Anda di halaman 1dari 3

Seminar Departemen 09 September 2015

Efek Magnetokalorik sebagai Studi Potensi Rekayasa Mesin Pendingin Masa Depan
Oleh: Dr. Dwi Nanto
Mesin pendingin konvensional yang selama ini banyak digunakan memiliki dampak
negatif bagi lingkungan, salah satunya adalah limbah gas CFC yang berkontribusi terhadap
penipisan lapisan ozon dan memicu pemanasan global. CFC atau freon yang sering
digunakan pada mesin pendingin konvensional sebagai bahan dalam sistem pendinginannya
seringkali mengalami kebocoran dan mencemari lingkungan. Hal tersebut yang
melatarbelakangi pencarian mesin pendingin alternatif yang lebih ramah lingkungan. Mesin
pendingin yang kemudian dikembangkan adalah mesin pendingin magnetik yang prinsip
kerjanya memanfaatkan efek magnetokalorik.

Gambar 1. Presentasi Pak Dwi Nanto mengenai Efek Magnetokalorik


Beberapa hal yang menjadi alasan mesin pendingin magnetik dikatakan potensial
adalah:
a. Harga mesin mungkin mahal, tetapi biaya operasional 20% lebih murah dari mesin
pendingin konvensional
b. Biaya perawatannya lebih murah bahkan nyaris biaya perawatan
c. Lebih ramah lingkungan
d. Efisiensi 60% - 70% berdasarkan hitungan mesin ideal Carnot
e. Konstruksi mekaniknya sederhana
Efek magnetokalorik
Seminar Departemen 09 September 2015

Efek Magnetokalorik atau Magnetocaloric Effect (MCE) adalah fenomena berubahnya


temperatur material tertentu ketika diberi medan magnet luar. Prinsip kerja MCE yang
digunakan dalam mesin pendingin magnetik ditunjukkan oleh Gambar 2.

(a) (b) (c)


Gambar 2. (a) Domain magnetik material magnetokalorik, saat diberi medan magnet luar (b),
dan saat pengaruh medan magnet luar dihilangkan (c).
(Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=xVhAvp17xJ8)
Mula-mula, material magnetokalorik memiliki domain magnet yang arahnya tidak
beraturan antara satu domain dengan domain lainnya. Ketika diberi medan magnet luar,
domain magnetik yang dimiliki material mengalami magnetisasi dan menyearahkan diri
sesuai dengan medan magnet luar yang diberikan. Hal tersebut menyebabkan perubahan
entropi material, sehingga material mengalami kenaikan temperatur dan melepaskan panas
yang ditunjukkan oleh warna merah. Sebaliknya, ketika pengaruh medan magnet luar
dihilangkan, domain magnet kembali menjadi acak sehingga entropi material turun, dan suhu
material mengalami penurunan ditandai dengan warna biru.
Keterkaitan antara perubahan entropi dengan magnetisasi dapat dinyatakan dengan
relasi Maxwell berikut:

( BS ) =( MT )
T B

H
S M ( T , H ) =
0
( TM ) dH
H

Dari perubahan entropi magnetik, dapat diperoleh kurva histerisis, dimana Temperatur Curie
(TC) yang dimiliki setiap bahan magnetik dapat diubah-ubah dengan melakukan rekayasa
material.
Struktur sangat berperan penting terhadap MCE, berdasarkan peta kelompok material,
ada beberapa kelompok material yang berpotensi untuk direkayasa menjadi material
magnetokalorik, namun masing-masing memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan,
diantaranya:
a. Material Heusler Alloy
Seminar Departemen 09 September 2015

Metode pembuatannya dengan Arc Melting. Sangat berpotensi menjadi material


magnetokalorik, dan bisa invers MCE heating dan cooling, namun butuh penanganan
khusus karena beberapa bahan alloy murni (contoh: La) mudah teroksidasi.
b. Arsen (As)
Berpotensi untuk dijadikan material magnetokalorik namun sangan beracun.
c. Gadolinium
Berpotensi untuk dijadikan material magnetokalorik namun harganya sangat mahal.
d. Perovskite type Manganites
Berbentuk keramik yang dapat dibuat dengan solid state reaction, sol gel,
hydrothermal. Perovskite yang dikembangkan pembicara adalah Lanthanum
manganites. Pada lanthanum manganites, yang paling berpengaruh terhadap sifat
adalah bonding Mn O Mn.
Material yang diteliti oleh narasumber adalah La0,7Ca0,3Mn1-xCuxMnO3 (0,0 x 0,03).
Karakterisasi yang digunakan adalah karakterisasi XRD untuk melihat struktur material dan
VSM untuk melihat sifat kemagnetannya.
Hasil XRD menunjukkan adanya pergeseran peak, tapi perubahan struktur tidak
signifikan saat di doping oleh Cu. Hasil VSM menunjukkan bahwa grafik M vs H untuk
beberapa nilai T saat sebelum di doping jarang-jarang atau tidak rapat antara T yang satu
dengan T lainnya, sedangkan saat sudah di doping menunjukkan kurva yang rapat antara T
satu dengan T lainnya. Dari penelitian yang dilakukan, diperoleh bahwa rekayasa material
dengan pemberian doping Cu dapat menghasilkan TC di bawah suhu ruang.
Isu pengembangan magnetic refrigrant oleh negara maju, diantaranya:
a. Amerika, mengembangkan mesin pendingin magnetik dengan prinsip material yang
diputar, sedangkan magnet dibuat tetap.
b. Jepang, mengembangkan mesin pendingin magnetik dengan prinsip material yang
dibuat tetap, magnet yang diputar.
c. Eropa, mesin pendingin magnetik dikembangkan oleh Cooltech
d. Korea, mesin pendingin magnetik dikembangkan oleh LG.

Anda mungkin juga menyukai