FAKULTAS KEDOKTERAN
NIM : H2A009048
IDENTITAS PENDERITA
1
Mengetahui,
( ) ( )
Koordinator Mahasiswa
( )
2
DAFTAR MASALAH
3.
3
I. SUBTEKTIF
ANAMNESA
4
- Riwayat tekanan darah tinggi : diakui ibu pasien
- Riwayat kencing manis : disangkal
- Penyakit Jantung : disangkal
II. OBYEKTIF
1. Status Praesent
KU : Baik
Kesadaran : composmentis, GCS E4M6V5
Tekanan Darah : 150/80
Nadi : 80x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,5oC
Kepala : kesan mesosefal, simetris, nyeri tekan (-)
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat,central,
reguler dan isokor 3mm
Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-)
Telinga : serumen(-/-), nyeri tekan tragus(-/-), nyeri tekan mastoid(-/-),
secret (-/-)
Mulut : bibir kering(-), bibir sianosis(-), lidah kotor(-), gusi berdarah (-)
Leher : pembesaran kelenjar limfe (-), deviasi trakea(-)
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS V 1-2 cm ke arah media
midclavikula sinistra, thrill (-), pulsus epigastrium (-),
pulsus parasternal (-), sternal lift (-)
Perkusi :
batas atas : ICS II linea parasternal sinistra
pinggang jantung : ICS III linea parasternal sinsitra
batas kanan bawah : ICS V linea sternalis dextra
kiri bawah : ICS V 1-2 cm ke arah medial midclavikula sinistra
Konfigurasi jantung (dalam batas normal)
Auskultasi : regular
Suara jantung murni: SI,SII (normal) reguler.
Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-) SIII
(-), SIV (-)
Paru-paru :
5
Inspeksi
Normochest,simetris,kelainan Normochest, simetris, kelainan
Statis kulit (-/-), sudut arcus costa kulit (-/-), sudut arcus costa
dalam batas normal, ICS dalam batas normal, ICS dalam
dalam batas normal batas normal
Perkusi
Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang paru
Kanan
Sonor seluruh lapang paru. Sonor seluruh lapang paru.
Kiri
Auskultasi Suara dasar vesicular, Ronki Suara dasar vesicular, Ronki
(-/-), Wheezing (-/-) (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : Permukaan datar, warna sama seperti kulit di sekitar, ikterik (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen, Pekak sisi (-), pekak alih (-),
Tidak terdapat nyeri ketok ginjal dextra/sinistra
Palpasi : Nyeri tekan epigastrum (-), Tidak teraba pembesaran hepar, Lien dan
ginjal tidak teraba
2. Status Psikis
Tingkah laku : wajar
Perasaan Hati : baik
Cara Berpikir : baik
Daya Ingat : baik
Kecerdasan : baik
3. Status Neurologis
A. Kepala
Bentuk : mesosefal
Nyri tekan : (-)
Simetri : (+)
6
B. Leher
Gerakan : simetris
Kaku kuduk : (-)
C. Saraf Kranial
N. I (Olfaktorius)
Subyektif : Normosmia
N. II (Optikus)
Tajam Penglihatan: baik
Penglihatan Warna : baik
Lapang Penglihatan : baik
P. Fundus Okuli : tidak dilakukan
N. III (Okulomotorius)
Palpebra : baik
Gerakan bola mata : (+)
Fungsi dan reaksi pupil : (+)
Ukuran pupil : 3mm/3mm
Bentuk pupil : bulat isokor
Reflek cahaya langsung : (+)
Reflek cahaya tak langsung : (+)
Reflek akomodatif : (+)
Strabismus divergen : (-)
Diplopia : (-)
N. IV (Throklearis)
Gerakan mata ke lateral bawah : (+)
Strabismus konvergen : (-)
Diplopia : (-)
N. V (Trigeminus)
Menggigit : (+)
Membuka mulut : (+)
Sensibilitas : (+)
Reflek Kornea : (+)
Reflek bersin : (+)
Reflek Masseter : (+)
Reflek Zigomatikus : (+)
Trismus : (-)
N. VI (Abdusen)
Gerakan Mata ke lateral : (+)
Srabismus konvergen : (-)
Diplopia : (-)
N. VII (Fasialis)
7
Kerutan kulit dahi : (+)
Kedipan mata : (+)
Lakrimasi : (+)
Sudut mulut : (+)
Tik fasialis : (-)
Lipatan nasolabial : (+)
Pengecapan lidah 2/3 depan : baik
N. VIII (Akustikus)
Tes suara berbisik : kurang
Tes Rinne : tidak dilakukan
Tes Weber : tidak dilakukan
Tes Schwabach : tidak dilakukan
N. IX (Glossofaringeus)
Pengecapan lidah 1/3 belakang : baik
Reflek muntah : (+)
Sengau : (-)
Tersedak : (-)
N. X (Vagus)
Bersuara (fonasi) : (+)
Menelan : (+)
Denyut nadi : normal
N. XI (Accesorius)
Memalingkan kepala : (+)
Sikap bahu : (+)
Mengangkat bahu : (+)
Trofi otot bahu : eutrofi
N. XII (Hipoglossus)
Sikap lidah : simetris
Tremor lidah : (-)
Artikulasi : baik
Menjulurkan lidah : (+)
Kekuatan lidah : (+)
Trofi otot lidah : (+)
BADAN DAN ANGGOTA GERAK
1. BADAN
Motorik
Respirasi : baik
Duduk : baik
Bentuk kolumna vertebra : normal
Pergerakan kolumna vertebra : baik
Sensibilitas
Taktil : (+)
8
Nyeri : (+)
Thermi : (+)
Diskriminasi 2 titik : (+)
Sensibilitas posisi : (+)
Reflek
Reflek kulit perut atas : tidak dilakukan
Reflek kulit perut tengah : tidak dilakukan
Reflek klit perut bawah : tidak dilakukan
2. ANGGOTA GERAK ATAS
Motorik
Inspeksi : baik
Palpasi : baik
Pergerakan : bebas
Kekuatan : 5/5/5-5/5/5
Tonus : eutoni/eutoni
Trofi : eutrofi/eutrofi
Sensibilitas
Taktil : (+)
Nyeri : (+)
Thermi : (+)
Sensibilitas stereognosis : (+)
Diskriminasi 2 titik : (+)
Sensibilitas gramestesi : (+)
Sensibilitas barognosis : (+)
Sensibilitas posisi : (+)
Sensibilitas vibrasi : (+)
Reflek fidiologis
Biseps : (+)
Triceps : (+)
Radius : (+)
Ulna : (+)
Reflek Patologis
Reflek Trommer : (-)
Reflek Hoffman : (-)
3. ANGGOTA GERAK BAWAH
Motorik
Inspeksi : baik
Palpasi : baik
Pergerakan : bebas
Kekuatan : 5/5/5-5/5/5
Tonus : eutoni/eutoni
Trofi : eutrofi/eutrofi
9
Sensibilitas
Taktil : (+)
Nyeri : (+)
Thermi : (+)
Diskriminasi 2 titik : (+)
Sensibilitas posisi : (+)
Reflek Fisiologis
Patella : (+)
Achiles : (+)
Reflek Patologis
Babinski : (-)
Chaddock : (-)
Oppenheim : (-)
Gordon : (-)
Schaeffer : (-)
Gonda : (-)
Bing : (-)
Rossolimo : (-)
Mandel- Bechtrew : (-)
Pemeriksaan Klonus
Klonus paha/ lutut : (-)
Klonus kaki : (-)
Tes laseque : (-)
Tes Patrick : (-)
Tes kontra Patrick
PEMERIKSAAN OTONOM DAN FUNGSI VEGETATIF
Miksi : baik
Defekasi :baik
KOORDINASI, LANGKAH DAN KESEIMBANGAN
Ataksia : (-)
Tes Romberg : tidak dilakukan
Gaya berjalan : tidak dilakukan
Tes disdiadokhokinesis : tidak dilakukan
Tes Fenomen Rebound : tidak dilakukan
Tes Dismetria : tidak dilakukan
Tes Nistagmus : tidak dilakukan
GERAKAN-GERAKAN ABNORMAL
Tremor : (-)
Atetosis : (-)
Mioklonus : (-)
10
Khorea : (-)
TES TAMBAHAN
Tes Nafziger : (-)
Tes Valsava : (-)
IV. RINGKASAN
Seorang wanita usia 55 tahun dibawa keluarganya ke rumah sakit dengan keluhan
pusing berputar. Pusing berputar dirasakan sejak 2 hari yang lalu. Semua benda yang
dilihatnya seakan-akan berputar. Pusing bertambah bila digunakan untuk berjalan dan
pusing berkurang bila pasien menutup mata dan beristirahat. Pasien hanya meminum obat
sakit kepala untuk mengatasi keluhannya namun keluhan masih terasa. Selain itu pasien
merasa telinga bagian kanan gembrebeg seperti mendengar banyak suara. Karena hal
tersebut, pendengaran pasien berkurang. Pasien juga mengeluh mual sampai muntah
setiap memakan makanan apapun. Karena sering muntah pasien merasa badannya lemas.
Riwayat sakit serupa diakui pasien, riwayat darah tinggi (+), riwayat diabetes mellitus
(+), riwayat mondok dengan keluhan serupa (+) 1 tahun lalu, riwayat keluarga menderita
darah tinggi (+) ibu pasien.
V. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis : Vertigo
Tinitus
Nausea
Vomiting
Kurang pendengaran
11
Diagnosis Topis : system vestibuler dekstra
Diagnosis Etiologi : Vertigo vestibuler perifer
12
b. IpTx :
Medikamentosa
- Metformin 2x500 mg
c. IpMx : Monitoring keadaan umum dan tanda vital
Monitoring asupan makanan dan minuman pasien
d. IpEx :
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang diderita
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga untuk menghindari makanan dan
minuman manis
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga untuk berolah raga minimal 2x
seminggu
VII. PROGNOSA
- Ad vitam : Dubia ad bonam
- Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
- Ad sanam : Dubia ad bonam
VERTIGO
13
1. Definisi
Vertigo berasal dari bahasa Latin vertere yang artinya memutar atau merujuk pada sensasi
berputar sehingga meng-ganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan
oleh gangguan pada sistem keseimbangan.
2. Klasifikasi dan Etiologi
a. Vertigo Sistematis/Vestibuler
1) Vertigo Perifer
Vertigo perifer merupakan vertigo yang kelainan dapat berasal dari kelainan di
perifer seperti di telinga atau saraf vestibular. Durasi serangan pada vertigo perifer
ini dapat berbeda-beda. Episode (serangan) dapat berlangsung selama beberapa
detik, menit atau jam, bahkan dapat berlangsung sampai beberapa hari hingga
beberapa minggu.
Etiologi dari vertigo perifer diantaranya:
Telinga bagian luar : serumen, benda asing
Telinga bagian tengah: retraksi membran timpani, otitis media purulenta akuta,
otitis media dengan efusi, labirintitis, kolesteatoma, ruda paksa dengan
perdarahan
Telinga bagian dalam: labirintitis akuta toksika, trauma, serangan vaskular,
alergi, hidrops labirin (morbus Meniere), mabuk gerakan, vertigo postural
Nervus VIII. : infeksi, trauma, tumor
Inti Vestibularis: infeksi, trauma, perdarahan, trombosis arteria serebeli
posterior inferior, tumor, sklerosis multipleks
2) Vertigo Sentral
Vertigo sentral dapat diakibatkan oleh kelainan pada batang otak, cerebellum,
thalamus, atau cortex cerebri, dan dapat diakibatkan oleh infark, transient
ischemia, perdarahan, tumor, penyakit demyelinasi, atau Chiari malformation.
b. Vertigo Nonsistematis/Nonvestibuler
Penyebab vertigo nonvestibular diantaranya:
1) hipoksia iskemia otak seperti hipertensi kronis, arteriosklerosis, anemia,
hipertensi kardiovaskular
2) kelainan endokrin: hipotiroid, hipoglikemi, hipoparatiroid, tumor medulla adrenal,
keadaan menstruasi-hamil-menopause
3) kelainan psikiatrik: depresi, neurosa cemas, sindrom hiperventilasi, fobia.
4) kelainan mata: kelainan proprioseptik.
5) Intoksikasi.
6)
14
3. Patofisiologi
Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang
mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang
dipersepsi oleh susunan saraf pusat.
Menurut Joesoef (2006) dan Wreksoatmodjo (2004), ada beberapa teori yang dapat
menerangkan terjadinya vertigo, yaitu:
a. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan hiperemi
kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu, akibatnya akan timbul vertigo,
nistagmus, mual dan muntah.
b. Teori Konflik Sensorik
Dalam keadaan normal, informasi untuk alat keseimbangan tubuh ditangkap oleh tiga
jenis reseptor, yaitu reseptor vestibuler, penglihatan, dan propioseptik. Menurut teori
ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari berbagai reseptor
sensorik perifer yaitu antara mata/visus, vestibulum dan proprioseptik, atau ketidak
seimbangan/ asimetri masukan sensorik dari sisi kiri dan kanan. Ketidak cocokan
tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons yang
dapat berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan
(gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang berasal dari
sensasi kortikal).
15
daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF
(corticotropin releasing factor). Peningkatan kadar CRF selanjutnya akan
mengaktifkan susunan saraf simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme
adaptasi berupa meningkatnya aktivitas sistem saraf parasimpatik. Teori ini dapat
menerangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat di awal
serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual,
muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan
saraf parasimpatis.
4. Diagnosis
a. Anamnesis
Pertama-tama ditanyakan bentuk vertigonya: melayang, goyang, berputar, tujuh
keliling, rasa naik perahu dan sebagainya.
Perlu diketahui juga keadaan yang memprovokasi timbulnya vertigo: perubahan
posisi kepala dan tubuh, keletihan, ketegangan.
Profil waktu: apakah timbulnya akut atau perlahan-lahan, hilang timbul,
paroksimal, kronik, progresif atau membaik. Beberapa penyakit tertentu
mempunyai profil waktu yang karakteristik.
Apakah juga ada gangguan pendengaran yang biasanya menyertai/ditemukan pada
lesi alat vestibuler atau n. vestibularis.
Penggunaan obat-obatan seperti streptomisin, kanamisin, salisilat, antimalaria dan
lain-lain yang diketahui ototoksik/vestibulotoksik dan adanya penyakit sistemik
seperti anemi, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru juga perlu
ditanyakan. Juga kemungkinan trauma akustik.
16
Profil waktu serangan Vertigo pada beberapa penyakit
b. Pemeriksaan Fisik
Ditujukan untuk meneliti faktor-faktor penyebab, baik kelainan sistemik, otologik
atau neurologik vestibuler atau serebeler; dapat berupa pemeriksaan fungsi
pendengaran dan keseimbangan, gerak bola mata/nistagmus dan fungsi serebelum.
Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo adalah untuk menentukan penyebab;
apakah akibat kelainan sentral yang berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat
korteks serebri, serebelum,batang otak, atau berkaitan dengan sistim
vestibuler/otologik; selain itu harus dipertimbangkan pula faktor psikologik/psikiatrik
yang dapat mendasari keluhan vertigo tersebut. Faktor sistemik yang juga harus
dipikirkan/dicari antara lain aritmi jantung, hipertensi, hipotensi, gagal jantung
kongestif, anemi, hipoglikemi.
Dalam menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harus ditentukan bentuk vertigonya,
lalu letak lesi dan kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan terapi kausal yang
tepat dan terapi simtomatik yang sesuai.
Pemeriksaan Fisik Umum
Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik; tekanan darah
diukur dalam posisi berbaring,duduk dan berdiri; bising karotis, irama (denyut
jantung) dan pulsasi nadi perifer juga perlu diperiksa.
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada:
a. Fungsi vestibuler/serebeler
1) Uji Romberg : penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula
dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian
17
selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan
posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada
kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang
menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan
penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita akan
bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.
Uji Romberg
2) Tandem Gait: penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan
pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti.
Pada kelainan vestibuler perjalanannya akan menyimpang, dan pada kelainan
serebeler penderita akan cenderung jatuh.
3) Uji Unterberger.
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di tempat
dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan
vestibuler posisi penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi dengan
gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah
lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan
yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah
lesi.
18
Uji Unterberger
4) Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany)
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita disuruh
mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai menyentuh
telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata
terbuka dan tertutup.
Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah
lesi.
19
Uji Babinsky Weil
Pemeriksaan Khusus Oto-Neurologis
Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral atau
perifer.
1. Fungsi Vestibuler
a. Uji Dix Hallpike
Perhatikan adanya nistagmus
20
Secara cepat gerakkan pasien ke belakang (dari posisi duduk ke posisi
terlentang).
21
dingin (30C) dan air hangat (44C) masing-masing selama 40 detik dan jarak
setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak
permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-150 detik).
Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional
preponderance ke kiri atau ke kanan.Canal paresis ialah jika abnormalitas
ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air hangat maupun air dingin,
sedangkan directional preponderance ialah jika abnormalitas ditemukan pada
arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga. Canal paresis
menunjukkan lesi perifer di labirin atau n. VIII, sedangkan directional
preponderance menunjukkan lesi sentral.
c. Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk
merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus tersebut
dapat dianalisis secara kuantitatif.
2. Fungsi Pendengaran
a. Tes garpu tala
Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif, dengan
tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach. Pada tuli konduktif tes Rinne negatif,
Weber lateralisasi ke sisi yang tuli, dan Schwabach memendek.
b. Audiometri
Ada beberapa macam pemeriksaan audiometri seperti Loudness Balance Test,
SISI, Bekesy Audiometry, Tone Decay. Pemeriksaan saraf-saraf otak lain
meliputi: acies visus, kampus visus, okulomotor, sensorik wajah, otot wajah,
pendengaran, dan fungsi menelan. Juga fungsi motorik (kelumpuhan
ekstremitas),fungsi sensorik (hipestesi, parestesi) dan serebeler (tremor,
gangguan cara berjalan).
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urin, dan pemeriksaan lain sesuai
indikasi.
2) Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurinoma akustik).
3) Neurofisiologi:Elektroensefalografi(EEG),Elektromiografi (EMG), Brainstem
Auditory Evoked Pontential (BAEP).
4) Pencitraan: CT Scan, Arteriografi, Magnetic Resonance Imaging (MRI).
5. Penatalaksanaan
1) Medikamentosa
22
Secara umum, penatalaksanaan medikamentosa mempunyai tujuan utama :
mengeliminasi keluhan vertigo, memperbaiki proses-proses kompensasi vestibuler,
mengurangi gejala-gejala neurovegetatif ataupun psikoafektif. Beberapa golongan obat
yang dapat digunakan untuk penanganan vertigo di antaranya adalah:
a. Antikolinergik
Antikolinergik merupakan obat pertama yang digunakan untuk penanganan vertigo,
yang paling banyak dipakai adalah skopolamin dan homatropin. Kedua preparat
tersebut dapat juga dikombinasikan dalam satu sediaan antivertigo. Antikolinergik
berperan sebagai supresan vestibuler melalui reseptor muskarinik. Pemberian
antikolinergik per oral memberikan efek rata-rata 4 jam, sedangkan gejala efek
samping yang timbul terutama berupa gejala-gejala penghambatan reseptor
muskarinik sentral, seperti gangguan memori dan kebingungan (terutama pada
populasi lanjut usia), ataupun gejala-gejala penghambatan muskarinik perifer, seperti
gangguan visual, mulut kering, konstipasi, dan gangguan berkemih.
b. Antihistamin
Penghambat reseptor histamin-1 (H-1 blocker) saat ini merupakan antivertigo yang
paling banyak diresepkan untuk kasus vertigo,dan termasuk di antaranya adalah
difenhidramin, siklizin, dimenhidrinat, meklozin, dan prometazin. Mekanisme
antihistamin sebagai supresan vestibuler tidak banyak diketahui, tetapi diperkirakan
juga mempunyai efek terhadap reseptor histamin sentral. Antihistamin mungkin juga
mempunyai potensi dalam mencegah dan memperbaiki motion sickness. Efek
sedasi merupakan efek samping utama dari pemberian penghambat histamin-1. Obat
ini biasanya diberikan per oral, dengan lama kerja bervariasi mulai dari 4 jam
(misalnya, siklizin) sampai 12 jam (misalnya, meklozin).
c. Histaminergik
Obat kelas ini diwakili oleh betahistin yang digunakan sebagai antivertigo di
beberapa negara Eropa, tetapi tidak di Amerika. Betahistin sendiri merupakan
prekrusor histamin. Efek antivertigo betahistin diperkirakan berasal dari efek
vasodilatasi, perbaikan aliran darah pada mikrosirkulasi di daerah telinga tengah
dan sistem vestibuler. Pada pemberian per oral, betahistin diserap dengan baik,
dengan kadar puncak tercapai dalam waktu sekitar 4 jam. efek samping relatif jarang,
termasuk di antaranya keluhan nyeri kepala dan mual.
23
d. Antidopaminergik
Antidopaminergik biasanya digunakan untuk mengontrol keluhan mual pada pasien
dengan gejala mirip-vertigo. Sebagian besar antidopaminergik merupakan
neuroleptik. Efek antidopaminergik pada vestibuler tidak diketahui dengan pasti,
tetapi diperkirakan bahwa antikolinergik dan antihistaminik (H1) berpengaruh pada
sistem vestibuler perifer. Lama kerja neuroleptik ini bervariasi mulai dari 4 sampai 12
jam. Beberapa antagonis dopamin digunakan sebagai antiemetik, seperti domperidon
dan metoklopramid. Efek samping dari antagonis dopamin ini terutama adalah
hipotensi ortostatik, somnolen, serta beberapa keluhan yang berhubungan dengan
gejala ekstrapiramidal, seperti diskinesia tardif, parkinsonisme, distonia akut, dan
sebagainya.
e. Benzodiazepin
Benzodiazepin merupakan modulator GABA, yang akan berikatan di tempat khusus
pada reseptor GABA. Efek sebagai supresan vestibuler diperkirakan terjadi melalui
mekanisme sentral. Namun, seperti halnya obat-obat sedatif, akan memengaruhi
kompensasi vestibuler. Efek farmakologis utama dari benzodiazepine adalah sedasi,
hipnosis, penurunan kecemasan, relaksasi otot, amnesia anterograd, serta
antikonvulsan. Beberapa obat golongan ini yang sering digunakan adalah lorazepam,
diazepam, dan klonazepam.
f. Antagonis kalsium
Obat-obat golongan ini bekerja dengan menghambat kanal kalsium di dalam system
vestibuler, sehingga akan mengurangi jumlah ion kalsium intrasel. Penghambat kanal
kalsium ini berfungsi sebagai supresan vestibuler. Flunarizin dan sinarizin merupakan
penghambat kanal kalsium yang diindikasikan untuk penatalaksanaan vertigo; kedua
obat ini juga digunakan sebagai obat migren. Selain sebagai penghambat kanal
kalsium, ternyata fl unarizin dan sinarizin mempunyai efek sedatif, antidopaminergik,
serta antihistamin- 1. Flunarizin dan sinarizin dikonsumsi per oral. Flunarizin
mempunyai waktu paruh yang panjang, dengan kadar mantap tercapai setelah 2
bulan, tetapi kadar obat dalam darah masih dapat terdeteksi dalam waktu 2-4 bulan
setelah pengobatan dihentikan. Efek samping jangka pendek dari penggunaan obat ini
terutama adalah efek sedasi dan peningkatan berat badan. Efek jangka panjang yang
pernah dilaporkan ialah depresi dan gejala parkinsonisme, tetapi efek samping ini
lebih banyak terjadi pada populasi lanjut usia.
24
g. Simpatomimetik
Simpatomimetik, termasuk efedrin dan amfetamin, harus digunakan secara hati-hati
karena adanya efek adiksi.
h. Asetilleusin
Obat ini banyak digunakan di Prancis. Mekanisme kerja obat ini sebagai antivertigo
tidak diketahui dengan pasti, tetapi diperkirakan bekerja sebagai prekrusor
neuromediator yang memengaruhi aktivasi vestibuler aferen, serta diperkirakan
mempunyai efek sebagai antikalsium pada neurotransmisi. Beberapa efek samping
penggunaan asetilleusin ini di antaranya adalah gastritis (terutama pada dosis tinggi)
dan nyeri di tempat injeksi.
2) Non Medikamentosa
Susunan saraf pusat mempunyai kemampuan untuk mengkompensasi gangguan
keseimbangan. Namun dapat dijumpai beberapa penderita yang kemampuan
adaptasinya kurang baik. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya gangguan lain di
susunan saraf pusat, atau didapatkan defisit sistem visual atau proprioseptifnya.
Apabila obat tidak banyak membantu, maka diperlukan latihan fisik vestibular.
Latihan bertujuan untuk mengatasi gangguan vestibular, membiasakan, dan
mengadaptasi diri terhadap gangguan keseimbangan.
Selain itu dapat dicoba metode Brandt-Daroff sebagai upaya desensitisasi reseptor
semisirkularis
Pasien duduk tegak di tepi tempat tidur dengan tungkai tergantung; lalu tutup kedua
mata dan berbaring dengan cepat ke salah satu sisi tubuh, tahan selama 30 detik
kemudian duduk tegak kembali. Setelah 30 detik baringkan tubuh dengan cara yang
sama ke sisi lain, tahan selama 30 detik, kemudian duduk tegak kembali. Latihan ini
25
dilakukan berulang (lima kali berturut-turut) pada pagi dan petang hari sampai tidak
timbul vertigo lagi.
Latihan lain yang dapat dicoba ialah latihan visual-vestibular; berupa gerakan mata
melirik ke atas, bawah, kiri dan kanan mengikuti gerak obyek yang makin lama makin
cepat; kemudian diikuti dengan gerakan fleksiekstensi kepala berulang dengan mata
tertutup, yang makin lama makin cepat.
Terapi kausal tergantung pada penyebab yang (mungkin) ditemukan.
Beberapa penyebab vertigo yang sering ditemukan antara lain:
a. Benign paroxysmal positional vertigo
Dianggap merupakan penyebab tersering vertigo; umumnya hilang sendiri (self
limiting) dalam 4 sampai 6 minggu. Saat ini dikaitkan dengan kondisi otoconia
(butir kalsium di dalam kanalis semisirkularis) yang tidak stabil. Terapi fisik dan
manuver Brandt-Daroff dianggap lebih efektif daripada medikamentosa.
b. Penyakit Meniere
Dianggap disebabkan oleh pelebaran dan ruptur periodik kompartemen
endolimfatik di telinga dalam; selain vertigo, biasanya disertai juga dengan tinitus
dan gangguan pen-dengaran. Belum ada pengobatan yang terbukti efektif; terapi
profilaktik juga belum memuaskan; tetapi 60-80 % akan remisi spontan. Dapat
dicoba pengggunaan vasodilator, diuretik ringan bersama diet rendah garam;
kadang-kadang dilakukan tindakan operatif berupa dekompresi ruangan
endolimfatik dan pe-motongan n.vestibularis. Pada kasus berat atau jika sudah tuli
berat, dapat dilakukan labirintektomi atau merusak saraf dengan instilasi
aminoglikosid ke telinga dalam (ototoksik lokal). Pencegahan antara lain dapat
dicoba dengan menghindari kafein, berhenti merokok, membatasi asupan garam.
Obat diuretik ringan atau antagonis kalsium dapat meringankan gejala. Simtomatik
dapat diberi obat supresan vestibluer.
c. Neuritis vestibularis
Merupakan penyakit yang self limiting, diduga disebabkan oleh infeksi virus; jika
disertai gangguan pendengaran disebut labirintitis. Sekitar 50% pasien akan
sembuh dalam dua bulan. Di awal sakit, pasien dianjurkan istirahat di tempat tidur,
diberi obat supresan vestibuler dan anti emetik. Mobilisasi dini dianjurkan untuk
merangsang mekanisme kompensasi sentral.
d. Vertigo akibat obat
Beberapa obat ototoksik dapat menyebabkan vertigo yang disertai tinitus dan
hilangnya pendengaran.Obat-obat itu antara lain aminoglikosid, diuretik loop,
26
antiinflamasi nonsteroid, derivat kina atau antineoplasitik yang mengandung
platina.. Streptomisin lebih bersifat vestibulotoksik, demikian juga gentamisin;
sedangkan kanamisin, amikasin dan netilmisin lebih bersifat ototoksik.
Antimikroba lain yang dikaitkan dengan gejala vestibuler antara lain sulfonamid,
asam nalidiksat, metronidaziol dan minosiklin. Terapi berupa penghentian obat
bersangkutan dan terapi fisik; penggunaan obat supresan vestibuler tidak
dianjurkan karena jusrtru menghambat pemulihan fungsi vestibluer. Obat penyekat
alfa adrenergik, vasodilator dan antiparkinson dapat menimbulkan keluhan rasa
melayang yang dapat dikacaukan dengan vertigo.
27