting Insektisida Nets (LLINs) / Insektisida Diobati B Nets (ITBNs) juga
disediakan untuk wanita yang hamil.
b. Pemberian preparat besi parenteral
Pemberian besi secara intramuskular menimbulkan rasa sakit dan harganya
mahal. Dapat menyebabkan limfadenopati regional dan reaksi alergi. Kemampuan
untuk menaikkan kadarHb tidak lebih baik dibanding peroral. Preparat yang sering

23
dipakai adalah dekstran besi. Larutan ini mengandung 50 mg besi/ml. Dosis dihitung
berdasarkan:

Dosis besi (mg) = BB(kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dl) x


2,5
c. Transfusi darah
Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan pada keadaan
anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respons
terapi. Koreksianemia berat dengan transfusi tidak perlu secepatnya, malah akan
membahayakan karena dapat menyebabkan hipervolemia dan dilatasi jantung.
Pemberian PRC dilakukan secara perlahan dalam jumlah yang cukup untuk menaikkan
kadar Hb sampai tingkat aman sambil menunggu respon terapi besi. Secara umum,
untuk penderita anemia berat dengan kadar Hb,4 g/dl hanya diberi PRC dengan dosis
2-3 ml/kgBB persatu kali pemberian disertai pemberian dieuretik seperti furosemid.
Jika terdapat gaagal jantung yang nyata dapat dipertimbangkan pemberian transfusi
tukar menggunakan PRC segar.
2.12 Prognosis
Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja dan
diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala
anemia dan manifestasi klinis lainnya akan membaik dengan pemberian preparat besi.
Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa
kemungkinan sebagai berikut:
a. Diagnosis salah
b. Dosis obat tidak adekuat
c. Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluarsa
d. Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak
berlangsungmenetap
e. Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaian besi
(seperti: infeksi, keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit
tiroid, penyakit karena defisiensi vitamin B12, asam folat)

24
f. Gangguan absorpsi saluran cerna (seperti pemberian antasid yang
berlebihan pada ulkuspeptikum dapat menyebabkan pengikatan
terhadap besi

2.13 Pencegahan
Pencegahan merupakan tujuan utama dalam penanganan masalah anemia
defisiensi besi, untuk itu diperlukan pendidikan tentang pemberian makanan dan
suplementasi besi.
1. Makanan
Pemberian ASI minimal 6 bulan.
Hindari minum susu sapi yang berlebih.
Tambahan makanan/bahan yang meningkatkan absorpsi besi (buah-buahan,
daging, unggas)
Hindari peningkatan berat badan yang berlebihan.
Pemberian Fe dalam makanan (iron Fortified Infant Cereal)
2. Suplementasi besi
Kebutuhan perhari untuk bayi hingga 1 tahun 2 mg Fe/kgBB.
Bayi prematur membutuhkan Fe dua kali lebih banyak (4mg Fe/kgBB)
Suplementasi besi juga dibutuhkan pada bayi yang minum ASI lebih dari 6
bulan.
Untuk menurunkan frekuensi ADB di Indonesia pemerintah memberikan
suplementasi zat besi sebanyak 60 mg besi elemental tiap minggu selama 16
minggu dalam setahun kepada anak sekolah, buruh pabrik dan ibu-ibu hamil.

Penyuluhan mengenai perbaikan gizi terutama mengenai pentingnya makanan


yang banyak mengandung zat besi untuk pertumbuhan dan peningkatan
prestasi belajar pada anak remaja.
Susu yang terdapat besi mengandung 11-12 mg Fe perliter dan yang diserap
tubuh hanya 4% (0,48 mg Fe). ASI mengandung 0,3 mg Fe/liter dan yang

25
dapat diserap tubuh sebanyak 50% (0,15mg Fe). Unfortified milk
mengandung 0,8 mg Fe/liter dan yang diserap tubuh sebanyak 10% (0,08
mgFe).
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya besi
yang diperlukan untuk sintesis hemoglobin. Diperkirakan sekitar 30% penduduk
dunia menderita anemia, dan lebih dari setengahnya merupakan anemia defisiensi
besi.
Anemia defisiensi besi pada anak akan memberikan dampak yang negatif
terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, antara lain dapat menurunkan sistem
kekebalan tubuh sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Defisiensi
besi juga dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan organ tubuh akibat oksigenasi
ke jaringan berkurang. Dan yang paling penting adalah bila defisiensi besi ini sudah
berlangsung lama, akan menurunkan daya konsentrasi dan prestasi belajar pada anak.
Penyebab utama anemia defisiensi besi adalah konsumsi zat besi yang tidak
cukup dan absorbsi zat besi yang rendah dan pola makan yang sebagian besar terdiri
dari nasi dan menu yang kurang beraneka ragam. Selain itu infestasi cacing tambang
memperberat keadaan anemia yang diderita pada daerahdaerah tertentu terutama
daerah pedesaan menyatakan bahwa anemia defisiensi besi juga dipengaruhi oleh
faktorfaktor lain seperti sosial ekonomi, pendidikan, status gizi dan pola makan,
fasilitas kesehatan, pertumbuhan, daya tahan tubuh dan infeksi. Faktor- faktor
tersebut saling berkaitan
Anemia ini juga merupakan kelainan hematologi yang paling sering tcrjadi
pada bayi dan anak.Pencegahan dapat dilakukan melalui asupan makanan dan
suplementasi zat besi.Anemia defisiensi besi hampir selalu terjadi sekunder terhadap

26
penyakit yang mendasarinya, sehingga koreksi terhadap penyakit dasarnya menjadi
bagian penting dari pengobatan.

27

Anda mungkin juga menyukai