Anda di halaman 1dari 23

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN Februari 2015


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

PENANGANAN AMENOREA

OLEH :
Zarah Alifani Dzulhijjah
1102090115

PEMBIMBING:
dr. A. Farid

KONSULEN:
dr. Lenny M Lisal, Sp.OG

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2015

PENANGANAN AMENOREA

I. PENDAHULUAN
Amenorea dapat bersifat fisiologis, yaitu selama kehamilan dan periode
postpartum (terutama ketika menyusui), atau bersifat patologis, ketika disebabkan
oleh berbagai gangguan endokrinologik dan anatomi. Dalam hal ini, kegagalan
menstruasi adalah gejala dari berbagai kondisi patologis. Dengan demikian,
amenorea sendiri bukanlah wujud patologis dan tidak boleh digunakan sebagai
diagnosis akhir. Meskipun tidak adanya menstruasi tidak menyebabkan kerusakan
pada tubuh, pada wanita yang tidak hamil atau setelah melahirkan adalah
abnormal dan dengan demikian merupakan sesuatu yang harus diperhatikan.
Untuk alasan ini, wanita biasanya mencari bantuan medis ketika kondisi ini
terjadi. Oleh karena itu, dokter perlu mengetahui berbagai etiologi amenorea,
bagaimana mendiagnosis, dan bagaimana memperlakukan kondisi patologis yang
mendasarinya. Amenorea berkepanjangan, bagaimanapun, adalah tidak normal
dan dapat dikaitkan dengan morbiditas medis yang signifikan.1, 2

II. DEFINISI
Amenorea adalah tidak adanya haid. Amenorea terbagi atas amenorea primer
dan amenorea sekunder. Amenorea primer ialah apabila seseorang tidak mendapat
haid di atas umur 16 tahun. Amenorea sekunder ialah tidak adanya haid selama
lebih dari 3 siklus haid atau selama 6 bulan pada wanita yang sebelumnya pernah
mendapat haid.3, 4

III. DIAGNOSIS
Untuk keperluan diagnostik, sebab- sebab amenorea dapat digolongkan
menurut kompartemen badan yang ikut berperan dalam terjadinya proses haid,
dan yang menjadi tempat kelainan yang menyebabkan amenorea. Kompartemen I,
yaitu gangguan pada jalan lahir atau organ target seperti rahim, kompartemen II,
yaitu gangguan ovarium, kompartemen III, yaitu gangguan hipofisis anterior,
kompartemen IV, yaitu gangguan sistem saraf pusat (hipotalamus). Dari
klasifikasi diatas dapat kita lihat bahwa gejala amenorea dijumpai pada penyakit-
penyakit atau gangguan- gangguan yang bermacam- macam.3, 5

2
Gambar 1 Kompartemen yang Berperan dalam Menstruasi
Dikutip dari kepustakaan 5

Sudah jelas bahwa untuk menegakkan diagnosis yang tepat berdasarkan


etiologi, tidak jarang diperlukan pemeriksaan- pemeriksaan yang beraneka ragam,
rumit, dan mahal harganya. Dewasa ini tidak banyak klinik yang mempunyai
cukup fasilitas untuk melaksanakan semua pemeriksaan, dan hal itupun tidak
selalu perlu. Anamnesis yang baik dan lengkap sangat penting. Pertama harus
diketahui apakah amenorea itu primer atau sekunder. Selanjutnya, perlu diketahui
apakah ada hubungan antara amenorea dan faktor faktor yang dapat
menimbulkan gangguan emosional; apakah ada kemungkinan kehamilan; apakah
penderita menderita penyakit akut atau menahun; apakah ada gejala- gejala
penyakit metabolik, dan lain- lain.3

3
Sesudah anamnesis, perlu dilakukan pemeriksaan umum yang seksama.
Keadaan tubuh penderita tidak jarang memberi petunjuk- petunjuk yang berharga.
Apakah penderita pendek atau tinggi, apakah berat badan sesuai dengan tingginya,
apakah ciri- ciri kelamin sekunder bertumbuh dengan baik atau tidak, apakah ada
tanda- tanda hipersutisme; semua ini penting untuk pembuatan diagnosis.3
Pada pemeriksaan ginekologik umumnya dapat diketahui adanya adanya
aplasia vaginae, keadaan klitoris, aplasia uteri, adanya tumor ovarium, dan
sebagainya. Dengan anamnesis, pemeriksaan umum, dan pemeriksaan ginekologi,
banyak kasus amenorea yang dapat diketahui penyebabnya.3

a. Pemeriksaan untuk Pasien Amenorea Primer

Untuk pasien dengan amenorea primer, pemeriksaan fisis harus fokus pada
perkembangan pubertas dan kemungkinan obstruksi genital. Dokter harus ingat
bahwa setiap penyebab sekunder amenorea juga dapat menyebabkan amenorea
primer. Perbedaan utama sesuai staging payudara dan rambut kemaluan oleh
Tanner, misalnya perkembangan payudara Tanner V pada tidak adanya rambut
kemaluan atau kurangnya perkembangan payudara pada kurangnya rambut
kemaluan, harus dicurigai kelainan kromosom seperti ketidakpekaan androgen
( 46 , XY ) atau Turner sindrom ( 45 , X ). Visualisasi genitalia eksterna harus
dilakukan untuk menilai patensi dari selaput dara. Jika diindikasikan, pemeriksaan
rektoabdominal dapat dilakukan untuk menyingkirkan massa panggul. Sebuah
USG panggul akan mengkonfirmasi adanya uterus dan mengesampingkan setiap
lesi obstruktif.2

4
Gambar 2 Algoritma Evaluasi Amenorea Primer
Dikutip dari kepustakaan 6

b. Pemeriksaan untuk Pasien Amenorea Sekunder

Untuk pasien dengan amenorea sekunder , pemeriksaan fisik harus fokus pada
tanda-tanda hiperandrogenisme dan resistensi insulin serta bukti penurunan berat
badan. Tinggi dan berat badan harus diukur secara akurat sehingga Indeks Massa
Tubuh dapat dihitung. Adanya hiperandrogenisme menyebabkan pemeriksaan
harus fokus ke arah PCOS atau hiperplasia adrenal kongenital. Penilaian panggul
mungkin termasuk pemeriksaan dalam vagina bimanual atau pemeriksaan
rektoabdominal . Apakah pasien mengalami defisiensi estrogen atau estrogennya
cukup bisa ditentukan oleh respon terhadap uji progestin. Setelah pemberian 7
hari Provera, perdarahan menstruasi dalam beberapa hari penghentian obat
menunjukkan kecukupan estrogen. Yang paling mungkin adalah diagnosis
ketidakmatangan sumbu Hipotalamus-Pituitari-Ovarium jika pasien dalam waktu
2-3 tahun menarche , atau PCOS, terutama jika bukti hiperandrogenisme ada. Jika

5
tidak ada respon terhadap uji progestin, pasien kekurangan esterogen dan harus
dilakukan tindakan.2

Gambar 3 Algoritma Evaluasi Amenorea Sekunder


Dikutip dari kepustakaan 6

Apabila pemeriksaan klinik tidak tidak memberi gambaran yang jelas


mengenai sebab amenorea, maka dapat dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan
sebagai berikut:3

1. Pemeriksaan foto Roentgen dari thoraks terhadap tuberculosis pulmonum,


dan dari sella tursika untuk mengetahui apakah ada perubahan pada sella
atau tidak.
2. Pemeriksaan sitologi vagina untuk mengetahui adanya esterogen yang
dapat dibuktikan berkat pengaruhnya.
3. Tes toleransi glukosa untuk mengetahui adanya diabetes mellitus
4. Pemeriksaan mata untuk mengetahui keadaan retina dan luasnya lapangan
visus jika ada kemungkinan tumor hipofisis.

6
5. Kerokan uterus untuk mengetahui keadaan endometrium, dan untuk
mengetahui adanya endometriosis tuberkulosa
6. Pemeriksaan metabolisme basal atau jika ada fasilitasnya pemeriksaan T3,
dan T4, untuk mengetahui fungsi glandula tiroidea.

Pemeriksaan- pemeriksaan yang memerlukan fasilitas khusus:3

1. Laparaskopi: dengan laparaskopi dapat diketahui adanya hipoplasia uteri


yang berat, aplasia uteri, disgenesis ovarium, tumor ovarium, ovarium
polikistik, dan sebagainya.
2. Pemeriksaan kromatin seks untuk mengetahui apakah penderita secara
genetik seorang wanita. Akan tetapi, kromatin seks positif belum berarti
bahwa penderita yang bersangkutan seorang wanita yang genetik normal
oleh karena kromatin seks positif dijumpai pula pada gambaran kromosom
44 XXY, 44 XXX, atau gambaran mosaic seperti XX/XO, XXXY atau
XXYY.
3. Pembuatan kariogram dengan pembiakan sel- sel guna mempelajari hal
ihwal kromosom, antara lain apabila fenotipe tidak sesuai dengan
genotipe.
4. Pemeriksaan kadar hormon. Diatas sudah disebut pemeriksaan T3 dan T4
untuk mengetahui fungsi glandula tiroidea. Selain itu, pemeriksaan-
pemeriksaan kadar FSH, LH, esterogen, prolaktin, dan 17-ketosteroid
mempunyai arti yang penting. Pada defisiensi fungsi hipofisis misalnya
kadar FSH rendah, sedangkan pada defisiensi ovarium umumnya kadar
FSH tinggi dan kadar esterogen rendah. Pada hiperfungsi glandula kadar
17-kolesteroid meningkat.

Dapat pula diagnosis diferensiasi dari amenorea didekati dengan melakukan


tes- tes yang dinamakan tes- tes fungsional.3

1. Diberikan sebagai langkah pertama kepada penderita 100 mg progesterone


(dalam minyak) intramuskulus. Jika sesudah 2-7 hari terjadi perdarahan
(withdrawal bleeding), ini berarti bahwa dalam tubuh ada esterogen
endogen. Dapat diambil kesimpulan bahwa poros hipotalamus- hipofisis-

7
ovarium masih berfungsi, meskipun minimal. Pada penderita ini tidak
adanya galaktorea, dan adanya kadar prolaktin normal, menyingkirkan
kemungkinan adanya tumor hipofisis. Jika ditemukan kadar prolaktin
tinggi, perlu dipikirkan tumor hipofisis. Foto Roentgen biasa atau
politomografi dari sella tursika dapat membantu untuk mengetahui ada
tidaknya tumor itu. Jika tidak terjadi perdarahan, ada 2 kemungkinan:
a) Uterus tidak bereaksi
b) Tidak terdapat pembuatan esterogen
2. Untuk membedakan anatara 2 kemungkinan ini, sebagai langkah ke-2
diberikan kepada penderita 2,5 mg conjugated esterogen tiap hari untuk 21
hari, ditambah dengan 10 mg Asetas medroksiprogesteron sehari untuk 5
hari terakhir. Jika tidak timbul perdarahan dalam 2 minggu setelah
berhentinya pemberian obat, dapat disimpulkan bahwa uterus tidak
berfungsi lagi (misalnya pada adhesi intra uterin yang luas seperti sindrom
Asherman)
3. Jika timbul perdarahan, dapat dilakukan langkah ke-3. Langkah ini terdiri
atas pemeriksaan kadar FSH dengan jalan radioimmuno-assay).
a. Jika kadar FSH lebih tinggi dari 40 MIU/ml, sebab amenorea ialah
gangguan fungsi ovarium (angka normal berkisar antara 5- 25 MIU/ml
misalnya pada menopause premature).
b. Jika kadar FSH rendah, maka sebab amenorea ialah gangguan fungsi
hipofisis atau alat- alat lebih atas.

Dengan pemeriksaan foto Roentgen dari sella tursika dapat ditentukan ada
tidaknya tumor hipofisis.

IV. PENANGANAN AMENOREA

1. Penanganan Umum

Tiap penderita harus diobati sesuai dengan sebab amenorea. Berikut ini
adalah pandangan umum mengenai penanganan amenorea tanpa sebab yang khas.
Amenorea sendiri tidak selalu memerlukan terapi. Misalnya, seorang wanita
berumur lebih 40 tahun dengan amenorea tanpa sebab yang mengkhawatirkan
tidak memerlukan pengobatan. Penderita- penderita dalam kategori ini yang

8
memerlukan terapi ialah wanita- wanita muda yang mengeluh tentang infertilitas
atau yang sangat terganggu oleh tidak datangnya haid.3
Dalam rangka terapi umum dilakukan tindakan memperbaiki keadaan
kesehatan, termasuk perbaikan gizi, kehidupan dalam lingkungan yang sehat dan
tenang, dan sebagainya. Pengurangan berat badan pada wanita dengan obesitas
tidak jarang mempunyai pengaruh baik terhadap amenorea dan oligomenorea.
Pemberian tiroid tidak banyak gunanya, kecuali jika ada hipotiroid. Demikian
pula pemberian kortikosteroid hanya bermanfaat pada amenorea berdasarkan
gangguan fungsi glandula suprarenalis.3
Pemberian esterogen bersama dengan progesterone dapat menimbulkan
perdarahan secara siklik. Akan tetapi, perdarahan ini bersifat withdrawal
bleeding, dan bukan haid yang didahului oleh ovulasi. Terapi ini ada maknanya
pada hipoplasia uteri, dan kadang kadang, walaupun jarang, dapat menimbulkan
mekanisme siklus haid lagi pada gangguan ringan.3
Terapi yang penting bila pada pemeriksaan ginekologi tidak ada kelainan
yang mencolok yang dapat menyebabkan ovulasi. Dalam hal ini ada 2 cara, yang
satu ialah pemberian hormon gonadotropin yang berasal dari hipofisis dan yang
lain ialah pemberian klomifen.3

2. Penanganan Khusus

Penanganan khusus beberapa penyakit yang menunjukkan gejala amenorea


dikelompokkan berdasarkan penyebabnya:4

a. Amenorea primer
1) Kompartemen I
a) Sindrom Feminisasi Testikuler (Insensitivitas Androgen)
Sindrom feminisasi testikuler merupakan suatu hipogonadisme dengan
amenorea primer. Sindrom ini didiagnosis jika tidak ditemukan vagina dan uterus.
Sindrom ini adalah suatu bentuk hermafrodisme pria dengan fenotipe wanita.
Gambaran klinik berupa penampilan cantik, cocok untuk menjadi pramugari.
Payudara tumbuh dan berkembang dengan sempurna, walaupun ada defisiensi
jaringan kelenjar dan hipoplasia puting susu. Alat kelamin luar temasuk introitus
vaginae kelihatan normal. Pada kira- kira sepertiga dari kasus rambut- rambut

9
ketiak dan pubis tidak ada atau sangat sedikit. Vagina tidak ada, atau jika ada,
biasanya pendek, dan berakhir pada kantong yang buntu (blind pouch). Serviks
dan uterus tidak ada. Kelenjar kelamin adalah testis yang relative normal, dengan
sel- sel Sertoli dan Leydig, tetapi tanpa spermatogenesis (azoospermia). Kelenjar
kelamin ini terletak dalam abdomen, kanalis inguinalis, atau labia mayora.
Kromatin seks negatif, sedang kariotipe menunjukkan pria yang normal, yaitu 46-
XY. Kadang- kadang dapat ditemukan tumor benigna (adenoma) dalam testis,
tetapi yang mungkin mengalami degenarasi maligna. Testis ini mengeluarkan baik
esterogen maupun androgen. Feminisasi disini disebabkan oleh tidak
ditumbuhkannya alat- alat genital pria oleh androgen. Keterangannya ialah tidak
adanya enzim yang diperlukan agar androgen dapat bekerja. Pada pemeriksaan
hormonal didapatkan bahwa sekresi FSH berada dalam batas- batas normal
sedang kadar 17- ketosteroid juga normal atau meninggi. Kadar testosterone
dalam plasma adalah dalam batas- batas normal untuk seorang wanita, walaupun
apusan vagina menunjukkan kurangnya pengaruh esteogen.3, 5
Penderita- penderita ini merasa dirinya sebagai wanita dan dapat berfungsi
sebagai wanita, kecuali bahwa mereka menderita amenorea dan steril. Kantong
buntu di tempat vagina cukup panjang untuk koitus dan jika perlu dapat dilakukan
bedah plastik untuk membuat vagina. Setelah masa pubertas berakhir dengan
pertumbuhan payudara dan tinggi badan sempurna, sebaiknya dilakukan ekstirpasi
bilateral kelenjar- kelenjar kelamin (testis), mengingat risiko keganasan yang
mungkin terjadi, terutama pada testis yang tidak mengalami desensus. Sesudah
operasi, penderita memerlukan terapi siklis dengan hormon steroid.3
Pasien harus menghargai dan memahamami dengan penuh dari diri mereka
sendiri. Walaupun infertil, pasien adalah sepenuhnya wanita. Pemahaman ini
harus diperkuat, bukan ditentang. Penanganan juga harus ditekankan pada
pendidikan serta konseling psikologis pada pasien dan orang tua. 5

b) Himen Imperforata
Himen imperforata dapat didiagnosis saat kanak- kanak tetapi sering pula
terlewatkan dan bermanifestasi saat remaja berupa nyeri perut siklik dan

10
amenorea primer.Temuan fisik yang sering ditemukan adalah selaput dara
menonjol dan kebiruan, dibelakangnya terdapat massa berisi darah pada vagina
yang menonjol (hematocolpos). Jika massa menjadi cukup besar, dapat
menyebabkan retensi urin akut.2
Perbaikan himen imperforata dapat dilakukan kapan saja seteah didiagnosis.
Pembedahan yang dilakukan adalah himenektomi. Perbaikan sebaiknya dilakukan
ketika jaringan berada di bawah pengaruh stimulasi estrogen, baik pada masa bayi
atau setelah thelarche, tapi sebelum menarche. Ini untuk menghindari
pembentukan hematokolpos dan hematometra . Laparoskopi dapat dilakukan pada
saat eksisi himen imperforata untuk menentukan adanya endometriosis. Dokter
harus menghindari aspirasi jarum dari hematocolpos untuk diagnosis atau
pengobatan. Hal ini mungkin dapat meninggalkan bakteri dari sisa darah dan
menempatkan pasien pada risiko infeksi.7

Gambar 4 Himen Imperforata


Dikutip dari kepustakaan 7

c) Transverse Vaginal Septum


Kelainan ini disebabkan karena tidak lengkapnya fusi dari bagian saluran
Mulleri vagina dan komponen sinus urogental. Ketebalan dan penempatan septum
dapat bervariasi: vagina bagian bawah, tengah, atau atas. Meskipun perforasi di
septum sering terjadi, pasien mungkin masih datang dengan amenorea dan

11
hematokolpos. Selain itu, malformasi lain dari saluran urologi atau rektum
mungkin terkait.2
Perbaikan bedah tergantung pada ketebalan septum. Kulit cangkokan
kadang diperlukan untuk menutupi cacat yang ditinggalkan oleh eksisi septum
sangat tebal . Septum kecil dapat diatasi dengan eksisi dengan anastomosis end-to
-end dari atas untuk vagina yang lebih rendah direkomendasikan pula laparoskopi
pada saat terapi bedah untuk transverse vaginal septum karena tingginya tingkat
endometriosis yang yang berhubungan dengan obstruksi saluran keluar.7

d) Agenesis Mulleri
Sebuah presentasi yang lebih umum dari atresia vagina adalah tidak adanya
kedua rahim dan vagina yang bersifat bawaan, yang disebut sebagai aplasia
mulleri, agenesis mulleri, atau sindrom Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser, yang
merupakan kelainan kromosom (46,XX). Dalam agenesis mulleri klasik, pasien
memiliki kantong vagina dangkal, hanya berukuran hingga 1,5 inci. Selain itu,
rahim, leher rahim, dan bagian atas vagina tidak ada. Biasanya, sebagian dari
saluran tuba distal masih ada. Selain itu, ovarium normal tetap ada, mengingat
asal embrio mereka terpisah. Dengan agenesis mulleri, konsepsi secara tradisional
tidak mungkin terjadi, tetapi kehamilan dapat dicapai dengan menggunakan
teknologi canggih yang melibatkan pengambilan oosit, fertilisasi, dan implantasi.7
Salah satu tujuan pengobatan untuk sebagian besar perempuan ini adalah
menciptakan vagina fungsional. Hal ini dapat dicapai secara konservatif atau
pembedahan. Ada beberapa pendekatan konservatif, dan masing-masing berusaha
untuk untuk membuat kanal ukuran yang memadai sebagai vagina. Prosedur
bedah dipandang oleh banyak orang sebagai solusi yang lebih cepat untuk
penciptaan vagina baru. Metode yang digunakan paling sering oleh dokter ahli
kandungan adalah vaginoplasti McIndoe. Prosedur McIndoe diantaranya adalah
dengan membuat kanal dalam jaringan ikat antara kandung kemih dan rektum.
Sebuah cangkok kulit diperoleh dari pantat pasien atau paha kemudian digunakan
untuk melapisi vagina baru.7

12
2) Kompartemen II
a) Disgenesis Gonad
Gangguan ini biasa berhubungan dengan abnormalitas kromosom, yang
mengakibatkan gangguan perkembangan gonad, deplesi prematur dari folikel
ovarium dan oosit, dan tidak adanya sekresi estradiol. Kegagalan ovarium primer
ditandai dengan meningkatnya gonadotropin dan rendahnya estradiol
(hipergonadotropic hipogonadisme). Kegagalan ovarium sekunder hampir selalu
diakibatkan oleh disfungsi hipotalamus dan ditandai dengan normal atau
rendahnya gonadotropin dan rendahnya estradiol (hipogonadotropic
hipogonadisme). Gangguan gonad dapat juga mengakibatkan disgenesis ovarium,
yaitu Sindrom Turner. 8
Penderita- penderita Sindrom Turner ini memiliki genitalia eksterna wanita
dengan klitoris agak membesar pada beberapa kasus. Fenotipe pada umumnya
sebagai wanita, sedang kromatin seks negatif. Pola kromosom pada kebanyakan
mereka ialah 45XO; pada sebagian dalam bentuk mosaik 45- XO/ 46-XX. Angka
kejadian ialah satu diantara 10.000 kelahiran bayi wanita. Kelenjar kelamin tidak
ada, atau hanya berupa jaringan parut mesenkim (steak gonads) dan saluran
Muller berkembang dengan adanya uterus, tuba, dan vagina, akan tetapi lebih
kecil dari biasa, berhubung tidak adanya pengaruh esterogen. Selain tanda- tanda
trias yang tersebut di atas, pada sindrom Turner dijumpai tubuh yang pendek tidak
lebih dari 150 cm, dada berbentuk perisai dengan puting susu jauh ke lateral,
payudara tidak berkembang, rambut kemaluan dan pubis sedikit atau tidak ada,
amenorea, stenosis aortae, batas rambut belakang yang rendah, ruas tulang tangan
dan kaki pendek, osteoporosis, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran,
anomali ginjal (hanya satu ginjal) dan sebagainya. Pada pemeriksaan hormon
ditemukan kadar hormone FSH meninggi, esterogen hampir tidak ada, sedang 17-
ketosteroid terdapat dalam batas- batas normal atau rendah. Diagnosis dapat
dengan mudah ditegakkan pada kasus- kasus klasik yang berhubungan dengan
gejala- gejala klinik dan tidak adanya kromatin seks. Pada kasus- kasus yang
meragukan, perlu diperhatikan dua tanda klinik yang penting yang dapat dipakai
sebagai pegangan untuk menduga sindrom Turner, yaitu tubuh yang pendek yang

13
disertai dengan pertumbuhan tanda- tanda seks sekunder yang sangat minimal
atau tidak ada sama sekali.3
Pengobatan terhadap sindrom Turner adalah pengobatan substitusi yang
bertujuan untuk:3
1. Merangsang pertumbuhan ciri- ciri seks sekunder, terutama pertumbuhan
payudara.
2. Menimbulkan perdarahan siklus yang menyerupai haid (jika uterus sudah
berkembang)
3. Mencapai kehidupan yang normal sebagai istri walaupun tidak mungkin
untuk mendapat keturunan.
4. Alasan psikologis, untuk tidak merasa rendah diri sebagai wanita.

Hormon yang diberikan adalah esterogen dalam kombinasi dengan


progestagen secara siklis sampai masa menopause atau pascamenopouse.
Pemberian esterogen mengakibatkan pematangan garis epifisis secara prematur
sehingga menghalangi pertumbuhan tubuh. Oleh karena itu, pemberiannya
ditunda sampai penutupan garis epifisis sudah terjadi.3

b) Sindrom Ovarium yang tidak Peka (the Insensitive Ovary Syndrom)

Keadaan ini jarang dijumpai. Gejala- gejalanya adalah amenorea primer,


sedangkan pertumbuhan payudara, rambut ketiak, dan pubis normal. Namun,
dijumpai atrofi mukosa vagina dan endometrium. Kadar hormon gonadotropin
(FSH dan LH) dalam serum dan urin meninggi, sedangkan kadar esterogen
rendah. Ovarium menyerupai alat seperti pada masa prapubertas dengan banyak
mengandung folikel- folikel primordial. Kadang- kadang ovulasi dapat diinduksi
dengan hormon gonadotropin dosis tinggi . Diduga, sindrom ini mungkin terjadi
oleh karena kurangnya reseptor untuk hormon gonadotropin dalam ovarium.3

3) Kompartemen III
a) Kelainan Hipofisis Kongenital (Sindrom Empty Sella)
Keadaan ini sangat jarang dimana terdapat sella tursika yang kosong dan
tidak adanya pituitari yang bersifat kongenital. Pada masa kanak- kanak sudah
mulai tampak gejala- gejala hipofungsi hipofisis, sehingga pertumbuhan badan

14
terganggu. Ciri- ciri kelamin sekunder tidak tumbuh, dan terdapat amenorea
primer.3, 9
4) Kompartemen IV
a) Defek pada Produksi GnRH
Akibat adanya penurunan pada produksi GnRH maka LH dan FSH yang
dapat dilepas sangat sedikit atau bahkan tidak ada, akibatnya tidak terjadi
pembentukan folikel, tidak terjadi pembentukan estradiol, dan terjadilah
amenorea. Hal ini terjadi pada wanita yang belum puber, dan yang terlambat
puber seperti anorexia nervosa, stress berat, penurunan berat badan secara ekstrim,
kegiatan olahraga berlebihan, dan hiperprolaktinemia. Kadang juga penyebabnya
masih idiopatik.2, 8
Penemuan leptin pada tahun 1994 meningkatkan pemahaman kita tentang
patofisiologi amenorea hipotalamus dan hubungannya dengan keseimbangan
energi. Leptin, protein yang dihasilkan oleh adiposit, bekerja pada hipotalamus
untuk mengatur intake makanan , pengeluaran energi, dan berat badan. Ditambah
lagi perannya dalam mengatur homeostasis energi, leptin juga berperan dalam
pematangan seksual dan fungsi reproduksi pada hewan pengerat. Reseptor leptin
telah diidentifikasi terletak di hipotalamus secara teoritis bisa berngaruh terhadap
sekresi GnRH oleh hipotalamus. Pemikiran saat ini adalah bahwa dalam kedua
anorexia nervosa dan amenorea yang dipengaruhi latihan, amenorea adalah
respons adaptif terhadap defisit energi yang dimediasi sebagian oleh leptin.2
Keadaan ini biasanya dapat berbalik oleh karena kenaikan berat badan,
penurunan intensitas latihan, atau resolusi penyakit atau stress emosional. Bagi
wanita yang ingin terus berolahraga, terapi pengganti estrogen- progestin harus
diberikan kepada mereka yang memprioritaskan kesuburan serta untuk mencegah
osteoporosis. Wanita yang ingin hamil diobati dengan gonadotropin atau GnRH
pulsatil.4

b) Defisiensi GnRH Kongenital


Disebut juga hipogonadotopik hipogonadisme idiopatik ketika terjadi
fenomena terisolasi, dan Kallmanns Syndrome ketika berhubungan dengan

15
anosmia. Defisiensi GnRH kongenital didefinisikan dengan ketidakhadiran
GnRH lengkap atau sebagian yang diinduksi sekresi gonadotropin. Ketika
masalah disertai dengan fungsi penciuman, gangguan ini disebut sebagai sindrom
Kallman. Sindroma Kallman, yang merupakan gabungan gejala hipogonadisme
hipogonatropik terisolasi dan anosmia, adalah penyakit genetik yang disebabkan
oleh satu atau lebih mutasi dari Gen KAL di Xp22.3. Neuron penciuman dan
GnRH memiliki kesamaan asal di luar sistem saraf pusat di daerah yang disebut
placode penciuman. Neuron GnRH selanjutnya bermigrasi dari daerah ini ke
tujuan akhir mereka di daerah preoptic hipotalamus . Pada Sindroma Kallman ,
ada cacat dalam proses migrasi neuron penciuman dan GnRH.2, 8, 10
Individu yang cepat berespon terhadap pemberian GnRH eksogen pulsatif,
merupakan pendekatan yang paling fisiologis untuk induksi ovulasi. Bagi wanita
yang tidak sedang merencanakan kehamilan, terapi esterogen dan progestin
eksogen diindikasikan.10

b. Amenorea sekunder
1) Kompartemen I
a) Sindrom Asherman
Sindrom terjadi karena destruksi endometrium serta tumbuhnya sinekia
(perlekatan) pada dinding kavum uteri sebagai akibat kerokan yang berlebihan,
biasanya pada abortus atau postpartum. Walaupun jarang, endometritis akuta yang
berat dapat pula menimbulkan sindrom tersebut. Penderita menderita amenorea
sekunder. Sindrom Asherman di masa lalu ditangani dengan dilatasi dan kuretase
untuk memisahkan sinekia dan, jika perlu, sebuah histerogram dapat dilakukan
untuk memastikan rongga rahim terbebas atau tidak. Setelah operasi, metode yang
digunakan untuk mencegah sisi rongga rahim melekat kembali ialah dengan
sebuah kateter Foley anak. Balon diisi dengan 3 mL cairan, dan akan dilepas
setelah 7 hari. Diberikan pula antibiotik spektrum luas sebelum operasi dan
dipertahankan hingga 10 hari. Prostaglandin inhibitor sintetik dapat diberikan jika
terjadi kram pada uterus. Pasien dirawat selama 2 bulan dengan pemberian
estrogen dosis stimulasi yang tinggi (misalnya, estrogen konjugasi 2,5 mg sehari
selama 3 atau 4 minggu dengan medroxyprogesterone acetate 10 mg sehari

16
ditambahkan pada minggu ketiga). Jika upaya awal ini gagal mengembalikan
siklus menstruasi yang normal, pengobatan terus-menerus dengan prosedur
berulang mungkin diperlukan untuk mendapatkan kembali kemampuan
reproduksi.3, 5

2) Kompartemen II
a) Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS)
Penyebab PCOS tidak jelas , tapi itu muncul karena kombinasi dari
resistensi insulin dan ovarium dan / atau dengan hipersensitivitas adrenal.
Tampilan metabolik yang melekat adalah resistensi insulin dan hiperinsulinemia
yang dipengaruhi obesitas. Resistensi insulin juga tampaknya selektif jaringan;
adrenal dan ovarium tetap sangat sensitif insulin, sedangkan otot rangka resisten.
Melalui mekanisme yang berbeda, hiperinsulinemia merangsang peningkatan
produksi androgen. Ini secara langsung mengaktifkan insulin ovarium reseptor
yang menyebabkan aktivasi enzim P450c17, dan mengaktifkan reseptor IGF-1.
Naiknya level insulin mengurangi tingkat sirkulasi hormon seks pengikat globulin
(SHBG), yang pada gilirannya, meningkatkan tingkat testosteron bebas yang
beredar. Efek jangka panjang dari kekacauan insulin ini termasuk dislipidemia,
intoleransi glukosa, dan adipositas sentral, yang dapat meningkatkan risiko
penyakit kardiovaskular dini.2
Temuan hormonal khas PCOS meliputi testosteron bebas yang tinggi,
normal, atau total testosteron rendah, dan peningkatan kadar androstendion,
LH ,dan rasio LH / FSH. Kadar androgen yang tinggi adalah efek sekunder pada
defek ovarium dan / atau steroidogenesis adrenal. Pada tingkat ovarium , terjadi
peningkatan respon 17 - hydroksiprogesteron terhadap stimulasi GnRH analog.
Selain itu , tampaknya ada hipersensitivitas sitokrom P450c17, yang memainkan
peran kunci dalam biosintesis androgen. Dalam kelenjar adrenal, ada respon
steroid berlebihan dengan stimulasi kortikotropin analog, yang mengakibatkan
pertambahan produksi 17 - hydroxiprogesteron dan androstenedion. Umpan balik
penghambatan khas estrogen dan progesteron pada hipotalamus terganggu ,
mungkin disebabkan oleh peningkatan kadar androgen. Hasilnya adalah

17
peningkatan GnRH pulsatif, yang mengarah ke sekresi LH yang berlebihan dan
rasio abnormal LH / FSH.2
Penanganan yang diberikan kepada wanita ini termasuk pengobatan
progesterone siklik atau kontrasepsi oral atau bentuk lain dari pengobatan
esterogen- progesterone. Pil kontrasepsi kombinasi merupakan pilihan lini
pertama. Pil ini menekan pelepasan gonadotropin sehingga androgen yang
dihasilkan oleh androgen akan menurun. Pada pasien yang tidak menginginkan
kontrasepsi hormonal kombinasi, progesterone withdrawl dianjurkan setiap 1
sampai 3 bulan. Contoh regimen yang digunakan meliputi : MPA , 5 sampai 10
mg sehari secara oral setiap hari selama 12 hari, atau progesteron micronized, 200
mg oral setiap malam selama 12 hari. Pasien harus diberitahu bahwa progestin
intermiten tidak akan mengurangi gejala jerawat atau hirsutisme atau memberikan
efek kontrasepsi.7
Agen sensitif insulin seperti metformin mungkin diindikasikan pada yang
mengalami resistensi insulin. Hiperandrogen karena PCOS mungkin diobati
dengan kontrasepsi oral dan atau spironolakton. Perempuan dengan congenital
adrenal hyperplasia mungkin diobati dengan kortikosteroid dosis rendah untuk
memblok secara parsial stimulasi ACTH pada fungsi adrenal dan dengan
demikian akan menurunkan kelebihan produksi androgen adrenal. Jika pasien
mengalami obesitas, penurunan berat badan akan meningkatkan gejala endokrin.
Tes toleransi glukosa harus dilakukan jika BMI >30 kg/m 2, atau 25 kg/m2 pada
wanita Asia. Hiperandrogenisme biasanya dikelola dengan Dianette, yang
mengandung etinilestradiol dalam kombinasi dengan cyproterone asetat.7

3) Kompartemen III
a) Disfungsi Hipofisis
Salah satu penyakitnya ialah Sindrom Sheehan yang ciri-cirinya adalah
amenorea pasca melahirkan, yang terjadi akibat nekrosis hipofisis akibat
perdarahan hebat dan hipotensi, tetapi hal ini sangat jarang terjadi. Keadaan ini
menyebabkan nekrosis karena spasme atau thrombosis arteriola- arteriola pada
pars anterior hipofisis. Pada masa kehamilan terdapat vaskularisasi yang lebih
banyak pada pars posterior, sehingga jika terjadi spasme atau thrombosis

18
pembuluh darah, yang mengalami akibat berupa nekrosis ialah terutama pars
anterior. Dengan nekrosis fungsi hipofisis terganggu dan menyebabkan
menurunnya pembuatan hormon- hormone gonadotropin, tireotropin,
kortikotropin, somatotropin, dan prolaktin. Gejala gejala insufisiensi hipofisis
ialah amenorea, hilangnya laktasi, hipotiroid, berkurangnya libido, atrofi alat- alat
genital, dan sebagainya. Sindrom Sheehan kadang- kadang dapat mengalami
perbaikan karena regenerasi sel- sel hipofisis, akan tetapi mungkin pula keadaan
bertambah berat dan penderita menjadi sangat kurus, rambut ketiak dan rambut
pubis hilang, dan terdapat hipotermia dan hipotensi. Keadaan ini dikenal dengan
nama penyakit Simmonds, Diagnosis dapat dibuat atas gejala- gejala klinik dan
rendahnya kadar FSH, T4 dan 17- ketosteroid dan mendatarnya kurva tes toleransi
glukosa. Operasi dan pemaparan radiasi akibat tumor hipofisis juga dapat
menyebabkan amenorea. Pada penyakit insufisiensi seperti Sindrom Sheehan ini,
terapi terdiri atas pemberian hormone sebagai substitusi, antara lain kortison,
bubuk tiroid, dan sebagainya.3

4) Kompartemen IV
a) Sindrom Amenorea- Galaktorea
Pada sindrom ini ditemukan amenorea, dan dari mammae dapat dikeluarkan
air seperti air susu. Dasar sindrom ini ialah gangguan endokrin berupa gangguan
produksi Releasing Factor dengan akibat menurunnya kadar FSH dan LH, dan
gangguan produksi. Prolactin Inhibiting Factor dengan akibat peningkatan
pengeluaran prolactin. Karena hal- hal tersebut diatas, terjadilah amenorea dan
galaktorea. Penderita biasanya juga agak gemuk, dan selanjutnya ditemukan atrofi
alat- alat genital. Amenorea galaktorea dapat ditemukan sesudah kehamilan. Di
sini masa laktasi menjadi jauh lebih panjang dari biasa; keadaan ini terkenal
dengan nama sindrom Ahumeda-del Castillo. Akhirnya, Amenorea dan galaktorea
dapat ditemukan pada tumor hipofisis yang memproduksi prolaktin (Sindrom
Forbes-Albright). Pemeriksaan hormonal pada sindrom amenorea- galaktorea
menunjukkan penurunan kadar FSH dan LH, dan peningkatan kadar prolaktin.
Hormon- hormone lain dari hipofisis mempunyai kadar yang normal. Etiologi
sindrom amenorrea- galaktorea belum jelas, akan tetapi akhir- akhir ini, selain

19
tumor hipofisis sebagai penyebab ditemukan kasus- kasus pada wanita yang lama
minum obat anti hipertensi atau obat penenang (phenothiazine dan lain- lain).
Selanjutnya, sindrom dapat ditemukan pula pada wanita- wanita yang setelah
menghentikan minum pil kontrasepsi, tidak saja menderita Amenorea tetapi juga
galaktorea.3
Penanganan jenis- jenis Amenorea-galaktorea yang lain umumnya tidak
seberapa memuaskan. Akan tetapi, akhir- akhir ini dengan pengertian bahwa
gangguan hipofisis mengakibatkan penurunan produksi FSH serta LH, dan
peningkatan produksi prolaktin disebabkan oleh gangguan pengeluaran FSH- LH.
Releasing Factor dan Prolactin Inhibiting Factor, pengobatan dengan klomifen
memberikan harapan yang lebih besar. Hasil yang memuaskan juga dapat dicapai
dengan pemberian ergonavin, metildopa, dan khususnya 2- alfa bromokriptine.3

5) Penyakit lainnya
a) Sindrom Cushing
Pada sindrom ini, pembuatan hormon glandula suprarenalis berlebihan,
terutama komponen kortikosteroid yang ada sangkut pautnya dengan metabolism
karbohidrat, protein, dan elektrolit. Sindrom tumbuh karena hyperplasia adrenal
atau karena tumor (adenoma atau karsinoma dari glandula suprarenalis). Seperti
dikatakan diatas, adenoma basofil dari hipofisis member gambaran yang sama
(penyakit Cushing). Gejala penyakit ini ialah obesitas, muka bulan (moon face),
Amenorea, hirsutisme, osteoporosis, hipertensi, striae terutama pada dinding
perut. Pemeriksaan hormonal menunjukkan sekresi 17- hydrokortikosteroid; tes
toleransi glukosa menunjukkan gambaran seperti diabetes. Pembesaran glandula
suprarenal dapat dilihat dengan adenogram pneumoperitoneal. Terapi terdiri atas
reseksi jika ada tumor, dan adrenalektomi bilateral jika ada hyperplasia; pada hal
yang terakhir perlu diberikan terapi substitusi setelah operasi.3
b) Penyakit Addison
Penyakit ini berdasarkan insufisiensi menahun dari korteks glandula
suprarenalis karena destruksi. Penyebab yang penting ialah tuberkulosis. Gejala-
gejalanya ialah perasaan lemah, pigmentasi, berat badan menurun, dehidrasi,

20
hipotensi, hipoglikemia, dan sebagainya. Amenorea bukan merupakan gejala yang
menonjol. Pemberian glukokortikoid dan mineralokortikoid sangat bermanfaat.3
c) Faktor emosional dan stress
Biasanya Amenorea ini bersifat sementara dan menghilang jika yang
menjadi sebabnya sudah tidak ada lagi, atau setelah diberi penerangan
secukupnya.3

1. Psikosis
Psikosis yang paling sering ditemukan bersama amenorea ialah penyakit
yang disertai depresi. Diagnosis dan terapi harus ditangani oleh seorang ahli
psikiatri.3
2. Anoreksia nervosa
Anoreksia nervosa merupakan suatu sindrom yang paling dramatis diantara
penyakit kejiwaan yang menyebabkan amenorea. Penyakit ini terutama dijumpai
pada wanita muda yang menderita gangguan emosional yang cukup berat.
Terdapat amenorea yang sudah terjadi sebelum penderita menjadi kurus betul,
tidak ada nafsu makan, ada gangguan gizi yang berat tetapi tanpa letargi, dan rasa
nyeri di epigastrium; selanjutnya terdapat tingkat metabolisme basal yang rendah,
hipoglikemia, suhu lebih rendah dari normal, dan bradikardia. Penderita tampak
sangat kurus, ada gejala hirsutisme dengan pertumbuhan rambut lanugo yang
halus, rambut ketiak dan pubis yang normal, dan atrofi alat- alat genital. Gejala
yang menunjukkan adanya gangguan metabolism karena menurunnya fungsi
hipofisis, mungkin karena gangguan fungsi hipotalamus. Pemeriksaan
endokrinologik menunjukkan kadar hormon- hormon di bawah normal. Anoreksia
nervosa dapat dibedakan dari penyakit Simmonds karena penderita tetap aktif.
Penanganan anoreksia nervosa harus dilakukan oleh ahli prikiatri. Jika berat badan
naik lagi, maka haid dapat kembali lagi dalam 3 bulan. Etiologi Amenorea dalam
anorexia nervosa dianggap adalah karena gangguan dalam regulasi pengeluaran
neurotransmitter GnRH pulsatif. Tingkat LH , FSH , dan estradiol yang rendah,

21
sekresi pulsatif LH beralih ke pola prapubertas, dan uterus dan ovarium menyusut
ukurannya. Alasan untuk ini tidak jelas, namun ada kemungkinan bahwa
Amenorea yang diperantarai respon leptin terhadap pembatasan kalori dan
keseimbangan energi negatif sebelum mengalami penurunan berat badan
signifikan.2, 3
3. Pseudosiesis
Pseudosiesis adalah suatu keadaan dimana terdapat kumpulan tanda- tanda
kehamilan pada seorang wanita yang tidak hamil. Gejala- gejala ini merupakan
ilustrasi yang jelas tentang pengaruh jiwa pada seorang wanita yang ingin sekali
hamil. Pseudosiesis dapat ditemukan pula pada wanita yang takut akan
kehamilan, akan tetapi hal ini jauh lebih jarang. Gejala- gejalanya ialah amenorea,
mual sampai muntah, mamma membesar, berat badan naik, dan perut tampak
membesar; malahan dirasakan gerakan janin pula. Dengan diagnosis mudah
dibuat dengan menemukan uterus yang sebesar biasa pada pemeriksaan
ginekologi dan tes hamil yang negative. Yang lebih sulit ialah menginsafkan
penderita bahwa ia tidak hamil, dan membantu mengatasi kekecewaannya.
Biasanya masalahnya dapat ditangani oleh seorang ahli ginekologi, akan tetapi
kadang- kadang diperlukan bantuan seorang ahli penyakit jiwa.3

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Katz VL, dkk. Comprehensive Gynecology. Philadelphia: Elsevier; 2007.

2. Golden NH, Carlson JL. The Pathophysiology of Amenorrhea in the Adolescent.


Annals of the New York Academy of Sciences [Internet]. 2008:[16378 pp.].
Available from: http://www.nccpeds.com/ContinuityModules-Fall/Fall
%20Continuity%20Source%20Materials/Amenorrhea-pathophys.pdf.

3. Prawirohardjo S. Gangguan Haid dan Siklusnya. In: Wiknjosastro H, editor. Ilmu


Kandungan. 2 ed. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2009. p.
206-23.

4. Chan PD, Johnson SM. Gynecology and Obstetrics. California: Current Clinical
Strategies Publishing; 2004. Available from: www.ccspublishing.com/ccs.

5. Fritz MA, Speroff L. Clinical Gynecology Endocrinology & Infertility 2005.

6. Master-Hunter T, Heiman DL. Amenorrhea: Evaluation and Treatment. American


Academy of Family Physicians 2006;Volume 73:1377-8.

7. Schorge JO, dkk. Williams Gynecology: The McGraw-Hill Companies; 2008.

8. DeCherney AH, dkk. Current Diagnosis and Treatments in Obstetric and


Gynecology. United States: The McGraw-Hill Companies; 2006.

9. Edmonds DK. Dewhursts Textbook of Obstetrics & Gynaecology 2007.

10. Berek JS. Berek & Novak's Gynecology: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.

23

Anda mungkin juga menyukai