Anda di halaman 1dari 47

BUKU PANDUAN

PERHITUNGAN PROPULSI KAPAL


DAN DESAIN PROPELLER

OLEH :

SLAMET WAHYUDI
S-1 STTAL TEKNIK MESIN XXXIII
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI . 1
DESP PROGRAM .. 2
INPUT PAGE 1 ... 3
INPUT PAGE 2 ... 7
INPUT PAGE 3 ... 10

PROPCAD SOFTWARE ... 13


PRINCIPAL DATA .. 15
SECTION DATA .. 17
PROP BUILDER . 18
DISTRIBUSI DAYA MESIN DAN LOSSES 21

LANGKAH-LANGKAH EPM .. 25
PERHITUNGAN TAHANAN TOTAL KAPAL
DENGAN METODE GULDHAMMER-HARVALD .. 26
PERHITUNGAN DAYA ENGINE KAPAL ... 29
PROPELLER DAN KAVITASI .. 30
ENGINE PROPELLER MATCHING . 32

UKURAN UTAMA KAPAL DAN ISTILAH DALAM


DESAIN KAPAL .. 35
DAFTAR PUSTAKA ... 46

SLAMET WAHYUDI 1
DESP PROGRAM

SLAMET WAHYUDI 2
Program DESP adalah program untuk mencari prediksi nilai dari
tahanan total, daya mesin serta desain propeller pada variable kecepatan
yang ditentukan. Ada 39 input data yang harus dimasukkan kedalam
program DESP ini agar DESP dapat menampilkan prediksi perhitungan
dengan akurat, berikut adalah langkah langkah dalam memasukkan data
pada program DESP.

1. INPUT PAGE 1
a. METHOD
Prediction method (0=standard; 1=speed dep.f.f)
0= prediksi standar dari tahanan dan power performance
berdasarkan ISP pada November 1984 oleh Holtrop
dan Mennen.
1= Metode dengan kecepatan tergantung dari form factor.
Untuk prediksi tahanan dengan metode ini didasarkan
pada paper SMMSSH pada 1988 oleh J.Holtrop.
Estimasi dari performance power sama dengan
metode prediksi standar.
Dalam hal ini dipilih input data 0.

b. LWL / Length on waterline. (Input limit 4 and 500 m).


LST 117 meter memiliki LWL sebesar 112.2 meter.

c. LPP / Length between perpendiculars, jarak antara centerline


(CL) ke rudder stock dan perpotongan stem outline ke design
water line. (Input error limits 4 and 500 m dan LWL/LPP rasio
diantara 0.8 dan 1.2).
LST 117 meter memiliki LPP sebesar 109.8 meter.

d. B / Breadth, maximum moulded beam of the vessel at the draft


provided. (Input error limits 0.2 and 80 m dan LWL/B rasio
diantara 2.1 dan 25).
LST 117 meter memiliki B sebesar 16.4 meter.

SLAMET WAHYUDI 3
e. TA / Draught at aft perpendicular, draft at aft perpendicular
relative to the base line. (Input error limits 0.01 and 40 m dan
B/T rasio diantara 1 dan 15).
T = (TA + TF) / 2
LST pada kondisi full load T sebesar 3 meter. Dalam
perhitungan ini pada kondisi desain, estimasi adalah even
keel yaitu kondisi kapal stabil sehingga TA dan TF nilainya
sama sebesar 3 meter.

f. TF / Draught at fore perpendicular, draft at forward


perpendicular relative to the base line. (Input error limits 0.01
and 40 m dan B/T rasio diantara 1 dan 15).
T = (TA + TF) / 2
Sehingga LST 117 meter memiliki TF sebesar 3 meter pada
kondisi even keel dan full load condition.

g. VOL / Displaced volume (Input error limits 1 and 1000000 m 3


dan subject to CB limitation).
LST 117 meter memiliki displacement 4433.2 m3.

h. CM / Midship section coefficient, CM adalah area pada main


section dibagi dengan rata-rata moulded draft times moulded
beam (Input error limits 0.4 and 1, subject to limitations of the
prismatic coefficient / CP).
Pada data hydrostatic dengan draft 3 meter didapatkan CM
sebesar 0.991.

i. CWP / Waterplane coefficient based on LWL (Input error limits


0 and 0.98). In case 0 is provided, a statistical formula is
used to predict the waterplane area coefficient.
CWP = waterplane area / (LWL x B)
Nilai CWP didapatkan pada data hydrostatic pada draft 3
meter sehingga didapatkan CWP sebesar 0.917.

SLAMET WAHYUDI 4
j. LCB / Long centre of buoyancy based on LWL, longitudinal
position of centre of buoyancy, %LPP forward of station 10
(Input error limits -15% and +15%).
Nilai dari LCB didapatkan dari data hydrostatic dengan draft
sebesar 3 meter, yaitu:
( )
= 100%
. ( . )
= 100% = 5.155 %
.

k. IE / Half angle of entrance of waterline (Input error limits 0 and


890). Nilai IE didapatkan dari gambar lines plan LST 117 meter
yaitu sudut dari LWL dan cari yang mendekati draft, sehingga
Dari gambar dibawah diketahui IE sebesar 230.

l. ATRANS / Area of submerged transom stern (Input error limits


0 and 250 m2, must be smaller than B x TA).

SLAMET WAHYUDI 5
ATRANS adalah luasan transom yang tercelup air dengan
draft 3 meter, sehingga didapatkan nilai ATRANS sebesar
0.44 m2.

m. ABULB / Transverse area of bulbous bow at FPP, transverse


area of bulbous bow at forward perpendicular (Input error
limits 0 and 250 m2, must be smaller than 0.3 x AM dengan
AM=CM x B x T).
Pada perhitungan desain LST 117 meter diasumsikan tidak
ada bulbous bow (meliputi fin stabilizer, bilge keel, rudder)
sehingga nilai ABULB sebesar 0.

n. HBULB / Height centre of ABULB above keel line, height of


centroid of bulb cross section above the base line (Must be
between 0 and 100 m and smaller than 0.8 x TF, in case
HBULB become larger than 0.6 x TF the prediction of the bulb
resistance may become unrealistically high. It is advised
providing higher values than 0.6 x TF.
Nilai HBULB LST 117 meter sebesar 0 karena tidak ada
bulbous bow.

o. CSTERN / Stern shape, meliputi:


-25 sampai -20 = Barge type aftbody form
-10 = V-shaped sections
0 = Normal section
5 sampai 10 = U-shaped section
10 = U-shaped section with Hogner stern
CSTERN affects the prediction for wake and form factor (Input
error limits -40 and +20).
CSTERN LST 117 meter sebesar 10 karena bentuk kapal
belakang benbentuk U.

SLAMET WAHYUDI 6
p. S / Wetted surface without appendages (must be between 0
and 100000 m2).
= Air laut x LWL x [(CB x B) + (1.7 x T)]
Sehingga S dari LST 117 meter adalah 2115 m 2.

2. INPUT PAGE 2
a. VYTP / Type of input speed unit (0 = knots dan 1 = m/s)
Input data 0 karena perhitungan kecepatan menggunakan
satuan knots.

b. VD / Design speed (estimated if power provided)


Untuk LST 117 meter design speed sebesar 16 knots.

c. AWTR / Transverse area above waterline, AWTR disini


memperhitungkan bagian dari model / ship correlation
allowance (CA) untuk metode 1 atau menghitung tahanan
angin, input data sesuai Beaufort number > 0 (Input error limits
0 and 10000 m2).

Dari gambar diatas didapatkan nilai AWTR dari LST 117


meter sebesar 48.4 m2.

d. CSC / Shaft configuration


- Conventional configuration =0
- Configuration with exposed shaft (s) = 10

SLAMET WAHYUDI 7
CS affects the prediction for wake fraction. The more open
the propeller configuration (distance between hull and
propeller), the higher the value of CS should be taken. This
can be applicable to both twin screw and modern single screw
forms.
Nilai CSC LST 117 meter adalah 10 karena menggunakan
konfigurasi menggunakan exposed shaft.

e. 1 + K2 (appendage resistance factor)


- Tentative value between 1.5 and 2.5
- see manual for detailed appendage form factor values
- Input error limits 1 and 20
Keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada buku PNA hal 92,
seperti dibawah ini :

Dari buku tersebut didapatkan nilai sebesar 3.0 karena tipe


dari appendage adalah shaft bracket.

f. SAPP (Total wetted area appendages, Input error limits 0 and


1000 m2). SAPP adalah luasan di luar barehull dibawah garis
air. Data tersebut didapatkan dari lines plan kapal.
NIlai SAPP adalah sebesar 113.1 m 2.

SLAMET WAHYUDI 8
g. HROUGH / Hull Roughness
Standar ITTC untuk hull surface roughness adalah 0.00015,
sehingga nilai HROUGH LST 117 meter adalah 0.00015 m.

h. RHO / Specific mass water


Water density air laut adalah 1025 kg/m3, sehingga nilainya
adalah 1025 kg/m3.

i. TEMPS / Temperature of water


- must be 3 and 30 0C
- the default value is 15 0C
Dalam perhitungan LST 117 meter diasumsikan temperature
air laut adalah 15 0C.

j. ADDCA /Additonal to model ship correlation coefficient


- used to correlate a prediction to trial result of similar vessels
- Input error limits -0.1 and 0.1
In case a similar vessel including trial result is available, the
ADDCA should be adjusted such that the prediction is
reproduced by DESP. This ADDCA can be used in the
prediction of the new design.
Dalam perhitungan LST 117 meter diasumsikan nilai ADDCA
adalah 0 karena bukan mendesain kapal baru.

SLAMET WAHYUDI 9
k. ADDW / Addition to wake fraction
- Used to correlate a prediction to trial result (of similar ship)
- Input error limits -0.3 and 0.3
In case trial result are available, the prediction of revs and
power can be adjusted through the value of ADDW (in
combination with ADDCA and ADDT) in such way that the trial
prediction is reproduced by DESP. The purpose may be
studying e.g. the effects of modifications of the propulsive
arrangement.
Nilai yang diambil adalah 0 karena mengikuti ADDCA.
l. ADDT / Addition to thrust deduction factor
- Used to correlate a prediction to trial result (of similar ship)
- Input error limits -0.3 and 0.3
Nilai yang diambil adalah 0 karena mengikuti ADDCA.

3. INPUT PAGE 3
a. NPROP / Number of propeller
LST 117 meter di desain untuk 2 propeller, sehingga nilainya
dimasukkan 2.

b. PROPTP / Propeller type


(0 = B-series, 1-15 = KA + CP Series)
0 = B-series propeller
1 = Ka 3-65 in nozzle 19A
2 = Ka 4-70 in nozzle 19A
3 = Ka 5-75 in nozzle 19A
4 = Ka 4-55 in nozzle 19A
5 = Ka 4-70 in nozzle 22
6 = Ka 4-70 in nozzle 24
7 = Ka 4-70 in nozzle 37
Dalam perhitungan LST 117 meter menggunakan propeller
tipe B-Series, sehingga nilainya adalah 0.

SLAMET WAHYUDI 10
c. DMIN / Lower limit of diameter range of propeller.
LST 117 meter diasumsikan menggunakan DMIN 2.4 meter,
data didapat dari permintaan desainer kapal (klien).

d. DMAX / Upper limit of diameter range of propeller.


LST 117 meter diasumsikan menggunakan DMAX 2.5 meter,
data didapat dari permintaan desainer kapal (klien).

e. RPMIN / Lower limit of revolution per minute


LST 117 meter diasumsikan menggunakan RPMIN 300 rpm,
data didapat dari permintaan desainer kapal (klien).
f. RPMAX / Lower limit of revolution per minute
LST 117 meter diasumsikan menggunakan RPMAX 350 rpm,
data didapat dari permintaan desainer kapal (klien).

g. NBLAD / Number of propeller blades (B-series only)


LST 117 meter diasumsikan 4 daun, data didapat dari
permintaan desainer kapal (klien).

h. dAEA0 / Addition to AEA0 (B-series only)


DESP computes by means of the Keller Cavitation Criterion a
minimum required blade area. Depending on the expected
operational condition of the vessel compared with the design
condition, a value between 0 and approx. 0.15 should be
provided (additional between 0 and 0.3).
LST 117 meter menggunakan dAEA0 sebesar 0.3.

i. CLRPRP / Clearance of propeller with keel plane


Digunakan dalam perhitungan minimum blade area ratio dari
cavitation point of view (must be between -2 and 2 m) atau
jarak antara clearance dan propeller tergadap keel plan.
LST 117 meter menggunakan CLRPRP sebesar 0.476

SLAMET WAHYUDI 11
j. PROUGH / Propeller roughness
- Input error limits 0 and 0.001 m
- The default value is 0.000030
Nilai default adalah 0.00003 meter.

k. PSAV / Available shaft power


- If 0 is provided, the propeller will be designed for a fixed
speed.
- If > 0 is provided, the propeller will be designed for the speed
that can be attained wih an optimized propeller.
The shaft power is the total of power delivered to the stern
tube. This corresponds with the position at which model
measurement and most full scale measurement are taken.
Gearbox losses should be subtracted from the brake engine
power to arrive at PSAV.
LST 117 meter menggunakan fixed speed sehingga nilainya
adalah 0.

SLAMET WAHYUDI 12
PROPCAD SOFTWARE

SLAMET WAHYUDI 13
Propcad adalah suatu software dalam menggambarkan desain
propeller dalam bentuk 3D maupun 2D. Dalam mendesain sebuah
propeller, dibutuhkan 4 variabel yang digunakan dalam pengerjaan desain
propeller. Data yang akan digunakan pada desain propeller berikut adalah
data yang didapatkan dari hasil perhitungan dengan program MARIN
DESP. Propeller yang akan digunakan dalam desain ini adalah propeller
tipe B-Series

Berikut adalah variabel yang digunakan dalam mendesain suatu propeller


yang didapat dari hasil program DESP.

a. Diameter propeller (D) : 2.5 m


b. Expanded area ratio (AE/AO) : 0.786
c. Jumlah daun propeller (Z) : 4 buah
d. Pitch ratio (P/D) : 0.937

SLAMET WAHYUDI 14
Dalam perhitungan desain propeller berikut, digunakan buku Principles of
Naval Architecture Second Revision, Vol II Edward V. Lewis dan The
Wageningen Propeller Series G.Kuiper dalam menentukan nilai dan
konstanta untuk mendukung perhitungan. Untuk desain propeller kapal
tipe LST 117 meter akan menggunakan software Propcad dalam
mendesain bentuk gambar 3D dan 2D. Langkah langkah dalam
mendesain propeller dengan menggunakan software Propcad yaitu :

a. Principal Data

Data data yang harus dimasukkan pada principal data adalah sebagai
berikut :

1) Type : FPP
2) Rotation : Right
3) Blades :4
4) Diameter : 2.5 m
5) Nominal pitch : 2.342 m
6) Rake of GL aft : 150

SLAMET WAHYUDI 15
Untuk menghitung nominal pitch dengan data hasil MARIN DESP,
didapatkan PDRA sebesar 0.937. Sedangkan PDRA adalah sama dengan
P/D, sehingga nominal pitch (P) didapatkan dari perkalian PDRA dengan
diameter propeller (D) yang didapatkan hasil sebesar 2.342 m.

Rake of GL adalah sudut kemiringan pada generating line pada


propeller dan ditentukan sebesar 150 pada propeller tipe B-4 series pada
Principles of Naval Architecture Second Revision, Vol II Edward V. Lewis
hal 186.

Gambar 4.4 Bentuk blade dan ukuran pada B-4 series

SLAMET WAHYUDI 16
b. Section Data
Setelah data sudah dimasukkan kedalam principal data, maka dapat

di klik edit section data (pada menu bar ) sehingga akan keluar section
data seperti pada Gambar 4.5. Data tersebut secara otomatis akan keluar
berdasarkan input data pada principal data dan untuk section data tidak
perlu diedit karena sudah merupakan output dari principal data.

Gambar 4.5 Section data pada Propcad

SLAMET WAHYUDI 17
c. Prop Builder
Setelah section data maka langkah selanjutnya adalah di klik builder
sehingga tampilannya akan seperti di bawah ini.

Pada Section and r/R, Outline, skew distribution dan thickness rule
semuanya diisikan B-series karena desain propeller akan menggunakan
tipe B-series.
Pitch distribution diisikan 80% hub karena menurut buku The
Wageningen Propeller Series G.Kuiper hal 41 sub 4.2 Radial pitch
distribution dijelaskan bahwa B-series mempunyai konstan pitch pada
semua jari-jari. Hanya series 4 daun yang mempunyai pitch reduction dari
0.5R ke hub, sehingga pitch distribution sebesar 80% hub dari jari-jari
terluar.

SLAMET WAHYUDI 18
Expanded BAR (AE/AO) dari data MARIN DESP mempunyai nilai
sebesar 0.786. Sedangkan untuk Hub diam/D diisikan nilai sebesar 0.204.
Nilai tersebut berdasarkan ketentuan yang diambil dari buku Principles of
Naval Architecture Second Revision, Vol II Edward V. Lewis hal 186
dengan sedikit penambahan nilai sebesar 0.004 agar sedikit lebih lebar.

bar
Gambar 4.7 Hub diam/D pada 0.2R

Pada menu Hub/Shafting, untuk nilai dari shaft diameter didapatkan


dari perkalian antara jari jari propeller dengan hub diam atau 0.2R.
sehingga didapatkan nilai sebesar 0.25 m. Hub rule menggunakan standar
SAE dengan shaft taper 1/12 dan hub length sebesar 0.625 m.

Pada thickness rule menggunakan standar dari B-series dengan nilai


dari Tip/edge thickness sebesar 0.00750 m, nilai root thickness sebesar
0.08100 m dan nilai r/R sebesar 0.30 dengan thickness distribution linear.
Untuk menu camber dan cupping pada saat ini tidak perlu diisi dan dibiarkan
kosong. Setelah itu klik Build maka akan tampil menu section data.
Kemudian klik OK. Kemudian akan tampil gambar tampilan 3D dari desain
propeller dengan data yang sudah dimasukkan dan didapatkan dari hasil
perhitungan program MARIN DESP.

SLAMET WAHYUDI 19
Dari desain propeller dengan menggunakan software Propcad,
dapat diambil kesimpulan bahwa kapal tipe LST 117 meter dengan data
yang didapat dari perhitungan dengan menggunakan program MARIN
DESP dan diolah dengan menggunakan software DESP yang
menghasilkan sebuah propeller dengan propeller tipe B-4 series yang
mampu dan cocok dalam menggerakkan kapal tipe LST 117 meter yang
mempunyai design shaft power sebesar 5987 kW pada design speed 16
knots.

SLAMET WAHYUDI 20
DISTRIBUSI DAYA
MESIN DAN LOSSES

SLAMET WAHYUDI 21
1. EHP (EFFECTIVE HORSE POWER)
EHP adalah besarnya daya yang dibutuhkan untuk mengatasi gaya
hambat dari badan kapal (hull), agar kapal dapat bergerak dari satu tempat
ke tempat yang lain dengan kecepatan service sebesar Vs. Daya efektif ini
merupakan fungsi dari besarnya gaya hambat total dan kecepatan kapal.
EHP = RT dinas x RT

2. DHP (DELIVERED HORSE POWER)


DHP adalah power yang di-adsorb oleh propeller dari shafting
system untuk diubah menjadi Thrust Horse Power.
DHP = EHP / PC

3. THP (THRUST HORSE POWER)


Ketika kapal bergerak maju, propeller akan berakselerasi dengan air.
Akselerasi tersebut akan meningkatkan momentum air. Berdasarkan
hukum kedua newton, gaya ekuivalen dengan peningkatan akselerasi
momentum air, disebut Thrust. Sehingga THP adalah daya yang dikirimkan
propeller ke air.
THP = EHP /

SLAMET WAHYUDI 22
4. SHP (SHAFT HORSE POWER)
Untuk kapal dengan peletakan kamar mesin yang berada di
belakang kapal, kerugian mekanisnya sebesar 2%. Akan tetapi apabila
peletakan kamar mesin tersebut berada di tengah kapal maka kerugian
mekanis yang ditimbulkan adalah 3%. Sehingga SHP adalah daya pada
shafting system propeller.
SHP = DHP / SB

5. BHP (BREAK HORSE POWER)


BHP adalah daya output dari mesin penggerak pokok. BHP ada dua
kondisi yaitu :
a. BHPCSR (BHP Continues Service Rating) yaitu daya mesin pada
kondisi 80 85%. Artinya daya yang dibutuhkan oleh kapal agar
mampu beroperasi dengan kecepatan service (Vs).
BHPCSR = SHP / losses gearbox
b. BHPMCR (BHP Maximum Continues Rating) yaitu daya mesin pada
kondisi 100%.
BHPMCR = BHPCSR / 0.85

6. WAKE FRICTION (w)


Adalah perbedaan antara kecepatan kapal dengan kecepatan aliran
air yang menuju ke baling-baling, perbedaan antara kecepatan kapal
dengan kecepatan aliran air akan menghasilkan harga koefisien arus ikut.
Pada kondisi single screw propeller didapatkan :
w = 0.5CB 0.05

7. THRUST DEDUCTION FACTOR (t)


Gaya dorong T yang diperlukan untuk mendorong kapal harus lebih
besar dari R kapal, selisih antara T dengan R adalah R = T R disebut
penambahan tahanan, yang pada prakteknya hal ini dianggap sebagai

SLAMET WAHYUDI 23
pengurangan atau deduksi dalam gaya dorong baling-baling, kehilangan
daya dorong sebesar T-R ini dinyatakan dalam fraksi deduksi gaya dorong.
t=k.w

8. SPEED OF ADVANCE (Va)


Keberadaan lambung kapal didepan propeller mengubah rata-rata
kecepatan local dari propeller. Jika kapal bergerak dengan kecepatan V dan
akselerasi air di bagian propeller akan bergerak kurang dari kecepatan
kapal tersebut. Akselerasi air tersebut bergerak dengan kecepatan Va
(speed of advance).
Va = (1 w) . Vs

9. EFISIENSI PROPULSIF
Pada perhitungan efisiensi propulsive kapal, ada empat perhitungan
yaitu :
a. Efisiensi Relatif Rotatif (rr)
Nilai rr pada single screw ship antara 1.02 1.05.
b. Efisiensi Propulsi (O)
Adalah open water efficiency yaitu efisiensi dari propeller pada saat
dilakukan open water test, bernilai antara 40 70%.
c. Efisiensi Lambung (H)
Adalah rasio antara PE dan PT. efisiensi lambung merupakan suatu
bentuk ukuran kesesuaian rancangan lambung (stern) terhadap
propulsor arragementnya sehingga efisiensi ini bukanlah bentuk
power conversion yang sebenarnya. Umumnya dipakai nilai 1.05.
Pada efisiensi lambung, tidak terjadi konversi satuan secara
langsung.
H = (1 t) / (1 w)
d. Koefisien Propulsi (PC)
PC = rr . O . H

SLAMET WAHYUDI 24
LANGKAH-LANGKAH
ENGINE PROPELLER
MATCHING

SLAMET WAHYUDI 25
Dalam menentukan engine propeller matching, ada 3 tahapan pokok
perhitungan yang harus dilaksanakan, meliputi :
1. Menentukan tahanan total kapal.
2. Menentukan daya mesin yang dibutuhkan oleh kapal beserta
pemilihan mesin yang cocok sebagai penggerak pokok kapal.
3. Menentukan karakteristik propeller beserta pemilihan propeller yang
cocok digunakan oleh kapal serta kavitasi pada propeller.
Dalam perhitungan diatas adalah perhitungan secara numerik dan data
yang dibutuhkan adalah data ukuran utama kapal lengkap.

1. PERHITUNGAN TAHANAN TOTAL KAPAL DENGAN METODE


GULDHAMMER DAN HARVALD
1.1 Perhitungan Volume Displacement ()
= LWL x B x T x CB
1.2 Perhitungan Permukaan Basah Badan Kapal ()
Dengan nilai Air laut adalah 1.025
= Air laut x LWL x [(CB x B) + (1.7 x T)]
1.3 Perhitungan Bilangan Froude (Fn) dan Reynold (Rn)

Kecepatan yang digunakan adalah m/s, sehingga nilai dari 1


knot adalah 0.51444 m/s dan Viskositas kinematik () air
laut pada suhu 15 0C adalah 0.000001188 m2/s

Fn = Vs / (LWL x g)
Rn = (Vs x LWL) /
1.4 Penentuan Koefisien tahanan sisa (CR)
Menentukan harga CR pada Diagram Guldhammer Halvard
yang dinyatakan dalam fungsi bilangan Froude (Fn)
CR = L / ()1/3
Koefisien Prismatik () atau CP = CB /
= (0.08 x CB) + 0.93

SLAMET WAHYUDI 26
Dari perhitungan diatas didapatkan nilai dari L / ()1/3 (misal
6.78), maka diagram Halvard yang digunakan adalah
Harvald 6.5 dan Harvald 7 dengan nilai referensi CP dan Fn.
Dengan demikian dapat diperoleh nilai CR dengan
menginterpolasi nilai yang didapat pada kedua diagram
Harvald.

Koreksi nilai CR karena adanya rasio B dan T adalah B/T


Diagram yang digunakan untuk mencari CR adalah
berdasarkan dari rasio B /T = 2.5, maka hasil perhitungan
B/T yang kurang atau lebih harus dikoreksi.
10-3CR = 10-3(CR (B/T=2.5) + 0.16 (B/T 2.5)
Atau ((hasil interpolasi CR x 103) + 0.16 ((B/T) - 2.5)) x 10-3

Koreksi CR terhadap LCB


LCB = e % x Ldisp
Jika letak LCB berada di depan LCB standard maka perlu
dikoreksi, dan jika letak LCB berada di belakang maka tidak
perlu dikoreksi. Diketahui LCB standart dalam % adalah
0.007.
LCB standard= LCB dalam % x LWL
Maka LCB = LCB LCB standard

Koreksi LCB didepan LCB standard


Nilai (10-3CR) / (LCB) didapat dari koreksi diagram di
buku Harvald hal 130 gambar 5,5,16 dengan acuan Fn.
10-3CR = 10-3 CR (standard) + ((10-3CR) / (LCB)) x [LCB]

Koreksi karena anggota badan kapal


Adanya boss baling baling sehingga CR dinaikkan 3 5%.
CR = (1 + X %) CR

SLAMET WAHYUDI 27
Adanya poros baling baling, sehingga CR dinaikkan 5 8%.
CR = (1 + X %) CR

1.5 Penentuan Koefisien Tahanan Gesek (CF)


CF = 0.075 / (log Rn 2)2
Perhitungan tersebut hanya berlaku pada suhu air laut 15 0C,
untuk daerah pelayaran Asia Tenggara dan sekitarnya
dengan suhu air lautnya 18 0C sehingga koefisien CF adalah
CF = CF standard x (1 + 0.0043 x (15 t))

1.6 Penentuan Koefisien Tahanan Tambahan (CA)


Koefisien tambahan untuk koreksi model kapal yaitu :
LWL 100 m sehingga C A = 0.4 x 10-3
LWL = 150 m sehingga CA = 0.2 x 10-3

1.7 Penentuan Koefisien Tahanan Udara (CAA) dan Tahanan


kemudi (CAS)

Tahanan udara (CAA)


CAA = 0.006 x (LWL + 100) 0.16 0.00205
Tahanan kemudi (CAS)
CAS = 0.04 x 10-3

1.8 Perhitungan tahanan total kapal (RT)


Dengan Pudara adalah 1.223 dan kecepatan menggunakan
m/s. nilai compartement didapat dari (B x 2.5 x 3)
CT = [CR + CF + CA + CAS]
RAA = CAA x 0.5 x Pudara x Vs2 x Compartement
RW = CT x 0.5 x air laut x Vs2 x
RT = RW + RAA ; dengan satuan Newton

SLAMET WAHYUDI 28
RT (dinas) = RT + Jalur pelayaran
a. Jalur pelayaran Atlantik utara ke barat, untuk musim
panas = 15% dan untuk musim dingin = 30%
b. Jalur pelayaran Atlantik utara ke utara, untuk musim
panas = 20% dan untuk musim dingin = 30%
c. Jalur pelayaran Asia Pasifik = 15 30%
d. Jalur Pelayaran Australia = 12 18%
e. Jalur Pelayaran Asia Timur = 15 20%
Sehingga RT (dinas) = RT + (100 15) %

2. PERHITUNGAN DAYA ENGINE KAPAL


2.1 Perhitungan Daya Efektif kapal (Effective Horse Power)
Tahanan dan propulsi kapal, Sv A.A. Harvald hal. 134
EHP = RT (dinas) x Vs
2.2 Perhitungan Wake Fraction
Tahanan dan propulsi kapal, Sv A.A. Harvald hal. 160
w = (0.5 x CB) 0.05
2.3 Perhitungan Thrust Deduction Fraction
Engine prop matching, hal 9 Ir Surjo W. Adji. M, sc. Dimana
nilai k = 0.7 0.9
t =kxw
2.4 Perhitungan Speed of Advance (Va)
Tahanan dan propulsi kapal, Sv A.A. Harvald hal. 160.
Kecepatan menggunakan satuan knots
Va = (1 w) x Vs
2.5 Perhitungan Efisiensi Lambung
Tahanan dan propulsi kapal, Sv A.A. Harvald hal. 136
H = (1 - t ) / ( 1 - w )

SLAMET WAHYUDI 29
2.6 Perhitungan Gaya Dorong / Thrust
Tahanan dan propulsi kapal, Sv A.A. Harvald hal. 148
T = RT / (1 t)
2.7 Perhitungan Thrust Horse Power (THP)
THP = EHP/ H
2.8 Perhitungan Koefisien Propulsif (PC)
Effisiensi relatif rotatif (rr) bernilai antara 1.02-1.05 dan
effisiensi propeller diasumsikan diatas 0.5 sehingga P=0.55.
PC = H x rr x P

2.9 Perhitungan Delivery Horse Power (DHP)


DHP = EHP / PC
2.10 Perhitungan Shaft Horse Power (SHP)
SHP = DHP / SB (nilai SB = 0.98)
Nilai yang diddapatkan pada rumus diatas adalah berlaku
pada desain 2 mesin.
2.11 Perhitungan Brake Horse Power (BHP)
BHPSCR adalah daya output dari motor penggerak pada
kondisi Continues Service Rating (CSR) yaitu daya motor
pada kondisi 80 85% dari Maximum Continues Rating
(MCR). Memiliki reduksi gear dengan loses G=0.98.
BHPSCR = SHP / G
BHPMCR = BHPSCR / 0.85
2.12 Pemilihan mesin
Setelah didapatkan daya mesin yang dibutuhkan oleh kapal,
maka dapat dilaksanakan pemilihan mesin yang cocok dan
sesuai dengan perhitungan daya mesin yang didapat.

3. PROPELLER DAN KAVITASI


3.1 Diameter propeller (Db)
Db = 0.7 x T

SLAMET WAHYUDI 30
3.2 Putaran propeller (Np)
Np = RPM mesin / Ratio Gear Box
3.3 Power adsobtion (Bp)
Bp1 = 0.1739 x (Bp) 0.5
Perhitungan BP1 atau Power adsorbtion adalah perhitungan
yang paling penting pada pembacaan diagram Bp untuk
menentukan nilai dari [P/D]0 dan 0 (1-J). Nilai Bp1 didapatkan
pada diagram Bp dengan ditarik garis hingga memotong
maximum efficiency line. Dari titik potong itu kemudian ditarik
garis ke kiri sehingga didapatkan nilai [P/D]0 dan [(1/J)0].
Dengan demikian didapatkan propeller yang cocok dengan
perhitungan diatas dengan acuan propeller tipe B-Series.
3.4 Perhitungan Angka Kavitasi
0,7R = [188,2 + (19,62 x h)] / [Va2 + 4,836 x n2 x D2]
Dimana h adalah jarak sarat air dengan center line propeller
h = T (0,04 x T) (0,35 x T)
Perhitungan 0,7R digunakan untuk mengetahui angka
kavitasi pada diagram Burril PNA hal 182, sehingga di
dapatkan C burnill.
3.5 Perhitungan Thrust Koefisien
C = (T / Ap) / [0.5 x x (VR)2]
T = thrust = 351688.7296 N
Ap = projected area propeller
VR2 = kecepatan relative air pada 0.7R
= VA2 + [VA2 + (0.7 x x D x n)]2
= 1025 kg/m3
Ao = 0.25 x x Db2
Perbandingan antara C dan C burnill menunjukkan
perbandingan angka kavitasi. Sehingga apabila C burnill > C
maka propeller tersebut tidak kavitasi, karena nilai C burnill

lebih besar dari C.

SLAMET WAHYUDI 31
4. ENGINE PROPELLER MATCHING
4.1 Karakteristik Tahanan (hubungan antara tahanan kapal
dan kecepatan)
RTW = CT x 0.5 x air laut x (Vs)2 x S
RTAA = CAAx 0.5 x udara x (Vs)2 x Luas Compt
RTtrial = RW + RAA
RTservice = RT + Jalur pelayaran; (jalur pelayaran = 0.18)
EHP = RT x V
Setelah dilaksanakan perhitungan, maka dapat dibuat table
serta grafik hubungan antara kecepatan (knots) dengan
tahanan total.
4.2 Perhitungan Koefisien aAA
Tahanan dan propulsi kapal, Sv A.A. Harvald hal. 100
Berasal dari persamaan:
Rtot = 0.5 x x S x CT x V2
Rtot = a x V2
Sehingga menjadi:
aw = 0.5 x air laut x x CT
aAA = CAA x 0.5 x udara x Vs2 x (B x 3 x 2.5)
4.3 Perhitungan Diagram KT J
Karakteristik performa pada open water test:
a. Kondisi Trial
(1 - t) x (1 - w)2 x x D2
KTAA = aAA x J2 / (1 - t) x (1 - w)2 x x D2
KTW = aW x J2 / (1 - t) x (1 - w)2 x x D2
KTtrial = KTW + KTAA
b. Kondisi Service
T(1- t) = a x Va2
Va = Vs x (1 - w)
Tahanan dan propulsi kapal, Sv A.A. Harvald hal. 154

SLAMET WAHYUDI 32
J = Va / n x D
The design of marine screw propeller, hal 88
Di subsitusikan menjadi:
T = a x J2 x n2 x D2 / ((1 - t ) x (1 - w)2)
KT = a x J2 / (1 - t) x (1 - w)2 x x D2
KTservice = 118% x KTtrial
Setelah dilaksanakan perhitungan, dapat dideskripsian
dengan table dan kemudian dijadikan dalam bentuk grafik
hubungan KT-J.
4.4 Karakteristik Propeller
Karakteristik propeller untuk model propeller FPP adalah:
a. Koefisien gaya dorong (KT) = T / x n2 x D4
b. Koefisien torsi (KQ) = Q / x n2 x D4
c. Koefisien advance (J) = Va / n x D
d. Effisiensi open water (o)
Langkah selanjutnya dapat dibuat grafik KT-10KQ-EFF pada
data open water test dengan propeller yang sudah
ditentukan pada perhitungan diatas.
4.5 Karakteristik Engine
Data yang harus dimasukkan adalah:
a. Point (L1,L2,L3,L4)
b. Daya (HP)
c. RPM
d. Daya (%)
e. RPM (%)
Selanjutnya dapat dibuat grafik yang disebut dengan
Engine Envelope.

SLAMET WAHYUDI 33
4.6 PLOTTING GRAFIK KT-J DENGAN OPEN WATER TEST
Kedua grafik tersebut diplotkan sehingga mendapatkan hasil
1. Titik operasi propeller pada kondisi sea margin 18 %
(kondisi service) dengan variable KT,KQ dan .
2. Titik operasi propeller pada kondisi trial.
4.7 Kurva Engine Propeller Matching
Dengan data putaran mesin induk (rpm), putaran perhitungan
propeller, rasio putaran propeller dan rasio gear box dapat
dilaksanakan perhitungan :
Q = KQ x x Np2 x D5
PD = 2 x 3.14 x Q x Np
PB = PD / s
% Daya = PB / BHPMAX x 100 %
Selanjutnya dapat dibuat dalam bentuk table pada kondisi
rough hull dan kondisi clean hull. Kemudian dapat dibuat
kurva engine propeller matching.

SLAMET WAHYUDI 34
UKURAN UTAMA KAPAL
DAN ISTILAH DALAM
DESAIN KAPAL

SLAMET WAHYUDI 35
Bentuk dari badan kapal umumnya ditentukan oleh:
Ukuran utama
Koefisien bentuk
Perbandingan ukuran kapal.

Ilustrasi bagian utama kapal

Gambar potongan memanjang kapal

potongan melintang kapal

SLAMET WAHYUDI 36
FP : Fore / forward perpendicular (garis tegak haluan), adalah
garis tegak yang dibuat melalui perpotongan antar linggi haluan
dengan garis air muat.
AP : After perpendicular (garis tegak buritan), adalah garis tegak
yang dibuat melalui linggi kemudi bagian belakang. Jika kapal tidak
memiliki linggi kemudi, maka garis tegak itu dibuat melalui sumbu
poros kemudi.
LPP : Length between perpendiculars, panjang antara kedua garis
tegak buritan dan garis tegak haluan yang diukur pada garis air muat.
LWL : Length on the waterline, adalah jarak mendatar antara kedua
kedua ujung garis muat. LWL diukur dari titik potong linggi haluan
sampai titik potong linggi buritan dan tidak termasuk tebal kulit
lambung.
LOA : Length overall, adalah panjang keseluruhan kapal yang
diukur dari ujung buritan sampai ujung haluan.

Gambar panjang kapal

SLAMET WAHYUDI 37
H : Height / depth, adalah jarak tegak dari garis dasar sampai
garis geladak terendah, ditepi diukur ditengah - tengah panjang kapal
(LPP).
T : Draught / draft (sarat yang direncanakan) jarak tegak dari
garis dasar sampai pada garis air muat.
Tmax : Maximum draught / draft, tinggi terbesar lambung kapal yang
terendam di dalam air diukur dari garis air muat sampai bagian kapal
yang paling rendah.
TF : fore draught / draft, sarat di haluan kapal yang diukur pada
FP (forward perpendicular).
TA : aft draught / draft , sarat di buritan kapal yang diukur pada
AP (after perpendicular).
TM :mean draught / draft, sarat rata-rata (TF+TA) / 2 dan selisih
antara TF dan TA disebut Trim dari kapal.
Trim by bow adalah trim haluan kapal dimana TF>TA
Trim by stern adalah trim buritan kapal dimana TF<TA
Trim by stern memberi freeboard yang lebih tinggi dibagian haluan
(bow) dan sesuai untuk kecepatan yang besar.
Trim by bow sedapatnya dihindari karena dapat memberi tambahan
tahanan kapal dan baling - baling kapal keluar dari permukaan air.

Gambar sarat kapal

SLAMET WAHYUDI 38
B : Breadth, lebar yang direncanakan adalah jarak mendatar
gading tengah kapal yang diukur pada bagian luar gading (tidak
termasuk tebal kulit lambung).
BWL : Breadth at the waterline, lebar yang terbesar yang diukur
pada garis air muat.
BOA : Maximum breadth/breadth extreme, lebar terbesar yang
diukur dari kulit lambung kapal termasuk jika ada bagian geladak
yang menonjol keluar melampaui lambung.

Gambar lebar kapal

Rise of Floor adalah kemiringan dasar kapal dari garis tengah /


lunas sampai bilga (dasar kapal yang tidak horisontal).

SLAMET WAHYUDI 39
Tumble home adalah kemiringan lambung kapal akibat
pengurangan lebar kapal diatas garis air (kemiringan sisi kapal ke
arah dalam dekat geladak atas).
Flare adalah bentuk yang membentang/merentang keluar. Camber
adalah lengkungan melintang kapal.
Deck camber: lengkung melintang geladak.
Beam camber: lengkung lintang balok.

CWP adalah perbandingan antara luas bidang garis air muat AWL
dengan luas sebuah persegi empat panjang LWL dan lebar B.

=
.

CWP yang rendah didapatkan pada kapal-kapal cepat dan berbentuk


tajam. Pada umumnya harga CWP terletak antara 0,70 - 0,90.

SLAMET WAHYUDI 40
CM adalah perbandingan antara luas penampang gading besar yang
terendam air dengan luas suatu penampang yang memiliki lebar B
dan tinggi T.

=
.

CB adalah perbandingan antara isi karena (volume badan kapal yang


tercelup dalam air) dengan volume balok dengan panjang L, lebar B
dan tinggi T.

=
. .

CB yang rendah umumnya dijumpai pada kapal-kapal cepat


sedangkan nilai CB yang besar dijumpai dikapal - kapal tangker
pengangkut muatan minyak mentah.

SLAMET WAHYUDI 41
Koefisien Prismatik Memanjang (Longitudinal prismatic
coefficient) / CP adalah perbandingan antara volume badan kapal
yang ada di bawah permukaan air (isi karene) dengan volume
sebuah prisma dengan luas penampang AM dan panjang L.

=
.

Harga Cp umumnya menunjukkan kelangsingan bentuk kapal dan


nilai Cp yang besar menunjukkan adanya perubahan yang kecil dari
bentuk penampang melintang disepanjang L.

Koefisien Prismatik Tegak / Melintang (Vertical prismatic


coefficient) / CVP adalah perbandingan antara volume badan kapal
yang ada di bawah permukaan air (isi karene) dengan volume
sebuah prisma dengan luas penampang AW dan tinggi T.

=
.

SLAMET WAHYUDI 42
Perbandingan ukuran utama kapal yang digunakan sebagai acuan
dalam desain kapal :
Perbandingan antara panjang dan lebar (L/B)
Perbandingan antara panjang dan tinggi (L/H)
Perbandingan antara lebar dan sarat (B/T)
Perbandingan antara tinggi dan sarat (H/T)
L terutama memiliki pengaruh pada kecepatan dan kekuatan
memanjang kapal.
Pada displasmen kapal yang tetap :

Perbandingan L/B yang besar:


Sesuai untuk kapal yang beroperasi pada kecepatan yang
tinggi
Memiliki perbandingan kompartemen yang baik.
Mengurangi kemampuan olah gerak kapal
Mengurangi stabilitas
Perbandingan L/B yang kecil:
Memberikan kemampuan stabilitas yang lebih baik.
Menambah tahanan kapal.

SLAMET WAHYUDI 43
Perbandingan L/H terutama memiliki pengaruh terhadap kekuatan
memanjang kapal. Semakin besar nilai L/H, akan mengurangi
kekuatan memanjang kapal.
Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) 2006 mensyaratkan:
L/H = 16 untuk pelayaran samudera maupun pelayaran yang
dibatasi oleh:
Jarak pelabuhan maupun bangunan lepas pantai
terdekat letaknya tidak lebih dari 200 Nmiles.
Pelayaran di perairan Asia Tenggara
Mediteranean Sea
Black Sea
Carribean Sea dan perairan yang memiliki karakteristik
yang hampir sama.
BKI 2006 mensyaratkan:
L/H = 18 untuk pelayaran pantai dan L/H =19 untuk pelayaran yang
memiliki kedalaman yang terbatas.
Dari ketentuan diatas dapat ditarik kesimpulan:
Harga L/H yang kecil diperlukan untuk daerah perairan yang
memiliki gelombang yang besar atau pengaruh lainnya.
Ketentuan diatas dapat diabaikan dengan memberikan bukti
perhitungan kekuatan yang dapat dipertangung jawabkan.
Lebar kapal memiliki pengaruh pada tinggi metacenter kapal.
Untuk displasmen, panjang, dan sarat yang tetap akan
menyebabkan kenaikan metacenter (MG).
Penambahan B biasanya dimaksudkan untuk penambahan volume
ruangan pada badan kapal.
Penambahan lebar juga memiliki efek berkurangnya kemampuan
dalam penggunaan fasilitas terusan, dok, dan galangan.
Nilai B/T yang rendah akan menyebabkan berkurangnya stabilitas
kapal demikian sebaliknya.

SLAMET WAHYUDI 44
Untuk kapal yang beroperasi di sungai nilai B/T dipertimbangkan
untuk kedalaman sungai yang sudah tertentu.
Tinggi kapal (H) Memiliki pengaruh pada tinggi titik berat kapal
(center of gravity) KG.
Penambahan H pada umumnya menyebabkan kenaikan nilai KG
dan metacenter MG akan berkurang.
Dilain pihak, dengan ukuran penguat yang sama, penambahan nilai
H akan memberikan kekuatan memanjang kapal.
Nilai T memberikan pengaruh pada tinggi center of bouyancy (KB)
Dengan displasmen, panjang, dan lebar yang tetap, penambahan
nilai T umumnya menyebabkan naiknya nilai KB.
Penambahan T selalu dihindarkan karena dapat mengurangi jumlah
pelabuhan yang dapat disinggahi dan daerah pelayaran yang
terbatas.
Kenaikan nilai T juga mengakibatkan berkurangnya dalam
pemanfaatan terusan, fasilitas repair, dok, dan galangan.
Nilai H/T berhubungan dengan daya apung cadangan (reserve
displacement).
Harga H/T yang besar dapat dilihat pada kapal-kapal penumpang.
Harga H-T adalah lambung timbul / freeboard yang merupakan
ketinggian tepi dari permukaan kapal.

SLAMET WAHYUDI 45
DAFTAR PUSTAKA

A.A.B.Dinariyana, Teori Bangunan Kapal, Diktat, Jurusan Teknik


Perkapalan Fakultas Teknik Kelautan ITS, Surabaya, 2011

Adji, S.W, Engine Propeller Matching, Diktat, Jurusan Teknik Perkapalan


Fakultas Teknik Kelautan ITS, Surabaya, 2005

Agoes Santoso, MSc, M.Phil, Propulsi Kapal, Diktat, Jurusan Teknik


Mesin STTAL, Surabaya, 2014

Edward V. Lewis, Principles of Naval Architecture Second Revision, The


Society of Naval Architecs and Marine Engineers, New Jersey, 1988

G. Kuiper, The Wageningen Propeller Series, MARIN, Netherland, 1992

Harvald, Sv. Aa, Resistance and Propulsion of Ship, John Wiley and Sons,
New York, 1992

Holtrop, J, Statistical Re-analysis of Resistance and Propulsion Data,


International Shipbuilding Progress, Vol. 31, 1984

John B Woodward, Matching Engine and Propeller, The Department of


Naval Architecture and Marine Engineering, 1973

Slamet Wahyudi, Analisa Powering Kapal tipe LST 117 meter Dengan
Perhitungan Numerik Yang Tervalidasi Uji Model Kapal, Tugas
Akhir S1-STTAL XXXIII, Surabaya 2014

SLAMET WAHYUDI 46

Anda mungkin juga menyukai