Anda di halaman 1dari 2

Sri Mulyani Minta Google Buka Data

Laporan Keuangan
Liputan 6
Rabu, 21 Des 2016 | 08:24 WIB

Liputan 6. Fiki Ariyanti


Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati meminta
pihak Google membuka dan menyerahkan data laporan keuangan elektronik kepada
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan. Jika tidak, Google bisa terancam
denda 400 persen dari utang pajak sampai diseret ke penjara.

Hal itu diakui Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Ditjen Pajak Jakarta Khusus, Muhammad
Haniv. Kata Haniv, Menkeu Sri Mulyani meminta Google terbuka dengan seluruh laporan
keuangannya supaya petugas pajak dapat mengkalkulasi pajak dengan baik dan benar.

"Bu Menteri minta Google open book. Namanya pemeriksaan ya harus open book.
Pembukuan keuangan tolong diberikan sehingga petugas pajak bisa menghitung pajak dengan
benar. Kalau pembukuan belum diberikan bagaimana kita mau negosiasi," jelasnnya di
Jakarta, Rabu (21/12/2016).

Menurutnya, pihak Google berjanji melaporkan pembukuan atau laporan keuangan dalam
bentuk data elektronik, namun sampai saat ini belum diberikan kepada Ditjen Pajak. Selama
ini laporan keuangan yang diterima Ditjen Pajak dari Google dalam bentuk tertulis. Laporan
keuangan tertulis ini pun diduga tidak seluruhnya mencantumkan pendapatan usaha Google
di Indonesia.

"Kalau dihitung pendapatan yang dilaporkan ke kita cuma Rp 3 triliun di 2015 saja. Kita mau
cek, karena sebenarnya kalau dari asosiasi bisa mencapai Rp 6 triliun, jadi mereka baru
separuhnya yang dia kasih. Makanya kita minta datanya, mana bukti data pendukung. Masa
file elektronik saja lama sekali," paparnya.

"Harusnya kan Google malu masa diminta file elektronik butuh waktu bulanan. Kalau kita
cari data di internet saja kapasitas terabyte paling lama 1-2 jam, masa sekelas Google
berbulan-bulan," tegas Haniv.

Dia berucap, jika Google memberikan data laporan keuangan tersebut di tahun depan, Ditjen
Pajak akan melakukan perhitungan kewajiban yang harus dibayar Google. Perusahaan asal
Amerika Serikat (AS) itu juga harus membayar denda atau sanksi bunga 150 persen dari
utang pajaknya.

Apabila Google mangkir memberikan data elektronik yang diminta, kata Haniv, Ditjen Pajak
akan menaikkan status pemeriksaan Google pada tahapan investigasi penuh atau full
investigation di Februari 2017 dari sebelumnya status preliminary investigation atau proses
bukper.

"Bulan Februari bisa full investigation dengan kewajiban membayar utang pajak ditambah
sanksi 400 persen. Itu karena tidak ada niat baik kerjasama oleh kita untuk di audit, seperti
Wajib Pajak tidak mau diperiksa, tidak mau kasih lihat pembukuan, melawan kita, itu bisa
dilakukan full investigation," dia menjelaskan.

Haniv menegaskan, pihak Google dapat diseret ke penjara apabila tetap tidak mau memenuhi
kewajibannya soal data. Hal ini akan mencoreng citra Google di mata dunia. "Kalau dia tidak
bayar pajak juga, ya bisa di penjara. Kan malu kalau sampai di penjara," ujarnya.

Lebih jauh lanjutnya, model pemeriksaan yang sedang dijalankan Ditjen Pajak kepada
Google tengah mendapat perhatian dunia. "Model pemeriksaan kita lagi dilihat negara lain.
Kalau Google terbuka, lalu kita kenakan pajak dan diekspos, model pemeriksaan kita bisa
ditiru dunia, lalu habislah Google," pungkas Haniv. (Fik/Gdn)

FIKI ARIYANTI

Anda mungkin juga menyukai