DI SUSUN OLEH:
ANISA PRATIWI
NIM. P 12 068
DI SUSUN OLEH:
ANISA PRATIWI
NIM. P 12 068
i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
ANISA PRATIWI
NIM . P 12 068
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
NIM : P. 12 068
Surakarta
Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi
Di tetapkan di :
Hari/ Tanggal :
NIM. 201289111
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di : Surakarta
Hari/ Tanggal : Jumat, 19 juni 2015
DEWAN PENGUJI
Mengetahui,
Ketua Program Studi DIII Keperawtan
STIKES Kusuma Husada Surakarta
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul Pemberian Metode Kangaroo Mother Care (KMC)
Terhadap Kestabilan Suhu Tubuh BBLR pada Asuhan Keperawatan By.Ny Y di
Ruang HCU Neonatus Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi Surakarta.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat:
1. Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns.,M.Kep. selaku Ketua Program Studi DIII
keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu
di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2. Meri Oktariani, S.Kep.,Ns.,M.Kep. selaku Sekretaris Program Studi DIII
keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu
di Stikes Kusuma Husada.
3. Amalia Senja, S.Kep.,Ns. selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai
penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-
masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi
demi sempurnanya studi kasus ini.
4. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.
5. Kedua orang tua kami, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan
semangat untuk menyelesaikan pendidikan.
6. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma
Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-
persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.
v
Semoga laporan studi ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan
dan kesehatan. Amin.
Surakarta, 2015
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
PERNYATAAN TIDAK PELAGIATISME ............................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xi
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Tujuan Penulisan ...................................................................... 5
C. Manfaat Penulisan .................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori .......................................................................... 7
1. Konsep Berat Lahir Rendah (BBLR) ................................... 7
2. Asuhan Keperawatan pada BBLR ....................................... 13
3. Hipotermi ............................................................................. 26
4. Perawatan Metode Kangguru atau Kangaroo Mother Care
(KMC) ...................................................................................... 30
B. Kerangka Teori ......................................................................... 36
C. Kerangka Konsep .................................................................... 37
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset ............................................................... 38
B. Tempat dan Waktu ................................................................... 38
C. Media dan Alat yang Digunakan .............................................. 38
D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset ....................... 39
E. Alat Ukur Evaluasi dari Aplikasi Tindakan dari Riset ............. 42
vii
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Identitas klien ........................................................................... 44
B. Pengkajian ............................................................................... 45
C. Perawatan Sosial ...................................................................... 48
D. Perumusan Masalah Keperawatan ........................................... 50
E. Perencanaan ............................................................................. 52
F. Implementasi ........................................................................... 54
G. Evaluasi ................................................................................... 63
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian ............................................................................... 69
B. Perumusan masalah keperawatan ............................................ 72
C. Perencanaan ............................................................................. 76
D. Implementasi ........................................................................... 81
E. Evaluasi ................................................................................... 97
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................ 106
B. Saran ......................................................................................... 109
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 6 : Pendelegasian
Lampiran 7 : Jurnal
Lampiran 11 : Leaflet
xi
BAB 1
PENDAHULUAN
dihadapi pada perawatan yang bayi baru lahir. Angka prevalensi BBLR
seluruh kelahiran didunia dengan batasan 3,3% - 3,8% dan lebih sering terjadi
Prevalensi BBLR tahun 2013 adalah sebesar 10,2% di dunia. Angka kematian
bayi telah terjadi peningkatan dari tahun 2005 sebesar 260 orang sedangkan
pada tahun 2006 sebesar 273 orang terjadi peningkatan 0,9% sekitar sepertiga
dari jumlah BBLR ini meninggal sebelum stabil atau dalam 12 jam pertama
kehidupan bayi.
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, dari jumlah bayi yang diketahui
penimbangan berat badannya waktu lahir 11,5% lahir dengan berat badan
<2500 gram atau BBLR jika dilihat dari jenis kelamin, presentase BBLR
1
2
Setiap tahun di dunia diperkirakan lahir sekitar 20 juta bayi berat lahir
neonatorum cukup tinggi 13- 50 % dari angka kematian bayi baru lahir.
Salah satu penyebab bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah lahir
kurang bulan (prematur). Jumlah bayi berat lahir rendah (BBLR) di Jawa
pada tahun 2013 terjadi 817 kasus kelahiran BBLR, pada tahun 2014 terjadi
Hal ini disebabkan karena tipisnya lemak subkutan pada bayi sehingga sangat
hampir semua mekanisme ini terjadi melalui pusat pengaturan suhu yang
Pada bayi baru lahir pusat pengaturan suhu tubuhnya belum berfungsi
lingkungan ekstra uterin yang relatif lebih dingin. Hal tersebut menyebabkan
atau penguapan cairan ketuban pada kulit bayi yang tidak segera dikeringkan.
Perawatan pada bayi berat lahir rendah atau bayi prematur sifatnya
sangat kompleks. Pada umumnya bayi prematur dan mempunyai berat badan
lahir rendah dirawat dalam inkubator. Bayi perlu dirawat di inkubator, bayi
namun juga memberi banyak keuntungan yang tidak bisa diberikan oleh
perawatan inkubator (Suradi & Yanuarso, 1996 dalam Perinansia, 2008, cit
Syamsu, 2013)
4
tubuh bayi, stabilitas denyut jantung dan pernafasan, perilaku bayi lebih baik,
kenaikan berat badan bayi lebih baik,waktu tidur bayi lebih lama, hubungan
lekat bayi- ibu lebih baik dan akan mengurangi terjadinya infeksi pada bayi
Care (KMC) merupakan salah satu solusi pencegahan hipotermi pada BBLR.
Prinsipnya skin to skin contact yaitu perpindahan panas secara konduksi dari
ibu ke bayi sehingga bayi tetap hangat. Suhu tubuh ibu merupakan sumber
panas yang efisien dan murah, dapat memberikan lingkungan hangat pada
bayi, juga meningkatkan hubungan ibu dengan bayinya (Sri angriani, dkk
2014)
cukup tinggi maka metode kangaroo mother care (KMC) sangat dibutuhkan
RS orang tua atau ibu belum percaya dengan manfaat yang ditumbulkan
pada BBLR penulis harus melakukan edukasi mengenai KMC sebab orang
tua belum mengatahui keuntungan dan pentingnya KMC untuk BBLR, selain
5
itu orang tua takut karena perawatan KMC dilakukan perawatan bayinya di
RS semakin lama.
pada BBLR sebab BBLR lebih sering mengalami hipotermia karena BBLR
mudah kehilangan panas karena lemak di dalam kulit sedikit dan tipis.
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
HCU Neonatus.
2. Tujuan khusus
C. Manfaat penulisan
BBLR.
2. Bagi pendidik
dengan pemberian metode kanguru pada pasien berat bayi lahir rendah
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan teori
a. Pengertian BBLR
Bayi berat badan lahir rendah adalah bayi dengan berat badan
lahir kurang dari 2500 gram (Arif & Weni, 2009). Bayi berat lahir
Bayi BBLR adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari
2010).
dengan berat badan lahir sangat rendah (BBLSR) yaitu dengan berat
lahir 1000-1500 gram dan berat badan lahir amat sangat rendah
(2011), semua bayi yang lahir dengan berat samaatau kurang dari
7
8
b. Klasifikasi BBLR
a) Bayi berat lahir rendah (BBLR) berat lahir 1500 2500 gram
1500 gram
c. Patofisiologi
lebih besar.
besar.
d. Penyebab BBLR
Faktor ibu yang lain adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta
1) Faktor ibu
a) Penyakit:
b) Usia ibu:
c) Keadaan social:
2) Faktor janin
a) Hidramnion
b) Kelahiran ganda
c) Kelahiran kromosom
3) Faktor lingkungan
b) Radiasi
c) Zat-zat racun
(Pantiawati, 2010).
11
berikut :
3) Kepala bayi lebih besar dari badan, rambut kepala tipis dan halus,
kelihatan.
yang mungkin timbul menurut Atikah & Cahyo, (2010) sebagi berikut:
1) Gangguan metabolik
a) Hipotermia
b) Hipoglikemia
c) Hiperglikemia
2) Gangguan imunitas
3) Gangguan pernafasan
Pemeriksaan Skor
0 1 2
Keterangan:
Total Diagnosis
g. Perawatan BBLR
3) Pengawasan nutrisi/ASI.
4) Penimbangan ketat.
a. Pengkajian
berikut:
2) Kuku jari tangan dan kaki belum mencapai ujung jari,pada bayi
bayi tidak menangis, bayi lebih banyak tidur dan lebih malas,
sama dengan atau kurang dari 33 cm, lingkar dada sama dengan
14) Tonus otot lemah sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya
lemah.
15) Fungsi saraf yang belum atau tidak efektif dan tangisnya lemak.
17) Verniks kaseose tidak ada atau sedikit bila ada (Atikah, 2010).
Pemeriksaan
1) Fisik
tangis lemah.
e) Mudah tersedak.
2) Syaraf
3) Muskuloskeletal
4) Sistem Pernapasan
b. Diagnosa Keperawatan
neurologis.
c. Rencana Keperawatan
neurologis.
a) Kriteria hasil :
pussed lips)
nadi, pernafasan)
b) NOC
c) NIC
Airway Management
(1) Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw
nafas bantuan
keseimbangan
Oxygen Therapy
aktivitass
a) Kriteria hasil
b) NOC
(1) Thermoregulation
c) NIC
Temperature rgulation
kehangatan tubuh
panas
diberikan
aktivitas
a) Kriteria hasil
menelan
b) NOC
c) NIC
Nutrition Management
harian
dibutuhkan
Nutrition Monitoring
dilakukan
makan
Ht
a) kriteria hasil
abnormal)
b) NOC
c) NIC
Airway suction
suctioning
suctioning
a) Kriteria hasil
infeksi
b) NOC
c) NIC
alat
pasien
dan istirahat
3. Hipotermi
yang sangat penting dan menantang dalam perawatan BBL. Banyak faktor
lingkungan rendah, permukaan yang dingin atau basah) atau bayi dalam
(Debora, 2013).
27
1) Pengertian hipotermi
2) Etiologi
panas:
28
benda-benda tersebut.
tubuh lebih rendah dan suhu tubuh bayi. Bayi bisa kehilangan
langsung)
c. BBLR.
e. Asfiksia, hipoksia
Tanda dan gejala hipotermia menurut Sudarti & Cahyo, (2013) sebagai
berikut :
a. Vasokontriksi perifer
2) Perfusi menurun
c. Penurunan metabolisme
1) Distress, takipnea
Tanda-tanda kronis
37,50C
Batas Normal
36,50c
Setres Dingin Perlu Perhatian
36,00c
32,00c
Hipotermia Berat Prognosis buruk butuh
tenaga terlatih
KMC adalah kontak kulit diantara ibu dan bayi secara dini,
(Yongky dkk, 2012). Salah satu cara untuk mengurangi kesakitan dan
atau perawatan bayi lekat yang ditemukan sejak tahun 1983. PMK
31
adalah perawatan bayi baru lahir dengan melekatkan bayi di dada ibu
(kontak kulit bayi dan kulit ibu) sehingga suhu tubuh bayi tetap
dibawa kemana saja setiap saat tanpa interupsi (Desmawati, 2011 cit
Rahmayanti, 2011)
Pertama, secara terus menerus dalam 24 jam atau dengan cara selang
diketahui tentang proses kehilangan panas pada bayi baru lahir. Pada
tubuh).
udara.
bayi cepat naik, stimulasi dini, kasih sayang, mengurangi biaya rumah
(KMC) yaitu ikatan emosional ibu dan bayi, posisi bayi tegak akan
33
incubator,
waspada,
kejadian infeksi,
bayinya.
> 8hari),
5) Ibu, suami atau pengganti ibu lainnya sehat dan mampu serta
(perlekatan lebih dari satu jam per hari) dilakukan saat ibu
oksigen).
2) KMC kontinu yaitu KMC dengan jangka waktu yang lebih lama
B. Kerangka teori
Etiologi
BBLR
C. Kerangka konsep
Subjek yang digunakan dalam aplikasi riset ini adalah pasien dengan
tanggal 17 maret 2015 pada jam 08.30 dilakukan selama 2,5 jam dan
1. Waslap
3. Tutup kepala
4. Popok
6. Kaos kaki
7. Termometer
38
39
Posisi bayi
Beri bayi pakaian, beri topi , popok dan kaus kaki yang telah dihangatkan
lebih dahulu kemudian letakkan bayi di dada ibu. Letakkan bayi diantara
payudara dengan posisi tegak atau vertikal, dada bayi menempel pada pada
ibu. Posisi ibu dijaga dengan kain panjang atau pengikat lainnya. Kepala bayi
dipalingkan kesisi kanan atau kiri, dengan posisi sedikit tengadah (ekstensi).
Ujung pengikat tepat berada dibawah kuping bayi. Tungkai bayi haruslah
dalam posisi kodok, tangan harus dalam posisi fleksi. Ikatkan kain dengan
kuat agar saat ibu bangun dari duduk, bayi tidak tergelincir.Pastikan juga
bahwa ikatan yang kuat dari kain tersebut menutupi dada si bayi. Perut bayi
Dengan cara ini ibu dapat melakukan pernafasan perut (Rahmayanti, 2011).
5. Letakkan bayi di dada ibu, dengan posisi tegak langsung ke kulit ibu dan
pastikan kepala bayi sudah terfiksasi pada dada ibu. Posisikan bayi
dengan siku dan tungkai tertekuk, kepala dan dada bayi terletak di dada
6. Dapat pula ibu memakai baju dengan ukuran besar, dan bayi diletakkan
7. Setelah posisi bayi baik, baju kanguru diikat untuk menyangga bayi.
bayinya dalam posisi tegak lurus di dada ibu (skin to skin contact) seperti
kanguru.
punggung bayi.
2. Topang bagian bawah rahang bayi dengan ibu jari dan jari-jari lainnya
agar kepala bayi tidak tertekuk dan tak menutupi saluran nafas ketika
bersifat neurotoksik. Selain itu, walaupun suhu rektal paling mendekati suhu
tubuh, namun suhu rektal tidak dapat dipercaya pada pasien kritis karena
akan dijelaskan secara lebih rinci (Philip jevon &Beverley ewens, 2008).
cairan yang diingesti dan oleh aktivitas otot pengunyah (Dougherty & Listen,
2004). Selain itu laju pernafasan > 18 kali per menit akan menurunkan nilai
Aksila merupakan rute alternatif untuk pemantauan suhu jika rute oral
yang akurat dan dapat dipercaya karena lokasinya tidak terletak dekat dengan
pembuluh darah besar dan suhu permukaan kulit dapat dipengaruhi oleh
lingkungan. Jika menggunakan rute aksila, maka strip harus ditempatkan pada
43
pusat lipat ketiak dengan posisi lengan pasien dirapatkan dengan kuat di
samping dada. Karena suhu dapat bervariasi pada kedua lengan, maka pada
pengukuran suhu harus dilakukan pada lokasi yang sama (Philip jevan &
selanjutnya harus dilakukan secara konsisten pada tempat yang sama, karena
LAPORAN KASUS
pada By.Ny. Y dengan BBLR di Ruang HCU Neonatus Mawar 1 RSUD Dr.
Moewardi Surakarta. Klien lahir pada tanggal 14 maret 2015 jam 05.10 WIB dan
dilakukan pengkajian pada tanggal 15 maret 2015 jam 08.00 WIB. Pengkajian
Pengkajian dilakukan melalui observasi, dan data sekunder, catatan medis, dan
catatan keperawatan.
A. Identitas paien
1. Identitas klien
maret 2015, tanggal dirawat 14 maret 2015, diangnosa medis BBLR, nama
orang tua Tn. I, berumur 31 tahun, pendidikan terahir Tn.I SLTP, bekerja
2. Riwayat bayi
Hasil pengkajian tentang riwayat bayi, dari penilaian apgar skor warna
kulit bayi merah muda dan tidak ada sianosis, denyut jantung 150x/menit,
ketika distimulus bayi meringis dan menangis tapi lemah, tonus otot bayi
44
45
lemah dan pergerakan sedikit, pernafasan bayi lemah 28x/menit. Bayi lahir
2200 gram, lingkar kepala 32 cm, lingkar lengan atas 10 cm, lingkar dada
pecah dini selama lebih dari 24 jam. Nilai apgar skor yaitu A2P2G1A0R1.
3. Riwayat ibu
Riwayat ibu berusia 29 tahun sudah melahirkan 3 anak dan saat ini
melahirkan anak yang ketiga tanpa abortus G3P3A0. Jenis persalinan dari
kehamilan lebih dari hari perkiraan lahir atau HPL, anak yang kedua
B. Pengkajian
Pengkajian fisik neonatus antara lain reflek moro ada terjadi abduksi
sendi bahu dan ekstensi lengan tapi masih lemah, reflek menghisap lemah
tapi bayi mampu membuka mulut atau mencari puting saat ibu akan
menyusui dan menggenggam klien masih terlihat lemah, kepala bayi mampu
memutar kearah berlawanan saat diberi reflek tahanan tapi masih lemah, mata
pergerakkan bayi kurang aktif. Dari pengkajian kepala atau leher ubun-ubun
klien lunak sutura sagitalis tepat gambaran wajah simetris, tidak ada tulang
diakibatkan tekanan dari rahim dinding vagina, tidak ada pembengkakan pada
periosteum. Mata bersih kanan dan kiri simetris jarak interkantus 3 cm sclera
ikterus, reflek cahaya positif. Telinga kanan kiri simetris, daun telinga elastis,
lubang kanan kiri ada dan tidak ada cairan yang keluar dari lubang telinga.
Hidung simetris antara kanan dan kiri dan lubang hidung ada. Mulut klien
simetris antara atas dan bawah, warna bibir merah muda, membran mukosa
bibir klien lembab dan tidak ada kelainan pada mulut klien seperti bibir
sumbing.
30 cm, kulit abdomen lunak dan tipis tidak ada jejas, pembulu darah terlihat,
umbilikus tidak menonjol masih terdapat tali pusat, warna kulit merah, ada
retraksi atau otot bantu pernafasan, lingkat dada 30 cm, toraks tidak ada jejas
dinding toraks elastis, puting susu belum terbentuk, tidak ada suara
tambahan, gerakkan dinding dada kanan dan kiri sama, tidak ada suara
tambahan.
Pengkajian paru-paru suara nafas kanan kiri sama dan suara nafas
nafas pasien didapat nilai 1 dan pasien mengalami sesak nafas ringan,
sinus frekuensi 150 x/menit dan tidak ada suara murmur. Nadi perifer brakial
atas dan bawah saat diberi rangsangan lemah atau pergerakan pasif, jari-jari
kaki tangan lengkap, dan garis telapak kaki sedikit. Umbilikus bersih tidak
ada cairan, tali pusat ada berwarna putih ujung tali pusat dijepit dengan
mayora dan labia minora. Anus bersih dan paten. Kulit klien berwarna merah
muda tidak terdapat sianosis atau kemerahan dan tidak ada tanda lahir.
Terdapat kemerahan pada daerah yang terkena popok. Turgor kulit elastis dan
terdapat lanugo ada disekitar wajah dan lengan atas. Suhu inkubator 33,30C.
48
C. Riwayat sosial
Riwayat sosial keluarga klien adalah anak ketiga dari tiga bersaudara.
Tinggal satu rumah dengan ayah, ibu dan kakak. Didalam keluarga By.Ny Y
tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit menurun seperti DM, hipertensi.
Ny. Y (29th)
Tn.A
(33th)
By. Ny. Y
(1 hari)
Keterangan :
: Laki laki
: Perempuan
: Meninggal
: Pasien
: Garis pernikahan
: Garis keturunan
49
indonesia, suku jawa, budaya jawa. Hubungan orang tua dan bayi sangat baik
kontak mata. Orang terdekat yang dapat dihubungi semua saudara karena
semua sudara baik dan suka membantu kedua orang tua klien. Orang tua
sangat berespon terhadap penyakit yang diderita anggota keluarga, ibu klien
mengatakan bahwa sehat itu sangat penting dan mahal harganya, saat ada
anggota keluarga yang sakit selalu dibawa atau diperiksakan kepusat layanan
Orang tua klien sangat berespon terhadap hospitalisasi, kalau ada salah satu
anggota keluarga yang sakit di rawat di rumah sakit dan berusaha memberi
caesaria dengan berat badan 2300 gram dan riwayat imunisasi lengkap. Anak
kedua dengan riwayat kelahiran normal/spontan berat bdan lahir 2500 gram
normal, eritrosit 4.52 juta/ul (3.70-6.50) normal, MCV 113.9 /um (80.0-96.0)
tinggi, MCH 37.2 pg (28.0-33.0) tinggi, MCHC 32.6 g/dl (33.0-360) normal,
AGLUTINASI.
golongan penisilin, fungsi untuk infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram
positif/ gram negatif untuk infeksi saluran pernafasan, infeksi akut kelamin
wanita.
WIB diperoleh data subyektif klien tidak terkaji. Data obyektif, respirasi
neurologi (00032).
Jam 08.05 WIB diperoleh data subyektif klien tidak terkaji. Data
obyektif yang didapat suhu tubuh 34,50C, akral dingin, badan tampak
menggigil, klien tampak gelisah dan kulit tampak pucat. Berdasarkan analisa
51
anaknya tidak mau menghisap puting susu ibu anak hanya mampu membuka
mulut saja. Data obyektif yang didapat reflek hisap klien lemah, klien tidak
mampu mempertahankan menghisap yang efektif, dan psien tampak pasif dan
(00107).
Jam 08.15 WIB diperoleh data subyektif klien tidak terkaji, obyektif
18.4 ribu/ul, kulit klien tipis. Berdasarkan analisa data diatas dirumuskan
E. Perencanaan
batas normal 25-60 x/menit, tidak menggunakan alat bantu pernafasan, tidak
pertama observasi vital sign dan pola nafas abnormal, pertahankan jalan nafas
teratasi dalam batas normal dengan kriteria hasil suhu tubuh dalam batas
normal 36,50C 370C, pasien tidak kehilangan panas, akral hangat,suhu tubuh
dalam rentang yang diharapkan, perubahan warna kulit tidak ada, tidak ada
keperawatan yang kedua yaitu observasi vital sign, atur suhu tubuh tetap
hangat (lakukan tehnik KMC) dan berikan pakaian yang hangat, kering,
inkubator.
keperawatan yang ketiga yaitu kaji dan evaluasi kemampuan bayi untuk
BBLR.
infeksi dengan kriteria hasil, klien terbebas dari tanda gejala infeksi, jumlah
keempat yaitu observasi tanda dan gejala infeksi, pastikan semua alat yang
digunakan klien dalam keadaan bersih, cuci tangan sebelum dan setelah
F. Implementasi
jam 08.00 WIB mengkaji pola nafas pasien dengan respon subyektif klien
tidak terkaji, respon obyektif pasien tampak menggunakan alat bantu nafas
pemakaian alat bantu pernafasan dengan respon subyektif klien tidak terkaji,
Pada hari kedua tanggal 16 maret 2015 jam 07.45 WIB, penulis
paru sama kanan kiri, tampak otot bantu pernafasan tidak ada. Jam 07.50 WIB
pemasangan alat bantu nafas dengan respon subjektif klien tidak terkaji,
Pada hari ketiga tanggal 17 maret 2015 jam 08.00 WIB penulis
respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif RR 48x/menit, tidak ada
pernafasan nasal kanul, pasien tampak tenang. Jam 13.10 WIB pasien
mengkaji tanda tanda vital dan pola nafas dengan respon subjektif klien tidak
bantu pernafasan nasal kanul, tidak ada pernafasan cuping hidung, suhu 370C,
Pada hari pertama tanggal 15 maret 2015 jam 08.15 WIB penulis
respon subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif, suhu tubuh paien 34,50C,
akral dingin, kulit pasien tampak pucat, pasien tampak menggigil, SpO2 91,
HR 135x/menit. Pada jam 08.25 WIB penulis memakaikan topi dan sarung
56
tangan hangat dengan respon subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif
pasien terlihat lebih nyaman dan mengigil sedikit berkurang. Pada jam 08.35
respon subyektif ibu pasien mengatakan bersedia dan setuju diberi pendidikan
baru dan melaksanakan KMC, respon obyektif ibu pasien tampak kooperatif
melakukan KMC, pasien tampak tenang saat dilakukan tehnik KMC. Pada jam
dengan respon subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif suhu tubuh klien
36,60C BB lahir 2200 gram lalu mengalami penurunan berat badan menjadi
BB 2100 gram, teraba akral hangat, pasien tampak tidak menggigil. Pada jam
11.30 WIB penulis mengatur suhu inkubator dengan respon subyektif klien
sebagi berikut: jam 08.30 WIB penulis mengobservasi tanda-tanda vital dan
respon objektif suhu tubuh pasien 35,70C, akral dingin, pasien tampak
WIB penulis memakaikan topi, kaos kaki dan selimut hangat dengan respon
subjektif klien tidak terkaji, respon objektif pasien tampak lebih hangat dan
lebih nyaman, dan tampak menggigil berkurang. Jam 08.40 WIB penulis
KMC dan merasa dekat dengat anaknya, respon obyektif ibu pasien tampak
kooperatif, pasien tampak berusaha mencari-cari puting susu ibu. Jam 10.10
WIB penulis menganjurkan kepada ibu untuk tetap melakukan KMC setelah
melakukan KMC saat dirumah, respon objektif ibu pasien tampak mampu
melakukan tehnik KMC walaupun dengan bantuan perawat, ibu pasien tampak
nyaman dan senang melakukan KMC. Jam 11.00 WIB penulis mengobservasi
tanda-tanda vital dan tanda hipotermia dengan respon subjektif klien tidak
terkaji, respon objektif suhu tubuh pasien 36,80C, akral pasien hangat, RR:
42x/menit, HR: 145x/menit, SpO2: 99. Jam 11.20 WIB penulis mengatur suhu
inkubator tetap hangat dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon
sebagai berikut: jam 08.10 WIB mengkaji tanda dan gejala hipotermia dengan
respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif suhu tubuh bayi 35 0C,
akral dingin, pasien tampak mengigil. Jam 08.15 WIB memakaikan topi, kaos
kaki dan gendongan kanguru dengan respon subjektif klien tidak terkaji dan
dengan respon obyektif pasien tampak lebih hangat. Jam 08.25 WIB penulis
memberikan dan mengajarkan tehnik KMC dengan respon subjektif ibu pasien
melakukan KMC secara mandiri. Jam 09.00 WIB menganjurkan kepada ibu
58
untuk tetap melakukan KMC saat perawatan di rumah dengan respon subjektif
melakukan KMC dan respon obyektif ibu pasien tampak kooperatif dan
tampak percaya diri merawat anaknya. Jam 11.00 WIB penulis mengkaji tanda
dan gejala hipotermia dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon
objektif suhu tubuh 370C, akral hangat, pasien tampak tidak menggigil, BB
2320 gram.
sebagai berikut: jam 08.40 WIB penulis mengkaji reflek hisap pasien dengan
respon subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif pasien tampak mencari-
cari puting ibu saat dilekatkan di dada ibu, reflek hisap pasien lemah pasien
menghisap puting ibu. Pada jam 09.00 WIB penulis mengajarkan cara
menyusui dengan respon subjektif ibu pasien mengatakan anaknya tidak mau
menghisap puting susu ibu, respon objektif ibu pasien tampak cemas karena
pasien tidak mau menghisap, reflek hisap pasien tampak lemah, ibu pasien
memberikan susu formula 40cc dengan respon subyektif klien tidak terkaji,
respon obyektif pasien tampak minum susu formula tapi reflek hisapnya masih
lemah atau tidak terlalu kuat, pasien minum susu formula menggunakan botol
habis 20 cc.
59
dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif pasien tampak
minum susu formula tapi harus diberi rangsangan untuk menghisap, pasien
minum susu formula menggunakan botol habis 30 cc, reflek hisap pasien
belum kuat. Jam 08.50 WIB penulis mengajarkan cara menyusui dengan
respon subjektif ibu pasien mengatakan anaknya tidak kuat menghisap puting
susu dan pasien hanya mau memasukkan kedalam mulut dan tidak dihisap,
respon objektif ibu pasien tampak berusaha merangsang pasien agar mau
mengisap dan minum susu, pasien tampak menghisap puting ibu tapi tidak
terlalu kuat, reflek menghisap pasien tampak masih lemah tapi sedikit kuat.
Jam 09.00 WIB penulis memberi dorongan kepada ibu bayinya tetap diberi
ASI saat sudah pulang dengan respon subjektif ibu pasien mengatakan
makanan dampingan ASI karena ibu akan bekerja, respon subjektif ibu pasien
tampak kooperatif dan tampak menyayangi anaknya. Jam 09.25 WIB penulis
mendiskusikan dengan ibu untuk menggunakan pompa ASI kalau bayi tidak
memompa ASI saat bayi ditinggal bekerja, respon objektif ibu pasien tampak
mampu menghisap tapi belum kuat dan harus diberi rangsangan dahulu saat
60
akan diberi ASI, reflek obyektif reflek menghisap pasien tampak belum kuat
dan harus dirangsang dahulu, pasien tampak mencari-cari puting ibu saat
sebagai berikut: jam 08.30 WIB mengkaji kemampuan bayi menempel dan
anaknya mau minum dan menghisap dengan kuat, respon objektif pasien
tampak mencari-cari puting susu ibu saat dilekatkan didada ibu, pasien tampak
subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif suhu tubuh pasien 36,60C, akral
18.4 ribu/ul. Jam 08.20 WIB penulis berkolaborasi dengan dokter pemberian
ampicillin 110 mg dengan respon subjektif klien tidak terkaji dan respon
objektif injeksi ampicillin 110 mg sudah masuk lewat IV, tidak ada reaksi
alergi, klien tampak menangis. Jam 10.00 WIB mengajarkan kepada keluarga
menjelaskan kembali yang diajarkan perawat. Pada jam 07.30 WIB penulis
tangan sebelum dan setelah kontak dengan pasien, respon objektif tangan
tampak bersih dan bebas dari kuman dan patogen. Pada jam 13.05 WIB
mengganti popok dan membersihkan luka pada kulit dengan respon subjektif
klien tidak terkaji, respon objektif kulit pasien tampak kemerahan, tidak
tampak ada pembengkakan, suhu tubuh 36,80C, pasien tampak menagis saat
lukanya diberikan.
berikut: jam 08.30 WIB penulis menganjurkan kepada ibu untuk mencuci
tangan sebelum dan setelah kontak dengan pasien dengan respon subjektif ibu
klien mengatakan akan selalu menjaga kebersihan, respon objektif tangan ibu
respon objektif injeksi ampicillin 110 mg sudah masuk lewat IV, tidak ada
reaksi alergi, klien tampak menangis kuat. Jam 11.50 WIB penulis mengkaji
tanda dan gejla infeksi dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon
berkurang, tidak terdapat pembengkakan pada kulit, teraba tidak panas suhu
tubuh 36,90C, pasien tampak menangis saat dibersihkan di daerah kulit yang
respon objektif injeksi ampicillin 110 mg sudah masuk lewat IV, tidak ada
reaksi alergi, klien tampak menangis. Jam 09.35 WIB mengkaji tanda dan
gejala infeksi dengan respon subyektif klien tidak terkaji dan respon obyektif
tampak kemerahan pada kulit pasien kurang, tidak ada bengkak, suhu 370C,
leukosit 18.4 ribu/ul. Jam 10.00 WIB mengajarkan kepada keluarga tentang
tanda dan gejala infeksi dengan respon subjektif keluarga mengatakan paham
melakukan perawatan luka dengan respon subyektif klien tidak terkaji, respon
pembengkakan pada luka, pasien tampak menangis saat dibersihkan luka yang
infeksi dengan respon subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif leukosit
18.4 ribu/ul, kemerahan pada kulit berkurang, tidak ada pembengkakan pada
G. Evaluasi
Pada hari minggu, tanggal 15 maret 2015 pada diagnosa pertama jam
14.00 WIB didapatkan hasil evaluasi sebagai berikut, untuk subyektif klien
adanya otot bantu pernafasan. Analisa masalah pola nafas pasien belum
sign dan pola nafas abnormal, pertahankan jalan nafas yang paten, identifikasi
terapi oksigen.
Evaluasi pada hari senin, tanggal 16 maret 2015 jam 14.00 WIB pada
kanul pernafasan nasal kanul 2 liter / menit, pernafasan cuping hidung, tidak
ada otot bantu pernafasan ekspansi paru kanan kiri sama. Analisa masalah
nafas yang paten, identifikasi pemasangan alat bantu nafas, kolaborasi dengan
didapatkan hasil evaluasi sebagai berikut, untuk subyektif klien tidak terkaji.
pernafasan nasal kanul, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada otot
dapatkan hasil evaluasi sebagai berikut, untuk subyektif klien tidak terkaji.
Obyektif suhu tubuh 360C, akral dingin, pasien tampak tidak menggigil,
pasien tampak tertidur dan tampak tenang. Analisa masalah hipotermi belum
tubuh tetap hangat (lakukan tehnik KMC) dan berikan pakaian yang hangat,
kering, selimut penghangat, alat pemanas mekanik, suhu ruangan yang sesuai,
mengatakan mau dan senang dilakukan tehnik KMC (kangaroo mother care),
ibu pasien mengatakan nyaman melakukan KMC, ibu dan keluarga pasien
suhu tubuh tetap hangat (lakukan tehnik KMC),anjurkan kepada ibu untuk
65
bersedia melakukan KMC dan merasa nyaman saat melakukan KMC, ibu
suhu tubuh 370C , akral hangat, pasien tampak tidak menggigil. Analisa
rumah.
Evaluasi pada diagnosa ketiga, tanggal 15 maret 2015 jam 14.10 WIB
mengatakan anaknya tidak mau menghisap puting susu ibu dan ibu bersedia
memberikan ASI terus. Obyektif ibu tampak khawatir karena pasien tidak mau
ibu dalam teknik menusui, ajarkan penggunaan pompa ASI kalau bayi tidak
mampu menyusu, beri dorongan untuk terus menyusui setelah pulang atau
setelah perawatan.
66
dihisap. Obyektif ibu pasien tampak berusaha merangsang pasien pasien agar
bersedia minum ASI, pasien tampak menghisap puting susu ibu tapi tidak
terlalu kuat, reflek hisap pasien tampak masih lemah tapi sedikit kuat. Analisa
dan menghisap secara efektif, ajarkan penggunaan pompa ASI kalau bayi
tidak mampu menyusu, beri dorongan untuk terus menyusui setelah pulang
anaknya mampu menghisap puting susu ibu dengan kuat dan mampu menelan,
ibu pasien mengatakan bersedia akan memberikan ASI pompa saat ditinggal
bekerja. Obyektif pasien tampak mencari-cari puting susu ibu, reflek hisap
planning sebagai berikut, anjurkan penggunaan pompa ASI kalau bayi tidak
mampu menyusu, beri dorongan untuk terus menyusui setelah pulang atau
setelah perawatan.
67
WIB di dapatkan hasil evaluasi sebagai berikut, untuk subyektif klien tidak
BB lahir 2200 gram setelah 1 hari turun menjadi 2100 gram, daya tahan tubuh
terhadap infeksi kurang, tidak ada bengkak pada luka karena pemakaian
popok, leukosit 18.4 ribu/ul. Analisa masalah resiko infeksi belum teratasi.
lakukan perawatan luka, cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan klien,
harapkan hasil evaluasi sebagai berikut, untuk subyektif klien tidak terkaji.
tangan sebelum dan setelah kontak dengan klien, lakukan perawatan luka,
didapatkan hasil evaluasi sebagai berikut, untuk subyektif klien tidak terkaji.
Obyektif leukosit 18.4 ribu/ul, kemerahan pada kulit berkurang, tidak ada
68
pembengkakan pada kulit, suhu tubuh 370C. Analisa masalah resiko infeksi
sebagai berikut anjurkan kepada keluarga untuk tetap megetahui tanda gejala
PEMBAHASAN
Bab ini penulis akan membahas tentang hasil penerapan metode kanguru
atau KMC terhadap pencegahan terjadinya hipotermi pada BBLR pada asuhan
Pengkajian dilakukan pada tanggal 15 Maret 2015. Pembahasan ini tentang proses
evaluasi.
A. Pengkajian
2012).
mendapatkan data suhu 34,50C, akral dingin dan menggigil maka terjadi
69
70
karena jaringan lemak sub kutan rendah dan luas permukaan tubuh relatif
Mempertahankan bayi baru lahir yang sakit atau kecil (berat lahir
untuk mempertahankan suhu normal, bayi dapat cepat terjadi hipotermi dan
hampir semua mekanisme ini terjadi melalui pusat pengaturan suhu yang
terletak pada hipotalamus. Pada bayi baru lahir pusat pengaturan suhu
intra uterin yang hangat ke lingkungan ekstra uterin yang relatif lebih dingin.
0
Hal tersebut menyebabkan penurunan suhu tubuh 2 3 0C, terutama
hilangnya panas karena evaporasi atau penguapan cairan ketuban pada kulit
bayi yang tidak segera dikeringkan. Kondisi tersebut akan memacu tubuh
panas.
71
suara nafas kanan kiri sama dan suara nafas vesikuler, terdapat otot bantu
di bawah ke sel tubuh (Debora, 2013). Status pernafasan pada bayi baru lahir
yang baik adalah nafas dengan laju normal 40 - 60 x/menit (Dewi, 2013).
pasien didapat nilai 1 dan pasien mengalami sesak nafas ringan, lalu pasien
badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang 45 cm, lingkar kepala
kurang dari 33 cm, lingkar dada kurang dari 30 cm, kepala bayi lebih besar
dari badan, rambut kepala tipis dan halus, daun telinga elastis, dada: dinding
72
thorax elastis, puting susu belum terbentuk, abdomen: distensi abdomen, kulit
perut tipis, pembuluh darah kelihatan, kulit: tipis, transparan, pembuluh darah
skrotum kecil, testis tidak teraba, ekstremitas: kadang odema, garis telapak
klasifikasi BBLR sebagai berikut: berat badan 2200 gram, panjang badan 45
cm, lingkar kepala 32 cm, lingkar dada 30 cm, lingkar lengan atas 10 cm,
pergerakan bayi kurang aktif, reflek hisapnya masih lemah dan mengangkat
menonjol dan labia mayora dan labia minora ada, pemeriksaan kulit: tipis,
dada di dapat hasil dinding dada elastis, ada retraksi atau penggunaan otot
bersifat aktual, risiko, atau masih merupakan gejala. Penilaian ini didasarkan
hasil data subyektif klien tidak terkaji dari data obyektif respirasi 38x/menit
pernafasan, takipnea.
didapatkan hasil data subyektif klien tidak terkaji, data obyektif suhu tubuh
klien 34,50C, akral dingin, badan klien tampak menggigil, kulit tampak pucat.
bawah kisaran normal atau kurang dari 36,50C 370C. Berdasarkan batasan
sebagai berikut: suhu tubuh dibawah kisaran normal, kulit dingin, dasar kuku
hasil data subyektif ibu mengatakan anaknya tidak mau menghisap puting
susu ibu bayi/anak hanya mampu membuka mulut saja, data obyektif didapat
hasil reflek hisap bayi lemah, klien tampak tidak mampu mempertahankan
menghisap yang efektif, pasien tampak pasif dan lemah. Penulis menegakkan
hasil data subyektif klien tidak terkaji, data obyektif kulit klien tampak
kemerahan karena popok, kulit klien tipis, leukosit 18,4 ribu/ul. Penulis
diagnosa dapat dilihat dari batasan karakteristik serebral dengan data obyektif
inspirasi dan/ atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi yang adekuat
adalah bayi baru lahir dengan suhu tubuh sampai di bawah 36,50c 37,50c
yang muncul dari pengkajian dan obsevasi yang sudah dilakukan. Penulis
pengkajian dan observasi yang telah dilakukan selama tiga hari pengelolaan
dari ibu pasien. Pengkajin fisik paru-paru, jantung, abdomen, thorak yang
auskultasi karena kondisi fisik pasien belum stabil maka tidak bolek
C. Perencanaan
ketidakefektifan pola nafas dengan tujuan dan kriteria hasil yaitu setelah
dapat efektif.
batas normal 25-60 x/menit, tidak menggunakan alat bantu pernafasan, tidak
ada pernafasan cuping hidung, tidak ada otot bantu pernafasan. Rencana
keperawatan yang diberikan pada By, Ny Y adalah observasi vital sign dan
terapi oksigen.
dengan tujuan dan kriteria hasil yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan
3x24 jam masalah hipotermi dapat teratasi dengan kriteria hasil suhu tubuh
dalam batas normal 36,50C 370C pasien tidak kehilangan panas, akral
78
tidak ada, tidak ada tanda menggigil. Rencana keperawatan yang diberikan
pada By,Ny Y adalah observasi vital sign, atur suhu tubuh tetap hangat
(lakukan tehnik KMC) dan berikan pakaian yang hangat, kering, selimut
dengan berat rendah banyak komplikasi yang muncul dari BBLR tersebut
KMC sebab, menurut Dewi, (2013) kontak antara ibu dengan kulit bayi
bayi. Apabila suhu bayi kurang dari 360C, segera hangatkan bayi dengan
tehnik metode kanguru. Metode ini sangat tepat dan mudah dilakukan guna
yang aterem.
KMC adalah kontak kulit diantara ibu dan bayi secara dini, terus
lahir rendah karena banyak keuntungan dan manfaat yang diperoleh dari
perlindungan bayi dari infeksi, berat badan bayi cepat naik, stimulasi dini,
kasih sayang, mengurangi biaya rumah sakit, karena waktu perawatan yang
untuk mengatasi masalah ketidakefektifan pola makan bayi adalah kaji dan
kalau bayi tidak mampu menyusu, beri dorongan untuk terus menyusui
setelah pulang atau setelah perawatan, kolaborasi dengan ahli gizi dalam
manfaat yang didapat dalam pemberian ASI. Menurut Nirwana, (2014) ASI
yang tinggi serta obesitas pada bayi, selain itu ASI juga bisa tidak
menyebabkan bayi kekurangan zat besi. ASI ekslusif bermanfaat pula bagi
paska melahirkan, sehingga memberikan jarak antar anak lebih panjang atau
infeksi dengan tujuan dan kriteria hasil yaitu setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama ... x24 jam asalah resiko infeksi tidak terjadi dengan
3x24 jam masalah keperawatan resiko infeksi dapat teratasi dengan kriteria
hasil yaitu klien terbebas dari tanda gejala infeksi, jumlah leukosit dalam
keprawatan untuk mengatasi masalah resiko infeksi yaitu observasi tanda dan
gejala infeksi adalah pastikan semua alat yang digunakan klien dalam
keadaan bersih, cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan klien, pantau
laboratorium.
BBLR sangat mudah mendapat infeksi. Menurut Atikah & Cahyo, (2010)
karena daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya kadar
81
membentuk antibodi dan daya fagositosis serta reaksi terhadap infeksi belum
baik.
D. Implementasi
metode kangaroo mother care (KMC) sesuai dengan hasil riset yang terdapat
dalam jurnal Sri Angriani dkk, (2014). Metode kangaroo mother care (KMC)
adalah kontak kulit diantara ibu dan bayi secara dini, terus-menerus dan
metode kangaroo mother care (KMC) diberikan setiap 2,5 jam sekali secara
bertahap. Dengan dimulai jam 08.30 11.00 jam pasien diberikan posisi
dibawah 36,50C (Sudarti, 2013). Bayi dengan BBLR akan cepat mengalami
permukaan badan relatif luas oleh karena itu KMC sangat dibutuhkan untuk
mengkaji pola nafas pasien dengan respon subyektif klien tidak terkaji, respon
pemasangan alat bantu nafas dengan respon subyektif klien tidak terkaji,
respon obyektif pasien tampak menggunakan alat bantu nafas nasal kanul 2
bantu pernafasan dengan respon subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif
pernafasan cuping hidung dan adanya otot bantu pernafasan, pasien tampak
kasul 2 liter/menit karena pasien mengalami sesak nafas ringan dan dari atfis
sebagai berikut: mengkaji pola nafas dengan respon subjektif kien tidak
83
pasien tampak tidak menggunakan O2 nasal kanul, ekspansi paru sama kanan
kiri, tampak otot bantu pernafasan tidak ada. Jam 07.50 WIB penulis
pemasangan alat bantu nafas dengan respon subjektif klien tidak terkaji,
berikut: jam 08.00 WIB mengkaji pola nafas dengan respon subjektif klien
hidung, pasien tampak tidak menggunakan alat bantu pernafasan nasal kanul,
pasien tampak tenang. Jam 13.10 WIB pasien mengkaji tanda tanda vital dan
pola nafas dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif RR
kanul, tidak ada pernafasan cuping hidung, suhu 370C, SpO2 99, akral hangat,
HR 145x/menit.
maret 2015 sebagai berikut: jam 08.15 WIB penulis mengobservasi tanda
gejala hipotermia, dengan respon subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif,
suhu tubuh paien 34,50C, akral dingin, kulit pasien tampak pucat, pasien
tampak menggigil, SpO2 91, HR 135x/menit. Pada jam 08.25 WIB penulis
memakaikan topi dan sarung tangan hangat dengan respon subyektif klien
84
tidak terkaji, respon obyektif pasien terlihat lebih nyaman dan mengigil sedikit
bersedia dan setuju diberi pendidikan baru dan melaksanakan KMC, respon
obyektif ibu pasien tampak kooperatif melakukan KMC, pasien tampak tenang
obyektif suhu tubuh klien 36,60C BB lahir 2200 gram lalu mengalami
penurunan berat badan menjadi BB 2100 gram, teraba akral hangat, pasien
tampak tidak menggigil. Menurut jurnal Siti & Sri pemberian KMC selama 2
jam atau lebih berat badan semakin meningkat karena proses menyusui dalam
jangka waktu yang lama dan suhu bayi dalam rentang normal. Pada kasus ini
pasien terjadi penurunan berat badan sebab pasien belum mampu minum susu
dengan baik namun saat dilakukan KMC pasien mampu mencari-cari puting
susu ibu.
Pada jam 11.30 WIB penulis mengatur suhu inkubator dengan respon
RSUD dr Moewardi Surakarta dilihat dari respon orang tua yang belum
merawat bayinya dan takut kalau perawatan bayinya lama dan berefek tidak
bayi dengan BBLR. Dampak yang akan terjadi bila bayi tidak dimasukkan
disamping asfiksia, dan infeksi, bisa hipoglikemia dan masih banyak lagi
masalah yang akan dijumpayi pada BBLR (Perinasia, 2006 cit Stiti sholikhah,
2013). Sehingga upaya yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya hal
diharapkan baik ibu mampu ayah mengerti atau faham tentang pentingnya
perawatan bayi prematur atau BBLR (Walgito, 2003 cit Siti sholikhah, 2013).
dari tadak tahu menjadi tahu, dan dar jenjang pendidikan inilah dapat
maka semakin banyak ilmu pengetahuan yang didapat dan ini dapat
objektif suhu tubuh pasien 35,70C, akral dingin, pasien tampak mengigil, RR
40x/menit, SpO2 99%, HR140x/menit BB 2200 gram. Jam 08.35 WIB penulis
memakaikan topi, kaos kaki dan selimut hangat dengan respon subjektif klien
tidak terkaji, respon objektif pasien tampak lebih hangat dan lebih nyaman,
dan tampak menggigil berkurang. Jam 08.40 WIB penulis melakukan tehnik
KMC ibu pasien mengatakan nyaman saat melakukan KMC dan merasa dekat
dengat anaknya, respon obyektif ibu pasien tampak kooperatif, pasien tampak
mengatakan akan tetap melakukan KMC saat dirumah, respon objektif ibu
perawat, ibu pasien tampak nyaman dan senang melakukan KMC. Jam 11.00
respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif suhu tubuh pasien 36,8 0C,
akral pasien hangat, RR: 42x/menit, HR: 145x/menit, SpO2: 99%. Penuls
terjadi kenaikan suhu tubuh, SpO2 meningkat dan hr meningkat, hal ini sesuai
87
dengan teori Jam 11.20 WIB penulis mengatur suhu inkubator tetap hangat
dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif suhu inkubator
34,40C.
Hipotermi adalah bayi baru lahir dengan suhu tubuh sampai di bawah 36,50C
37,50C. Menurut Sudarti & Afroh (2013) Hipotermi sering terjadi pada
neonatus BBLR karena jaringan lemak sub kutan rendah dan luas permukaan
panas yaitu Penurunan produksi panas hal ini dapat disebabkan kegagalan
hilanghal ini terjadi bila panas tubuh berpindah ke lingkungan sekitar, dan
karena kecepatan aliran darah yang tinggi menyebabkan konduksi panas yang
disalurkan dari inti tubuh ke kulit sangat efisien. Efek aliran darah kulit pada
konduksi panas hampir delapan kali lipat. Oleh karena itu Kulit merupakan
sistem pengaturan radiator panas yang efektif, dan aliran darah ke kulit
adalah mekanisme penyebaran panas yang paling efektif dari inti tubuh ke
88
kulit. Dengan meletakkan bayi telungkup didada ibu akan terjadi kontak kulit
langsung ibu dan bayi sehingga bayi akan memperoleh kehangatan karena ibu
merupakan sumber panas yang baik bagi bayi (Sri angriani dkk, 2014)
Evaporasi adalah jalan utama bayi kehilangan panas. Kehilangan panas dapat
terjadi karena penguapan cairan ketuban pada permukaan tubuh oleh panas
tubuh bayi sendiri karena setelah lahir, tubuh bayi tidak segera dikeringkan.
Kehilangan panas juga terjadi pada bayi yang terlalu cepat dimandikan dan
kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung antara tubuh bayi dengan
temperaturnya lebih rendah dari tubuh bayi akanmenyerap panas tubuh bayi
tersebut. Konveksi adalah kehilangan panas tubuh yang terjadi saat bayi
terpapar udara sekitar yang lebih dingin. Bayi yang dilahirkan atau
panas. Kehilangan panas juga terjadi jika terjadi aliran udara dari kipas angin,
yang mempunyai suhu tubuh lebih rendah dan suhu tubuh bayi. Bayi bisa
mother care (KMC). Syarat KMC adalah bayi baru lahir rendah yang stabil
Manfaat dan keuntungan KMC adalah suhu tubuh bayi tetap normal,
menyusui, perlindungan bayi dari infeksi, berat badan bayi cepat naik,
stimulai dini, kasih sayang, mengurangi biaya rumah sakit karena waktu
kesehatan.
jam 08.10 WIB mengkaji tanda dan gejala hipotermia dengan respon subjektif
klien tidak terkaji, respon objektif suhu tubuh bayi 350C, akral dingin, pasien
tampak mengigil. Jam 08.15 WIB memakaikan topi, kaos kaki dan gendongan
kanguru dengan respon subjektif klien tidak terkaji dan dengan respon
obyektif pasien tampak lebih hangat. Jam 08.25 WIB penulis memberikan dan
bersedia melakukan KMC dan mau di beri pendidikan cara melakukan KMC
dengan respon objektif ibu pasien tampak mampu melakukan KMC secara
mandiri. Jam 09.00 WIB menganjurkan kepada ibu untuk tetap melakukan
KMC saat perawatan di rumah dengan respon subjektif ibu pasien mengatakan
bersedia melakukan KMC di rumah dan senang melakukan KMC dan respon
obyektif ibu pasien tampak kooperatif dan tampak percaya diri merawat
90
anaknya. Jam 11.00 WIB penulis mengkaji tanda dan gejala hipotermia
dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif suhu tubuh 37 0C,
akral hangat, pasien tampak tidak menggigil, BB 2320 gram. Menurut jurnal
Siti & Sri pemberian KMC selama 2 jam atau lebih berat badan semakin
meningkat karena proses menyusui dalam jangka waktu yang lama dan suhu
bayi dalam rentang normal. Pada kasus ini terjadi peningkatan berat badan
dengan siknifikan, selain itu suhu tubuh pasien juga meningkat dan timbul
sebagai berikut: jam 08.40 WIB penulis mengkaji reflek hisap pasien dengan
respon subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif pasien tampak mencari-
cari puting ibu saat dilekatkan di dada ibu, reflek hisap pasien lemah pasien
menghisap puting ibu. Pada jam 09.00 WIB penulis mengajarkan cara
menyusui dengan respon subjektif ibu pasien mengatakan anaknya tidak mau
menghisap puting susu ibu, respon objektif ibu pasien tampak cemas karena
pasien tidak mau menghisap, reflek hisap pasien tampak lemah, ibu pasien
pada saat proses pelaksanaan tehnik KMC dan saat mengajarkan cara
Pada jam 12.00 WIB penulis memberikan susu formula 40cc dengan
respon subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif pasien tampak minum
susu formula tapi reflek hisapnya masih lemah atau tidak terlalu kuat, pasien
minum susu formula menggunakan botol habis 20 cc. Pada kasus ini pasien
diberi susu formula menggunakan botol dan saat diberi ASI pasien tidak
susu formula 40 cc dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif
pasien tampak minum susu formula tapi harus diberi rangsangan untuk
reflek hisap pasien belum kuat. Jam 08.50 WIB penulis mengajarkan cara
menyusui dengan respon subjektif ibu pasien mengatakan anaknya tidak kuat
menghisap puting susu dan pasien hanya mau memasukkan kedalam mulut
dan tidak dihisap, respon objektif ibu pasien tampak berusaha merangsang
pasien agar mau mengisap dan minum susu, pasien tampak menghisap puting
ibu tapi tidak terlalu kuat, reflek menghisap pasien tampak masih lemah tapi
sedikit kuat. Jam 09.00 WIB penulis memberi dorongan kepada ibu bayinya
tetap diberi ASI saat sudah pulang dengan respon subjektif ibu pasien
subjektif ibu pasien tampak kooperatif dan tampak menyayangi anaknya. Jam
ASI kalau bayi tidak mampu menghisap dengan respon subjektif ibu pasien
mengatakan akan memompa ASI saat bayi ditinggal bekerja, respon objektif
ibu pasien tampak kooperatif. Jam 10.25 WIB penulis mengevaluasi pola
anaknya sudah mampu menghisap tapi belum kuat dan harus diberi
rangsangan dahulu saat akan diberi ASI, reflek obyektif reflek menghisap
pasien tampak belum kuat dan harus dirangsang dahulu, pasien tampak
subjektif ibu pasien mengatakan anaknya mau minum dan menghisap dengan
kuat, respon objektif pasien tampak mencari-cari puting susu ibu saat
dilekatkan didada ibu, pasien tampak meghisap puting ibu dengan kuat, reflek
sebagai berikut: jam 11.05 WIB, penulis mengkaji tanda-tanda infeksi pasien
dengan respon subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif suhu tubuh pasien
tidak terkaji dan respon objektif injeksi ampicillin 110 mg sudah masuk lewat
infeksi secara lansung tanpa menggunakan leaflet. Pada jam 07.30 WIB
mencuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan pasien, respon objektif
tangan tampak bersih dan bebas dari kuman dan patogen. Penulis melakukan
implementasi mencuci tangan karena menurut Atikah & Cahyo, (2010) yaitu
fagositosis serta reaksi terhadap infeksi belum baik. Karena sistem kekebalan
tubuh bayi BBLR belum matang. Bayi juga dapat terkena infeksi saat di jalan
lahir atau tertular infeksi ibu melalui plasenta. Keluarga dan tenaga kesehatan
Pada jam 13.05 WIB mengganti popok dan membersihkan luka pada
kulit dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif kulit pasien
menganjurkan kepada ibu untuk mencuci tangan sebelum dan setelah kontak
dengan pasien dengan respon subjektif ibu klien mengatakan akan selalu
menjaga kebersihan, respon objektif tangan ibu tampak bersih. Jam 08.20
ampicillin 110 mg sudah masuk lewat IV, tidak ada reaksi alergi, klien
tampak menangis kuat. Jam 11.50 WIB penulis mengkaji tanda dan gejla
infeksi dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif pasien
terdapat pembengkakan pada kulit, teraba tidak panas suhu tubuh 36,9 0C,
diajarkan perawat.
sudah masuk lewat IV, tidak ada reaksi alergi, klien tampak menangis. Jam
09.35 WIB mengkaji tanda dan gejala infeksi dengan respon subyektif klien
95
tidak terkaji dan respon obyektif tampak kemerahan pada kulit pasien kurang,
tidak ada bengkak, suhu 370C, leukosit 18.4 ribu/ul. Jam 10.00 WIB
mengajarkan kepada keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dengan respon
perawat. Jam 11.55 WIB penulis melakukan perawatan luka dengan respon
subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif luka kemerahan pada bayi
klien tidak terkaji, respon obyektif leukosit 18.4 ribu/ul, kemerahan pada kulit
menunggu kondisi bayi atau pasien stabil dahulu baru dapat melakukan
tehnik KMC selain itu orang tua terutama ibu bersedia melakukan tehnik
dikarenakan dari pola nafas sudah stabil dan dari advis dokter hari kedua
Penulis melakukan tindakan tehnik KMC pada BBLR karena dilihat dari
96
kelahiran BBLR yang rentan akan kematian karena banyak komplikasi yang
dialami.
menghasilkan pengaturan suhu tubuh yang efektif, lama serta denyut jantung
dan pernafasan yang stabil pada bayi untuk mencari puting dan
menghisapnya, hal ini mempererat ikatan antara ibu dan bayi serta membantu
keberhasilan dalam pemberian ASI. Proverawati & Ismawati (2010) ,cit Sri
bayi lekat sangat bermanfaat untul merawat bayi baru lahir yang memiliki
berat lahir renda, baik selama perawatan di rumah sakit ataupun di rumah.
metode kanguru tergolong baik, sebab kecepatan aliran darah yang tinggi
menyebabkan kondisi panas yang disalurkan dari inti tubuh ke kulit sangat
efisien. Efek aliran darah kulit pada konduksi panas dari inti tubuh
delapan kali lipat. Oleh karena itu Kulit merupakan sistem pengatur radiator
panas yang efektif, dan aliran darah ke kulit adalah mekanisme penyebaran
panas yang paling efektif dari inti tubuh ke kulit. Dengan meletakkan bayi
telungkup didada ibu akan terjadi kontak kulit langsung ibu dan bayi
E. Evaluasi
kebutuhan klien saat ini, perlunya dirujuk pada tempat kesehatan lain, apakah
terpenuhi (Doenges dkk, 2006). Evaluasi yang akan dilakukan oleh penulis
neurologis (00032), pada jam 14.00 WIB didapatkan hasil evaluasi sebagai
sebagai berikut obsevasi vital sign dan pola nafas abnormal, pertahankan
jalan nafas yang paten, identifikasi pemasangan alat bantu nafas, kolaborasi
dingin, jam 14.05 WIB di dapatkan hasil evaluasi sebagai berikut, untuk
subyektif klien tidak terkaji. Obyektif suhu tubuh 360C, akral dingin, pasien
98
tampak tidak menggigil, pasien tampak tertidur dan tampak tenang. Analisa
opservasi vital sign, atur suhu tubuh tetap hangat (lakukan tehnik KMC) dan
menghisap puting susu ibu. Obyektif ibu tampak khawatir karena pasien tidak
ibu dalam teknik menusui, ajarkan penggunaan pompa ASI kalau bayi tidak
mampu menyusu, beri dorongan untuk terus menyusui setelah pulang atau
setelah perawatan.
sekunder tidak adekuat (00004), jam 14.15 WIB di dapatkan hasil evaluasi
setelah 1 hari turun menjadi 2100 gram, daya tahan tubuh terhadap infeksi
kurang, leukosit 18.4 ribu/ul. Analisa masalah resiko infeksi belum teratasi.
lakukan perawatan luka, cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan
2015 jam 14.00 WIB pada diagnosa pertama ketidakefektifan pola nafas
pernafasan cuping hidung, tidak ada otot bantu pernafasan ekspansi paru
kanan kiri sama. Analisa masalah pola nafas belum teratasi. Perencanaan
terapi oksigen.
dingin (00006), jam 14.05 WIB di dapatkan hasil evaluasi sebagai berikut,
untuk subyektif ibu pasien mengatakan mau dan senang dilakukan tehnik
100
rumah. Obyektif suhu tubuh 36,80C, akral hangat, pasien tampak tidak
keperawatan dilanjutkan opservasi vital sign, atur suhu tubuh tetap hangat
(lakukan tehnik KMC), anjurkan kepada ibu untuk tetap melakukan KMC
berikut, untuk subyektif ibu pasien mengatakan anaknya tidak terlalu kuat
puting kedalam mulutnya tapi tidak dihisap. Obyektif ibu pasien tampak
berusaha merangsang pasien pasien agar bersedia minum ASI, pasien tampak
menghisap puting susu ibu tapi tidak terlalu kuat, reflek hisap pasien tampak
masih lemah tapi sedikit kuat. Analisa masalah ketidakefektifan pola makan
penggunaan pompa ASI kalau bayi tidak mampu menyusu, beri dorongan
sekunder tidak adekuat (00004), jam 14.15 WIB di harapkan hasil evaluasi
dilanjutkan observasi tanda dan gejala infeksi, cuci tangan sebelum dan
setelah kontak dengan klien, lakukan perawatan luka, ajarkan keluarga untuk
2015 jam 14.00 WIB pada diagnosa pertama ketidakefektifan pola nafas
tampak tidak meggunakan alat bantu pernafasan nasal kanul, tidak ada
pernafasan cuping hidung, tidak ada otot bantu pernafasan, exspansi paru
beberapa hari sampai minggu bayi siap dipulangkan, tergantung berat lahit.
lingkungan yang dingin (00006), pada jam 14.05 WIB didapatkan hasil
melakukan KMC dan merasa nyaman saat melakukan KMC, ibu pasien
pasien tampak nyaman, senang, kooperatif saat melakukan KMC, suhu tubuh
370C , akral hangat, pasien tampak tidak menggigil, BB 2250 gram. Analisa
rumah.
perawatan dirumah dilakukan setelah mandi, waktu malam hari atau saat
lingkungan dingin atau kapan saja dia menginginkan. Menurut Yongky dkk,
(2012) durasi dijalankan KMC sampai berat badan bayi 2500 gram atau
KMC lagi bayi nangis. Bila ibu perlu istirahat, dapat digantikan ayah,
menetek, suhu tubuh 3 hari berturut turut stabil (rentang 36,50C 37,50C),
neurologis (00107), pada jam 14.10 WIB didapatkan hasil evaluasi sebagai
susu ibu dengan kuat dan mampu menelan, ibu pasien mengatakan bersedia
akan memberikan ASI pompa saat ditinggal bekerja. Obyektif pasien tampak
mencari-cari puting susu ibu, reflek hisap pasien ampak kuat, ibu pasien
penggunaan pompa ASI kalau bayi tidak mampu menyusu, beri dorongan
keuntungan dari memeras ASI untuk BBLR. Menurut Sudarti & Afroh,
tersebut kepada bayi selama ia belajar menghisap dari puting susu yang
memberikan ASI perasan kepada bayi dengan berat lahir rendah yang tidak
dapat menyusu, memberi ASI perasan kepada bayi sakit, yang tidak dapat
menghisap dengan cukup, menyimpan produksi ASI bila ibu atau bayinya
sakit, meninggalkan ASI untuk bayi ketika ibunya pergi atau bekerja,
mencegah kebocoran sewaktu seorang ibu jauh dari bayinya, mambantu bayi
melekat pada payudara yang penuh, memeras ASI langsung pada mulut bayi,
sekunder tidak adekuat (00004). jam 14.15 WIB didapatkan hasil evaluasi
sebagai berikut, untuk subyektif tidak ada. Obyektif leukosit 18.4 ribu/ul,
kemerahan pada kulit berkurang, tidak ada pembengkakan pada kulit, suhu
Hasil penerapan riset yang sudah penulis lakukan selama tiga hari
dibandingkan dengan hasil penelitian dalam jurnal Sri angriani (2014), dari
Kangaroo Mother Care (KMC). Hasil uji statistik memperlihatkan nilai chi-
ditolak yang berarti terdapat hubungan antara suhu tubuh BBLR dengan
Pilliter yang mengatakan bahwa kontak kulit ke kulit dapat memelihara suhu
tubuh bayi, juga dapat mendorong ikatan orang tua dengan bayinya
(Pilliter, 2010).
care (KMC) dan ibu mampu melakukan KMC secara mandiri selama 2 jam
sampai 2,5 jam secara rutin dan terjadi peningkatan suhu tubuh pada BBLR
yang hipotermi. Adapun hasil yang didapat selain kenaikan suhu tubuh
batas normal dan timbul kepercayaan diri pada ibu untuk mengasuh bayi
dengan BBLR.
BAB VI
A. Kesimpulan
kanggaroo mother care (KMC) terhadap suhu tubuh BBLR, pada Asuhan
1. Pengkajian
data subyektif klien tidak terkaji,di dapat data subyektif lain, Ibu klien
mengatakan anaknya tidak mau menghisap puting susu ibu anak hanya
klien tampak gelisah dan kulit tampak pucat. Reflek hisap klien lemah,
tampak pasif dan lemah. leukosit 18.4 ribu/ul, kulit klien tipis, kulit klien
106
107
2. Diagnosa keperawatan
3. Intervensi keperawatan
tandatanda vital, atur suhu tubuh tetap hangat (lakukan tehnik KMC)
pemanas mekanik, suhu ruangan yang sesuai, anjurkan kepada ibu untuk
pompa ASI kalau b ayi tidak mampu menyusu, beri dorongan untuk terus
108
observasi tanda dan gejala infeksi, pastikan semua alat yang digunakan
klien dalam keadaan bersih, cuci tangan sebelum dan setelah kontak
4. Implementasi
5. Evaluasi keperawatan
evaluasi selama 3x24 jam pada tanggal 17 maret 2015 didapatkan hasil
6. Analisa
selama 2 2,5 jam dan mampu meningkatkan suhu tubuh dari 34,50C
menjadi 370C.
B. Saran
Arif ZR. 2009. Neonatus dan Asuhan Keperawatan. Nuha Medika. Yogyakarta
Atikah Preverawati & Cahyo Ismawati. 2010. Berat Badan Lahir Rendah. Nuha
Medika. Yogyakarta
Debora oda. 2013. Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Salemba Medika.
Jakarta
Deskep, RI. 2009. Pedoman Pelayanan Kesehatan Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR) Dengan Perawatan Metode Kangguru di Rumah Sakit dan
Jejaringnya. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes, RI. 2008. Perawatan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Dengan Metode
Kanguru.Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Dewi Lia Nanny Vivian. 2013. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Salemba
Medika. Jakarta
M.Sholeh Kosim, Ari Yunanto, Rizal Dewi, Gatot Irawan Sarosa, Ali Uman.
2010. Buku Ajar Neonatologi. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta
Pantiawati ika. 2010. Bayi dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah. Nuha
Medika.Yogyakarta
Philip Jevon & Beverley ewens. 2008. Pemantauan Pasien Kritis.Erlangga.
Jakarta
Siti Arifah & Sri Wahyuni. Pengaruh Kangaroo Mother Care (KMC) Dua Jam
dan Empat Jam Per Hari Terhadap Kenaikan Berat Badan Lahir Rendah
Bayi Preterem Di RS PKU Muhammadiyah Surakarta. Jurnal Prosiding
Seminar Ilmiah Nasional. ISSN : 2338 - 2694
Sri Angriani, Amelia Fransisca, Jamila Kasih. 2014. Hubungan Antara Metode
Kanggaroo Mother Care (KMC) Terhadap Suhu Tubuh BBLR Di RSKD
Ibu dan Anak Pertiwi Makasar. Jurnal Ilmu Kesehatan Diagnosis.
Volume 4 nomor 6 ISSN : 2304 - 1721
Sudarti & Afroh .F . 2013. Asuhan Keperawatan Neonatus Resiko Tinggi dan
Kegawatan. Yogyakarta. Nuha Medika
Sujono Riyadi & Suharsono. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak Sakit.
Gosyen Publishing. Yogyakarta
Wood WD, Downes JJ, Locks HL.A clinical score for the diagnosis of
respiratory failure. Am J Dis Child 19972; 123:227-9