Disusun oleh :
TINGKAT IIC
A. DEFINISI
Kejang demam adalah kejang yang dihubungkan dengan suatu
penyakit yang dicirikan dengan demam tinggi (suhu 38,9 o40,0oC). Kejang
demam berlangsung kurang dari 15 menit, generalisata, dan terjadi pada
anak-anak tanpa kecacatan neurologik. (Muscari, 2005)
Kejang demam juga dapat diartikan sebagai suatu kejang yang terjadi
pada usia antara 3 bulan hingga 5 tahun yang berkaitan dengan demam
namun tanpa adanya tanda-tanda infeksi intrakranial atau penyebab yang
jelas. (Meadow, 2005)
Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang dapat terjadi karena
peningkatan suhu akibat proses ekstrakranium dengan ciri terjadi antara usia
6 bulan - 4 tahun, lamanya kurang dari 15 menit dapat bersifat umum dan
dapat terjadi 16 jam setelah timbulnya demam. (Hidayat, 2008)
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kejang
demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu
tubuh sebagai akibat proses ekstrakranium (pajanan dari suatu penyakit yang
dicirikan dengan demam tinggi dimana suhunya berkisar antara 38,9 o
40,0oC) namun tanpa adanya tanda-tanda infeksi intrakranial atau penyebab
yang jelas. Kejang demam ini lebih sering terjadi pada anak usia 6 bulan 5
tahun, dengan lama kejang kurang dari 15 menit dapat bersifat umum dan
dapat terjadi 16 jam setelah timbulnya demam
B. ETIOLOGI
Penyebab kejang demam sampai saat ini masih belum diketahui secara
jelas. Kejang demam biasanya dikaitkan dengan infeksi saluran pernapasan
atas, infeksi saluran kemih dan roseola. Kejang ini merupakan kejang umum
dengan pergerakan klonik selama kurang dari 10 menit. SSP normal dan tidak
ada tanda-tanda defisit neurologis pada saat serangan telah menghilang.
Sekitar sepertiga akan mengalami kejang demam kembali jika terjadi demam,
tetapi sangat jarang yang mengalami kejang setelah usia 6 tahun. Kejang yang
lama, fokal, atau berulang, atau gambaran EEG yang abnormal 2 minggu
setelah kejang, menunjukkan diagnosis epilepsi (kejang nondemam
berulang). (Meadow, 2005)
Menurut Lumban Tobing & Mansjoer (2005), faktor yang berperan
dalam menyebabkan kejang demam antara lain :
1) Demam itu sendiri
2) Efek produk toksik dari pada mikroorganisme (kuman dan virus terhadap
otak).
3) Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi.
4) Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit.
5) Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak
diketahui atau ensekalopati toksik sepintas.
6) Gabungan semua faktor tersebut di atas.
Menurut Amin dan Hardhi (2013) penyebab kejang demam dibedakan
menjadi intrakranial dan ekstrakranial.
Intrakranial meliputi :
1) Trauma (perdarahan): perdarahan subarachnoid, subdural atau
ventrikuler.
2) Infeksi: bakteri, virus, parasit misalnya meningitis.
3) Congenital : disgesenis, kelainan serebri
Ekstrakranial meliputi:
1) Gangguan metabolik: hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesia,
gangguan elektrolit (Na dan K) misalnya pada pasien dengan riwayat
diare sebelumnya.
2) Toksik : intoksikasi, anastesi lokal, sindroma putus obat.
3) Congenital: gangguan metabolisme asam basa atau ketergantungan dan
kekurangan piridoksin.
C. KLASIFIKASI KEJANG
1. Kejang Parsial (Fokal, Lokal)
a. Kejang Parsial Sederhana
Kesadaran tidak terganggu, dapat meliputi satu atau kombinasi dari
hal-hal berikut :
1) Tanda motorik kedutan pada wajah, tangan, atau suatu bagian
tubuh, biasanya gerakan yang sama terjadi pada setiap kejang,
dan dapat menjadi merata.
2) Tanda dan gejala otomatis muntah, berkeringat, wajah merah,
dilatasi pupil.
3) Gejala-gejala somatosensori atau sensori khusus mendengar
suara musaik, merasa jatuh dalam suatu ruang, parestesia.
4) Gejala-gejala fisik dj vu (sepertiga siaga), ketakutan,
penglihatan panoramik. (Betz, 2009)
b. Kejang Parsial Kompleks
1) Gangguan kesadaran, walaupun kejang dapat dimulai sebagai
suatu kejang parsial sederhana.
2) Dapat melibatkan gerakan otomatisme atau otomatis bibir
mengecap, mengunyah, mengorek berulang, atau gerakan tangan
lainnya.
3) Dapat tanpa otomatisme tatapan terpaku. (Betz, 2009)
2. Kejang Menyeluruh (Konvulsif atau Nonkonvulsif)
a. Kejang Lena
1) Gangguan kesadaran dan keresponsifan.
2) Dicirikan dengan tatapan terpaku yang biasanya berakhir kurang
dari 15 detik.
3) Awitan dan akhir yang mendadak, setelah anak sadar dan
mempunyai perhatian penuh.
4) Biasanya dimulai antara usia 4 dan 14 tahun dan sering hilang
pada usia 18 tahun. (Betz, 2009)
b. Kejang Mioklonik
1) Hentakan otot atau kelompok otot yang mendadak dan
involunter.
2) Sering terlihat pada orang sehat saat mulai tidur, tetapi bila
patologis melibatkan hentakan leher, bahu, lengan atas, dan
tungkai secara sinkron.
3) Biasanya berakhir kurang dari 5 detik dan terjadi berkelompok.
4) Biasanya tidak ada atau hanya terjadi perubahan tingkat
kesadaran singkat. (Betz, 2009)
c. Kejang Tonik-klonik (grand mal)
1) Dimulai dengan kehilangan kesadaran dan bagian tonik, kaku
otot ekstremitas, tubuh, dan wajah secara keseluruhan yang
berakhir kurang dari satu meit, sering didahuluioleh suatu aura.
2) Kemungkinan kehilangan kendali kandung kemih dan usus.
3) Tidak ada respirasi dan sianosis.
4) Bagian tonik yang diikuti dengan gerakan klonik ekstremitas
atas dan bawah.
5) Letargi, konfusi, dan tidur pada fase postictal. (Betz, 2009)
d. Kejang Atonik
1) Kehilangan tonus tiba-tiba yang dapat mengakibatkan turunnya
kelopak mata, kepala terkulai, atau orang tersebut jatuh ke
tanah.
2) Singkat dan terjadi tanpa peringatan. (Betz, 2009)
e. Status Epileptikus
1) Biasanya kejang tonik-klonik, menyeluruh yang berulang.
2) Kesadaran antara kejang tidak didapat.
3) Potensial depresi pernapasan, hipotensi, dan hipoksia.
4) Memerlukan penanganan medis darurat segera. (Betz, 2009)
D. KOMPLIKASI
1. Kejang berulang
2. Epilepsi
3. Hemiparese
4. Gangguan mental dan belajar
E. PATOFISIOLOGI
Pada anak mudah sekali untuk terinfeksi bakteri, virus dan parasit
yang mengakibatkan reaksi inflamasi dan terjadinya proses demam sehingga
menjadi hipotermi maka terjadi demam. Demam akan menimbulkan proses
peradangan maka anak akan mengalami anoreksi maka akan muncul diagnosa
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke
seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang
disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang yang dapat mengakibatkan
resiko cedera. Kejang dengan frekuensi lebih dari 15 menit akan
menyebabkan perubahan suplay darah ke otak sehinnga terjadi hipoksia
kemudian permeabilitas kapiler meningkat akan mengakibatkan kerusakan sel
neuron otak.
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari
permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit
lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat
keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan
di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut
potensial membran dari neuron.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
1) Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
2) Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya
3) Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat
20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu
kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron
dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion
natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran
sel sekitarnya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadi kejang. Kejang
demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang
akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya
aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.
F. PATHWAY
Infeksi bakteri
Reaksi inflamasi
Proses demam
G. Hipertermi
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily Lynn. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri Ed. 5. Jakarta : EGC
Dewanto, George dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana
Penyakit Saraf. Jakarta : EGC
Meadow, Sir Roy. 2005. Lecture Notes Pediatrika Ed. 7. Jakarta : Erlangga