OLEH:
Muhamad Syaiful Bin Samingan 11 2013 194
Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan anugrah-Nya,
pembahasan referat Congestif Heart Failure ini dapat diselesaikan dengan baik.
Pembahasan referat tentang meningioma ini disusun sebagai salah satu tugas dalam
pelaksanaan kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam RS Bethesda Lempuyangwangi
periode 20 April 2015 27 Juni 2015.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Lisa Kurnia
Sari, SpPD selaku pembimbing dalam penyusunan tugas ini serta seluruh pihak yang telah
membantu, sehingga case atau referat Congestif Heart Failure ini dapat terselesaikan dengan baik
dan tepat waktu.
Penulis mengetahui dari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna, karena itu sangat
diharapkan kritik dan saran untuk perbaikan referat ini
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Gagal Jantung menjadi perhatian dunia kesehatan, mulai dari insidensi dan angka
perawatan di rumah sakit serta biaya perawatannya yang terus meningkat. Diperkirakan 1-2%
dari seluruh jumlah populasi dewasa di negara maju memiliki gagal jantung dengan prevalensi
yang meningkat sebanyak 10% pada usia di atas 70 tahun. 1Penelitian lain menyebutkan bahwa
diperkirakan 670.000 kasus gagal jantung baru di US setiap tahunnya mengenai usia di atas 45
tahun. Insidensi gagal jantung meningkat pada usia yang lebih tua, untuk usia 65 74 tahun
dengan angka 9.200 kasus/tahun untuk laki-laki dan 4.700 kasus/tahun untuk wanita. Pada usia
75 84 tahun, angka insidensi 22.300 kasus/tahun untuk laki-laki dan 14.800 kasus/tahun untuk
perempuan. Sedangkan usia 75 84 tahun, angka insidensinya adalah 41.900 kasus/tahun untuk
laki-laki dan 32.700 kasus/tahun untuk perempuan. Secara umum, terjadi peningkatan sebanyak
20% untuk menjadi kasus gagal jantung pada usia di atas 40 tahun. Angka perawatan gagal
jantung di rumah sakit juga meningkat 3 kali lipat pada penelitian prospektif yang telah
dilakukan pada tahun 1979 hingga 2004, hal ini sesuai peningkatan usia harapan hidup dan
kemajuan pengobatan kardiologi, sehingga kasus yang ditemui juga lebih banyak.
Gagal jantungjuga menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama pada beberapa
negara industri maju dan negara berkembang seperti Indonesia. Sindroma gagal jantung ini
merupakan masalah yang penting pada usia lanjut, dikarenakan prevalensi yang tinggi dengan
prognosis yang buruk. Prevalensi gagal jantung kongetif akan meningkat seiring dengan
meningkatnya populasi usia lanjut, karena populasi usia lanjut dunia bertambah dengan cepat
dibanding penduduk dunia seluruhnya, relatif bertambah besar pada negara berkembang
termasuk Indonesia.
Prevalensi gagal jantung di negara berkembang cukup tinggi dan makin
meningkat.Setengah dari pasien yang terdiagnosis gagal jantung masih punya harapan hidup 5
tahun. Penelitian Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar 62% pada pria dan 42%
wanita.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Definisi
Gagal jantung adalah sindrom klinis yang ditandai dengan abnormalitas struktur atau
fungsi jantung sehingga yang bertanggung jawab terhadap ketidakmampuan jantung dalam
memompa darah atau jumlah darah yang tidak mampu mencukupi kebutuhan tubuh untuk
melakukan metabolisme.5
Gagal jantung dapat ditandai dengan kumpulan gejala yang kompleks seperti napas
pendek yang tipikal saat istirahat atau saat melakukan aktivitas disertai dan/atau kelelahan;
tanda-tanda retensi cairan seperti kongesti paru atau edema pergelangan kaki; adanya bukti
objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istirahat seperti kardiomegali, suara
jantung 3, abnormalitas dalam gambaran ekokardigrafi, dan kenaikan konsentrasi peptide
natriuretik.
2.2 Klasifikasi
Beberapa sistem klasifikasi telah dibuat untuk mempermudah dalam pengenalan dan
penanganan gagal jantung. Sistem klasifikasi tersebut antara lain pembagian berdasarkan Killip
yang digunakan pada infark miokard akut, klasifikasi berdasarkan tampilan klinis yaitu
klasifikasi NYHA dan American College of Cardiology/American College Heart Association.
Berdasarkan klasifikasi fungsional NYHA (New York Heart Association) yaitu :
I. Tidak terdapat batasan dalam melakukan aktivitas fsik. Aktivitas fisik sehari-hari
tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi, atau sesak.
II. Terdapat batas aktivitas ringan. Tidak terdapat keluhan saat istirahat,
namun aktivitas fisik sehari-hari menimbulkan kelelahan, palpitasi, atau sesak nafas.
III. Terdapat batasan aktivitas bermakna. Tidak terdapat keluhan saat istirahat, tetapi
aktifitas fisik ringan menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak.
IV. Tidak terdapat batasan aktivitas fisik tanpa keluhan, terdapat gejala saat istirahat.
Keluhan meningkat sat melakukan aktivitas.
Klasifikasi Gagal jantung menurut American College of Cardiology/ American College Heart
Association yaitu :
Stadium A : Memiliki resiko tinggi untuk berkembang menjadi gagal jantung.
tidak terdapat gangguan fungsional jantung, tidak terdapat tanda
atau gejala.
Stadium B : Telah terbentuk penyakit struktur jantung yang berhubungan
dengan perkembangan gagal jantung, tidak terdapat tanda atau
gejala.
Stadium C : Gagal jantung yang simtomatis berhubungan dengan penyakit
Struktural jantung yang mendasari.
Stadium D : Penyakit struktural jantung yang lanjut serta gagal jantung yang
sangat bermakna saat istirahat walaupun sudah mendapat terapi
medis maksimal.
2.3 Etiologi
Faktor Penyebab
Meskipun gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat dari sebagian besar bentuk penyakit
jantung, di Amerika Serikat dan Eropa Barat, penyakit jantung iskemik bertanggung jawab
sebanyak tiga perempat dari semua kasus. Kardiomiopati menempati urutan kedua, sementara
kasus bawaan, penyakit katup jantung, dan penyakit jantung hipertensi adalah penyebab lain
yang posisinya terletak di bawah dua penyebab di atas. Hal ini penting untuk mengidentifikasi
potensi pengobatan penyebab gagal jantung, seperti ketiga kelompok di atas.
2.4 Patofisiologi
Gagal jantung kongestif terjadi sewaktu kontraktilitas jantung berkurang dan ventrikel
tidak mampu memompa keluar darah sebanyak yang masuk selama diastol. Hal ini menyebabkan
volume diastolik akhir ventrikel secara progresif bertambah.Peningkatan progresif volume
diastolik akhir, sel-sel otot ventrikel mengalami peregangan melebihi panjang optimumnya
sehingga serat-serat otot tertinggal dalam kurva panjang-tegangan.Tegangan yang dihasilkan
menjadi berkurang karena ventrikel teregang oleh darah.Semakin terisi berlebihan ventrikel,
semakin sedikit darah yang dapat dipompa keluar sehingga akumulasi darah dan peregangan
serat otot bertambah. Akibatnya volume sekuncup curah jantung dan tekanan darah turun.
Penurunan tekanan darah dirasakan oleh baroreseptor. Hal ini terjadi karena respon-
respon reflek tersebut menyebabkan peningkatan pengisian ventrikel (preload) atau semakin
menurunkan volume sekuncup dengan meningkatkan afterload yang harus dilawan oleh kerja
pompa ventrikel. Peningkatan preload dan afterload menyebabkan peningkatan beban kerja dan
kebutuhan oksigen jantung. Kebutuhan oksigen yang meningkat tidak dapat terpenuhi hingga
serat-serat otot menjadi hipoksik sehingga kontraktilitas berkurang. Siklus perburukan gagal
jantung terus berulang. Refleks terus menyebabkan peningkatan pengisian dan peregangan
jantung dan/atau afterload.Maka tekanan darah terus berada di bawah normal, sehingga refleks-
refleks tersebut tetap dipertahankan dan ditingkatkan. Gagal jantung akan berlanjut, kecuali
siklus pengisian berlebihan darah dapat ditangani.
Bila curah jantung oleh suatu keadaan menjadi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolism tubuh, maka jantung akan memakai mekanisme kompensasi. Mekanisme
kompensasi ini dipakai untuk mengatasi beban kerja, diupayakan memelihara tekanan darah
yang masih memadai untuk perfusi alat-alat vital. Mekanisme ini mencakup :
1. Mekanisme Frank-Starling
2. Pertumbuhan hipertrofi ventrikel
3. Aktivitas neurohormonal.
4. Sistem saraf adrenergik
5. Sistem Renin Angiotensin
6. Hormon antidiuretic
Hipertrofi Ventrikel
Stres pada dinding ventrikel meningkat akibat dilatasi (peningkatan radius ruang) atau
beban akhir yang tinggi (misalnya pada stenosis aortik atau hipertensi yang tidak terkendali.
Peningkatan volume akhir diastol juga akan meningkatkan tekanan di dinding ventrikel
yang jika terjadi terus-menerus, maka akan merangsang pertumbuhan hipertrofi ventrikel.
Terjadinya hipertrofi ventrikel berfungsi untuk mengurangi tekanan dinding dan meningkatkan
massa serabut otot sehingga memelihara kekuatan kontraksi ventrikel. Dinding ventrikel yang
mengalami hipertrofi akan meningkat kekakuannya (elastisitas berkurang) sehingga mekanisme
kompensasi ini selalu diikuti dengan penigkatan tekanan diastolik ventrikel yang selanjutnya
juga menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri.
Aktivasi Neurohormonal
Perangsangan neurohormonal merupakan mekanisme kompensasi yang mencakup sistem
saraf adrenergic, sistem rennin angiotensin, peningkatan produksi hormone antidiuretik, semua
sebagai jawaban terhadap penurunan curah jantung.Semua mekanisme meningkatkan tahanan
pembuluh sistemik, sehingga mengurangi setiap penurunan tekanan darah.Selanjutnya
menyebabkan retensi garam dan air yang pada awalnya bermanfaat meningkatkan volume
intravaskuler dan beban awal ventrikel kiri, memaksimalkan isi sekuncup melalui mekanisme
Frank starling.
2.5 Diagnosis
Secara klinis pada penderita gagal jantung dapat ditemukan gejala dan tanda seperti
sesak nafas saat aktivitas, edema paru, peningkatan JVP, hepatomegali, edema
tungkai.Selain itu kriteria Firmingham dapat digunakan untuk diagnosis gagal jantung kongestif.
Menurut Framingham kriterianya gagal jantung kongestif ada 2 kriteria yaitu kriteria mayor dan
kriteria minor. Adapun kriterianya adalah sebagai berikut:
a. Kriteria mayor terdiri dari:
1) Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea
2) Peningkatan tekanan vena jugularis
3) Ronkhi basah tidak nyaring
4) Kardiomegali
5) Edema paru akut
6) Irama derap S3
7) Refluks hepatojugular
b. Kriteria minor terdiri dari:
1) Edema pergelangan kaki
2) Batuk malam hari
3) Dyspnea d effort
4) Hepatomegali
5) Efusi pleura
6) Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal
7) Takikardi
Diagnosis ditegakkan dari dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dan dua kriteria
minor harus ada di saat bersamaan.
2.6 Pemeriksaan
Elektrokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna pada gagal
jantung.Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran obyektif mengenai struktur dan fungsi
jantung.Penderita yang perlu dilakukan ekokardiografi adalah : semua pasien dengan tanda gagal
jantung, susah bernafas yang berhubungan dengan murmur, sesak yang berhubungan dengan
fibrilasi atrium. Serta penderita dengan resiko disfungsi ventrikel kiri (infark miokard anterior,
hipertensi tak terkontrol, atau aritmia).Ekokardiografi dapat mengidentifikasi gangguan fungsi
sistolik, fungsi diastolik, mengetahui adanya gangguan katup, serta mengetahui resiko emboli.
Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia sebagai penyebab
susah bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit dasar serta komplikasi. Pada gagal
jantung yang berat akibat berkurangnya kemampuan mengeluarkan air sehingga dapat timbul
hiponatremia delusional, karena itu adanya hiponatremia menunjukkan adanya gagal jantung
yang berat.Pemeriksaan serum kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui adanya
gangguan ginjal, juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila terjadi peningkatan
serum kreatini setelah pemberian angiotensin converting enzyme inhibitor dan diuretic dosis
tinggi.Pada gagal jantung berat dapat terjadi proteinuria. Hipokalemia dapat terjadi pada
pemberian diuretic tanpa suplementasi kalium dan obat potassium sparring. Hiperkalemia timbul
pada gagal jantung berat dengan penurunan fungsi ginjal, penggunaan ACE-inhibitor serta obat
hemat kalium.
Pada gagal jantung kongestif tes fungsi hati (bilirubin, AST dan LDH) gambarannya
abnormal karena kongesti hati.Pemeriksaan profil lipid, albumin serum fungsi tiroid dianjurkan
sesuai kebutuhan.Pemeriksaan penanda BNP sebagai penanda biologis gagal jantung dengan
kadar BNP plasma >400pg/ml dan plasma NT-proBNP adalah >2000 pg/ml.
Pemeriksaan radionuclide atau multigated ventrikulografi dapat mengetahui ejection fraction,
laju pengisisan sistolik, laju pengosongan diastolic dan abnormalitas dari pergerakan
dinding.Angiografi dikerjakan pada nyeri dada berulang akibat gagal jantung.Angiografi
ventrikel kiri dapat mengetahui gangguan fungsi yang global maupun segmental serta
mengetahui tekanan diastolik, sedangkan kateterisasi jantung kanan (atrium kanan, ventrikel
kanan dan arteri pulmonalis) serta pulmonary artery capillary wedge pressure.
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan non farmakologis yang dapat dikerjakan antara lain adalah dengan
menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya, pengobatan serta pertolongan yang dapat
dilakukan sendiri. Perubahan gaya hidup seperti pengaturan nutrisi dan penurunan berat
badan pada penderita dengan kegemukan. Pembatasan asupan garam, konsumsi alkohol,
serta pembatasan asupan cairan perlu dianjurkan pada penderita terutama pada kasus gagal
jantung kongestif berat. Penderita juga dianjurkan untuk berolahraga karena mempunyai
efek yang positif terhadap otot skeletal, fungsi otonom, endotel serta neurohormonal dan
juga terhadap sensitifitas terhadap insulin meskipun efek terhadap kelengsungan hidup belum
dapat dibuktikan.
Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan dan pembatasan asupan
garam dianjurkan pada pasien. Tirah baring jangka pendek dapat membantu perbaikan gejala
karena mengurangi metabolisme serta meningkatkan perfusi ginjal. Pemberian heparin
subkutan perlu diberikan pada penderita dengan imobilitas. Pemberian antikoagulan
diberikan pada pemderita dengan fibrilasi atrium, gangguan fungsi sistolik berat dengan
dilatasi ventrikel.
Gagal jantung akut yang berat merupakan kondisi emergensi dimana memerlukan
penatalaksanaan yang tepat termasuk mengetahui penyebab, perbaikan hemodinamik,
menghilangan kongesti paru, dan perbaikan oksigenasi jaringan.
Menempatkan penderita dengan posisi duduk dengan pemberian oksigen konsentrasi
tinggi dengan masker sebagai tindakan pertama yang dapat dilakukan. Monitoring gejala
serta produksi kencing yang akurat dengan kateterisasi urin serta oksigenasi jaringan
dilakukan di ruangan khusus. Base excess menunjukkan perfusi jaringan, semakin rendah
menunjukkan adanya asidosis laktat akibat metabolisme anerob dan merupakan prognosa yang
buruk. Koreksi hipoperfusi memperbaiki asidosis, pemberian bikarbonat hanya diberikan
pada kasus yang refrakter.
Pemberian loop diuretik intravena seperti furosemid akan menyebabkan venodilatasi
yang akan memperbaiki gejala walaupun belum ada diuresis. Loop diuretik juga
meningkatkan produksi prostaglandin vasdilator renal. Efek ini dihambat oleh prostaglandin
inhibitor seperti obat antiflamasi nonsteroid, sehingga harus dihindari bila memungkinkan.
Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin penting dalam penatalaksanaan
gagal jantung akut berat karena dapat menurunkan kecemasan, nyeri dan stress, serta
menurunkan kebutuhan oksigen. Opiat juga menurunkan preload dan tekanan pengisian
ventrikel serta udem paru. Dosis pemberian 2 3 mg intravena dan dapat diulang sesuai
kebutuhan.
Pemberian nitrat (sublingual, buccal dan intravenus) mengurangi preload serta
tekanan pengisian ventrikel dan berguna untuk pasien dengan angina serta gagal jantung.
Pada dosis rendah bertindak sebagai vasodilator vena dan pada dosis yang lebih tinggi
menyebabkan vasodilatasi arteri termasuk arteri koroner. Sehingga dosis pemberian harus
adekuat sehingga terjadi keseimbangan antara dilatasi vena dan arteri tanpa mengganggu
perfusi jaringan. Kekurangannya adalah teleransi terutama pada pemberian intravena dosis
tinggi, sehingga pemberiannya hanya 16 24 jam
Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator yang diberikan pada gagal
jantung refrakter, diberikan pada pasien gagal jantung yang disertai krisis hipertensi.
Pemberian nitropusside dihindari pada gagal ginjal berat dan gangguan fungsi hati. Dosis 0,3
0,5 g/kg/menit.
Nesiritide adalah peptide natriuretik yang merupakan vasodilator. Nesiritide adalah
BNP rekombinan yang identik dengan yang dihasilkan ventrikel. Pemberiannya akan
memperbaiki hemodinamik dan neurohormonal, dapat menurunkan aktivitas susunan saraf
simpatis dan menurunkan kadar epinefrin, aldosteron dan endotelin di plasma. Pemberian
intravena menurunkan tekanan pengisian ventrikel tanpa meningkatkan laju jantung,
meningkatkan stroke volume karena berkurangnya afterload. Dosis pemberiannya adalah
bolus 2 g/kg dalam 1 menit dilanjutkan dengan infus 0,01 g/kg/menit.
Pemberian inotropik dan inodilator ditujukan pada gagal jantung akut yang disertai
hipotensi dan hipoperfusi perifer. Obat inotropik dan / atau vasodilator digunakan pada
penderita gagal jantung akut dengan tekanan darah 85 100 mmHg. Jika tekanan sistolik<
85 mmHg maka inotropik dan/atau vasopressor merupakan pilihan. Peningkatan tekanan
darah yang berlebihan akan dapat meningkatkan afterload. Tekanan darah dianggap cukup
memenuhi perfusi jaringan bila tekanan arteri rata - rata > 65 mmHg.
Pemberian dopamin < 2 g/kg/menitmenyebabkan vasodilatasi pembuluh darah
splanknik dan ginjal. Pada dosis 2 5 g/kg/menit akan merangsang reseptor adrenergik beta
sehingga terjadi peningkatan laju dan curah jantung. Pada pemberian 5 15 g/kg/menit akan
merangsang reseptor adrenergik alfa dan beta yang akan meningkatkan laju jantung serta
vasokonstriksi. Pemberian dopamin akan merangsang reseptor adrenergik 1 dan 2,
menyebabkan berkurangnya tahanan vaskular sistemik (vasodilatasi) dan meningkatnya
kontrkatilitas. Dosis umumnya 2 - 3 g/kg/menit, untuk meningkatkan curah jantung
diperlukan dosis 2,5-15 g/kg/menit. Pada pasien yang telah mendapat terapi penyekat beta,
dosis yang dibutuhkan lebih tinggi yaitu 15-20 g/kg/menit.
Phospodiesterase inhibitor menghambat penguraian cyclic-AMP menjadi AMP
sehingga terjadi efek vasodilatasi perifer dan inotropik jantung. Yang sering digunakan dalam
klinik adalah milrinone dan enoximone. Biasanya digunakan untuk terapi penderia gagal
jantung akut dengan hipotensi yang telah mendapat terapi penyekat beta yang memerlukan
inotropik positif. Dosis milrinone intravena 25 g/kg bolus 10 -20 menit kemudian infus
0,375-075 g/kg/menit. Dosis enoximone 0,25-0,75 g/kg bolus kemudian 1,25-7,5
g/kg/menit.
Pemberian vasopressor ditujukan pada penderita gagal jantung akut yang disertai
syok kardiogenik dengan tekanan darah < 70 mmHg. Penderita dengan syok kardiogenik
biasanya dengan tekanan darah < 90 mmHg atau terjadi penurunan tekanan darah sistolik 30
mmHg selama 30 menit. Obat yang biasa digunakan adalah epinefrin dan norepinefrin.
Epinefrin diberikan infus kontinyu dengan dosis 0,05 -0,5 g/kg/menit. Norepinefrin
diberikan dengan dosis 0,2-1 g/kg/menit. Penanganan yang lain adalah terapi penyakit
penyerta yang menyebabkan terjadinya gagal jantung akut de novo atau dekompensasi.
Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah Pompa balon intra aorta,
pemasangan pacu jantung, implantable cardioverter defibrilator, ventricular assist device.
Pompa balon intra aorta ditujukan pada penderita gagal jantung berat atau syok
kardiogenik yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan, disertai regurgitasi mitral
atau ruptur septum interventrikel. Pemasangan pacu jantung bertujuan untuk
mempertahankan laju jantung dan mempertahankan sinkronisasi atrium dan ventrikel,
diindikasikan pada penderita dengan bradikardia yang simtomatik dan blok atrioventrikular
derajat tinggi. Implantable cardioverter device bertujuan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel
dan takikardia ventrikel. Vascular Assist Device merupakan pompa mekanis yang
mengantikan sebgaian fungsi ventrikel, indikasi pada penderita dengan syok kardiogenik
yang tidak respon terhadap terapi terutama inotropik.
2.9 Prognosa
Prognosis gagal jantung yang tidak mendapat terapi tidak diketahui. Sedangkan prognosis
pada penderita gagal jantung yang mendapat terapi yaitu:
1. Kelas NYHA I : mortalitas 5 tahun 10-20%
2. Kelas NYHA II : mortalitas 5 tahun 10-20%
3. Kelas NYHA III : mortalitas 5 tahun 50-70%
4. Kelas NYHA IV : mortalitas 5 tahun 70-90%
BAB III
PENUTUP
2.8 Kesimpulan
Dari laporan kasus ini dapat disimpulkan bahwa gagal jantung jantung (Congestive
Heart Failure/CHF) merupakan penyakit degeneratif yang cukup banyak ditemukan dari
segala jenis usia mulai dari masa neonatus, bayi, anak-anak sampai dewasa lansia. Yang
dari seluruhnya disebabkan karena faktor pola hidup yang tidak sehat cenderung
menkonsumsi makanan yang berakibat memberatkan kerja jantung. Komplikasi yang
dialami para pasien juga berakibat fatal yang dapat menyebabkan angka morbidibitas dan
mortalitas meningkat, maka diperlukan adanya terapi diet khusus bagi penderita CHF.
Perlunya penyuluhan khusus kepada masyarakat tentang penyakit ini juga dirasa cukup
penting, agar kasus yang terjadi dapat ditanggulangi. Kepada ibu hamil yang diharapkan
dapat memberikan ASI eksklusif guna pemaksimalan imunitas anak agar terhindar dari
penyakit CHF pada anak-anak dan balita, juga pencegahan nya dengan menjaga janin pada
masa kehamilan dan tidak mengkonsumsi rokok, alkohol maupun bahan makanan yang
kiranya berdampak pada jantung ibu dan janin yang akan dilahirkannya nanti. Laporan
kasus ini semata mata hanya pengantar dalam membahas CHF lebih mendalam,
diharapkan di masa yang akan datang dapat lebih dikembangkan lagi seiring teknologi
untuk penyembuhan pasien dan mengurangi terjadinya komplikasi. Terlepas dari ketidak
sempurnaan seorang manusia, saya mengharapkan di masa yang akan datang pembahasan
tentang penyakit ini akan lebih sempurna.
DAFTAR PUSTAKA