(TINJAUAN PUSTAKA)
KEPANITERAAN KLINIK
Oleh :
Fahroni Erlianur
01.209.5903
FAKULTAS KEDOKTERAN
SEMARANG
2013
LEMBAR PENGESAHAN
NIM : 01.209.5903
Fakultas : Kedokteran
Mengetahui :
Koordinator SMF
Anestesiologi dan Rawat Intensif PEMBIMBING:
BLUD RSUD Kota Semarang,
Dr. Purwito Nugroho, Sp. An, MM Dr. Donni Indra Kusuma, Sp.An,
Msi.MedNIP. 19551221 198301 1 002 NIP. 19760808 200903 1 002 2
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan kepada Tuhan YME yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah dengan judul Terapi Cairan pada
Anak ini dapat selesai dengan baik dan tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir Kepaniteraan Klinik Bidang
Anestesiologi dan Rawat Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung di
BLUD RSUD Kota Semarang periode 14 Oktober 9 November 2013. Di samping itu,
makalah ini ditujukan untuk menambah pengetahuan bagi kita semua.
Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan
dan kerja sama yang telah diberikan selama penyusunan referat ini, kepada :
1. Dr. SusiHerawati, M.Kes, selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Semarang.
2. Dr. Wahyu Hendarto, Sp.An. , MH.Kes. , selaku Ketua Instalasi Anestesiologi dan
Rawat Intensif.
3. Dr. Purwito Nugroho, Sp.An M.M., selaku Ketua Program Studi Co Ass
Anestesiologi dan Rawat Intensif serta sebagai pembimbing Kepaniteraan Klinik
Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUD Kota Semarang.
4. Dr. Donni Indra Kusuma, Sp.An. , Msi. Med. , selaku pembimbing Kepaniteraan
klinik Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUD Kota Semarang.
5. Dr.Satrio,Sp.An, selaku Pembimbing Kepanitraan Klinik Anestesiologi dan Terapi
Intensif RSUD Kota Semarang.
6. Dr. Lina dan Dr. Anthony, selaku Residen Anestesiologi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro serta Staff Anestesiologi dan Terapi
Intensif RSUD Kota Semarang.
7. Rekan-rekan Anggota Kepaniteraan Klinik di Bagian Anestesiologi dan Terapi
Intensif RSUD Kota Semarang.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan, maka penulis sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari semua pihak, supaya referat ini dapat menjadi lebih
baik dan dapat berguna bagi semua yang membacanya.
Penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila masih banyak kesalahan maupun
kekurangan dalam makalah ini.
Semarang, November 2013
Penulis
3
TERAPI CAIRAN PADA ANAK
Fahroni Erlianur*, Donni Indra Kusuma**
Sebagian besar tubuh manusia terdiri dari cairan, jadi bilamana terjadi
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit maka tubuh akan mengalami gangguan
secara fisiologis. Menentukan penyebab dari kehilangan cairan yang terjadi serta
seberapa besar kehilangan cairan dan pemilihan cairan yang tepat merupakan
sesuatu yang penting.
1
PENDAHULUAN
Sebagaimana kita ketahui anak bukanlah miniatur dewasa, sehingga terapi cairan
pada anak haruslah sesuai dengan prinsip - prinsip fisiologis sesuai tahapan
tumbuh kembangnya dan patofisiologi terjadinya gangguan metabolisme
cairan.Anak mempunyai kerentanan khusus terhadap keseimbangan cairan,
terutama Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR), neonatus, obesitas, atau dalam
keadaan sakit. Pertukaran cairan pada bayi hampir mencapai 25% dari seluruh
cairan tubuh, sedangkan pada orangdewasa hanya sekitar 6%.2
Penatalaksanaan terapi cairan pada anak yang akan menjalani operasi merupakan
bagian yang penting dalam penatalaksanaan pasien perioperatif. Kebutuhan cairan
perioperatif dapat berubah dengan cepat akibat tindakan anestesi, prosedur operasi
yang komplek, perubahan suhu tubuh dan lingkungan, metabolisme serta
perpindahan cairan antar kompartemen. Tujuan dari pemberian cairan perioperatif
adalah untuk memberikan cairan rumatan dan cairan pengganti (kehilangan cairan
pre-operatif selama periode puasa, kehilangan cairan dan elektrolit intraoperatif,
serta kehilangan darah).1,2
Air merupakan komponen terbesar dan pelarut terpenting dari tubuh kita,
dinyatakan dalam persen berat bada n dan besarnya berubah menurut umur.
Pada saat menjelang dan segera setelah lahir, air meliputi + 78% berat badan
kemudian jumlahnya menurun secara bertahap. Cairan tubuh terbag i dalam dua
kompartemen yaitu intraseluler dan ekstraseluler. Ekstraseluler terbagi dalam
ruang interstisial dan intravaskuler.1
2
a. Komposisi Cairan Tubuh1,3
Pada fetus, cairan ekstraseluler lebih banyak dari intraseluler dan jumlah
cairan ekstraseluler menurun seiring bertambahnya usia, seperti yang
ditunjukkan gambar 1.3,4
Gambar 1.Grafik hubungan antar umur dengan total cairan tubuh, cairan
intraseluler dan cairan ekstraseluler sebagai persen dari berat badan.4
Untuk memudahkan kita dalam penatalaksanaan cairan pada anak, maka dari
gambar 1 di atas bisa diambil titiktitik penting seperti pada tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Persentasi total cairan tubuh, cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler
berdasarkan umur.4
3
Cairan tubuh juga terdapat pada dua ruang lain yaitu ruang transeluler danruang
slowly exchangeable. Sebenarnya ini juga merupakan cairan ekstraselulertetapi
mempunyai karakteristik tersendiri dan dalam keadaan normal tidak terlalu
penting.3
b. Kematangan Ginjal
Pematangan fungsi ginjal pada dasarnya tercapai pada akhir dari bulan pertama
kehidupannya. Filtrasi glomerulus meningkat dengan cepat sejak usia gestasi 34
minggu, dimana saat itu struktur nefronnya sudah lengkap. Setelah lahir, resistensi
pembuluh darah renal menurun secara cepat, sedangkan resistensi pembuluh darah
sistemik dan tekanan arteri meningkat. Sebagai akibatnya, aliran darah ke ginjal
meningkat secara dramatris.5 Pada saat lahir fungsi tubular belum sematang fungsi
glomerular. Kemampuan tubulus ginjal untuk mereabsorbsi natrium rendah pada
bayi prematur dan akan membaik pada usia janin aterm. Karena itu pengawasan
kesimbangan natrium yang ketat perioperatif mutlak diperlukan pada bayi
prematur.Mekanisme umpan balik bagi renin-angiotensin-aldosteron juga belum
matang pada neonatus, terutama bayi prematur. Belum sempurnanya
perkembangan fungsi ginjal hingga sekitar akhir bulan pertama kehidupan,
mengakibatkan kemampuan neonatus dalam pemekatan urin tidak efektif,
sehingga bayi tidak mampu beradaptasi dengan perubahan volume air yang
besar.Hal ini, ditambah dengan lebih tingginya kehilangan cairan insensibel/
insensible water loss (IWL) pada bayi dan neonatus akibat permukaan tubuh yang
lebih luas dibanding dewasa, mengakibatkan makin rentannya bayi dan neonatus
terhadap kondisi dehidrasi dan asidosis.3
C. Perubahan Kardiovaskuler
Bayi dan anak mempunyai curah jantung dan kosumsi oksigen yang lebih tinggi
perkilogram berat badannya dibandingkan dewasa. Bayi mempunyai volume isi
sekuncup yang tetap, sehingga untuk meningkatkan cursh jantung dilakukan
dengan menaikkan frekuensi denyut jantungnya. Cadangan terhadap respon
kardiovaskuler juga sangat terbatas. Setiap penurunan preload akan diikuti dengan
4
penurunan kompliansi ventrikel kanan dan penurunan ejeksi sistolik ventrikel
kiri.Sebagai respon terhadap stress, misalnya hipoksia , akan teradi bradikardi
sehingga curah jantung akan menurun.3
a. Terapi Rumatan
5
kebutuhan cairan adalah untuk IWL; sedangkan 2/3 bagian lainnya adalah untuk
kehilangan cairan dari ginjal. Estimasi kebutuhan cairan rumatan normal dapat
dilihat pada Tabel 25,6
Kehilangan cairan insensibel (IWL) terjadi melalui pernafasan dan kulit. Dari
kulit sekitar 2/3 bagian; sedangkan dari paru sekitar 1/3 bagian dari total IWL.
Kondisi-kondisi yang dapat mengubah kebutuhan cairan insensibel berkaitan
dengan perubahan keluaran kalori, produksi panas, dan kebutuhan mengubah IWL
untuk pengaturan suhu tubuh.Insensible Water Loss akan meningkat pada
peningkatan aktivitas ( 30%); pada demam (peningkatan sebanyak 12% tiap
peningkatan 1C suhu tubuh), dan pada penurunan penguapan lingkungan.
Sebaliknya, IWL akan menurun pada penurunan aktivitas, misalnya pada keadaan
koma dan hipotermi; dan penurunan suhu tubuh. IWL paru akan meningkat pada
hiperventilasi; misalnya pada asma dan ketosidosis diabetes; dan akan turun pada
lingkungan atau sistem ventilasi dengan kelembaban tinggi. Pada bayi dengan
berat lahir rendah (BBLR) atau sangat rendah (BBLSR), tingginya kuas
permukaan tubuh dan rendahnya ketebalan kulit mengakibatkan kehilangan cairan
melalui kulit yang sangat tinggi, yaitu mencapai 100-200 m/kgBB/24 jam.
Terlebih lagi, kehilangan cairan insensibel ini akan makin meningkat jika
dilakukan fototerapi untuk hiperbilirubinemia.2,6
Kehilangan cairan melalui urin akan meningkat bila kemampuan ginjal dalam
pemekatan urin menurun, baik karen terjadinya peningkatan beban ginjal dan
karena penurunan sekresi ataupun penurunan respon terhadap ADH. Beban ginjal
akan meningkat pada kondisikondisi diabetes mellitus, paska pemberian infus
6
manitol atau kontras radiografi, pada pembuangan elektrolit, atau pada diet tinggi
protein. Penurunan sekresi ADH biasanya terkait dengan kondisi-kondisi yang
melibatkan sistem saraf pusat.2
b. Terapi Defisit
7
Tabel 3.Dehidrasi dan Konsentrasi Natrium Serum.5,6
Pada dehidrasi isotonik atau isonatremik, tidak terjadi perubahan osmotik antar
kedua dinding sel, sehingga tidak terjadi perubahan volume intraseluler. Pada
dehidrasi hiporonik atau hiponatremik, cairan ekstraseluler relatif lebih hipotonik
terhadap cairan intraseluler, sehingga air akan bergerak dari kompartemen
ekstraseluler ke intraseluler. Hasilnya adalah terjadinya penurunan volume
ekstraseluler berat yang, secara klinis tampak sebagai dehidrasi berat yang dapat
mengakibatkan kegagalan sirkulasi.
Manifestasi klinik yang dijumpai pada berbagai derajat dehidrasi disajikan dalam
Tabel 4.
Tabel 4. Penilaian Klinis Beratnya Dehidrasi5
Dehidrasi Dehidrasi Dehidrasi
Tanda dan gejala
Ringan Berat Sedang
Kehilangan berat
badan (%) 3-5 6-9 10
8
cepat
Fontanella
Normal Cekung Sangat Cekung
Anterior
Normal / Rendah ;
Rendah, mungkin
TD Sistolik Normal Hipotensi
tidak terukur
ortostatik
Cubitan segera Cubitan kembali Cubitan tidak
Elastisitas kulit
kembali perlahan segera kembali
Mata Normal Cekung Sangat Cekung
Air Mata Ada Berkurang Tidak ada
Mukosa Lembab Kering Sangat kering
Capillary Refiil Normal 2 detik >3 detik
Perkiraan Deficit
30-50 60-90 100 atau lebih
Cairan (mL/Kg)
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam
batas-batas fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid
(plasma ekspander) secara intravena.Tujuan utama terapi cairan perioperatif
adalah untuk menyediakan jumlah cairan yang cukup untuk mempertahankan
volume intravaskuler yang adekuat agar system kardiovaskuler dalam keadaan
optimal.Gangguan dalam keseimbangan cairan oleh kombinasi dari faktor faktor
preoperatif, perioperatif dan postoperatif.1,4
Faktor-faktor preoperatif 1 :
9
Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air
dan elektrolit.
4) Preparasi bedah
Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan
elekrolit dari traktus gastrointestinal.
5) Restriksi cairan preoperative
Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan
cairan sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien
menderita demam atau adanya kehilangan abnormal cairan.
6) Defisit cairan yang telah ada sebelumnya
Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi.
Faktor Perioperatif1:
1) Induksi anestesi.
Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia
preoperatif karena hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia dan
vasokonstriksi.
2) Kehilangan darah yang abnormal
3) Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space
4) Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi
Faktor postoperatif 1:
1) Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi
2) Peningkatan katabolisme jaringan
3) Penurunan volume sirkulasi yang efektif
4) Risiko atau adanya ileus postoperative
10
makanan padat dan susu formula 6 jam sebelum operasi. Minum cairan jernih
sampai dengan 2 jam sebelum operasi tidak meningkatkan resiko terjadinya
aspirasi dan mencegah dehidrasi serta memperpendek periode lapar.1,3Pada anak
yang melakukan puasa perioperatif seperti yang dianjurkan ASA, kehilangan
cairan karena puasa sangat sedikit, sehingga tidak diperhitungkan dalam
perhitungan kebutuhan cairan intraoperatif. Namun hal ini tidak selalu dapat
diikuti, karena banyak yang melakukan puasa melebihi ketentuan yang sudah
ditetapkan.
Tabel 5. Cairan yang hilang saat pembedahan akibat redistribusi dan evaporasi4,5
Selama operasi juga terjadi kehilangan cairan karena perdarahan dari luka
operasi.Kehilangan ini harus diganti dengan cairan isotonik kristaloid, koloid atau
produk darah, tergantung dari kadar hematocrit anak. Perkiraan jumlah kehilangan
darah maksimal (MABL) yang dapat diterima dapat dihitung dengan rumus
berikut:1,3
11
(hematokrit awalhematokrit target )
MABL= x perkiraan jumlah darah
hematokrit awal
Prematur 95 mL/kg
Aterm 85 mL/kg
Infant 80 mL/kg
MABL yang hilang dapat diganti dengan cairan kristaloid dengan komposisi
garam seimbang sebanyak 3x jumlah MABL atau dengan koloid sebanyak 1x
jumlah MABL. Jika perdarahan sudah melebihi nilai MABL, tranfusi packed red
cell harus segera diberikan.3,8
Prinsip mendasar yang harus diingat adalah bahwa setiap defisit ataupun
ketidakseimbangan mungkin akan membutuhkan cairan dengan komposisi yang
berbeda bergantung pada jenis dan derajat gangguan elektrolit ataupun gangguan
asam basa yang terjadi.9
1. Jenis Cairan
a) Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF).
Indikasi penggunaan antara lain untuk resusitasi defisit cairan di ruang
interstitiel pada pasien syok hipovolemik, kasus kasus perdarahan
memerlukan cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali
jumlah darah yang hilang ) ternyata sama efektifnya seperti pemberian
12
cairan koloid untuk mengatasi defisit volume intravaskuler.Waktu paruh
cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit.7,9
b) Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma
substitute atau plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat
zat/bahan yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik
yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh
3-6 jam) dalam ruang intravaskuler.Oleh karena itu koloid sering digunakan
untuk resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok
hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia
berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar).Kerugian dari
plasma expander yaitu mahal dan dapat menimbulkan reaksi anafilaktik
(walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada cross match7-9.
Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:
1. Koloid alami
Yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan 2,5 % ).
Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60C selama 10
jam untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein
plasma selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa
globulin dan beta globulin.Prekallikrein activators (Hagemans factor
fragments) seringkali terdapat dalam fraksi protein plasma
dibandingkan dalam albumin. Oleh sebab itu pemberian infuse dengan
fraksi protein plasma seringkali menimbulkan hipotensi dan kolaps
kardiovaskuler.
2. Koloid sintesis yaitu:
A. Dextran:
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan
Dextran 70 (Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000
diproduksi oleh bakteri Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh
dalam media sukrosa. Walaupun Dextran 70 merupakan volume
expander yang lebih baik dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi
13
Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi mikro
karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain itu
Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangi
platelet adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan
fibrinolisis dan melancarkan aliran darah. Pemberian Dextran
melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross match, waktu
perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran
dapat menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu
dengan memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.1
B. Hydroxylethyl Starch (HES)
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000
1.000.000, rata-rata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan
onkotik 30 mmHg. Pemberian 500 ml larutan ini pada orang
normal akan dikeluarkan 46% lewat urin dalam waktu 2 hari dan
sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid ini juga dapat
menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar
serum amilase ( walau jarang). Low molecullar weight
Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu
mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume yang
diberikan dan berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya
sebagai plasma volume expander yang besar dengan toksisitas
yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi maka Penta starch
dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada penderita gawat.
C. Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat
molekul rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen
binatang.Ada 3 macam gelatin, yaitu:
a. Modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
b. Urea linked gelatin
c. Oxypoly gelatin
14
Untuk penggantian problem-problem preoperatif, seperti misalnya dehidrasi dan
asidosis metabolik, maka larutan isotonic dcngan elektrolit yang seimbang pada
umumnya merupakan larutan yang paling reliabel.1,6 Kehilangan cairan melalui
intestinal termasuk karena diare, terkecuali karena pilorus, dapat digantikan
dengan menggunakan RL. Sedangkan, kehilangan cairan ruang ke-tiga pada
umumnya.digantikan dengan menggunakan saline atau bolus RL; misalnya hidrasi
preoperasi atas indikasi appendicitis.1,6
Selama operasi, sebagaian besar anak-anak dapat diberikan cairan tanpa dektrosa.
Pada bayi dan anak yang lebih muda, pemberian caiaran yang mengandung
dektrose 5% harus dihindari, namun caiaran yang mengandung dekstrosa 1% atau
2% dalam larutan ringer dapat diberikan.1,4
Neonatus berusia sampai 48 jam harus diberikan dekstrosa selama operasi. Hal ini
dikarenakan bayi baru lahir mempunyai cadangan glikogen yang rendah dan
keterbatasan kemampuan glukoneogenesis, sehingga neonatus berusia kurang dari
2 hari menjadi rentan terhadap hipoglikemi.1,4
Pada masa pasca operatif, kehilangan caiaran yang barlangsung terus melalui
pipa nasogastrik atau drain harus diganti dengan cairan isotonus. Kehilangan
tersebut harus diukur tiap jam dan diganti dengan cairan tiap 2- 4 jam tergantung
dari jumlah yang keluar.
KESIMPULAN
15
Sebagian besar tubuh manusia terdiri dari cairan, jadi bilamana terjadi
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit maka tubuh akan mengalami gangguan
secara fisiologis beberapa organ misalnya : ginjal, jantung dan lain-lain. Oleh
sebab itu keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh perlu dipertahankan agar tidak
terjadi dehidrasi yang akan mengakibatkan komplikasi lebih lanjut.
Dan sebagai seorang tenaga mediskita harus dapat menentukan penyebab dari
kehilangan cairan yang terjadi serta seberapa besar kehilangan cairan. Berbagai
rumus telah diajukan untuk menghitung kebutuhan cairan dan elektrolit selama
periode perioperative.Dan juga harus mengetahui pemilihan cairan yang tepat
pada setiap kondisi.
DAFTAR PUSTAKA
16
4. Cunningham MD et al.Fluid and electrolytes In: Neonatology management
5th edition. New York: McGraw-Hill.2004;69-75
5. Morgan GE, Mikhail M.Fluid management&transfusion In Clinical
anesthesiology.New York: McGraw-Hill. 2006; 691-701
6. Morgan GE.Pediatric anesthesia inclinical anesthesiology. New York:Mc
graw- hill.2006;935-7
7. Ambalavanan N;Fluid,electrolyte and nutrition management of the
newbornAvalaible at pediatrics.aapublication.org/cg. Diunduh tanggal 3
November 2013
8. Hariadi,Mohammad. Terapi cairan pada kegawat daruratan anak. 2009.
avalaible at http://www.scribd.com/doc/178088181/Terapi-Cairan-Pada-
Kegawat-Daruratan-Anak. Diunduh tanggal 3 November 2013
9. Hartanto, Widya. Terapi Cairan Dan Elektrolit Perioperatif. Bandung:
Bagian Farmakologi Klinik Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran. 2007. Avalaible at
http://www.scribd.com/doc/125754480/Cairan-Dan-Elektrolit-
Perioperatif .Diunduh tanggal 3 November 2013
17