1
Riwayat pengobatan setelah dirawat di IGD
15/7/2010
Terapi:
S: Lemah, tampak mengantuk, keringat
dingin, ujung tangan dan kaki dingin, nyeri 1. O2 nasal 2 liter per menit
perut kanan atas, BAK terakhir 2 jam
sebelum masuk rumah sakit. 2. Resusitasi RL 20 cc/kgbb: 320 cc
secepatnya ( 2 jalur )
O: tampak lemah, apatis, gizi kesan baik
T : 100/70 mmHg
T: 100/80 mmhg N: 120x/menit
N : 88x/menit
RR: 30 x / menit S: 36,1 C
RR : 24x/menit
Mata: edema palpebra (+/+)
Thorax: retraksi (-)
Pulmo: SDV (+/+), ST (-/-)
IVFD 10cc/kgbb/jam
Abdomen: Nyeri tekan hipokondrium kanan,
hepar teraba 1 cm bacd, tepi tajam, 3. Inj Ampicillin 400mg/ 6 jam
permukaan rata, asites (-)
4. Parasetamol 160 mg bila demam
Ekstremitas: Uji Tourniquet (+) akral dingin,
Rencana:
CRT = 2 , arteri doralis pedis teraba lemah
dan cepat. DL3 / 8 jam, DL2, U/F , IgM-IgG dengue,
GDT
Laboratorium:
Monitor:
HB: 14,4 g/dl, HCT: 45,1%, AL 10.100 / ul,
AT: 33.000 / uL, AE : 5.700.000 / uL, GDS: KUVS/1 jam
187 mg/dl.
BCD/8 jam
Assesment:
DL/8jam
1. Dengue syok sindrom
Awasi tanda syok
2. Gizi baik
2
c. Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama. Riwayat alergi disangkal. Riwayat
batuk dan pilek yang sembuh dengan berobat ke puskesmas..
Riwayat kelahiran
Pasien lahir cukup bulan, ditolong bidan, spontan, langsung menangis, berat badan
lahir 3100 gram dan panjang badan ibu lupa.
Riwayat Perkembangan
3
Pasien mulai bisa tengkurap pada umur 4 bulan, duduk umur 7 bulan, merangkak
umur 8 bulan. Berjalan umur 13 bulan, bicara lancar umur 24 bulan. Sekarang
penderita sekolah di taman kanak-kanak.
g. Riwayat imunisasi
Imunisasi yang telah diberikan BCG, Hepatitis I, II dan III, DPT I, II dan Polio 0, I, II
dan III serta campak. Kesan imunisasi dasar tidak lengkap.
POHON KELUARGA
II
III
An, M, 5 th 6 bl/ 16
kg
4
III. DATA OBYEKTIF SAAT DIJADIKAN KASUS ( 15 Juli 2010 )
PEMERIKSAAN FISIK
a. Status present
Kesan umum : Kesan lemah
Kesadaran : E4V5M6, Komposmentis
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 88 kali/menit, teratur, isi dan tegangan cukup
Respirasi : 24 kali/menit, teratur, kedalaman cukup
Suhu aksilla : 36,5oC
Berat badan (BB) : 16 kg
Tinggi badan (TB) : 102 cm
LLA : 17 cm ( P 25th < LLA/U < P 50th )
Status gizi : Gizi baik
b. Status general
Kepala : bentuk normal, rambut hitam, tidak mudah dicabut, UUB
sudah menutup.
Mata : konjungtiva tidak pucat, kedua pupil bulat isokor diameter
2 mm, reflek cahaya kedua pupil normal, nampak edema pada
kedua palpebra.
Telinga : normotia, pendengaran kesan normal, tidak ditemukan sekret,
membran timpani sulit intak.
Hidung : tidak ada napas cuping hidung, tidak ada sekret, tidak ada
perdarahan.
Tenggorok : faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tidak hiperemis.
Mulut : tidak ada sianosis sirkum oral, tidak pucat.
5
Leher, aksila : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.
Dada : tidak tampak retraksi
Jantung : Inspeksi : tak tampak iktus kordis.
Palpasi : teraba iktus kordis di SIC IV LMCS yang tak
kuat angkat, tidak teraba thrill.
Perkusi : Batas jantung kanan di SIC II LPSD, kiri di SIC
II-IV LPSS, apeks di SIC IV-V LMCS.
Auskultasi : suara jantung I dan II terdengar normal,
teratur, tak ada bising jantung.
Paru : Inspeksi : bentuk dada normal, simetris saat diam maupun
bergerak, tidak tampak retraksi, sela iga normal.
Palpasi : gerakan dada simetris.
Perkusi : sonor di kedua sisi.
Auskultasi : terdengar suara napas vesikuler di kedua sisi
paru tidak ada suara tambahan.
Abdomen : Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada.
Auskultasi : suara bising usus normal.
Palpasi : supel, nyeri tekan pada hipocondrium kanan, hepar
teraba 1 cm bawah arkus kosta, tepi tajam, permukaan rata dan lien tidak
teraba. LP : 57 cm.
Perkusi : timpani, pekak alih (-).
Anggota gerak : tak ada sianosis ujung jari, tidak tampak pucat, telapak
tangan dan kaki teraba hangat, CRT < 2.
Pemeriksaan neurologis :
Tanda meningeal : tidak didapatkan kaku kuduk, tidak ada tanda
Brudzinski I, II maupun Kernig.
Refleks patologis : Refleks Babinski (-/-), Chaddock (-/-),
Oppenheim (-/-), Gordon (-/-), Schaefer (-/-)
6
Hemoglobin 11,5 g/dL, hematokrit 34,9 %, eritrosit 4.510.000/uL, lekosit
12.600/uL, dan trombosit 47.000/uL.
IV. RINGKASAN
Seorang anak perempuan berumur 5 tahun 6 bulan dirawat di Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Rumah Sakit Dr. Moewardi (RSDM) Surakarta sejak tanggal 15 Juli
2010 dengan keluhan utama panas. Tanggal 10 Juli 2010 pukul 17.00, lima hari
sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh panas tinggi terus menerus. Tidak
didapatkan batuk, pilek, nyeri sendi, nyeri telan, nyeri perut, maupun nyeri telinga.
Pasien mengeluh nyeri kepala dan nafsu makan menurun. Tidak ada mimisan, gusi
berdarah, bintik merah pada kulit, BAB warna hitam. BAK tidak nyeri warna kuning
jernih. Kemudian dibawa ke bidan desa dan diberi obat penurun panas. Panas turun
setelah diberi obat penurun panas tetapi kemudian naik lagi.
Sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan nyeri perut
sebelah kanan atas terutama bila ditekan, dan muntah 2-3 kali per hari sebanyak
seperempat gelas aqua setiap muntah berisi air dan makanan. Pasien masih panas,
lesu, nyeri kepala, serta nafsu makan menurun. Pasien dibawa berobat ke puskesmas
dan mendapat sirup turun panas serta obat puyer.
Empat jam sebelum masuk rumah sakit pasien dibawa berobat lagi ke
puskesmas karena keadaan belum membaik, kaki dan tangan teraba dingin, keringat
dingin, sudah tidak panas, muntah satu kali sebanyak seperempat gelas aqua berisi
makanan dan air, nyeri perut pada bagian kanan atas masih dirasakan, lesu, nyeri
kepala. BAB terakhir 1 hari sebelum masuk rumah sakit, BAK sedikit dan berwarna
kuning pekat. Kemudian pasien dirujuk ke RSDM dengan diagnosa tersangka demam
berdarah dengue.
Pasien dibawa ke RSDM, saat diperiksa di IGD pasien tampak lemah dan
mengantuk, tangan dan kaki penderita teraba dingin, keringat dingin. Kemudian
7
dilakukan pemasangan oksigen dan infus pada kedua tangan untuk penambahan
cairan. Setelah mendapat infus sebanyak 320 cc, tangan dan kaki mulai teraba hangat,
dan tanda vital membaik, kemudian penderita dibawa ke bangsal melati 2.
Pemeriksaan fisik saat dijadikan kasus tanggal 15 Juli 2010 (hari pertama
perawatan) didapatkan penderita tampak lemah. Kesadaran komposmentis, gizi kesan
baik. Tekanan darah 100/70 mmHg, laju nadi 88 kali/menit isi dan tegangan cukup,
laju jantung 88 kali/menit, laju napas 24 kali/menit. Suhu aksila 36,5oC. Dari status
antropometri dan klinis didapatkan gizi baik. Pada pemeriksaan fisik abdomen nyeri
tekan didaerah hipokondrium kanan, didapatkan pembesaran hepar 1 cm bawah arkus
kosta, tepi tajam, permukaan rata. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan
hemoglobin 14,4 g/dL, hematokrit 45,1 %, eritrosit 5.700.000/uL, lekosit 10.100/uL,
dan trombosit 33.000/uL.
V. DAFTAR MASALAH
1. Syok: pada awal masuk rumah sakit keadaan umum pasien lemah, kesadaran
apatis, tanda vital T: 100/80 mmhg, N: 120x/menit lemah, RR: 30 x / menit ,
S: 36,1 C. Pada pemeriksaan fisik ditemukan akral dingin pada keempat
ekstremitas, badan tampak berkeringat, CRT = 2, arteri dorsalis pedis teraba
lemah dan cepat.
2. Muntah: sejak 3 hari smrs pasien muntah-muntah berisi makan dan air
sehingga nafsu makan menjadi turun.
3. Demam hari ke 5 : terjadi demam tinggi hanya turun bila diberi antipiretik.
Demam turun pada hari ke 5.
4. Hepatomegali : terjadi nyeri perut pada kanan atas terutama bila ditekan,
pembesaran hepar 1 cm bawah arkus kosta, tepi tajam, permukaan rata.
8
1. Dengue syok sindrom ( febris hari ke-5 ) ec Syok Hipovolemik DD
- Syok kardiogenik
IX. PERMASALAHAN
a. Saat ini:
1. Penatalaksanaan untuk mencegah syok berulang.
3. Mencegah komplikasi.
b. Jangka panjang:
Edukasi keluarga tentang pencegahan demam berdarah dengan 3M.
X. RENCANA KERJA
9
b. Pemantauan plasma leakage yang ditandai dengan peningkatan
hematokrit, udem palpebra, udem paru, dan asites serta tanda
perdarahan
2. Rencana kerja untuk penegakan diagnosis pasti penyebab syok:
a. Pemeriksaan Ig M dan Ig G anti dengue.
b. Pemeriksaan darah rutin series.
c. Pemeriksaan gambaran darah tepi.
3. Rencana kerja untuk mencegah komplikasi:
Prinsip tatalaksana demam berdarah adalah terapi cairan yang tepat, apabila syok
segera diatasi asidosis metabolik yang dapat menyebabkan ensefalopati,
perdarahan saluran cerna dan perdarahan lain dapat dicegah. Apabila syok dapat
diatasi dengan baik maka pasien akan sembuh dalam 2 sampai 3 hari.
10
denyut nadi dan denyut jantung stabil. Dilakukan pemeriksaan darah rutin dan IgG-
IgM dengue. Direncanakan pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, trombosit, leukosit
tiap 12 jam. Pada pemeriksaan darah pk 06.00 hemoglobin 10,2 g/dl, hematokrit 33,5
%, angka leukosit 13.000 /ul, trombosit 38.000/ul, balance cairan pk 00.06 yaitu +
374 cc, diuresis 3,9 cc/kg/jam, terapi oksigenasi dilepas, infus RL 5 cc/kg/jam dan
injeksi ampisilin dilanjutkan. Hasil pemeriksaan darah lengkap rutin hemoglobin 10,2
g/dl, hematokrit 31 %, angka leukosit 15.400/ul, trombosit 62.000/ul, MCV 76,7/um,
MCH 25,5 pg, MCHC 33,2 g/dl. SI 67 ug/dl, TIBC 171 ug/dl, saturasi transferin 39
%. Dengue IgG ( + ), dengue IgM ( + ). Hasil urinalisis warna jernih, berat jenis
1,010, pH 6,0, protein (-), nitrit (-), eritrosit (-), leukosit (-), glukosa normal, keton
150 mg/dl, bilirubin (-), urobilinogen normal. Mikroskopis leukosit 1/LPB, leukosit
4,9/uL, eritrosit 1/LPB, eritrosit 3,6/uL, epitel 2,9/uL, epitel squamous 0-1/LPB. Pada
pemeriksaan darah pk 22.00 hemoglobin 9,6 g/dl, hematokrit 29,0 %, angka leukosit
13.200 /ul, trombosit 41.000/ul, balance cairan + 444 cc, diuresis 3.9 cc/kg/jam. Infus
RL diturunkan 3 cc/kg/jam, terapi lain lanjut.
Tanggal 17 Juli 2010 ( hari perawatan ke 3 ) keadaan umum penderita
baik, komposmentis, penderita tidak demam, tidak nyeri kepala dan tidak muntah.
Nyeri pada perut kanan atas dan mual berkurang. Nafsu makan membaik. BAB 1 kali
warna kuning konsistensi lembek dan BAK lancar warna kuning muda. Pemeriksaan
fisik didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, laju nadi 92 x/menit, reguler, isi dan
tegangan cukup, laju napas 24x/menit, reguler, kedalaman cukup. Suhu aksila 37oC.
Pemeriksaan mata tampak udem palpebra pada kedua mata berkurang, konjungtiva
tidak pucat. Pada pemeriksaan dada tidak ditemukan retraksi, pada pemeriksaan paru
tidak ditemukan suara nafas tambahan. Pada pemeriksaan abdomen terdapat nyeri
tekan pada hipokondrium kanan, terdapat pembesaran hepar 1 cm bawah arcus costa
dekstra. Lingkar perut 57,5 cm. Pada ekstremitas tidak ditemukan tanda perdarahan,
capilari refill time < 2 , arteri dorsalis pedis teraba kuat. Terapi diet nasi lauk 1500
kalori, infus RL 3cc/kgbb/jam, injeksi ampisilin 400 mg/ 8 jam, parasetamol 160 mg
bila demam. Hasil monitoring tanda vital: tensi stabil, suhu tidak pernah ada periodik
demam, denyut nadi dan denyut jantung stabil. Hasil pemeriksaan feses makroskopis
warna coklat, lunak, lendir (-), pus (-), darah (-), kuman (+), tidak ditemukan parasit
maupun jamur patogen. Hasil pemeriksaan GDT eritrosit : hipokromik-mikrositik-
polikromasi-acantosit, lekosit : jumlah dalam batas normal-dominasi netrofil-
hipergranulasi netrofil-sel muda (-), trombosit : jumlah menurun-penyebaran merata-
11
giant trombosit(+), simpulan : anemia mikrositik hipokromik dengan trombositopenia
suspek et causa proses kronis/ defisiensi Fe bersamaan dengan proses infeksi. Pukul
18.00 hemoglobin 10,2 gr/dl, hematokrit 31,1%, angka leukosit 7300/ul, angka
trombosit 133.000/ul, balance + 424 cc dengan diuresis 2,3 cc/kg/jam, terapi RL 3
cc/kg/jam, terapi lain tetap.
Tanggal 18 Juli 2010 ( hari perawatan ke 4 ) keadaan umum penderita baik,
komposmentis, penderita tidak demam, tidak nyeri kepala, tidak mual dan tidak
muntah. Nyeri pada perut kanan atas berkurang. Nafsu makan membaik. BAB dan
BAK lancar. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 100/70 mmHg, laju
nadi 90 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup, laju napas 26 x/menit, reguler,
kedalaman cukup. Suhu aksila 36,5oC. Pemeriksaan fisik mata edema palpebra pada
kedua mata berkurang. Pada pemeriksaan abdomen nyeri tekan pada hipokondrium
kanan berkurang, terdapat pembesaran hepar 1 cm bawah arcus costa dekstra.
Lingkar perut 57 cm. Pada ekstremitas tidak ditemukan akral dingin, capillari refill
time < 2 , arteri dorsalis pedis teraba kuat. Pasien diperbolehkan pulang dengan
terapi roboransia, dan dianjurkan kontrol 3 hari kemudian di poliklinik anak RSDM.
XII. PROGNOSIS
Prognosis dengue syok syndrom pada kasus ini baik. Pada pasien ini syok telah diatasi
dengan baik sehingga curah jantung dan perfusi sistem sirkulasi tetap adekuat. Pada
dengue syok sindrome bila syok tertangani dengan adekuat maka dalam 2 sampai 3
hari akan sembuh kembali, selain itu nafsu makan merupakan indikator baiknya
prognosis.
12
demam berdarah, sampai pada syok oleh karena adanya kebocoran
plasma.
Banyak teori tentang cara demam berdarah dengue atau dengue syok
sindrom berkembang di individu yang terinfeksi dengue. Hipotesis tentang
infeksi dengue sebagian besar berasal dari data yang diperoleh pada penelitian
yang dilakukan di dalam wilayah negara dari percobaan secara in vitro dimana
13
penyakit ini terjadi dalam bentuk epidemi dan atau sampai batas tertentu
dimana yang termasuk didalamnya adalah antibody-mediated pathogenesis,
atau yang disebut juga antibody-dependent enhancement, patogenesis sel
mediator (cell mediated pathogenesis), fenomena badai sitokin (cytokine
storm phenomenon), latar belakang genetik dari individu (individuals genetic
background), perbedaan strain virus (virus strain differences), tingkat virus
yang beredar pada individu selama fase akut (levels of virus circulating in
individuals during the acute phase), dan status gizi individu yang terinfeksi
(nutritional status of the infected individual). Selain hipotesis tersebut terdapat
faktor-faktor lain yang sangat erat berhubungan dengan infeksi virus dengue,
yaitu faktor hipertermal, status fisik dari virus dalam viremia individu,
penetralan antibody assay dalam infeksi virus dengue, konsep transmisi dari
vektor, dan innate immune system.
14
menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga
mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok. Hipotesis infeksi dengue yang
kedua menyatakan bahwa perubahan genetik yang terjadi dalam genom virus
dapat menyebabkan peningkatan viremia, replikasi dan virulensi serta potensi
terjadinya wabah.
15
Gambar 2: innate immune menginhibisi saat virus masuk pada capilary vessel
Infeksi Virus
Dengue
Asimptomati
k Tanpa Pendarahan
Demam
Dengan
Pendarahan yang
Luar Biasa
Simptomati Demam Dengue
k
Tanpa Syok
Demam berdarah
Dengue
Sindrom Syok
Dengue (DSS)
16
1. Aktivitas sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilatoksin yang
menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan
plasma dari intravaskuler ke ekstravaskuler (plasma leakage).
2. Agregasi trombosit sehingga jumlah trombosit menurun
3. Kerusakan endotel pembuluh darah yang akan mengaktifkan faktor
pembekuan darah.
17
Trombositopeni merupakan kelainan yang ditemukan pada kasus-kasus
kasus DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan
mencapai nilai terendah pada masa syok. Fungsi trombosit yang terganggu
berupa penurunan agregasi, kenaikan dari platelet faktor 4 (PF4) dan
penurunan betathromboglobulin (BTG) serta memendeknya umur
trombosit. Mekanisme hipoagregasi trombosit belum jelas kemungkinan
dihambat oleh adanya kompleks imun antigen virus dengue dengan
antibodi anti dengue di dalam plasma atau dihambat fibrinogen
degradation product (FDP). Trombositopeni disebabkan adanya kompleks
imun di permukaan trombosit yang akan menyebabkan kerusakan
trombosit yang kemudian diambil hati dan lien. Dugaan mekanisme lain
trombositopenia ialah depresi fungsi megakariosit. Pada fase awal penyakit
(hari 1-4 demam) sumsum tulang tampak hiposeluler ringandan
megakariosit meningkat dalam berbagai bentuk fase maturasi. Virus secara
langsung menyerang megakariosit dan mieloid. Trombosit saat itu dapat
mencapai 20.000-50.000/ul. Pada hari ke 5-8 terjadi trombositopenia
terutama oleh karena penghancuran trombosit dalam sirkulasi.
18
intravaskular dan fibrinolisis, dibuktikan adanya pemanjangan partial
thromboplastin time, pemanjangan thrombin time, penurunan fibrinogen
dan kenaikan FDP bersama-sama dengan penurunan antithrombin HI,
alfa-2 anti plasminogen. Koagulasi intravaskular ini terutama pada DSS.
Sistem komplemen pada DBD menunjukkan penurunan kadar C3, C3
proaktivator, C4, dan C5, baik pada kasus dengan syok maupun tidak.
Penurunan ini menimbulkan perkiraan bahwa pada dengue, aktivasi
komplemen terjadi baik melalui jalur klasik maupun jalur alternatif. Hasil
penelitian radioisotop mendukung pendapat bahwa penurunan kadar serum
komplemen disebabkan oleh aktivasi sistem komplemen dan bukan oleh
karena produksi yang menurun atau ekstrapolasi komplemen. Aktivasi ini
menghasilkan anafilatoksin C3a dan C5a yang mempunyai kemampuan
menstimulasi sel mast untuk melepaskan histamin dan merupakan
mediator kuat untuk menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler,
pengurangan volume plasma, dan syok hipovolemik.
19
Diagnosis demam berdarah ditegakkan melalui kriteria klinis dan
laboratoris menurut WHO 1997 yaitu
4. Syok, ditandai dengan nadi yang cepat dan lemah serta tekanan nadi yang
menurun (20 mmHg atau kurang), hipotensi, kulit yang lembab, dingin dan
gelisah.
20
Kriteria laboratoris penegakan diagnosis dari demam berdarah dengue :
1 . Trombositopenia (< 1 0 0 . 0 0 0 / L )
21
Pada kasus ini kreteria dengue syok sindrom didapatkan pada keterangan
gejala klinis yaitu:
1. Demam tinggi terus menerus selama 4 hari.
2. Uji torniquet positif.
3. Terdapat hepatomegali yaitu 1 cm bawah arkus kosta.
4. Syok yaitu nadi kecil dan cepat, dengan tensi 100/80 mmhg, akral
dingin, keringat dingin dan tampak mengantuk.
Kreteria laboratorium yaitu:
1. Trombositopeni 33.000/ul.
2. Hemokonsentrasi > 20% dari normal.
3. IgG (+), IgM (+) anti dengue.
b. Penatalaksanaan
Pada kasus demam berdarah dengue yang penting dilakukan
untuk keberhasilan penatalaksanaan demam berdarah adalah dengan
mendeteksi secara dini fase kritis yaitu pada suhu turun (time of
devervescence) yang merupakan fase awal terjadinya kegagalan sirkulasi, serta
memberikan terapi yang tepat, dan dengan melakukan observasi klinis
disertai pemantauan perembesan plasma, yang diketahui dengan melihat
hematokrit, dan penurunan trombosit. Fase kritis pada umumnya terjadi pada
hari ke 3 yaitu terjadi penuruna trombosit < 100.000/ul atau 1-2 trombosit / lpb
yang akan terjadi sebelum terjadi peningkatan hematokrit dan sebelum terjadi
penurunan suhu. Peningkatan hematokrit 20% atau lebih mencerminkan
perembesan plasma dan merupakan indikasi pemberian cairan. Pemberian
cairan awal sebagai pengganti volume plasma dapat digunakan cairan isotonik
atau ringer laktat yang akan disesuaikan dengan derajat demam berdarah.
Pada demam berdarah derajat III dan IV penggantian secara cepat
plasma yang hilang digunakan larutan garam isotonik. Pada kasus yang sangat
berat dapat diberikan bolus 10ml/kgBB selama 10-20 menit dapat diulang 3x
jika syok berlangsung terus dengan hematokrit yang tinggi, larutan koloidal
(destran dengan berat molekul 40.000 di dalam larutan normal garam faali
atau HES atau plasma) dapat diberikan dalam jumlah 10-20ml/kg/BB. Pada
alur tatalaksana DBD diberikan infus kristaloid (ringer laktat atau NaCl 0,9%)
20ml/kgBB secepatnya (diberikan dalam bolus selama 30 menit) dan oksigen
22
2 liter/ menit. Untuk DSS berat (DBD derajat IV, nadi tidak teraba dan tensi
tidak terukur), diberikan ringer laktat 20ml/kgBB bersama koloid. Observasi
tensi dan nadi tiap 15 menit, hematokrit dan trombosit tiap 4-6 jam, periksa
elektrolit dan gula darah.
Pada pasien ini diagnosis ditegakkan secara klinis dan
laboratoris berdasarkan kriteria WHO 1997, yaitu pasien mengalami
demam tinggi terus menerus selama 4 hari, muncul manifestasi
perdarahan berupa petekie pada lengan volar kanan dan terdapat
hepatomegali, sedangkan secara laboratoris terdapat
trombositopenia ( 1 0 0 . 0 0 0 / L ) d a n hemokonsentrasi dengan
peningkatan hematokrit 20% atau lebih. Pada kasus ini juga
dilakukan pemeriksaan Ig G dan Ig M anti dengue dan didapatkan
hasil yang positif, artinya pada pasien ini telah terjadi infeksi
sekunder virus dengue sehingga lebih berisiko mengalami demam
berdarah dengue yang berat atau syok.
Infeksi primer maupun sekunder dapat didiagnosis dengan
mendeteksi Ig M anti dengue mulai pada hari sakit kelima, dan Ig G
anti dengue setelah hari ke-14 pada infeksi primer dan hari ke-2
pada infeksi sekunder. Beberapa cara telah berkembang untuk
mendeteksi secara dini dan pasti infeksi virus dengue. Isolasi virus
dengue masih merupakan gold standar untuk mengetahui infeksi
virus dengue, walaupun waktu yang dibutuhkan sangat lama.
Deteksi antibodi anti-dengue seperti Haemagglutination
Inhibition/HI dan PRNT juga membutuhkan waktu yang lama, dan
pada deteksi dengan HI membutuhkan sampel serum yang banyak,
untuk mendeteksi Ig G dan Ig M anti-dengue, metode ELISAs paling
banyak digunakan untuk menunjang diagnosis seperti halnya pada
kasus ini. Selain biayanya relatif terjangkau, Ig M anti-dengue dapat
di deteksi mulai hari kelima sakit. Saat ini telah dikembangkan cara
deteksi infeksi virus dengue yang lebih cepat dan murah yaitu
dengan menggunakan NS1. Menurut penelitian NS1 memiliki
sensitivitas dan spesifitas yang tinggi dalam mendeteksi infeksi
virus dengue. Hasil ini tidak kalah dengan deteksi molekuler dengan
RT-PCR dimana sensivitas dan spesifitasnya masing-masing 100%,
namun dengan biaya yang lebih mahal.
23
Skema Tatalaksana Demam Berdarah Dengue derajat III dan
IV menurut WHO 1997 :
2. Tambahkan
Evaluasi ketat koloid/plasma
Dekstran/FPP
Tanda vital
10-20 (max 30) ml/kgBB/jam
Tanda perdarahan
Pantau
Stabil dalam Hb, Ht, tromboit
24 jam
Syok belum teratasi
Tetesan 5 ml/kgBB/jam Syok teratasi
Ht stabil
Ht turun
Ht tetap
Tetesan 3 ml/kgBB/jam
Koloid 20ml/kgBB
Transfusi darah segar
Infus stop tidak melebihi 48 jam setelah 10 ml/kgBB diulang
syok teratasi sesuai kebutuhan
24
Kasus yang berat dari demam berdarah dengue dapat berlanjut sebagai
dengue syok sindrom, dimana bila penegakan diagnosis terlambat dan
penatalaksanaan yang diberikan tidak optimal dan sesuai maka akan
mengakibatkan kematian bagi penderita. Penatalaksanaan yang baik harus
selalu disertai pemantauan dan evaluasi yang baik, hal-hal yang terutama harus
diperhatikan adalah :
1. Tanda vital (vital sign): tekanan darah ,nadi, laju nafas dan suhu harus
dicatat dan diperhitungkan dengan cermat setiap 15-30 menit atau
bahkan lebih sering sampai syok teratasi serta pemantauan balance
cairan dan diuresis harus dihitung dan dicatat dengan teliti dengan
formulir pemantauan mengenai jenis cairan, jumlah dan tetesan yang
diberikan untuk menghindari kekurangan maupun kelebihan dalam
memberikan cairan.
2. Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai keadaan klinis
pasien stabil.
Pada kasus ini karena pasien datang dalam kondisi syok maka terapi yang
digunakan adalah pemberian cairan kristaloid 20 ml/kg/hari. Kemudian setelah
dilakukan pemantauan, keadaan umum membaik, kesadaran compos mentis, tanda
vital dimana tekanan nadi lebih dari 20 mmhg, nadi teraba kuat, dan capilary refil
time yang < 2 detik, serta diuresis diatas 1 cc/kg/ jam. Hasil pemeriksaan
laboratorium yang menunjukkan penurunan hematokrit, peningkatan trombosit
maka terapi cairan diturunkan menjadi 10cc/kg/jam. Dan selanjutnya keadaan
umum semakin membaik maka diturunkan menjadi 7 cc/kg/jam. Setelah hari
ketiga cairan telah maintenance, dan pada hari keempat infus telah dilepas.
25
6. Jumlah trombosit > 50.000/ul
7. Tidak dijumpai distres nafas.
Pada pasien ini periode bebas demam telah 3 hari tanpa antipiretik,
nafsu makan telah membaik, hematokrit stabil, klinis terdapat perbaikan,
jumlah trombosit sudah naik lebih dari 50.000,- dan pada pasien ini telah hari
ketiga bebas syok.
2. SYOK
A. Definisi
B. Pembagian syok
26
4. Kegagalan pompa jantung (kardiogenik)
Fase I : Kompensasi
Pada fase ini gagal mempertahankan curah jantung yang adekuat dan
sistem sirkulasi menjadi tidak efisien. Oksigen jaringan yang buruk sehingga
terjadi metabolisme anaerob. Mengakibatkan penumpukan asam laktat yang
berakhir dengan asidosis. Manifestasi klinis berupa takikardi yang bertambah,
tekanan darah mulai turun ( kulit dingin, mottled, capillary refilling time
betambah lama ) oligouri, asidosis (laju pernafasan cepat dan dalam)depresi
susunan syaraf pusat (penurunan kesadaran).
Pada fase ini tekanan darah tidak terukur, nadi tak teraba, kesadaran
semakin turun, anuria, dan tanda kegagalan organ lain.
C. Tatalaksana resusitasi
Resusitasi awal :
a. Pemberian O2 ( Fi O2 100% ), bila perlu ventilatory support.
b. Resusitasi cairan 20cc/kg/secepatnya dengancairan kristaloid atau koloid
yang diulang 2 -3 kali sampai nadi teraba kembali.
Pemantauan awal:
27
1. Nilai respon penderita terhadap pemberian fluid challenge dengan
memantau status kardiovaskuler / tanda vital dan perfusi perifer.
2. Pantau produksi urin.
3. Ambil darah cito untuk darah lengkap,gambaran daran tepi, elektrolit,
glukosa, analisis gas darah bila perlu kultur dan golongn darah.
28
keadaan umum tampak lemah dan mengantuk, tekanan nadi = 20 mmhg yaitu
100/80mmhg, nadi 120x permenit, akral dingin, kulit berkeringat, capilary
refilling >2, arteri dorsalis pedis teraba lemah dan cepat, terdapat pula edema
pada kedua palpebra, maka didiagnosa dengue syok sindrom et causa syok
hipovolemik.
Pasien diterapi dengan resusitasi cairan sebanyak 20cc/kgbb dalam 10 menit 1
kali dan perfusi jaringan membaik yaitu keadaan umum membaik, nadi 88 kali
permenit kuat isi dan tegangan cukup, tensi 100/70 mmhg, respirasi rate 24
kali permenit, akral teraba hangat, keringat dingin tidak ada, arteri dorsalis
pedis teraba kuat, capilary refilling < 2.
29
KASUS:
Seorang anak perempuan berumur 5 tahun 6 bulan dirawat di Bagian Ilmu Kesehatan
Anak Rumah Sakit Dr. Moewardi (RSDM) Surakarta sejak tanggal 15 Juli 2010
dengan keluhan utama panas. Tanggal 10 Juli 2010 pukul 17.00, lima hari sebelum
masuk rumah sakit pasien mengeluh panas tinggi terus menerus. Tidak didapatkan
batuk, pilek, nyeri sendi, nyeri telan, nyeri perut, maupun nyeri telinga. Pasien
mengeluh nyeri kepala dan nafsu makan menurun. Tidak ada mimisan, gusi berdarah,
bintik merah pada kulit, BAB warna hitam. BAK tidak nyeri warna kuning jernih.
Kemudian dibawa ke bidan desa dan diberi obat penurun panas. Panas turun setelah
diberi obat penurun panas tetapi kemudian naik lagi.
Sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan nyeri perut
sebelah kanan atas terutama bila ditekan, dan muntah 2-3 kali per hari sebanyak
seperempat gelas aqua setiap muntah berisi air dan makanan. Pasien masih panas,
lesu, nyeri kepala, serta nafsu makan menurun. Pasien dibawa berobat ke puskesmas
dan mendapat sirup turun panas serta obat puyer.
Empat jam sebelum masuk rumah sakit pasien dibawa berobat lagi ke
puskesmas karena keadaan belum membaik, kaki dan tangan teraba dingin, keringat
dingin, sudah tidak panas, muntah satu kali sebanyak seperempat gelas aqua berisi
makanan dan air, nyeri perut pada bagian kanan atas masih dirasakan, lesu, nyeri
kepala. BAB terakhir 1 hari sebelum masuk rumah sakit, BAK sedikit dan berwarna
kuning pekat. Kemudian pasien dirujuk ke RSDM dengan diagnosa tersangka demam
berdarah dengue.
Pasien dibawa ke RSDM, saat diperiksa di IGD pasien tampak lemah dan
mengantuk, tangan dan kaki penderita teraba dingin, keringat dingin. Kemudian
dilakukan pemasangan oksigen dan infus pada kedua tangan untuk penambahan
cairan. Setelah mendapat infus sebanyak 320 cc, tangan dan kaki mulai teraba hangat,
dan tanda vital membaik, kemudian penderita dibawa ke bangsal melati 2.
Pemeriksaan fisik saat dijadikan kasus tanggal 4 Oktober 2009 (hari kedua
perawatan) didapatkan penderita tampak lemah. Kesadaran compos mentis, gizi kesan
baik. Tekanan darah 120/90 mmHg, laju nadi 82 kali/menit isi dan tegangan cukup,
laju jantung 82 kali/menit, laju napas 24 kali/menit. Suhu aksila 36,5oC. Dari status
antropometri dan klinis didapatkan gizi baik. Pada pemeriksaan fisik abdomen nyeri
30
tekan didaerah hipokondrium kanan, didapatkan pembesaran hepar 1 cm bawah arkus
kosta, tepi tajam, permukaan rata. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan
hemoglobin 14,4 g/dL, hematokrit 45,1 %, eritrosit 5.700.000/uL, lekosit 10.100/uL,
dan trombosit 33.000/uL.
Pemeriksaan fisik saat dijadikan kasus tanggal 16 Juli 2010 ( hari perawatan
ke 2 ) keadaan umum penderita lemah, komposmentis, penderita tidak demam dan
tidak muntah. Nyeri kepala, nyeri pada perut kanan atas dan mual masih dirasakan.
Nafsu makan menurun. BAK lancar warna kuning jernih, tidak BAB . Pada
pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 100/70 mmHg, laju nadi 100 x/menit,
reguler, isi dan tegangan cukup, laju napas 24x/menit, reguler, kedalaman cukup.
Suhu aksila 37oC. Pemeriksaan mata tampak udem palpebra pada kedua mata,
konjungtiva tidak pucat. Pada pemeriksaan dada tidak ditemukan retraksi, pada
pemeriksaan paru tidak ditemukan suara nafas tambahan. Pada pemeriksaan abdomen
terdapat nyeri tekan pada hipokondrium kanan, terdapat pembesaran hepar 1 cm
bawah arcus costa dekstra. Lingkar perut 57,5 cm. Pada ekstremitas tidak ditemukan
tanda perdarahan, capilari refill time < 2 , arteri dorsalis pedis teraba kuat. Hasil tes
serologi IgG dan IgM positif.
DIAGNOSIS:
PERMASALAHAN
Pada dengue syok sindrom memerlukan penatalaksanaan yang adekuat. Pada syok
terjadi perembesan plasma karena terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga
terjadi hipovolemia. Apabila syok tidak secepatnya diatasi maka menyebabkan terjadi
anoksia kemudian terjadi asidosis dan akhirnya menimbulkan kematian. Pada
sebagian besar pasien DSS, syok dapat teratasi dengan cepat tetapi sebagian kecil
pasien DSS mengalami perburukan. Pada pasien ini mengalami perbaikan dengan
cepat memakai cairan kristaloid. Apakah pemberian koloid efektif dan aman pada
anak-anak?
31
PICO
Dari masalah yang ada maka dapat dijabarkan dalam bentuk komponen PICO sebagai
berikut:
O Outcome : HES 130/0,4 efektif dan aman pada anak dengan DSS
Kata kunci: Dengue syock syndrome, children, hydroxyethyl starch 130/0.4, efficacy,
safety
RINGKASAN JURNAL:
Studi ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan keefektifan dan keamanan dari
HES 130/0,4 dan RL pada anak-anak yang mengalami DSS.
Hasil penelitian pada pemberian HES 130/0,4 menurunkan kadar hematokrit dan
hemoglobin lebih cepat, berbeda secara signifikan bila dibanding RL. Hal ini
memperlihatka bahwa terjadi perbaikan plasma leakage yang lebih cepat dengan
pemberian HES 130/0,4. Terjadi perbaikan tekanan nadi dan frekuensi nadi lebih
cepat pada HES 130/0,4 meskipun tidak berbeda secara signifikan dibanding RL.
32
Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal jumlah kebutuhan cairan untuk
resusitasi antara HES 130/0,4 dan RL. Pada penelitian ini terjadi 3 kejadian syok
berulang pada pemberian RL dan 1 syok berulang pada pemberian HES 130/0,4,
angka ini terlalu kecil untuk dinilai secara statistic. Meskipun terapi dengan RL
menghasilkan perbaikan yang kurang cepat pada hematokrit dan bertambah lama
masa penyembuhan dibanding terapi dengan HES 130/0,4, tetapi tidak ada perbedaan
pada respon terapi yang lain..
33