Anda di halaman 1dari 2

Achmad Wahyu Pratama

140710130042 KKNM Desa Mekarjaya 2016

Essay
Jika Aku Menjadi Pemuda Desa Mekarjaya

Aku adalah seorang pemuda berumur 20 tahun. Kini aku sedang


menempuh pendidikan sarjana di salah satu universitas negeri di Jawa Barat. Aku
adalah anak pertama dari dua bersaudara. Adikku masih bersekolah di bangku
sekolah menengah pertama. Ayahku adalah seorang pegawai negeri yang sehari-
hari bertugas di kantor kecamatan tempat desaku berada. Sehingga terkadang,
ayah pergi ke kota untuk melaksanakan pekerjaannya sebagai aparat
pemerintahan. Sementara itu, ibuku sering berada di rumah untuk mengurus
pekerjaan rumah dan sesekali mengurusi pabrik beras milik almarhum kakek dari
ayahku. Desa tempat aku tinggal memang memiliki area persawahan yang cukup
luas, yang bahkan lebih luas dari area pemukiman. Bukan hanya di desaku
sebenarnya, di desa-desa tetangga pun demikian.

Desa Mekarjaya, desa itu adalah desa dimana aku dibesarkan. Desa
dimana aku hidup dengan sederhana bersama ayah, ibu, dan adikku. Desa
Mekarjaya terletak di Kecamatan Compreng, Kabupaten Subang, Jawa Barat dan
berbatasan langsung dengan Kabupaten Indramayu. Secara geografis, Desa
Mekarjaya merupakan dataran rendah dimana ketinggian rata-rata datarannya
sekitar 12 meter di atas permukaan laut, berjarak 10 kilometer dari Jalan Jalur
Pantai Utara Jawa. Suhu rata-rata di sana sekitar 30 derajat selsius. Seperti di
daerah dataran rendah pada umumnya, masyarakat Desa Mekarjaya sebagian
besar bermata pencaharian sebagai petani dan buruh tani. Sisanya, bermata
pencaharian sebagai pedagang dan pegawai. Hal yang unik di desaku yaitu
terletak pada percampuran budaya Sunda dan budaya Jawa, meskipun secara
teritorial, masih merupakan wilayah Jawa Barat dan Kabupaten Subang yang
notabene penduduknya berbudaya Sunda. Aku sendiri cukup fasih dalam
berbahasa Sunda dan berbahasa Jawa meskupun agak berbeda dari bahasa Sunda
dan Jawa pada umumnya di tempat-tempat aslinya.

Kehidupanku sekarang adalah sebagai seorang mahasiswa yang memiliki


keseharian kuliah dan berorganisasi. Sesekali terbesit keinginan untuk pulang ke
desa, berbagi cerita kehidupanku di ng aku kampus kepada teman-teman
sepermainanku dulu yang kebanyakan langsung menjadi buruh, baik di pertanian
di desa ataupun di perusahaan di Jakarta. Memang sangat minim sekali kemauan
untuk kuliah dari anak-anak di desa mekarjaya. Di dalam pikiran mereka, kuliah
adalah hanya diperuntukan untuk anak dari keluarga yang memiliki kelebihan
secara materi. Pengetahuan mereka tentang kehidupan setelah sekolah hanyalah
terbatas pada pekerjaan. Aku sendiri termasuk orang yang beruntung, karena
meskipun aku tinggal di desa Mekarjaya, ayahku mampu menyekolahkanku di
kota Subang. Ada keinginan kuat dalam diriku agar mereka memiliki kehidupan
dan wawasan yang lebih luas dari sekedar lingkungan desa Mekarjaya.
Ketika aku sedang berlibur di desa, sesungguhnya yang aku lakukan
bukanlah berlibur. Aku menjalankan misiku untuk berbakti pada desa dimana aku
dibesarkan ini, desa dimana aku akan kembali dari mana pun aku pergi. Musim
panen adalah waktu yang paling menyenangkan untuk pulang karena di sana aku
dapat menghadiri banyak sekali undangan pesta dari tetangga-tetangga dan
saudara di desa. Tidak hanya itu, pemuda-pemuda sepertiku juga menjadi panitia
pada beberapa acara pesta syukuran panen tersebut. Hal yang aku lakukan ketika
pulang biasanya adalah membantu kesibukan di pabrik bersama ibu. Aku
mengerjakan apa saja yang dapat aku lakukan, baik itu membantu pengolahan,
penimbangan, hingga pembukuan. Setelah panen selesai, datanglah musim tanam.

Pada musim tanam, aku pun tidak jauh dari membantu kegiatan pertanian
di desa. Setelah sawah dipanen dan ditumbuhi rumput-rumput liar, aku dan warga
desa lainnya menggembala domba di sawah dengan tujuan agar tanah tempat kami
menggembala menjadi gembur dan subur. Tidak semua orang di desa
menggemburkan tanah dengan cara tradisional. Ada juga yang menggembala
dengan menggunakan mesin traktor. Kegiatan selanjutnya yang tidak pernah aku
lewatkan adalah kegiatan berburu hama tikus di sekitar sawah. Kegiatan berburu
tikus ini merupakan dilakukan bersama seluruh pemuda dan bapak-bapak di desa
mekarjaya. Cara pembasmian tikus di desa kami tergolong masih sangat
sederhana. Dengan mengandalkan semprotan dari pompa yang mengambil air dari
irigasi dan tentunya sebilah bambu atau kayu sebagai alat untuk memukul tikus
yang lari keluar sarang yang banjir. Perburuan biasanya dilakukan selama sekitar
sepuluh hari.

Di luar membantu kegiatan di sawah, aku juga biasanya membantu


tetanggaku untuk mengajar anak-anak SD untuk belajar membaca menulis dan
berhitung serta memberi motivasi untuk menggapai ilmu setinggi-tingginya.
Ketika sore menjelang, aku biasa bermain sepak-bola bersama teman-teman
beraneka usia di lapangan Dusun Sukawera. Ketika malam, beberapa hari dalam
seminggu, aku ikut membantu tetanggaku untuk mengajar anak-anak mengaji.
Besar harapanku agar kelak anak-anak desa mekarjaya mampu mengabdi dan
mengembangkan sayapnya untuk memajukan desa tempat mereka dibersarkan
seperti mimpiku juga.

Anda mungkin juga menyukai