b. Jatuh
Menurut KBBI, jatuh didefinisikan sebagai (terlepas) turun atau
meluncur ke bawah dengan cepat karena gravitasi bumi, baik
ketika masih di gerakan turun maupun sesudah sampai ke
tanah.
c. Kekerasan
Menurut KBBI, kekerasan didefinisikan sebagai suatu perihal
atau perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan
cedera atau matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan
fisik pada barang atau orang lain (secara paksaan).
Lesi Intrakranium
Dapat digolongkan menjadi :
- Lesi Fokal
a. Perdarahan Epidural
Perdarahan Epidural adalah akumulasi darah di atas
durameter dan biasannya terjadi secara akut. Gejala yang
dapat dijumpai adalah adanya suatu lucid interval (masa
sadar setelah pingsan sehingga kesadaran menurun lagi),
tensi yang semakin bertambah tinggi, nadi yang semakin
bertambah tinggi, nadi yang semakin bertambah lambat,
hemiparesis, dan terjadi anisokori pupil.
b. Perdarahan Subdural
Perdarahan Subdural adalah akumulasi darah dibawah
durameter tetapi diatas membran araknoid yang bisa
terjadi secara cepat (Hematoma subdural akut), secara
lambat (Hematoma subdural subakut) dan terjadi pada
lansia serta peminum alkohol yang terjadi secara lambat
tanpa menunjukan gejala sampai ia membesar
(Hematoma Kronis).
c. Perdarahan Intrakranial
Perdarahan Intrakranial adalah perdarahan yang terjadi di
jaringan otak karena pecahnya arteri yang besar dalam
otak Gejala-gejala yang ditemukan adalah :
Hemiplegi, Papilledema serta gejala-gejala lain dari
tekanan intrakranium yang meningkat. Arteriografi
karotius dapat memperlihatkan suatu peranjakan dari
arteri perikalosa ke sisi kontralateral serta gambaran
cabang-cabang arteri serebri media yang tidak normal.
Menurut Brunner & Suddarth (2010) tanda dan gejala pasien yang
mengalami cedera kepala adalah :
Penurunan tingkat kesadaran.
Konfusi/kebingunan
Kelainan pada pupil (terjadi perubahan bentuk, ukuran dan
respon terhadap cahaya).
Tidak ada reflex gag.
Tidak ada reflex kornea.
Perubahan tanda-tanda vital (pola pernafasan berubah, tekanan
darah tinggi, bradikardi, takikardi, hipotermia atau hipertermia).
Disfungsi sensorik.
Sakit kepala.
Gangguan pendengaran dan penglihatan.
Vertigo.
b. Peningkatan TIK
Tekanan intracranial dinilai berbahaya jika peningkatan hingga
15 mmHg, dan herniasi dapat terjadi pada tekanan diatas 25
mmHg. Tekanan darah yang mengalir dalam otak disebut
sebagai tekan perfusi cererebral. Yang merupakan komplikasi
serius dengan akibat herniasi dengan gagal pernafasan dan
gagal jantung serta kematian.
c. Kejang
Kejang terjadikira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama
fase akut. Perawat harus membuat persiapan terhadap
kemungkinan kejang dengan menyediakan spatel lidah yang
diberi bantalan atau jalan nafas oral disamping tempat tidur
klien, juga peralatan penghisap. Selama kejang, perawat harus
memfokuskan pada upaya mempertahankan, jalan nafas paten
dan mencegah cedera lanjut. Salah satunya tindakan medis untu
kmengatasi kejang adalah pemberian obat, diazepam
merupakan obat yang paling banyak digunakan dan diberikan
secara perlahan secara intavena.Hati-hati terhadap efek pada
system pernafasan,pantau selama pemberian diazepam,
frekuensi dan irama pernafasan.
e. Infeksi
Faktur tengkorak atau luka terbuka dapat merobekan membran
(meningen) sehingga kuman dapat masuk. Infeksi meningen
inibiasanya berbahaya karena keadaan ini memiliki potensial
untuk menyebar ke system saraf yang lain. Seperti Meningitis
(radang selaput otak) dan Encephalitis (radangotak)
f. Perdarahan Subarakhnoid
Insidennya bervariasi 14,3% hingga 40% dan semakin
meningkat mengikuti angka kejadian kecelakaan kendaraan
bermotor. Dalam keadaan normal rongga ini terisi oleh cairan
serebrospinal yang jernih dan tidak berwarna serta jaringan
penunjang pada trabekula.
g. Koma
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut
coma. Pada situasi ini, secara khas berlangsung hanya beberapa
hari atau minggu, setelah masa ini penderita akan terbangun,
sedangkan beberapa kasus lainya memasuki vegetative state
atau mati penderita pada masa vegetative state sering
membuka matanya dan mengerakkannya, menjerit atau
menunjukan respon reflek. Walaupun demikian penderita masih
tidak sadar dan tidak menyadari lingkungan sekitarnya. Keadaan
ini dapat berkembang menjadi
h. Kerusakan
Cedera pada basis tengkorak dapat menyebabkan kerusakan
pada nervus facialis. Sehingga terjadi paralysis dari otot-otot
facialis atau kerusakan dari saraf untuk pergerakan bola mata
yang menyebabkan terjadinya penglihatan ganda.
Pemeriksaan Diagnostik
Pada pemerikasaan neurologis respon pupil, pergerakan mata,
pergerakan wajah,
respon sensorik dan pemeriksaan terhadap nervus cranial perlu
dilakukan. Pupil
pada penderita cedera kepala tidak berdilatasi pada keadaan akut,
jadi jika terjadi perubahan dari pupil dapat dijadikan sebagai tanda
awal terjadinya herniasi otak. Kekuatan dan simetris dari letak
anggota gerak ekstrimitas dapat dijadikan dasar untuk mencari
tanda gangguan otak dan medula spinalis. Respon sensorik dapat
dijadikan dasar menentukan tingkat kesadaran dengan memberikan
rangsangan pada kulit penderita.
Respon Motorik
a) Mengikuti perintah 6
b) Dengan rangsangan nyeri, dapat mengetahui tempat
rangsangan 5
c) Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan 4
d) Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal 3
e) Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi ekstensi abnormal
2
f) Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi 1
Immediate CT scan
Indikasi :
1. Pasien dengan koma, GCS 8
2. Pasien depresi dengan level kesadaran GCS 9 13 (scull
fracture)
3. Pasien dengan kondisi yang semakin buruk dengan
mengarah ke kondisi koma
Urgent CT scan
Indikasi :
1. Pasien disorientasi dengan GCS 14-15(scull fracture)
2. Pasien dengan tanda neurologi abnormal bersamaan
dengan scull fracture
3. Pasien depresi dengan GCS 9 13 dengan defisit
neurologi fokal.
b. X Ray
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (faktur
pergeseran struktur dan garis tengah (karena perdarahan
edema dan adanya fragmen tulang).
d. Angiography
Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti pergeseran
jaringan otak akibat edema, perdarahan dan trauma.
e. EEG
Memperlihatkan keberadaan/ perkembangan gelombang.
9. Penatalaksanaan Medis
a. Survei Primer
Jalan napas. Memaksimalkan oksigenasi dan ventilasi. Daerah
tulang servikal harus dimobilisasi dalm posisi netral
menggunakan stiffneck, head block, dan diikat pada las yang
kaku pada kecurigaan fraktur servikal.
Pernapasan. Pernapasan dinilai dengan menghitung laju
pernapasan, memperhatikan kesimetrisan gerakan dinding
dada, penggunaan otot-otot pernapasan tambahan, dan
auskultasi bunyi napas di kedua aksila.
Sirkulasi. Resusitasi cairan intravena, yaitu cairan isotonik
seperti Ringer Laktat atau Normal Saline (20 ml/kgBB) jika
pasien syok, transfusi darah 10-15 ml/kgBB harus
dipertimbangkan.
Defisit neurologis. Status neurologis dinilai dengan menilai
tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil. Tingkat
kesadaran dapat diklasifikasikan menggunakan GCS.
Anak dengan kelainan neurologis yang berat, seperti anak
dengan nilai GCS 8, harus diintubasi.
Hiperventilasi, menurunkan pCO2 dengan target 35-40
mmHg.
Penggunaan manitol dapat menurunkan tekanan intrakranial.
Kontrol pemaparan/lingkungan. Semua pakaian harus dilepas
sehingga semu luka dapat terlihat. Anak2 sering datang
dengan keadaan hipotermi sehingga lingkungan harus
dimodifikasi misalnya pemberian selimut atau pemberian
cairan intravena (yang telah dihangatkan sampai 39 C).
b. Survei Sekunder
Observasi ketat pada jam-jam pertama sejak kejadian cedera.
Bila pasien dipastikan tidak memiliki masalah dengan jalan
napas, pernapsan, dan sirkulasi darah, maka tindakan
selanjutnya adalah penanganan luka disertai observasi tanda
vital dan defisit neurologis.
Pemakaian penyangga leher diindikasikan jika:
Cedera kepala berat, terdapat fraktur klavikula dan jejas di
leher
Nyeri pada leher atau kekakuan pada leher
Rasa baal pada leher
Gangguan keseimbangan atau berjalan
Kelemahan umum
Indikasi bedah:
Indikasi bedah pada perdarahan epidural (EDH):
o EDH simtomatik
o EDH asimtomatik akut berukuran paling tebal > 1cm
o EDH pada pasien pediatri
BAB I
LATAR BELAKANG
A. Latar Belakang
Cidera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak.
Cidera kepala paling sering dan penyakit neurologis yang paling
serius diantara penyakit neurologi, dan merupakan proposi
epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya. Diperkiran
100.000 orang meninggal setiap tahunnya akibat cidera kepala,
dan lebih dari 700.000 mengalami cukup berat yang
memerlukan perawatan dirumah sakit. Pada kelompok ini,
antara 50.000 dan 90.000 orang tiap tahun mengalami
penurunan intektual atau tingkah laku yang menghambat
kembalinya mereka menuju kehidupan normal. Dua per tiga dari
kasusu ini berusia dibawah 30 tahun, dengan jumlah laki-laki
lebih banyak dari wanita. Adanya kadar alcohol dalam darah
dideteksi lebih dari 50 % pasien cidera kepala yang diterapi
diruang darurat. Lebih dari setengah semua pasien cidera kepala
berat mempunyai signifikansi terhadap cidera bagian tubuh
lainnya. Adanya syock hipovolemia pada pasien cidera kepala
biasanya karena cidera bagian tubuh lainnya.
Resiko utama pasien yang mengalami cidera kepala adalah
kerusakan otak akibat perdarah atau pembengkakan otak
sebagai respon terhadap cidera dan menyebabkan peningkatan
tekanan intracranial ( Suzanne C. Smletzer, 2001. Hal 2001).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas semester pendek FP
Neuro 2013. Diharapkan setelah membaca makalah ini
mahasiswa dapat mengetahui lebih dalam tentang fundamental
patologi cedera kepala.
2. Tujuan Khusus
Diharapkan setelah membaca makalah ini, pembaca dapat
mengetahui definisi, etiologi, factor risiko, klasifikasi,
patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan
diagnostic, dan penatalaksanaan medis cidera kepala dari
beberapa teori yang ada.
Oleh:
NIM: 140070300011128
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015