OLEH :
SLAMET WAHYUDI
S-1 STTAL TEKNIK MESIN XXXIII
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI . 1
DESP PROGRAM .. 2
INPUT PAGE 1 ... 3
INPUT PAGE 2 ... 7
INPUT PAGE 3 ... 10
LANGKAH-LANGKAH EPM .. 25
PERHITUNGAN TAHANAN TOTAL KAPAL
DENGAN METODE GULDHAMMER-HARVALD .. 26
PERHITUNGAN DAYA ENGINE KAPAL ... 29
PROPELLER DAN KAVITASI .. 30
ENGINE PROPELLER MATCHING . 32
SLAMET WAHYUDI 1
DESP PROGRAM
SLAMET WAHYUDI 2
Program DESP adalah program untuk mencari prediksi nilai dari
tahanan total, daya mesin serta desain propeller pada variable kecepatan
yang ditentukan. Ada 39 input data yang harus dimasukkan kedalam
program DESP ini agar DESP dapat menampilkan prediksi perhitungan
dengan akurat, berikut adalah langkah langkah dalam memasukkan data
pada program DESP.
1. INPUT PAGE 1
a. METHOD
Prediction method (0=standard; 1=speed dep.f.f)
0= prediksi standar dari tahanan dan power performance
berdasarkan ISP pada November 1984 oleh Holtrop
dan Mennen.
1= Metode dengan kecepatan tergantung dari form factor.
Untuk prediksi tahanan dengan metode ini didasarkan
pada paper SMMSSH pada 1988 oleh J.Holtrop.
Estimasi dari performance power sama dengan
metode prediksi standar.
Dalam hal ini dipilih input data 0.
SLAMET WAHYUDI 3
e. TA / Draught at aft perpendicular, draft at aft perpendicular
relative to the base line. (Input error limits 0.01 and 40 m dan
B/T rasio diantara 1 dan 15).
T = (TA + TF) / 2
LST pada kondisi full load T sebesar 3 meter. Dalam
perhitungan ini pada kondisi desain, estimasi adalah even
keel yaitu kondisi kapal stabil sehingga TA dan TF nilainya
sama sebesar 3 meter.
SLAMET WAHYUDI 4
j. LCB / Long centre of buoyancy based on LWL, longitudinal
position of centre of buoyancy, %LPP forward of station 10
(Input error limits -15% and +15%).
Nilai dari LCB didapatkan dari data hydrostatic dengan draft
sebesar 3 meter, yaitu:
( )
= 100%
. ( . )
= 100% = 5.155 %
.
SLAMET WAHYUDI 5
ATRANS adalah luasan transom yang tercelup air dengan
draft 3 meter, sehingga didapatkan nilai ATRANS sebesar
0.44 m2.
SLAMET WAHYUDI 6
p. S / Wetted surface without appendages (must be between 0
and 100000 m2).
= Air laut x LWL x [(CB x B) + (1.7 x T)]
Sehingga S dari LST 117 meter adalah 2115 m 2.
2. INPUT PAGE 2
a. VYTP / Type of input speed unit (0 = knots dan 1 = m/s)
Input data 0 karena perhitungan kecepatan menggunakan
satuan knots.
SLAMET WAHYUDI 7
CS affects the prediction for wake fraction. The more open
the propeller configuration (distance between hull and
propeller), the higher the value of CS should be taken. This
can be applicable to both twin screw and modern single screw
forms.
Nilai CSC LST 117 meter adalah 10 karena menggunakan
konfigurasi menggunakan exposed shaft.
SLAMET WAHYUDI 8
g. HROUGH / Hull Roughness
Standar ITTC untuk hull surface roughness adalah 0.00015,
sehingga nilai HROUGH LST 117 meter adalah 0.00015 m.
SLAMET WAHYUDI 9
k. ADDW / Addition to wake fraction
- Used to correlate a prediction to trial result (of similar ship)
- Input error limits -0.3 and 0.3
In case trial result are available, the prediction of revs and
power can be adjusted through the value of ADDW (in
combination with ADDCA and ADDT) in such way that the trial
prediction is reproduced by DESP. The purpose may be
studying e.g. the effects of modifications of the propulsive
arrangement.
Nilai yang diambil adalah 0 karena mengikuti ADDCA.
l. ADDT / Addition to thrust deduction factor
- Used to correlate a prediction to trial result (of similar ship)
- Input error limits -0.3 and 0.3
Nilai yang diambil adalah 0 karena mengikuti ADDCA.
3. INPUT PAGE 3
a. NPROP / Number of propeller
LST 117 meter di desain untuk 2 propeller, sehingga nilainya
dimasukkan 2.
SLAMET WAHYUDI 10
c. DMIN / Lower limit of diameter range of propeller.
LST 117 meter diasumsikan menggunakan DMIN 2.4 meter,
data didapat dari permintaan desainer kapal (klien).
SLAMET WAHYUDI 11
j. PROUGH / Propeller roughness
- Input error limits 0 and 0.001 m
- The default value is 0.000030
Nilai default adalah 0.00003 meter.
SLAMET WAHYUDI 12
PROPCAD SOFTWARE
SLAMET WAHYUDI 13
Propcad adalah suatu software dalam menggambarkan desain
propeller dalam bentuk 3D maupun 2D. Dalam mendesain sebuah
propeller, dibutuhkan 4 variabel yang digunakan dalam pengerjaan desain
propeller. Data yang akan digunakan pada desain propeller berikut adalah
data yang didapatkan dari hasil perhitungan dengan program MARIN
DESP. Propeller yang akan digunakan dalam desain ini adalah propeller
tipe B-Series
SLAMET WAHYUDI 14
Dalam perhitungan desain propeller berikut, digunakan buku Principles of
Naval Architecture Second Revision, Vol II Edward V. Lewis dan The
Wageningen Propeller Series G.Kuiper dalam menentukan nilai dan
konstanta untuk mendukung perhitungan. Untuk desain propeller kapal
tipe LST 117 meter akan menggunakan software Propcad dalam
mendesain bentuk gambar 3D dan 2D. Langkah langkah dalam
mendesain propeller dengan menggunakan software Propcad yaitu :
a. Principal Data
Data data yang harus dimasukkan pada principal data adalah sebagai
berikut :
1) Type : FPP
2) Rotation : Right
3) Blades :4
4) Diameter : 2.5 m
5) Nominal pitch : 2.342 m
6) Rake of GL aft : 150
SLAMET WAHYUDI 15
Untuk menghitung nominal pitch dengan data hasil MARIN DESP,
didapatkan PDRA sebesar 0.937. Sedangkan PDRA adalah sama dengan
P/D, sehingga nominal pitch (P) didapatkan dari perkalian PDRA dengan
diameter propeller (D) yang didapatkan hasil sebesar 2.342 m.
SLAMET WAHYUDI 16
b. Section Data
Setelah data sudah dimasukkan kedalam principal data, maka dapat
di klik edit section data (pada menu bar ) sehingga akan keluar section
data seperti pada Gambar 4.5. Data tersebut secara otomatis akan keluar
berdasarkan input data pada principal data dan untuk section data tidak
perlu diedit karena sudah merupakan output dari principal data.
SLAMET WAHYUDI 17
c. Prop Builder
Setelah section data maka langkah selanjutnya adalah di klik builder
sehingga tampilannya akan seperti di bawah ini.
Pada Section and r/R, Outline, skew distribution dan thickness rule
semuanya diisikan B-series karena desain propeller akan menggunakan
tipe B-series.
Pitch distribution diisikan 80% hub karena menurut buku The
Wageningen Propeller Series G.Kuiper hal 41 sub 4.2 Radial pitch
distribution dijelaskan bahwa B-series mempunyai konstan pitch pada
semua jari-jari. Hanya series 4 daun yang mempunyai pitch reduction dari
0.5R ke hub, sehingga pitch distribution sebesar 80% hub dari jari-jari
terluar.
SLAMET WAHYUDI 18
Expanded BAR (AE/AO) dari data MARIN DESP mempunyai nilai
sebesar 0.786. Sedangkan untuk Hub diam/D diisikan nilai sebesar 0.204.
Nilai tersebut berdasarkan ketentuan yang diambil dari buku Principles of
Naval Architecture Second Revision, Vol II Edward V. Lewis hal 186
dengan sedikit penambahan nilai sebesar 0.004 agar sedikit lebih lebar.
bar
Gambar 4.7 Hub diam/D pada 0.2R
SLAMET WAHYUDI 19
Dari desain propeller dengan menggunakan software Propcad,
dapat diambil kesimpulan bahwa kapal tipe LST 117 meter dengan data
yang didapat dari perhitungan dengan menggunakan program MARIN
DESP dan diolah dengan menggunakan software DESP yang
menghasilkan sebuah propeller dengan propeller tipe B-4 series yang
mampu dan cocok dalam menggerakkan kapal tipe LST 117 meter yang
mempunyai design shaft power sebesar 5987 kW pada design speed 16
knots.
SLAMET WAHYUDI 20
DISTRIBUSI DAYA
MESIN DAN LOSSES
SLAMET WAHYUDI 21
1. EHP (EFFECTIVE HORSE POWER)
EHP adalah besarnya daya yang dibutuhkan untuk mengatasi gaya
hambat dari badan kapal (hull), agar kapal dapat bergerak dari satu tempat
ke tempat yang lain dengan kecepatan service sebesar Vs. Daya efektif ini
merupakan fungsi dari besarnya gaya hambat total dan kecepatan kapal.
EHP = RT dinas x RT
SLAMET WAHYUDI 22
4. SHP (SHAFT HORSE POWER)
Untuk kapal dengan peletakan kamar mesin yang berada di
belakang kapal, kerugian mekanisnya sebesar 2%. Akan tetapi apabila
peletakan kamar mesin tersebut berada di tengah kapal maka kerugian
mekanis yang ditimbulkan adalah 3%. Sehingga SHP adalah daya pada
shafting system propeller.
SHP = DHP / SB
SLAMET WAHYUDI 23
pengurangan atau deduksi dalam gaya dorong baling-baling, kehilangan
daya dorong sebesar T-R ini dinyatakan dalam fraksi deduksi gaya dorong.
t=k.w
9. EFISIENSI PROPULSIF
Pada perhitungan efisiensi propulsive kapal, ada empat perhitungan
yaitu :
a. Efisiensi Relatif Rotatif (rr)
Nilai rr pada single screw ship antara 1.02 1.05.
b. Efisiensi Propulsi (O)
Adalah open water efficiency yaitu efisiensi dari propeller pada saat
dilakukan open water test, bernilai antara 40 70%.
c. Efisiensi Lambung (H)
Adalah rasio antara PE dan PT. efisiensi lambung merupakan suatu
bentuk ukuran kesesuaian rancangan lambung (stern) terhadap
propulsor arragementnya sehingga efisiensi ini bukanlah bentuk
power conversion yang sebenarnya. Umumnya dipakai nilai 1.05.
Pada efisiensi lambung, tidak terjadi konversi satuan secara
langsung.
H = (1 t) / (1 w)
d. Koefisien Propulsi (PC)
PC = rr . O . H
SLAMET WAHYUDI 24
LANGKAH-LANGKAH
ENGINE PROPELLER
MATCHING
SLAMET WAHYUDI 25
Dalam menentukan engine propeller matching, ada 3 tahapan pokok
perhitungan yang harus dilaksanakan, meliputi :
1. Menentukan tahanan total kapal.
2. Menentukan daya mesin yang dibutuhkan oleh kapal beserta
pemilihan mesin yang cocok sebagai penggerak pokok kapal.
3. Menentukan karakteristik propeller beserta pemilihan propeller yang
cocok digunakan oleh kapal serta kavitasi pada propeller.
Dalam perhitungan diatas adalah perhitungan secara numerik dan data
yang dibutuhkan adalah data ukuran utama kapal lengkap.
Fn = Vs / (LWL x g)
Rn = (Vs x LWL) /
1.4 Penentuan Koefisien tahanan sisa (CR)
Menentukan harga CR pada Diagram Guldhammer Halvard
yang dinyatakan dalam fungsi bilangan Froude (Fn)
CR = L / ()1/3
Koefisien Prismatik () atau CP = CB /
= (0.08 x CB) + 0.93
SLAMET WAHYUDI 26
Dari perhitungan diatas didapatkan nilai dari L / ()1/3 (misal
6.78), maka diagram Halvard yang digunakan adalah
Harvald 6.5 dan Harvald 7 dengan nilai referensi CP dan Fn.
Dengan demikian dapat diperoleh nilai CR dengan
menginterpolasi nilai yang didapat pada kedua diagram
Harvald.
SLAMET WAHYUDI 27
Adanya poros baling baling, sehingga CR dinaikkan 5 8%.
CR = (1 + X %) CR
SLAMET WAHYUDI 28
RT (dinas) = RT + Jalur pelayaran
a. Jalur pelayaran Atlantik utara ke barat, untuk musim
panas = 15% dan untuk musim dingin = 30%
b. Jalur pelayaran Atlantik utara ke utara, untuk musim
panas = 20% dan untuk musim dingin = 30%
c. Jalur pelayaran Asia Pasifik = 15 30%
d. Jalur Pelayaran Australia = 12 18%
e. Jalur Pelayaran Asia Timur = 15 20%
Sehingga RT (dinas) = RT + (100 15) %
SLAMET WAHYUDI 29
2.6 Perhitungan Gaya Dorong / Thrust
Tahanan dan propulsi kapal, Sv A.A. Harvald hal. 148
T = RT / (1 t)
2.7 Perhitungan Thrust Horse Power (THP)
THP = EHP/ H
2.8 Perhitungan Koefisien Propulsif (PC)
Effisiensi relatif rotatif (rr) bernilai antara 1.02-1.05 dan
effisiensi propeller diasumsikan diatas 0.5 sehingga P=0.55.
PC = H x rr x P
SLAMET WAHYUDI 30
3.2 Putaran propeller (Np)
Np = RPM mesin / Ratio Gear Box
3.3 Power adsobtion (Bp)
Bp1 = 0.1739 x (Bp) 0.5
Perhitungan BP1 atau Power adsorbtion adalah perhitungan
yang paling penting pada pembacaan diagram Bp untuk
menentukan nilai dari [P/D]0 dan 0 (1-J). Nilai Bp1 didapatkan
pada diagram Bp dengan ditarik garis hingga memotong
maximum efficiency line. Dari titik potong itu kemudian ditarik
garis ke kiri sehingga didapatkan nilai [P/D]0 dan [(1/J)0].
Dengan demikian didapatkan propeller yang cocok dengan
perhitungan diatas dengan acuan propeller tipe B-Series.
3.4 Perhitungan Angka Kavitasi
0,7R = [188,2 + (19,62 x h)] / [Va2 + 4,836 x n2 x D2]
Dimana h adalah jarak sarat air dengan center line propeller
h = T (0,04 x T) (0,35 x T)
Perhitungan 0,7R digunakan untuk mengetahui angka
kavitasi pada diagram Burril PNA hal 182, sehingga di
dapatkan C burnill.
3.5 Perhitungan Thrust Koefisien
C = (T / Ap) / [0.5 x x (VR)2]
T = thrust = 351688.7296 N
Ap = projected area propeller
VR2 = kecepatan relative air pada 0.7R
= VA2 + [VA2 + (0.7 x x D x n)]2
= 1025 kg/m3
Ao = 0.25 x x Db2
Perbandingan antara C dan C burnill menunjukkan
perbandingan angka kavitasi. Sehingga apabila C burnill > C
maka propeller tersebut tidak kavitasi, karena nilai C burnill
SLAMET WAHYUDI 31
4. ENGINE PROPELLER MATCHING
4.1 Karakteristik Tahanan (hubungan antara tahanan kapal
dan kecepatan)
RTW = CT x 0.5 x air laut x (Vs)2 x S
RTAA = CAAx 0.5 x udara x (Vs)2 x Luas Compt
RTtrial = RW + RAA
RTservice = RT + Jalur pelayaran; (jalur pelayaran = 0.18)
EHP = RT x V
Setelah dilaksanakan perhitungan, maka dapat dibuat table
serta grafik hubungan antara kecepatan (knots) dengan
tahanan total.
4.2 Perhitungan Koefisien aAA
Tahanan dan propulsi kapal, Sv A.A. Harvald hal. 100
Berasal dari persamaan:
Rtot = 0.5 x x S x CT x V2
Rtot = a x V2
Sehingga menjadi:
aw = 0.5 x air laut x x CT
aAA = CAA x 0.5 x udara x Vs2 x (B x 3 x 2.5)
4.3 Perhitungan Diagram KT J
Karakteristik performa pada open water test:
a. Kondisi Trial
(1 - t) x (1 - w)2 x x D2
KTAA = aAA x J2 / (1 - t) x (1 - w)2 x x D2
KTW = aW x J2 / (1 - t) x (1 - w)2 x x D2
KTtrial = KTW + KTAA
b. Kondisi Service
T(1- t) = a x Va2
Va = Vs x (1 - w)
Tahanan dan propulsi kapal, Sv A.A. Harvald hal. 154
SLAMET WAHYUDI 32
J = Va / n x D
The design of marine screw propeller, hal 88
Di subsitusikan menjadi:
T = a x J2 x n2 x D2 / ((1 - t ) x (1 - w)2)
KT = a x J2 / (1 - t) x (1 - w)2 x x D2
KTservice = 118% x KTtrial
Setelah dilaksanakan perhitungan, dapat dideskripsian
dengan table dan kemudian dijadikan dalam bentuk grafik
hubungan KT-J.
4.4 Karakteristik Propeller
Karakteristik propeller untuk model propeller FPP adalah:
a. Koefisien gaya dorong (KT) = T / x n2 x D4
b. Koefisien torsi (KQ) = Q / x n2 x D4
c. Koefisien advance (J) = Va / n x D
d. Effisiensi open water (o)
Langkah selanjutnya dapat dibuat grafik KT-10KQ-EFF pada
data open water test dengan propeller yang sudah
ditentukan pada perhitungan diatas.
4.5 Karakteristik Engine
Data yang harus dimasukkan adalah:
a. Point (L1,L2,L3,L4)
b. Daya (HP)
c. RPM
d. Daya (%)
e. RPM (%)
Selanjutnya dapat dibuat grafik yang disebut dengan
Engine Envelope.
SLAMET WAHYUDI 33
4.6 PLOTTING GRAFIK KT-J DENGAN OPEN WATER TEST
Kedua grafik tersebut diplotkan sehingga mendapatkan hasil
1. Titik operasi propeller pada kondisi sea margin 18 %
(kondisi service) dengan variable KT,KQ dan .
2. Titik operasi propeller pada kondisi trial.
4.7 Kurva Engine Propeller Matching
Dengan data putaran mesin induk (rpm), putaran perhitungan
propeller, rasio putaran propeller dan rasio gear box dapat
dilaksanakan perhitungan :
Q = KQ x x Np2 x D5
PD = 2 x 3.14 x Q x Np
PB = PD / s
% Daya = PB / BHPMAX x 100 %
Selanjutnya dapat dibuat dalam bentuk table pada kondisi
rough hull dan kondisi clean hull. Kemudian dapat dibuat
kurva engine propeller matching.
SLAMET WAHYUDI 34
UKURAN UTAMA KAPAL
DAN ISTILAH DALAM
DESAIN KAPAL
SLAMET WAHYUDI 35
Bentuk dari badan kapal umumnya ditentukan oleh:
Ukuran utama
Koefisien bentuk
Perbandingan ukuran kapal.
SLAMET WAHYUDI 36
FP : Fore / forward perpendicular (garis tegak haluan), adalah
garis tegak yang dibuat melalui perpotongan antar linggi haluan
dengan garis air muat.
AP : After perpendicular (garis tegak buritan), adalah garis tegak
yang dibuat melalui linggi kemudi bagian belakang. Jika kapal tidak
memiliki linggi kemudi, maka garis tegak itu dibuat melalui sumbu
poros kemudi.
LPP : Length between perpendiculars, panjang antara kedua garis
tegak buritan dan garis tegak haluan yang diukur pada garis air muat.
LWL : Length on the waterline, adalah jarak mendatar antara kedua
kedua ujung garis muat. LWL diukur dari titik potong linggi haluan
sampai titik potong linggi buritan dan tidak termasuk tebal kulit
lambung.
LOA : Length overall, adalah panjang keseluruhan kapal yang
diukur dari ujung buritan sampai ujung haluan.
SLAMET WAHYUDI 37
H : Height / depth, adalah jarak tegak dari garis dasar sampai
garis geladak terendah, ditepi diukur ditengah - tengah panjang kapal
(LPP).
T : Draught / draft (sarat yang direncanakan) jarak tegak dari
garis dasar sampai pada garis air muat.
Tmax : Maximum draught / draft, tinggi terbesar lambung kapal yang
terendam di dalam air diukur dari garis air muat sampai bagian kapal
yang paling rendah.
TF : fore draught / draft, sarat di haluan kapal yang diukur pada
FP (forward perpendicular).
TA : aft draught / draft , sarat di buritan kapal yang diukur pada
AP (after perpendicular).
TM :mean draught / draft, sarat rata-rata (TF+TA) / 2 dan selisih
antara TF dan TA disebut Trim dari kapal.
Trim by bow adalah trim haluan kapal dimana TF>TA
Trim by stern adalah trim buritan kapal dimana TF<TA
Trim by stern memberi freeboard yang lebih tinggi dibagian haluan
(bow) dan sesuai untuk kecepatan yang besar.
Trim by bow sedapatnya dihindari karena dapat memberi tambahan
tahanan kapal dan baling - baling kapal keluar dari permukaan air.
SLAMET WAHYUDI 38
B : Breadth, lebar yang direncanakan adalah jarak mendatar
gading tengah kapal yang diukur pada bagian luar gading (tidak
termasuk tebal kulit lambung).
BWL : Breadth at the waterline, lebar yang terbesar yang diukur
pada garis air muat.
BOA : Maximum breadth/breadth extreme, lebar terbesar yang
diukur dari kulit lambung kapal termasuk jika ada bagian geladak
yang menonjol keluar melampaui lambung.
SLAMET WAHYUDI 39
Tumble home adalah kemiringan lambung kapal akibat
pengurangan lebar kapal diatas garis air (kemiringan sisi kapal ke
arah dalam dekat geladak atas).
Flare adalah bentuk yang membentang/merentang keluar. Camber
adalah lengkungan melintang kapal.
Deck camber: lengkung melintang geladak.
Beam camber: lengkung lintang balok.
CWP adalah perbandingan antara luas bidang garis air muat AWL
dengan luas sebuah persegi empat panjang LWL dan lebar B.
=
.
SLAMET WAHYUDI 40
CM adalah perbandingan antara luas penampang gading besar yang
terendam air dengan luas suatu penampang yang memiliki lebar B
dan tinggi T.
=
.
=
. .
SLAMET WAHYUDI 41
Koefisien Prismatik Memanjang (Longitudinal prismatic
coefficient) / CP adalah perbandingan antara volume badan kapal
yang ada di bawah permukaan air (isi karene) dengan volume
sebuah prisma dengan luas penampang AM dan panjang L.
=
.
=
.
SLAMET WAHYUDI 42
Perbandingan ukuran utama kapal yang digunakan sebagai acuan
dalam desain kapal :
Perbandingan antara panjang dan lebar (L/B)
Perbandingan antara panjang dan tinggi (L/H)
Perbandingan antara lebar dan sarat (B/T)
Perbandingan antara tinggi dan sarat (H/T)
L terutama memiliki pengaruh pada kecepatan dan kekuatan
memanjang kapal.
Pada displasmen kapal yang tetap :
SLAMET WAHYUDI 43
Perbandingan L/H terutama memiliki pengaruh terhadap kekuatan
memanjang kapal. Semakin besar nilai L/H, akan mengurangi
kekuatan memanjang kapal.
Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) 2006 mensyaratkan:
L/H = 16 untuk pelayaran samudera maupun pelayaran yang
dibatasi oleh:
Jarak pelabuhan maupun bangunan lepas pantai
terdekat letaknya tidak lebih dari 200 Nmiles.
Pelayaran di perairan Asia Tenggara
Mediteranean Sea
Black Sea
Carribean Sea dan perairan yang memiliki karakteristik
yang hampir sama.
BKI 2006 mensyaratkan:
L/H = 18 untuk pelayaran pantai dan L/H =19 untuk pelayaran yang
memiliki kedalaman yang terbatas.
Dari ketentuan diatas dapat ditarik kesimpulan:
Harga L/H yang kecil diperlukan untuk daerah perairan yang
memiliki gelombang yang besar atau pengaruh lainnya.
Ketentuan diatas dapat diabaikan dengan memberikan bukti
perhitungan kekuatan yang dapat dipertangung jawabkan.
Lebar kapal memiliki pengaruh pada tinggi metacenter kapal.
Untuk displasmen, panjang, dan sarat yang tetap akan
menyebabkan kenaikan metacenter (MG).
Penambahan B biasanya dimaksudkan untuk penambahan volume
ruangan pada badan kapal.
Penambahan lebar juga memiliki efek berkurangnya kemampuan
dalam penggunaan fasilitas terusan, dok, dan galangan.
Nilai B/T yang rendah akan menyebabkan berkurangnya stabilitas
kapal demikian sebaliknya.
SLAMET WAHYUDI 44
Untuk kapal yang beroperasi di sungai nilai B/T dipertimbangkan
untuk kedalaman sungai yang sudah tertentu.
Tinggi kapal (H) Memiliki pengaruh pada tinggi titik berat kapal
(center of gravity) KG.
Penambahan H pada umumnya menyebabkan kenaikan nilai KG
dan metacenter MG akan berkurang.
Dilain pihak, dengan ukuran penguat yang sama, penambahan nilai
H akan memberikan kekuatan memanjang kapal.
Nilai T memberikan pengaruh pada tinggi center of bouyancy (KB)
Dengan displasmen, panjang, dan lebar yang tetap, penambahan
nilai T umumnya menyebabkan naiknya nilai KB.
Penambahan T selalu dihindarkan karena dapat mengurangi jumlah
pelabuhan yang dapat disinggahi dan daerah pelayaran yang
terbatas.
Kenaikan nilai T juga mengakibatkan berkurangnya dalam
pemanfaatan terusan, fasilitas repair, dok, dan galangan.
Nilai H/T berhubungan dengan daya apung cadangan (reserve
displacement).
Harga H/T yang besar dapat dilihat pada kapal-kapal penumpang.
Harga H-T adalah lambung timbul / freeboard yang merupakan
ketinggian tepi dari permukaan kapal.
SLAMET WAHYUDI 45
DAFTAR PUSTAKA
Harvald, Sv. Aa, Resistance and Propulsion of Ship, John Wiley and Sons,
New York, 1992
Slamet Wahyudi, Analisa Powering Kapal tipe LST 117 meter Dengan
Perhitungan Numerik Yang Tervalidasi Uji Model Kapal, Tugas
Akhir S1-STTAL XXXIII, Surabaya 2014
SLAMET WAHYUDI 46