Anda di halaman 1dari 124

PEMBERIAN METODE KANGAROO MOTHER CARE (KMC) TERHADAP

KESTABILAN SUHU TUBUH BBLR PADA ASUHAN KEPERAWATAN


BAYI NY. Y DI RUANG HCU NEONATUS RSUD
Dr. MOEWARDI SURAKARTA

DI SUSUN OLEH:
ANISA PRATIWI
NIM. P 12 068

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
PEMBERIAN METODE KANGAROO MOTHER CARE (KMC) TERHADAP
KESTABILAN SUHU TUBUH BBLR PADA ASUHAN KEPERAWATAN
BAYI NY. Y DI RUANG HCU NEONATUS RSUD
Dr. MOEWARDI SURAKARTA

Karya Tulis Ilmiah


Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan

DI SUSUN OLEH:
ANISA PRATIWI
NIM. P 12 068

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015

i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya bertandatangan di bawah ini :


Nama : Anisa Pratiwi
NIM : P.12 068
Program Studi : D III Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah : PEMBERIAN METODE KANGAROO
MOTHER CARE (KMC) TERHADAP
KESTABILAN SUHU TUBUH BBLR PADA
ASUHAN KEPERAWATAN BAYI NY. Y
DI RUANG HCU NEONATUS RSUD Dr.
MOEWARDI SURAKARTA
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-
benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau
pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil
jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan terbesebut sesuai
dengan ketentuan akademik yang berlaku.

Surakarta, 24 Februari 2014


Yang Membuat Pernyataan

ANISA PRATIWI

NIM . P 12 068

ii
LEMBAR PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh :

Nama : Anisa Pratiwi

NIM : P. 12 068

Program Studi : D III Keperawatan

Judul : Pemberian Metode Kangaroo Mother Care (KMC) terhadap

Kestabilan Suhu Tubuh BBLR pada Asuhan Keperawatan

By.Ny Y di Ruang HCU Neonatus RSUD dr. Moewardi

Surakarta

Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi

DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

Di tetapkan di :

Hari/ Tanggal :

Amalia Senja, S.Kep.,Ns ( )

NIM. 201289111

iii
HALAMAN PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh :


Nama : Anisa Pratiwi
NIM : P.12 068
Program Studi : DIII Keperawatan
Judul : Pemberian Metode Kangaroo Mother Care (KMC)
terhadap Kestabilan Suhu Tubuh BBLR pada Asuhan
Keperawatan By. Ny. Y Di Ruang HCU Di Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Moewardi Surakarta.

Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di : Surakarta
Hari/ Tanggal : Jumat, 19 juni 2015

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Amalia Senja, S.Kep.,Ns. (.....)


NIK. 201189090
Penguji I : Meri Oktariani, S.Kep.,Ns.,M.Kep. (.....)
NIK. 200981037

Penguji II : Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns.,M.Kep. (.)


NIK. 200680021

Mengetahui,
Ketua Program Studi DIII Keperawtan
STIKES Kusuma Husada Surakarta

Atiek Murharyati, S.Kep. Ns., M.Kep.


NIK. 200680021

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul Pemberian Metode Kangaroo Mother Care (KMC)
Terhadap Kestabilan Suhu Tubuh BBLR pada Asuhan Keperawatan By.Ny Y di
Ruang HCU Neonatus Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi Surakarta.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat:
1. Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns.,M.Kep. selaku Ketua Program Studi DIII
keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu
di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2. Meri Oktariani, S.Kep.,Ns.,M.Kep. selaku Sekretaris Program Studi DIII
keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu
di Stikes Kusuma Husada.
3. Amalia Senja, S.Kep.,Ns. selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai
penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-
masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi
demi sempurnanya studi kasus ini.
4. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.
5. Kedua orang tua kami, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan
semangat untuk menyelesaikan pendidikan.
6. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma
Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-
persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.

v
Semoga laporan studi ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan
dan kesehatan. Amin.

Surakarta, 2015

Penulis

vi
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
PERNYATAAN TIDAK PELAGIATISME ............................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xi
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Tujuan Penulisan ...................................................................... 5
C. Manfaat Penulisan .................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori .......................................................................... 7
1. Konsep Berat Lahir Rendah (BBLR) ................................... 7
2. Asuhan Keperawatan pada BBLR ....................................... 13
3. Hipotermi ............................................................................. 26
4. Perawatan Metode Kangguru atau Kangaroo Mother Care
(KMC) ...................................................................................... 30
B. Kerangka Teori ......................................................................... 36
C. Kerangka Konsep .................................................................... 37
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset ............................................................... 38
B. Tempat dan Waktu ................................................................... 38
C. Media dan Alat yang Digunakan .............................................. 38
D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset ....................... 39
E. Alat Ukur Evaluasi dari Aplikasi Tindakan dari Riset ............. 42

vii
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Identitas klien ........................................................................... 44
B. Pengkajian ............................................................................... 45
C. Perawatan Sosial ...................................................................... 48
D. Perumusan Masalah Keperawatan ........................................... 50
E. Perencanaan ............................................................................. 52
F. Implementasi ........................................................................... 54
G. Evaluasi ................................................................................... 63
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian ............................................................................... 69
B. Perumusan masalah keperawatan ............................................ 72
C. Perencanaan ............................................................................. 76
D. Implementasi ........................................................................... 81
E. Evaluasi ................................................................................... 97
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................ 106
B. Saran ......................................................................................... 109
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

viii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Evaluasi gawat nafas dengan skor Downes ..................................... 12

ix
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Gambar 2.1 Temperatur aksila pada bayi baru lahir ................................ 30

2. Gambar 2.2 Kerangka teori ...................................................................... 36

3. Gambar 2.3 Kerangka konsep ................................................................... 37

4. Gambar 3.1 Metode kanguru /KMC ......................................................... 41

5. Gambar 3.2 Termometer air raksa dan digital. ......................................... 43

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Daftar riwayat hidup

Lampiran 2 : Usulan jurnal

Lampiran 3 : Surat pernyataan

Lampiran 4 : Lembar konsultasi karya tulis ilmiah

Lampiran 5 : Log Book

Lampiran 6 : Pendelegasian

Lampiran 7 : Jurnal

Lampiran 8 : Asuhan keperawatan

Lampiran 9 : Evaluasi gawat nafas dengan skor Downes

Lampiran 10 : Satuan acara penyuluhan

Lampiran 11 : Leaflet

xi
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan permasalahan yang sering

dihadapi pada perawatan yang bayi baru lahir. Angka prevalensi BBLR

menurut World Health Organization (WHO) 2010 diperkirakan 15% dari

seluruh kelahiran didunia dengan batasan 3,3% - 3,8% dan lebih sering terjadi

pada negaranegara yang sering berkembang atau sosial ekonomi rendah.

Prevalensi BBLR tahun 2013 adalah sebesar 10,2% di dunia. Angka kematian

bayi telah terjadi peningkatan dari tahun 2005 sebesar 260 orang sedangkan

pada tahun 2006 sebesar 273 orang terjadi peningkatan 0,9% sekitar sepertiga

dari jumlah BBLR ini meninggal sebelum stabil atau dalam 12 jam pertama

kehidupan bayi.

BBLR memerlukan perawatan yang intensif sampai berhasil

mencapai kondisi stabil. Hasil survey Demografi dan Kesehatan Indonesia

(SDKI) 2002-2003 presentase BBLR di Indonesia menunjukkan 7,6%. Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, dari jumlah bayi yang diketahui

penimbangan berat badannya waktu lahir 11,5% lahir dengan berat badan

<2500 gram atau BBLR jika dilihat dari jenis kelamin, presentase BBLR

lebih tinggi pada bayi perempuan dibanding laki-laki yaitu masing-masing

13% dan 10% (Depkes RI, 2009).

1
2

Setiap tahun di dunia diperkirakan lahir sekitar 20 juta bayi berat lahir

rendah (BBLR). Departemen Kesehatan (2007) angka kematian sepsis

neonatorum cukup tinggi 13- 50 % dari angka kematian bayi baru lahir.

Adapun masalah yang sering timbul sebagai komplikasi sepsis neonatorum

adalah meningitis, kejang, hipotermi, hiperbilirubin, gangguan nafas, dan

minum (Depkes, 2007).

Salah satu penyebab bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah lahir

kurang bulan (prematur). Jumlah bayi berat lahir rendah (BBLR) di Jawa

Tengah pada tahun 2011 sebanyak 21.184 meningkat banyak apabila

dibandingkan tahun 2010 yang sebanyak 15.631. adapun presentase BBLR

tahun 2011 sebanyak 3,73 %, meningkat bila dibandingkan tahun 2010

sebesar 2,69 % (Depkes Kesehatan Jawa Tengah, 2012).

Angka terjadinya kelahiran BBLR di RSUD dr. Moewardi Surakarta

pada tahun 2013 terjadi 817 kasus kelahiran BBLR, pada tahun 2014 terjadi

penurunan kasus kelahiran BBLR menjadi 367.

Bayi berat lahir rendah secara umum mempunyai kematangan dalam

sistem pertahanan tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan. Bayi

premature yang berat badan lahir rendah cenderung mengalami hipotermi.

Hal ini disebabkan karena tipisnya lemak subkutan pada bayi sehingga sangat

mudah dipengaruhi oleh suhu lingkungan.

Suhu tubuh hampir semuanya diatur oleh mekanisme persyarafan, dan

hampir semua mekanisme ini terjadi melalui pusat pengaturan suhu yang

terletak pada hipotalamus.


3

Pada bayi baru lahir pusat pengaturan suhu tubuhnya belum berfungsi

sempurna, sehingga mudah terjadi penurunan suhu tubuh, terutama karena

lingkungan yang dingin. Dengan adanya keseimbangan panas tersebut bayi

baru lahir akan berusaha menstabilkan suhu tubuhnya terhadap faktor-faktor

penyebab hilangnya panas karena lingkungan. Padasaat kelahiran, bayi

mengalami perubahan oleh lingkungan intra uterin yang hangat ke

lingkungan ekstra uterin yang relatif lebih dingin. Hal tersebut menyebabkan

penurunan suhu tubuh 2 03 0C, terutama hilangnya panas karena evaporasi

atau penguapan cairan ketuban pada kulit bayi yang tidak segera dikeringkan.

Kondisi tersebut akan memacu tubuh menjadi dingin yang akan

menyebabkan respon metabolisme dan produksi panas.

Perawatan pada bayi berat lahir rendah atau bayi prematur sifatnya

sangat kompleks. Pada umumnya bayi prematur dan mempunyai berat badan

lahir rendah dirawat dalam inkubator. Bayi perlu dirawat di inkubator, bayi

perawatan yang cukup tinggi, dan membutuhkan tenaga kesehatan yang

berpengalaman. Jumlah inkubator di rumah sakit sangat terbatas

dibandingkan dengan jumlah BBLR yang dirawat. Beberapa penelitian telah

dilakukan tentang metode kanguru, hasilnya mengatakan bahwa metode

kanguru tidak hanya sekedar pengganti inkubator dalam perawatan BBLR,

namun juga memberi banyak keuntungan yang tidak bisa diberikan oleh

perawatan inkubator (Suradi & Yanuarso, 1996 dalam Perinansia, 2008, cit

Syamsu, 2013)
4

Perawatan metode kanguru bermanfaat dalam menstabilkan suhu

tubuh bayi, stabilitas denyut jantung dan pernafasan, perilaku bayi lebih baik,

kurang menangis dan sering menyusu, penggunaan kalori berkurang,

kenaikan berat badan bayi lebih baik,waktu tidur bayi lebih lama, hubungan

lekat bayi- ibu lebih baik dan akan mengurangi terjadinya infeksi pada bayi

(Perinansia, 2008 cit Syamsu, 2013).

Berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai keterbatasan dalam

pengaturan fungsi tubuhnya, salah satunya adalah ketidakstabilan suhu tubuh,

sehingga dapat menyebabkan hipotermi pada bayi BBLR. Kangaroo Mother

Care (KMC) merupakan salah satu solusi pencegahan hipotermi pada BBLR.

Prinsipnya skin to skin contact yaitu perpindahan panas secara konduksi dari

ibu ke bayi sehingga bayi tetap hangat. Suhu tubuh ibu merupakan sumber

panas yang efisien dan murah, dapat memberikan lingkungan hangat pada

bayi, juga meningkatkan hubungan ibu dengan bayinya (Sri angriani, dkk

2014)

Adanya kejadian peningkatan angka kematian sepsis neonatorium

cukup tinggi maka metode kangaroo mother care (KMC) sangat dibutuhkan

untuk mengatasi kenaikan angka kematian bayi BBLR.

Penulis melakukan metode kangaroo mother care (KMC) karena di

RS orang tua atau ibu belum percaya dengan manfaat yang ditumbulkan

setelah perawatan KMC, maka sebelum melakukan pengaplikasian KMC

pada BBLR penulis harus melakukan edukasi mengenai KMC sebab orang

tua belum mengatahui keuntungan dan pentingnya KMC untuk BBLR, selain
5

itu orang tua takut karena perawatan KMC dilakukan perawatan bayinya di

RS semakin lama.

Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas penulis tertarik untuk

melakukan metode kanguru pada pasien yang sedang mengalami hipotermi

pada BBLR sebab BBLR lebih sering mengalami hipotermia karena BBLR

mudah kehilangan panas karena lemak di dalam kulit sedikit dan tipis.

B. Tujuan penulisan

1. Tujuan umum

Untuk mengaplikasikan tindakan pemberian metode kanguru mother care

(KMC) terhadap kestabilan suhu tubuh By.Ny Y dengan BBLR diruang

HCU Neonatus.

2. Tujuan khusus

a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada By.Ny Y dengan

hipotermi pada bayi berat lahir rendah (BBLR).

b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada By.Ny Y

dengan hipotermia pada bayi berat lahir rendah (BBLR).

c. Penulis mampu menyusun intervensi atau perencanaan pada By.Ny

Y dengan hipotermi pada bayi berat lahir rendah (BBLR).

d. Penulis mampu melakukan implementasi pada By.Ny Y dengan

hipotermi pada bayi berat lahir rendah (BBLR) .

e. Penulis mampumelakukan evaluasi pada By.Ny Y dengan hipotermi

pada bayi berat lahir rendah (BBLR).


6

f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian metode kanguru pada

By.Ny Y dengan hipotermi pada BBLR.

C. Manfaat penulisan

1. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan

a. Dapat mengembangkan pengetahuan tentang metode kanguru dalam

keperawatan anak dengan bayi berat lahir rendah (BBLR).

b. Menambah pengetahuan dan memperluas wawasan penulis dalam

mengaplikasikan metode kanguru dalam keperawatan anak dengan

BBLR.

2. Bagi pendidik

Sebagai bahan refrensi untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan

dengan pemberian metode kanguru pada pasien berat bayi lahir rendah

(BBLR) dengan hipotermi.

3. Bagi rumah sakit

Sebagai bahan masukan dalam pelaksanaan dan meningkatkan asuhan

keperawatan secara komprehensif melalui terapi nonfarmakologi dengan

metode kanguru pada pasien BBLR dengan hipotermi.

4. Bagi profesi keperawatan

Agar dapat mengaplikasikan teknik metode kanguru pada pasien BBLR.

5. Bagi orang tua.

Agar orang tua dapat mengaplikasikan metode kanguru dalam merawat

anaknya dengan berat bayi lahir rendah (BBLR).


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan teori

1. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

a. Pengertian BBLR

Bayi berat badan lahir rendah adalah bayi dengan berat badan

lahir kurang dari 2500 gram (Arif & Weni, 2009). Bayi berat lahir

rendah merupakan bayi yang dilahirkan dengan berat badan kurang

dari 2500 gram (Sujono & Suharsono, 2010).

Bayi BBLR adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari

2.500 gram tanpa memandang masa kehamilan (Atikah & Cahyo,

2010).

BBLR sendiri dapat dibagi menjadi 2 (dua) golongan, bayi

dengan berat badan lahir sangat rendah (BBLSR) yaitu dengan berat

lahir 1000-1500 gram dan berat badan lahir amat sangat rendah

(BBLASR) yaitu dengan berat badan kurang 1000 gram

(Atikah & Cahyo, 2010)

Menurut Protokol Asuhan Neonatal (2008), cit Rahmawati

(2011), semua bayi yang lahir dengan berat samaatau kurang dari

2.500 gram disebut bayi berat lahir rendah (BBLR).

7
8

b. Klasifikasi BBLR

Ada beberapa cara dalam mengelompokkan bayi BBLR menurut

Atikah & Cahyo, (2010) sebagai berikut:

1) Menurut harapan hidupnya :

a) Bayi berat lahir rendah (BBLR) berat lahir 1500 2500 gram

b) Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) berat lahir 1000

1500 gram

c) Bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER) berat lahir kurang

dari 1000 gram

2) Menurut masa gestasinya :

a) Prematuritas murni yaitu masa gestasinya kurang dari 37

minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk

masa gestasi berat atau biasa disebut neonatus kurang bulan

sesuai untuk masa kehamilan (NKB SMK).

b) Dismaturitas yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari

berat badan seharusnya untuk masa gestasi itu. Berat bayi

mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin dan merupakan

bayi yang kecil untukmasa kehamilan (KMK).

c. Patofisiologi

Temperatur dalam kandungan 370C sehingga bayi setelah lahir dalam

ruangan suhu temperaturruangan 28-320C. Perubahan temperatur ini

perlu diperhatikan pada BBLR karena belum bisa mempertahankan suhu

normal yang disebabkan:


9

1) Pusat pengaturan suhu badan masih dalam perkembangan.

2) Intake cairan dan kalori kurang dari kebutuhan.

3) Cadangan energi sangat kurang.

4) Luas permukaan tubuh relatif luas sehingga resiko kehilangan panas

lebih besar.

5) Jaringan lemak subkutan lebih tipis sehngga kehilangan panas lebih

besar.

6) BBLR sering terjadi penurunan berat badan disebabkan: malas

minum dan pencernaan masih lemah.

7) BBLR rentan infeksi sehingga terjadi sindrom gawat nafas,

hipotermi, tidak stabil sirkulasi (edema), hipoglikemi, hipokalsemia,

dan hiperbilirubin (Sudarti & Afroh, 2013).

d. Penyebab BBLR

Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur.

Faktor ibu yang lain adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta

seperti penyakit vaskuler, kehamilan kembar/ganda, serta faktor janin

juga merupakan penyebab terjadinya BBLR (Pantiawati, 2010).

BBLR dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:

1) Faktor ibu

a) Penyakit:

(1) Toksemia gravidarum

(2) Perdarahan abtepartum

(3) Trauma fisik danpsikologi


10

(4) Nefritis akut

(5) Diabetes militus

b) Usia ibu:

(1) Usia < 16 tahun

(2) Usia> 35 tahun

(3) Multigravida yang jarakkelahirannya terlalu dekat

c) Keadaan social:

(1) Golongan soial ekonomi rendah

(2) Perkawinan yang tidak sah

d) Sebab lain dari terjadinya BBLR :

(1) Ibu yang perokok

(2) Ibu peminum alcohol

(3) Ibu pecandu narkoba

2) Faktor janin

a) Hidramnion

b) Kelahiran ganda

c) Kelahiran kromosom

3) Faktor lingkungan

a) Tempat tinggal dataran tinggi

b) Radiasi

c) Zat-zat racun

(Pantiawati, 2010).
11

e. Manifestasi klinis BBLR

Manifestasi klinis BBLR menurut Sudarti & Afroh, (2013) sebagai

berikut :

1) BB < 2500 gram.

2) PB < 45 cm, LK < 33 cm, LD < 30 cm.

3) Kepala bayi lebih besar dari badan, rambut kepala tipis dan halus,

daun telinga elastis.

4) Dada: dinding thorax elastis, puting susu belum terbentuk.

5) Abdomen: distensi abdomen, kulit perut tipis, pembuluh darah

kelihatan.

6) Kulit: tipis, transparan, pembuluh darah kelihatan.

7) Jaringan lemak subkutan sedikit, lanugo banyak.

8) Genetalia: laki-laki skrotum sedikit, testis tidak teraba, perempuan

labia mayora hampir tidak ada, klitoris menonjol.

9) Ekstremitas: kadang odema, garis telapak kaki sedikit.

10) Motorik: pergerakan masih lemah.

f. Masalah jangka pendek yang terjadi pada BBLR

Pada bayi prematur dengan BBLR ada beberapa resiko permasalahan

yang mungkin timbul menurut Atikah & Cahyo, (2010) sebagi berikut:

1) Gangguan metabolik

a) Hipotermia

b) Hipoglikemia

c) Hiperglikemia

d) Masalah pemberian ASI


12

2) Gangguan imunitas

3) Gangguan pernafasan

Tabel 2.1 Evaluasi gawat nafas dengan skor Downes

Pemeriksaan Skor

0 1 2

Frekuensi nafas <60/menit 60-80/menit >80/menit


Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis Tidak ada Sianosis hilang Sianosis menetap
sianosis dengan O2 walaupun diberi
O2
Air entry Udara masuk Penurunan Tidak ada udara
ringan udara masuk
masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar Dapat didengar
dengan tanpa alat bantu
stetoskop
(Sumber: Wood DW, Downes Locks HI.)

Keterangan:

Total Diagnosis

13 sesak nafas ringan

45 sesak nafas sedang

>6 sesak nafas berat


13

4) Gangguan sistem peredaran darah

5) Gangguan cairan dan elektrolit

g. Perawatan BBLR

Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam penanganan pada BBLR:

1) Mempertahankan suhu dengan ketat.

BBLR mudah mengalami hipotermia, oleh sebab itu suhu tubuhnya

harus dipertahankan dengan ketat.

2) Mencegah infeksi dengan ketat.

BBLR rentan akan infeksi, perhatikan prinsip-prinsip pencegahan

infeksi termasuk mencuci tangan sebelum memegang bayi.

3) Pengawasan nutrisi/ASI.

Reflek menelan BBLR belum sempurna, oleh sebab itu pemberian

nutrisi harus dilakukan dengan cermat.

4) Penimbangan ketat.

5) Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi/nutrisi bayi dan

erat kaitannya dengandaya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan

berat badan harus dilakukan dengan ketat (Rahmayanti, 2011)

2. Asuhan keperawatan pada BBLR

a. Pengkajian

Pengkajian dilakukan dari ujung kaki hingga ujung rambut, meliputi

semua system pada bayi. Pengkajian diawali dari anamnesis dan


14

pemeriksaan fisik. Lakukan pemeriksaan dengan teliti, semua aspek

berikut:

1) Kulit keriput, penuh lanugo pada dahi, pelipis, telinga dan

lengan, lemak jaringan sedikit (tipis),

2) Kuku jari tangan dan kaki belum mencapai ujung jari,pada bayi

laki-laki testis belum turun,

3) Pada bayi perempuan lebih mayora lebih menonjol,

4) Gerakan bayi pasih dan tangis hanya merintih, walaupun lapar

bayi tidak menangis, bayi lebih banyak tidur dan lebih malas,

5) Suhu tubuh lebih mudah hipotermi,

6) Umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu,

7) Berat badan sama dengan atau kurang dari 2500 gram,

8) Panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm, lingkar

kepala sama dengan atau kurang dari 46 cm, lingkar kepala

sama dengan atau kurang dari 33 cm, lingkar dada sama dengan

atau kurang dari 30 cm.

9) Rambut lanugo masih banyak.

10) Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang.

11) Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya.

12) Tumit mengkilap telapak kaki halus.

13) Genetalia belum sempurna, labia minora belum tertutup oleh

labia mayora, klitoris menonjol (pada bayi perempuan). Testis


15

belum turun ke dalam skrutom, pigmentasi dan rugue pada

skorutum kurang (pada bayi laki-laki).

14) Tonus otot lemah sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya

lemah.

15) Fungsi saraf yang belum atau tidak efektif dan tangisnya lemak.

16) Jaringan kelenjar mammae masih kurang akibat pertumbuhan

otot dan jaringan lemak masih kurang.

17) Verniks kaseose tidak ada atau sedikit bila ada (Atikah, 2010).

Pemeriksaan

1) Fisik

a) Bayi kecil, pergerakkan kurang dan lemah, BB <2500 gr,

tangis lemah.

b) Kulit dan kelamin

c) Kulit tipis, trasparan, genetalia belum sempurna.

d) Lingkaran lengan atas bayi kurang dari 9 cm. (diukur pada

pertengahan lengan atas). Tubuhnya kurang berisi, ototnya

lembek dan kulitnya mungkin keriput atau tipis.

e) Mudah tersedak.

2) Syaraf

a) Reflek menghisap, menelan buruk.

b) Reflek batuk belum sempurna.


16

3) Muskuloskeletal

Otot hipotonik, tungkai abduksi, sendi lutut dan kaki fleksi.

4) Sistem Pernapasan

Nafas belum teratur, apnea, frekuensi napas bervariasi

(Atikah & Cahyo, 2010).

b. Diagnosa Keperawatan

1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas

neurologis.

2) Hipotermia berhubungan dengan penguapan/ evaporasi dari

kulit dilingkungan yang dingin.

3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan imaturitas reflek menghisap.

4) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan

mucusa dalam jumlah berlebihan.

5) Resiko infeksi berhubungan dengan malnutrisi.

c. Rencana Keperawatan

1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas

neurologis.

a) Kriteria hasil :

(1) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang

bersih, tidak ada sianosis dan suara nafas yang bersih,

tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan


17

sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada

pussed lips)

(2) Menunjukkan jalan nafas yang paten(klien tidak merasa

tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam

rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)

(3) Tanda tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah,

nadi, pernafasan)

b) NOC

(1) Respiratory status : ventilation

(2) Respiratory status : Airway patency

(3) Vital sign status

c) NIC

Airway Management

(1) Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw

thrust bila perlu

(2) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

(3) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan

nafas bantuan

(4) Pasaang mayo bila perlu

(5) Lakkan sisioterapi dada bila perlu

(6) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

(7) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

(8) Lakukan suction pada mayo


18

(9) Berikan bronkodilator bila perlu

(10) Berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembab

(11) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan

keseimbangan

(12) Monitor respirassi dan status O2

Oxygen Therapy

(1) Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea

(2) Pertahankan jalan nafas yang paten

(3) Atur peralatan oksigenasi

(4) Monitor aliran oksigen

(5) Pertahankan posisi pasien

(6) Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi

(7) Monitor adanya kecemasan pasien oksigenasi

Vital sign Monitoring

(1) Monitur TD, nadi, suhu, dan RR

(2) Catat adanya fluktuasi tekanan darah

(3) Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri

(4) Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan

(5) Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama dan setelah

aktivitass

(6) Monituor kualitas nadi

(7) Monitor frekuensi dan irama pernafasan

(8) Monitor suara paru


19

(9) Monitor pola pernafasan abnormal

(10) Monitor suhu,warna, dan kelembaban kulit

(11) Monitor sianosis perifer

(12) Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang

melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)

(13) Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

2) Hipotermia berhubungan dengan penguapan/ evaporasi dari kulit

dilingkungan yang dingin.

a) Kriteria hasil

(1) Suhu tubuh dalam rentang normal

(2) Nadi dan RR dalam rentang normal

b) NOC

(1) Thermoregulation

(2) Thermoregulation : neonate

c) NIC

Temperature rgulation

(1) Monitor suhu tubuh minimal tiap 2 jam

(2) Berikan perawatan metode kanguru

(3) Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu

(4) Monitor TD, nadi, dan RR

(5) Monitor warna dan suhu kulit

(6) Monitor tanda-tanda hipotermia dan hipertermia

(7) Tingkatkan intake cairan dan nutrisi


20

(8) Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya

kehangatan tubuh

(9) Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat

panas

(10) Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan

kemungkinan efek negatif dari kedinginan

(11) Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan

penanganan emergency yang diperlukan

(12) Ajarkan indikasi dari hipotermia dan penaganan yang

diberikan

(13) Berikan anti piretik jika perlu

Vital sign Monitoring

(1) Monitor TD, nadi, suhu, dan RR

(2) Catat adanya fluktuasistekanan darah

(3) Monitor VS saat pasien berbaring, duduk atau berdiri

(4) Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan

(5) Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah

aktivitas

(6) Monitor kualitas dari nadi

(7) Monitor frekuensi dan irama pernafasan

(8) Monitor suara paru

(9) Monitor pola pernafasan abnormal

(10) Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit


21

(11) Monitor sianosis perifer

(12) Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang

melebar, bradikardi, peningkatan sistolik

(13) Identifikasi penyebab dari perubahan vita sign

3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungn dengan imaturitas reflek menghisap.

a) Kriteria hasil

(1) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan

(2) Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan

(3) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

(4) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi

(5) Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari

menelan

(6) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

b) NOC

(1) Nutrition status :

(2) Nutritional statu : food and Fluid Intake

(3) Nutritional status : nutrient intake

(4) Weight control

c) NIC

Nutrition Management

(1) Kaji adanya alergi makanan


22

(2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah

kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien

(3) Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe,

protein, dan vitamin c

(4) Berikan substansi gula

(5) Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat

untuk mencegah konstipasi

(6) Berikan makanan yang terpilih

(7) Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan

harian

(8) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori

(9) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi

(10) Kaji kemampuan pasien untuk mendapat nutrisi yang

dibutuhkan

Nutrition Monitoring

(1) BB pasien dalam batas normal

(2) Monitor adanya penurunan berat badan

(3) Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa

dilakukan

(4) Monitor interaksi anak dan orang tua selama makan

(5) Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam

makan

(6) monitor mual muntah


23

(7) monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar

Ht

(8) monitor makannan kesukaan

(9) monitor pertumbuhan dan perkembangan

(10) monitor kalori dan intake nutrisi

(11) catat adanya edema, hiperemeik, hipertonik papila

lidah dan cavitas oral

4) ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan

mukosa dalam jumlah berlebih

a) kriteria hasil

(1) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas

yang bersih, tidak ada sianosis dan suara nafas yang

bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu

mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan

mudah, tidak ada pursed lips)

(2) Menunjukkan jalan nafas yang paten(klien tidak

merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan

dalam rentang normal, tidak ada suara nafas

abnormal)

(3) Mampu mengidentifikasi dan mencegah factor yang

dapat menghambat jalan nafas


24

b) NOC

(1) Respiratory status : Ventilation

(2) Respiratory status : Aieway prtency

(3) Aspiration control

c) NIC

Airway suction

(1) Auskultasi suara nafas sebelum sebelum dan sesudah

suctioning

(2) Informasikan pada klien dan keluarga tentang

suctioning

(3) Berikan O2 dengan menggunakan nasal kanul untuk

memfasilitasi suksion nasotrakeal

(4) Monitor status oksigen pasien

(5) Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien

menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll

5) Resiko infeksi berhubungan dengan malnutrisi

a) Kriteria hasil

(1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

(2) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya

infeksi

(3) Jumlah leukosit dalam batas normal

(4) Menunjukkan perilaku hidup sehat


25

b) NOC

(1) Immune Status

(2) Knowledge : infection control

(3) Risk control

c) NIC

Infection Control (kontrol infeksi)

(1) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain

(2) Pertahankan teknik isolasi

(3) Batasi pengunjung bila perlu

(4) Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan

alat

(5) Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing

sesuai dengan petunjang umum

(6) Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan

saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan

pasien

(7) Berikan terapi antibiotik bila perlu

Infektion protection (proteksi terhadap infeksi)

(1) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokasi

(2) Monitor hitung granulosit, WBC

(3) Pertahankan tekik isolasi k/p

(4) Berikan perawatan kulit pada area epidma


26

(5) Dorong masukan nutrisi yang cukup, masukan cairan,

dan istirahat

(6) Ajarkan cara menghindari infeksi

(7) Laporkan kecurigaan infeksi dan kultur positif

(Sujono & Suharsono, 2010).

3. Hipotermi

Suhu diatur oleh pusat termoregulator di hipotalamus melalui

beberapa mekanisme fisiologis, misalnya berkeringat, dilatasi/konstriksi

pembuluh darah perifer, dan minggigil (Philip & Beverley ,2008).

Termoregulasi atau pengaturan suhu tubuh pada BBL merupakan

yang sangat penting dan menantang dalam perawatan BBL. Banyak faktor

yang berperan dalam termoregulasi seperti umur, berat badan, luas

permukaan tubuh dan kondisi lingkungan (Yunanto, 2010).

Hipotalamus adalah pusat integrasi utama untuk memelihara

keseimbangan energi dan suhu tubuh (Debura, 2013). Hipotermia dapat

disebabkan oleh karena terpapar dengan lingkungan yang dingin (suhu

lingkungan rendah, permukaan yang dingin atau basah) atau bayi dalam

keadaan basah atau tidak berpakaian (yunanto, 2010).

Hipotermia dinyatakan pada saat hasil pengukuran suhu tubuh <

350C. Hipotermia ditandai dengan penurunan metabolisme tubuh,

menyebabkan penurunan frekuensi nadi, repirasi, dan tekanan darah

(Debora, 2013).
27

Faktor faktor yang mempengaruhi suhu tubuh

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengaturan suhu tubuh, antara

lain sebagai berukut :

a. Laju metabolisme basal semua sel tubuh.

b. Laju cadangan metabolisme yang disebabkan oleh aktivitas otot,

termasuk kontraksi otot karena menggigil.

c. Metabolisme tambahan yang disebabkan oleh tiroksin terhadap sel.

d. Metabolisme tambahan karena efek epinefrin, norepinefrin, dan

rangsangan simpatis terhadap sel.

e. Metabolisme tambahan akibat aktivitas kimiawi dalam sel, bila

temperatur sel meningkat (Debora, 2013).

1) Pengertian hipotermi

Hipotermi adalah bayi baru lahir dengan suhu tubuh

sampai di bawah 36,50c 37,50c. Hipotermi sering terjadi pada

neonatus BBLR karena jaringan lemak subkutan rendah dan luas

permukaan tubuh relatif besar dibandingkan bayi BBLC (Sudarti

& Afroh, 2013).

2) Etiologi

BBLR dapat mengalami hipotermi melalui beberapa

mekanisme, yang berkaitan dengan kemampuan tubuh untuk

menjaga keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan

panas:
28

Adapun mekanisme tubuh kehilangan panas menurut Philip &

Beverley, (2008) sebagai berikut :

a) Evaporasi adalah jalan utama bayi kehilangan panas.

Kehilangan panas dapat terjadi karena penguapan cairan

ketuban pada permukaan tubuh oleh panas tubuh bayi sendiri

karena setelah lahir, tubuh bayi tidak segera

dikeringkan.Kehilangan panas juga terjadi pada bayi yang

terlalu cepat dimandikan dan tubuhnya tidak segera

dikeringkan dan diselirnuti.

b) Konduksi adalah kehilangan panas tubuh melalui kontak

langsung antara tubuh bayi dengan permukaan yang dingin.

Meja, tempat tidur atau timbangan yang temperaturnya lebih

rendah dari tubuh bayi akan menyerap panas tubuh bayi

melalui mekanisme konduksi apabila bayi diletakkan di atas

benda-benda tersebut.

c) Konveksi adalah kehilangan panas tubuh yang terjadi saat

bayi terpapar udara sekitar yang lebih dingin. Bayi yang

dilahirkan atau ditempatkan di dalam ruangan yang dingin

akan cepat mengalami kehilangan panas. Kehilangan panas

juga terjadi jika terjadi aliran udara dari kipas angin,

hembusan udara melalui ventilasi atau pendingin ruangan.

d) Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi karena bayi

ditempatkan di dekat benda-benda yang mempunyai suhu


29

tubuh lebih rendah dan suhu tubuh bayi. Bayi bisa kehilangan

panas dengan caraini karena benda-benda tersebut menyerap

radiasi panas tubuh bayi (walaupun tidak bersentuhan secara

langsung)

Menurut Sudarti & Cahyo, (2013) faktor-faktor yang menyebabkan

hipotermi sebagai berikut:

a. Kesalahan perawatan bayi segera setelah lahir.

b. Bayi dipisahkan dengan ibunya setelah lahir.

c. BBLR.

d. Kondisi ruang yang dingin.

e. Asfiksia, hipoksia

Tanda dan Gejala Hipotermia

Tanda dan gejala hipotermia menurut Sudarti & Cahyo, (2013) sebagai

berikut :

a. Vasokontriksi perifer

1) Akral sianosis, ekstermitas dingin

2) Perfusi menurun

b. Depresi susunan saraf pusat

1) Letargis, bradikardi, apnea, tidak mau minum.

c. Penurunan metabolisme

1) Hipoglikemia, hipoksia, asidosis


30

d. Penurunan tekanan a. Pulmonal

1) Distress, takipnea

Tanda-tanda kronis

2) Penurunan BB, BB sulit naik

TEMPERATUR AKSILA PADA BAYI BARU LAHIR

37,50C

Batas Normal

36,50c
Setres Dingin Perlu Perhatian

36,00c

Hipotermia Sedang Bahaya, hangatkan bayi

32,00c
Hipotermia Berat Prognosis buruk butuh
tenaga terlatih

Gambar 2.1 Temperatur aksila pada bayi baru lahir

4. Perawatan metode kanguru atau Kangaroo Mother Care (KMC)

a. Pengertian perawatan metode kanguru

KMC adalah kontak kulit diantara ibu dan bayi secara dini,

terus-menerus dan dikombinasi dengan pemberian ASI eksklusif

(Yongky dkk, 2012). Salah satu cara untuk mengurangi kesakitan dan

kematian BBLR adalah dengan Perawatan Metode Kanguru (PMK)

atau perawatan bayi lekat yang ditemukan sejak tahun 1983. PMK
31

adalah perawatan bayi baru lahir dengan melekatkan bayi di dada ibu

(kontak kulit bayi dan kulit ibu) sehingga suhu tubuh bayi tetap

hangat. Perawatan metode ini sangat menguntungkan untuk bayi berat

lahir rendah (Atikah & Afroh, 2010).

Perawatan metode kanguru adalah perawatan untuk bayi berat

lahir rendah dengan melakukan kontak langsung antara kulit bayi

dengan kulit ibu (skin to skin contact) (Depkes RI,2009).

Istilah perawatan metode kanguru (PMK) diambil dari

pengamatan pada kanguru yang memiliki kantung pada perutnya, yang

berfungsi untuk melindungi bayinya tidak hanya melindungi bayi yang

premature tetapi merupakan suatu tempat yang memberikan

kenyamanan yang sangat esensial bagi pertumbuhan bayi. Di dalam

kantong ibu, bayi kanguru dapat merasakan kehangatan, mendapat

makanan(susu), kenyamanan, stimulasi, dan perlindungan. Bayi

dibawa kemana saja setiap saat tanpa interupsi (Desmawati, 2011 cit

Rahmayanti, 2011)

Perawatan metode kanguru dapat dilakukan dengan 2 cara.

Pertama, secara terus menerus dalam 24 jam atau dengan cara selang

seling. Perawatan metode kanguru disarankan untuk dilakukan secara

kontinyu, akan tetapi rumah sakit yang tidak menyediakan fasilitas

rawat gabung dapat menggunakan Perawatan Metode Kanguru secara

intermiten. Pelaksanaan Perawatan Metode Kanguru secara intrmiten


32

juga memberikan manfaat sebagai pelengkap perawatan konvensional

atau incubator (Deswita dkk, 2011 cit Rahmayanti, 2011).

b. Keuntungan pelaksanaan Metode Kanguru

Sebelum mempelajari manfaat dan penerapan PMK sebaiknya

diketahui tentang proses kehilangan panas pada bayi baru lahir. Pada

intinya ada 4 cara kehilangan panas padabayi baru lahir, yaitu :

1) Radiasi : aliran panas dari suhu yang lebih tinggi (tubuh) ke

suhu yang lebih rendah (lingkungan di sekitar

tubuh).

2) Konduksi : pemindahan panas akibat kontak langsung dengan

permukaan yang lebih dingin.

3) Konveksi : pemindahan panas melalui aliran atau pergerakan

udara.

4) Evaporasi : perspirasi, respirasi, dan rusaknya integritas kulit

(Philip & Beverley, 2008).

Keuntungan dan manfaat PMK adalah: suhu tubuh bayi tetap

normal, mempercepat pengeluaran (ASI) dan meningkatkan

keberhasilan menyusui, perlindungan bayi dari infeksi, berat badan

bayi cepat naik, stimulasi dini, kasih sayang, mengurangi biaya rumah

sakit karena waktu perawatan yang pendek, tidak memerlukan

inkubator dan efisiensi tenaga kesehatan (Atikah & Afroh, 2010).

Adapun manfaat lain dari perawatan kangroo mother care

(KMC) yaitu ikatan emosional ibu dan bayi, posisi bayi tegak akan
33

membantu bayi bernafas secara teratur, menyiapkan ibu untuk

merawat bayi BBLR di rumah, melatih bayi untuk menghisap dan

menelan secara teratur dan terkoordinasi (Sudarti &afroh , 2013).

1) Manfaat perawatan metode kanguru bagi bayi

Berbagai peneliti menyebutkan bahwa manfaat perawatan metode

kanguru pada BBLR adalah:

a) Suhu tubuh bayi lebih stabil daripada yang dirawat di

incubator,

b) Pola pernafasan bayi menjadi lebih teratur (mengurangi

kejadian apnea periodic),

c) Denyut jantung lebih stabil,

d) Pengaturan perilaku pada bayi lebih baik, misalnya frekuensi

menangis bayi kekurang dan sewaktu bangun bayi lebih

waspada,

e) Bayi lebih sering minum ASI dan lama menetek lebih

panjang serta peningkatan produksi ASI,

f) Pemakaian kalori lebih kurang,

g) Kenaikan berat badan lebih baik,

h) Waktu tidur bayi lebih lama,

i) Hubungan lekat bayi ibu lebih baik serta berkurangnya

kejadian infeksi,

j) Efisiensi anggaran (Rahmayanti, 2011).


34

2) Manfaat perawatan metode kanguru bagi ibu

Menurut Depkes RI (2008) dari beberapa penelitian KMC

dapat mempermudah pemberian ASI, ibu lebih percaya diri dalam

merawat bayi, hubungan lekat bayi-ibu lebih baik, ibu sayang

kepada bayinya, pengaruh psikologis ketenangan bagi ibu dan

keluarga (ibu lebih puas, kurang merasa stress), peningkatan lama

menyusui dan kesuksesan dalam menyusui (Rahmayanti, 2011).

3) Manfaat perawatan metode kanguru bagi ayah

a) Ayah memainkan perasaan yang lebih besar dalam perawatan

bayinya.

b) Meningkatkan hubungan antara ayah-bayinya, terutama

berperan penting di Negara dengan tingkat kekerasan pada

anak yang tinggi (Rahmayanti, 2011).

4) Manfaat perawatan metode kanguru bagi petugas kesehatan

Bagi petugas kesehatan paling sedikit akan bermanfaat dari

segi efisiensi tenaga karena ibu lebih banyak merawat bayinya

sendiri. Dengan demikian beban kerja petugas akan berkurang.

Bahkan petuas justru dapat melakukan tugas lain yang

memerlukan perhatian petugas misalnya pemeriksaan lain atau

kegawatan pada bayi maupun memberikan dukungan kepada ibu

dalam menerapkan PMK (Depkes RI,2008 cit Rahmayanti, 2011).


35

c. Standard Operasional Prosedur (SOP) metode kanguru

Standar Operasional Prosedur Perawatan Metode Kanguru dari rumah

sakit. Sebagai berikut:

Kebijakan kriteria bayi KMC

1) Berat badan lahir kurang dari 2500 gram,

2) Semua keadaan patologis sudah teratasi,

3) Mampu untuk menghisap-menelan dan bernafas sudah baik,

4) Berat badan selama di Inkubator meningkat (15-20 gr/hari selama

> 8hari),

5) Ibu, suami atau pengganti ibu lainnya sehat dan mampu serta

mampu merawat bayi dengan metode kanguru.

Perawatan metode kanguru

Menurut Atikah & Candra ,(2010) perawatan metode kanguru dibagi

menjadi dua yaitu:

1) KMC intermiten, yaitu KMC degan jangka waktu yang pendek

(perlekatan lebih dari satu jam per hari) dilakukan saat ibu

berkunjung. KMC ini dioeruntukkan bagi bayi dalam proses

penyembuhan yang masih memerlukan pengobatan medis (infus,

oksigen).

2) KMC kontinu yaitu KMC dengan jangka waktu yang lebih lama

daripada KMC intermiten. Pada metode ini perawatan bayi

dilakukan selama 24 jam sehari.


36

B. Kerangka teori

Skema kerangka konsep :

Etiologi

Faktor ibu Faktor plasenta Faktor janin

BBLR

Permukaan tubuh Jaringan lemak


relatif lebih luas subkutan lebih tipis

Penguapan Pernafasan Kehilangan panas Kekurangan


berlebih dengan suhu luar melalui kulit cadangan energi

Kehilangan Kehilangan Malnutrisi


cairan Metode Kanguru
panas

Dehidrasi Hipotermia Mempertahankan suhu Hipoglikemia


dalam batas normal 36,50C
37,50C

Gambar 2.2 Kerangka teori


37

C. Kerangka konsep

Hipotermia berhubungan Metode kangaroo mother


dengan pemajanan care (KMC)
lingkungan yang dingin
(00006)

Gambar 2.3 Kerangka konsep


BAB III

METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET

A. Subjek aplikasi riset

Subjek yang digunakan dalam aplikasi riset ini adalah pasien dengan

BBLR yang mengalami hipotermia.

B. Tempat dan waktu

1. Tempat : Di ruang HCU Neonatus RSUD dr. Moewardi Surakarta.

2. Waktu : Metode kanguru dilakukan pada tanggal 15 maret 2015 sampai

tanggal 17 maret 2015 pada jam 08.30 dilakukan selama 2,5 jam dan

dilakukan selama 3 hari.

C. Media dan alat yang digunakan

1. Waslap

2. Baju untuk ibu

3. Tutup kepala

4. Popok

5. Selendang kanguru atau gendongan kanguru

6. Kaos kaki

7. Termometer

38
39

D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset

Posisi bayi

Beri bayi pakaian, beri topi , popok dan kaus kaki yang telah dihangatkan

lebih dahulu kemudian letakkan bayi di dada ibu. Letakkan bayi diantara

payudara dengan posisi tegak atau vertikal, dada bayi menempel pada pada

ibu. Posisi ibu dijaga dengan kain panjang atau pengikat lainnya. Kepala bayi

dipalingkan kesisi kanan atau kiri, dengan posisi sedikit tengadah (ekstensi).

Ujung pengikat tepat berada dibawah kuping bayi. Tungkai bayi haruslah

dalam posisi kodok, tangan harus dalam posisi fleksi. Ikatkan kain dengan

kuat agar saat ibu bangun dari duduk, bayi tidak tergelincir.Pastikan juga

bahwa ikatan yang kuat dari kain tersebut menutupi dada si bayi. Perut bayi

jangan sampai tertekan dan sebaiknya berada di sekitar epigastrium ibu.

Dengan cara ini ibu dapat melakukan pernafasan perut (Rahmayanti, 2011).

Tahap-tahap dalam pelaksanaan PMK adalah sebagai berikut:

1. Cuci tangan, keringkan dan gunakan gel hand rub.

2. Ukur suhu bayi dengan termometer.

3. Pakaikan baju kanguru pada ibu.

4. Bayi dimasukkan dalam posisi kanguru, menggunakan topi, popok dan

kaus kaki yang telah dihangatkan lebih dahulu.

5. Letakkan bayi di dada ibu, dengan posisi tegak langsung ke kulit ibu dan

pastikan kepala bayi sudah terfiksasi pada dada ibu. Posisikan bayi

dengan siku dan tungkai tertekuk, kepala dan dada bayi terletak di dada

ibu dengan kepala agak sedikit mendongak.


40

6. Dapat pula ibu memakai baju dengan ukuran besar, dan bayi diletakkan

di antara payudara ibu, baju ditangkupkan, kemudian ibu memakai

selendang yang dililitkan di perut ibu agar bayi tidak jatuh.

7. Setelah posisi bayi baik, baju kanguru diikat untuk menyangga bayi.

Selanjutnya ibu bayi dapat beraktifitas seperti biasa sambil membawa

bayinya dalam posisi tegak lurus di dada ibu (skin to skin contact) seperti

kanguru.

(Atikah dan cahyo, 2010)

Berikut adalah cara memasukkan dan mengeluarkan bayi dari baju

kanguru, misalnya saat akan disusui:

1. Pegang bayi pada satu tangan diletakkan dibelakang leher sampai

punggung bayi.

2. Topang bagian bawah rahang bayi dengan ibu jari dan jari-jari lainnya

agar kepala bayi tidak tertekuk dan tak menutupi saluran nafas ketika

bayi berada pada posisi tegak.

3. Tempat kantangan lainnya dibawah pantat bayi.

Yang perlu diperhatikan:

1. Selama penggunaan metode kanguru ibu atau pengganti ibu tidak

memakai BH dan baju dalam.

2. Pakai baju yang longgar.

3. Menghangatkan baju atau selendang metode kanguru dengan cara

dijemur dibawah sinar matahari atau disetrika.


41

4. Lepaskan bayi dari selendang kangguru untuk memberikan popok dan

pengganti ibu kangguru.

Fokus evaluasi BBLR dapat pulang:

1. Keadaan umum baik.

2. Mampu menghisap dan menelan dengan baik.

3. Suhu tubuh bayi 3 hari beturut-turut baik.

4. BB kembali ke bblahir dari 1500 gr.

5. BB 3 hari cenderung berturut-turut cenderung naik.

6. Ibu mampu merawat bayinya (Sudarti & Afroh F, 2013).

Gambar 3.1 Metode Kanguru /KMC


42

E. Alat ukur evaluasi dari aplikasi tindakan dari riset

Metode tradisional yang menggunakan termometer air raksa oral/

rektal kini jarang digunakan. Air raksa (merkuri) dilarang penggunaannya

oleh Control of Substances Hazardous to Health Regulations dan uapnya

bersifat neurotoksik. Selain itu, walaupun suhu rektal paling mendekati suhu

tubuh, namun suhu rektal tidak dapat dipercaya pada pasien kritis karena

hipotensi dan iskemia usus mengurangi suplai darah ke rektum dan

pengukurannya dipengaruhi oleh isi di dalam rektum (Philip jevon &

Beverley ewens, 2008).

Terdapat beberapa metode yang dapat dipercaya dalam mengukur

suhu tubuh dengan menggunakan alat elektronik. Alat-alat ini dapat

melakukan pemeriksaan dengan cepat, aman, dan beberapa dapat

memberikan hasil pengukuran suhu secara kontinu. Beberapa di antaranya

akan dijelaskan secara lebih rinci (Philip jevon &Beverley ewens, 2008).

Pengukuran suhu oral dapat dipengaruhi oleh suhu makanan dan

cairan yang diingesti dan oleh aktivitas otot pengunyah (Dougherty & Listen,

2004). Selain itu laju pernafasan > 18 kali per menit akan menurunkan nilai

suhu inti (Philip jevon & Beverley, 2008).

Aksila merupakan rute alternatif untuk pemantauan suhu jika rute oral

tidak cocok. Namun demikian, akan sulit untuk mendapatkan pengukuran

yang akurat dan dapat dipercaya karena lokasinya tidak terletak dekat dengan

pembuluh darah besar dan suhu permukaan kulit dapat dipengaruhi oleh

lingkungan. Jika menggunakan rute aksila, maka strip harus ditempatkan pada
43

pusat lipat ketiak dengan posisi lengan pasien dirapatkan dengan kuat di

samping dada. Karena suhu dapat bervariasi pada kedua lengan, maka pada

pengukuran suhu harus dilakukan pada lokasi yang sama (Philip jevan &

Beverley ewens, 2008).

Dimana lokasi yang digunakan untuk pengukuran suhu, pengukuran

selanjutnya harus dilakukan secara konsisten pada tempat yang sama, karena

penggantian lokasi dapat menghasilkan pengukuran yang salah dan sulit

diinterprestasi (Philip jevon & Beverley ewens, 2008).

Gambar 3.2 Termometer air raksa dan digital.


BAB IV

LAPORAN KASUS

Pada bab ini penulis menjelaskan tentang Asuhan Keperawatan Neonatus

pada By.Ny. Y dengan BBLR di Ruang HCU Neonatus Mawar 1 RSUD Dr.

Moewardi Surakarta. Klien lahir pada tanggal 14 maret 2015 jam 05.10 WIB dan

dilakukan pengkajian pada tanggal 15 maret 2015 jam 08.00 WIB. Pengkajian

yang dilakukan dengan metode autoanamnesa dan alloanamnesa. Asuhan

keperawatan dimulai dari pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan,

intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, sampai evaluasi keperawatan.

Pengkajian dilakukan melalui observasi, dan data sekunder, catatan medis, dan

catatan keperawatan.

A. Identitas paien

1. Identitas klien

Klien By.Ny. Y, jenis kelamin perempuan, tanggal lahir klien 14

maret 2015, tanggal dirawat 14 maret 2015, diangnosa medis BBLR, nama

orang tua Tn. I, berumur 31 tahun, pendidikan terahir Tn.I SLTP, bekerja

sebagai wiraswasta bertempat tinggal di Sangkrah pasar kliwon Surakarta.

2. Riwayat bayi

Hasil pengkajian tentang riwayat bayi, dari penilaian apgar skor warna

kulit bayi merah muda dan tidak ada sianosis, denyut jantung 150x/menit,

ketika distimulus bayi meringis dan menangis tapi lemah, tonus otot bayi

44
45

lemah dan pergerakan sedikit, pernafasan bayi lemah 28x/menit. Bayi lahir

dengan usia gestasi 27 minggu. Dari pengkajian antropometri berat badan

2200 gram, lingkar kepala 32 cm, lingkar lengan atas 10 cm, lingkar dada

30 cm, panjang badan 45 cm. Adanya komplikasi persalinan ketuban

pecah dini selama lebih dari 24 jam. Nilai apgar skor yaitu A2P2G1A0R1.

3. Riwayat ibu

Riwayat ibu berusia 29 tahun sudah melahirkan 3 anak dan saat ini

melahirkan anak yang ketiga tanpa abortus G3P3A0. Jenis persalinan dari

ketiga anaknya yaitu anak pertama sectio caesaria disebabkan karena

kehamilan lebih dari hari perkiraan lahir atau HPL, anak yang kedua

normal/spontan dan anak yang ketiga sectio caesaria disebabkan karena

ketuban pecah dini selama lebih dari 24 jam.

B. Pengkajian

Pengkajian fisik neonatus antara lain reflek moro ada terjadi abduksi

sendi bahu dan ekstensi lengan tapi masih lemah, reflek menghisap lemah

tapi bayi mampu membuka mulut atau mencari puting saat ibu akan

menyusui dan menggenggam klien masih terlihat lemah, kepala bayi mampu

memutar kearah berlawanan saat diberi reflek tahanan tapi masih lemah, mata

bayi mampu berespon terhadap cahaya, tonus otot lemah sehingga

pergerakkan bayi kurang aktif. Dari pengkajian kepala atau leher ubun-ubun

klien lunak sutura sagitalis tepat gambaran wajah simetris, tidak ada tulang

kepala tumpang tindih, tidak ada pembengkakan pada kepala yang


46

diakibatkan tekanan dari rahim dinding vagina, tidak ada pembengkakan pada

kepala bayi karena penumpukkan darah akibat perdarahan pada sub

periosteum. Mata bersih kanan dan kiri simetris jarak interkantus 3 cm sclera

ikterus, reflek cahaya positif. Telinga kanan kiri simetris, daun telinga elastis,

lubang kanan kiri ada dan tidak ada cairan yang keluar dari lubang telinga.

Hidung simetris antara kanan dan kiri dan lubang hidung ada. Mulut klien

simetris antara atas dan bawah, warna bibir merah muda, membran mukosa

bibir klien lembab dan tidak ada kelainan pada mulut klien seperti bibir

sumbing.

Pengkajian abdomen sebagai berikut: bentuk simentris lingkar perut

30 cm, kulit abdomen lunak dan tipis tidak ada jejas, pembulu darah terlihat,

umbilikus tidak menonjol masih terdapat tali pusat, warna kulit merah, ada

gerakkan peristaltik usus, bising usus 15x/menit, terdengar suara peristaltik

usus, kuadran 1 pekak, kuadran 2, 3, 4 timpani.

Pengkajian toraks sebagai berikut: bentuk toraks simetris, adanya

retraksi atau otot bantu pernafasan, lingkat dada 30 cm, toraks tidak ada jejas

dinding toraks elastis, puting susu belum terbentuk, tidak ada suara

tambahan, gerakkan dinding dada kanan dan kiri sama, tidak ada suara

tambahan.

Pengkajian paru-paru suara nafas kanan kiri sama dan suara nafas

vesikuler, terdapat otot bantu pernafasan atau retraksi, respirasi 38 x/menit

setelah dengan menggunakan alat bantu pernafasan nasal kanul 2 liter/menit,


47

pernafasan cuping hidung. Pengkajian yang didapat pasien termasuk gawat

nafas pasien didapat nilai 1 dan pasien mengalami sesak nafas ringan,

Pengkajian jantung tidak ada suara tambahan bunyi normal irama

sinus frekuensi 150 x/menit dan tidak ada suara murmur. Nadi perifer brakial

kanan kiri dan femoral kanan kiri kuat.

Pengkajian ekstermitas gerakan bebas tapi masih lemah, ekstremitas

atas dan bawah saat diberi rangsangan lemah atau pergerakan pasif, jari-jari

kaki tangan lengkap, dan garis telapak kaki sedikit. Umbilikus bersih tidak

ada cairan, tali pusat ada berwarna putih ujung tali pusat dijepit dengan

penjepit tali pusat terbungkus dengan kasa.

Genital jenis kelamin perempuan klitoris menonjol dan ada labia

mayora dan labia minora. Anus bersih dan paten. Kulit klien berwarna merah

muda tidak terdapat sianosis atau kemerahan dan tidak ada tanda lahir.

Terdapat kemerahan pada daerah yang terkena popok. Turgor kulit elastis dan

terdapat lanugo ada disekitar wajah dan lengan atas. Suhu inkubator 33,30C.
48

C. Riwayat sosial

Riwayat sosial keluarga klien adalah anak ketiga dari tiga bersaudara.

Tinggal satu rumah dengan ayah, ibu dan kakak. Didalam keluarga By.Ny Y

tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit menurun seperti DM, hipertensi.

Ny. Y (29th)

Tn.A
(33th)

By. Ny. Y
(1 hari)

Gambar 4.1 Genogram

Keterangan :

: Laki laki

: Perempuan

: Meninggal

: Pasien

: Tinggal satu rumah

: Garis pernikahan

: Garis keturunan
49

Klien beragama islam bahasa yang sering digunakan adalah bahasa

indonesia, suku jawa, budaya jawa. Hubungan orang tua dan bayi sangat baik

seperti menyentuh, memeluk, berbicara, berkunjung, memanggil nama dan

kontak mata. Orang terdekat yang dapat dihubungi semua saudara karena

semua sudara baik dan suka membantu kedua orang tua klien. Orang tua

sangat berespon terhadap penyakit yang diderita anggota keluarga, ibu klien

mengatakan bahwa sehat itu sangat penting dan mahal harganya, saat ada

anggota keluarga yang sakit selalu dibawa atau diperiksakan kepusat layanan

kesehatan terdekat dan kooperatif dalam merawatnya supaya cepat sembuh.

Orang tua klien sangat berespon terhadap hospitalisasi, kalau ada salah satu

anggota keluarga yang sakit di rawat di rumah sakit dan berusaha memberi

yang terbaik demi kesembuhan anggota keluarganya.

Riwayat anak lain anak pertama dengan riwayat persalinan sectio

caesaria dengan berat badan 2300 gram dan riwayat imunisasi lengkap. Anak

kedua dengan riwayat kelahiran normal/spontan berat bdan lahir 2500 gram

riwayat imunisasi lengkap.

Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 14 maret 2015 dengan hasil:

hemoglobin 16.8 g/dl (14.9-23.7) normal, hematokrit 52 % (47-75) normal,

leukosit 18.4 ribu/ul (9.4-34.0) normal, trombosit 303 ribu/ul (150-450)

normal, eritrosit 4.52 juta/ul (3.70-6.50) normal, MCV 113.9 /um (80.0-96.0)

tinggi, MCH 37.2 pg (28.0-33.0) tinggi, MCHC 32.6 g/dl (33.0-360) normal,

RDW 13.1 % (11.6-14.6) normal, MPV 8.1 fi (7.2-11.1) normal, PDW 16 %

(25-65) rendah, eosinofil 1.10% (0.00-4.00) normal, basofil 0.20% (0.00-


50

1.00), netrofil 65.50% (18.00-74.00) normal, limfosit 26.30% (60.00-66.00)

rendah, monosit 6.90 % (0.00-6.00) tinggi, golongan darah B dengan metode

AGLUTINASI.

Pengobatan pada tanggal 14 maret 2015 klien mendapat terapi

amphicillin 110 mg golongan dan kandungan anti mikroba/ antibakteri

golongan penisilin, fungsi untuk infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram

positif/ gram negatif untuk infeksi saluran pernafasan, infeksi akut kelamin

wanita.

D. Perumusan masalah keperawatan

Penulis melakukan pengkajian dan mendapatkan hasil sesuai

pengkajian di atas penulis melakukan analisa data kemudian penulis

merumuskan empat diangnosa yang sesuai prioritas.

Pengkajian yang dilakukan pada tanggal 15 maret 2015 jam 08.00

WIB diperoleh data subyektif klien tidak terkaji. Data obyektif, respirasi

38x/menit setelah menggunakan alat bantu pernafasan nasal kanul 2

liter/menit, pernafasan cuping hidung, menggunakan otot bantu pernafasan.

Berdasarkan analisa data diatas, maka dapat dirumuskan diagnosa

keperawatan yaitu ketidakfektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas

neurologi (00032).

Jam 08.05 WIB diperoleh data subyektif klien tidak terkaji. Data

obyektif yang didapat suhu tubuh 34,50C, akral dingin, badan tampak

menggigil, klien tampak gelisah dan kulit tampak pucat. Berdasarkan analisa
51

data diatas dirumuskan diagnosa keperawatan hipotermi berhubungan dengan

pemajanan lingkungan yang dingin (00006).

Jam 08.10 WIB diperoleh data subyektif ibu klien mengatakan

anaknya tidak mau menghisap puting susu ibu anak hanya mampu membuka

mulut saja. Data obyektif yang didapat reflek hisap klien lemah, klien tidak

mampu mempertahankan menghisap yang efektif, dan psien tampak pasif dan

lemah. Berdasarkan analisa data diatas dirumuskan diagnosa keperawatan

ketidakefektifan pola makan bayi berhubungan dengan gangguan neurologist

(00107).

Jam 08.15 WIB diperoleh data subyektif klien tidak terkaji, obyektif

klien tampak menggunakan popok kulit klien tampak kemerahan, leukosit

18.4 ribu/ul, kulit klien tipis. Berdasarkan analisa data diatas dirumuskan

diagnosa keperawatan resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh

sekunder belum adekuat (00004).

Berdasarkan rumusan masalah keperawatan dari hasil analisa data,

maka dapat diproritaskan diagnosa keperawatan sebagai berikut pertama

ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas neurologis

(00032), kedua hipotermi berhubungan denganpemajanan lingkungan yang

dingin (00006), ketiga ketidakefektifan pola makan berhubungan dengan

gangguan neurologis (00107), keempat resiko infeksi berhubungan dengan

pertahanan tubuh sekunder belum adekuat (00004).


52

E. Perencanaan

Setelah penulis memprioritaskan diagnosa keperawatan, penulis

membuat intervensi keperawatan dengan tujuan keperawatan pada diagnosa

keperawatan yang pertama, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama

3x24 jam masalah keperawatan ketidakefektifan pola nafas dapat efektif

kembali dengan kriteria hasil menunjukkan pola pernafasan efektif, RR dalam

batas normal 25-60 x/menit, tidak menggunakan alat bantu pernafasan, tidak

ada pernafasan cuping hidung, tidak ada otot bantu pernafasan.

Intervensi atau perencanaan keperawatan berdasarkan diagnosa

pertama observasi vital sign dan pola nafas abnormal, pertahankan jalan nafas

yang paten, identifikasi pemasangan alat bantu nafas, kolaborasi dengan

dokter dalam pemberian terapi oksigen.

Pada diagnosa kedua, penulis membuat tujuan setelah dilakukan

tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah keparawatan hipotermi dapat

teratasi dalam batas normal dengan kriteria hasil suhu tubuh dalam batas

normal 36,50C 370C, pasien tidak kehilangan panas, akral hangat,suhu tubuh

dalam rentang yang diharapkan, perubahan warna kulit tidak ada, tidak ada

tanda menggigil atau merinding.

Intervensi atau perencanaan keperawatan berdasarkan diagnosa

keperawatan yang kedua yaitu observasi vital sign, atur suhu tubuh tetap

hangat (lakukan tehnik KMC) dan berikan pakaian yang hangat, kering,

selimut penghangat, alat pemanas mekanik, suhu ruangan yang sesuai,

anjurkan kepada ibu untuk tetap melakukan KMC setelah perawatan,


53

kolaborasi dengan dokter dalam pemberian teknik menghangatkan suhu

inkubator.

Pada diagnosa ketiga, penulis membuat tujuan setelah dilakukan

tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan dapat menghisap dengan

efektif dengan kriteria hasil bayi akan menunjukkankemampuan dalam

menyusui, menghisap dan menempatkan lidah dengan benar, penambahan

berat badan, dan mempertahankan mentusuyang efektif.

Intervensi atau perencanaan keperawatan berdasarkan diagnosa

keperawatan yang ketiga yaitu kaji dan evaluasi kemampuan bayi untuk

menempel dan menghisap secara efektif,instruksikan ibu dalam teknik

menyusuiajarkan penggunaan pompa ASI kalau bayi tidak mampu menyusu,

beri dorongan untuk terus menyusui setelah pulang atau setelah

perawatankolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian susu formula dengan

BBLR.

Pada diagnosa keempat, penulis membuat tujuan setelah dilakukan

tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah diharapkan tidak terjadi

infeksi dengan kriteria hasil, klien terbebas dari tanda gejala infeksi, jumlah

leukosit dalam jumlah normal, menunjukkan higiene pribadi yang adekuat.

Intervensi atau perencanaan keperawatan berdasarkan diagnosa

keempat yaitu observasi tanda dan gejala infeksi, pastikan semua alat yang

digunakan klien dalam keadaan bersih, cuci tangan sebelum dan setelah

kontak dengan klien, pantau hasil laboratorium leokosit, ajarkan kepada


54

keluarga tanda/gejala infeksi, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian

terapi dan pemeriksaan laboratorium.

F. Implementasi

Penyusunan intervensi atau perencanaan keperawatan telah dilakukan,

penulis kemudian melakukan implementasi atau tindakan keperawatan pada

By.Ny Y, yang dilakukan hari pertama tanggal 15-17 maret 2015.

Pada diagnosa keperawatan pertama, pada tanggal 15 maret 2015

penulis melakukan implemntasi atau tindakan keperawatan sebagai berikut:

jam 08.00 WIB mengkaji pola nafas pasien dengan respon subyektif klien

tidak terkaji, respon objektif RR 38x/menit setelah menggunakan alat bantu

pernafassan nasal kanul, tampak pernafasan cuping hidung, tampak adanya

otot bantu pernafasan. Jam 08.05 penulis melakukan implementasi

mengidentifikasi pemasangan alat bantu nafas dengan respon subyektif klien

tidak terkaji, respon obyektif pasien tampak menggunakan alat bantu nafas

nasal kanul 2 liter/ menit.Jam 08.10 WIB penulis melakukan pemantauan

pemakaian alat bantu pernafasan dengan respon subyektif klien tidak terkaji,

respon obyektif pasien terpasang alat bantu pernafasan nasal kanul 2

liter/menit, tampak pernafasan cuping hidung dan adanya otot bantu

pernafasan, pasien tampak tidak nyaman saat di pasang O2 nasal kanul.

Pada hari kedua tanggal 16 maret 2015 jam 07.45 WIB, penulis

melakukan implementasi atau tindakan keperawatan pada diagnosa

keperawatan pertama sebagai berikut: mengkaji pola nafas dengan respon


55

subjektif kien tidak terkaji, respon objektif RR 40x/menit, tampak pernafasan

cuping hidung, pasien tampak tidak menggunakan O2 nasal kanul, ekspansi

paru sama kanan kiri, tampak otot bantu pernafasan tidak ada. Jam 07.50 WIB

penulis melakukan implementasi atau tindakan keperawatan, mengidentifikasi

pemasangan alat bantu nafas dengan respon subjektif klien tidak terkaji,

respon objektif pasien tampak tidak menggunakan alat bantu pernafasan O2

nasal kanul 2 liter/menit.

Pada hari ketiga tanggal 17 maret 2015 jam 08.00 WIB penulis

melakukan implementasi atau tindakan keperawatan pada diagnosa

keperawatan yang pertama sebagai berikut: mengkaji pola nafas dengan

respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif RR 48x/menit, tidak ada

pernafasan cuping hidung, pasien tampak tidak menggunakan alat bantu

pernafasan nasal kanul, pasien tampak tenang. Jam 13.10 WIB pasien

mengkaji tanda tanda vital dan pola nafas dengan respon subjektif klien tidak

terkaji, respon objektif RR 42x/menit, pasien tampak tidak meggunakan alat

bantu pernafasan nasal kanul, tidak ada pernafasan cuping hidung, suhu 370C,

SpO2 99, akral hangat, HR 145x/menit.

Pada hari pertama tanggal 15 maret 2015 jam 08.15 WIB penulis

melakukan implementasi atau tindakan keperawatan pada diagnosa kedua,

sebagai berikut: penulis mengobservasi tanda gejala hipotermia, dengan

respon subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif, suhu tubuh paien 34,50C,

akral dingin, kulit pasien tampak pucat, pasien tampak menggigil, SpO2 91,

HR 135x/menit. Pada jam 08.25 WIB penulis memakaikan topi dan sarung
56

tangan hangat dengan respon subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif

pasien terlihat lebih nyaman dan mengigil sedikit berkurang. Pada jam 08.35

WIB penulis memberikan edukasi dan melaksanakan tehnik KMC dengan

respon subyektif ibu pasien mengatakan bersedia dan setuju diberi pendidikan

baru dan melaksanakan KMC, respon obyektif ibu pasien tampak kooperatif

melakukan KMC, pasien tampak tenang saat dilakukan tehnik KMC. Pada jam

11.00 WIB penulis mengopservasi tanda-tanda vital dan menjaga kehangatan

dengan respon subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif suhu tubuh klien

36,60C BB lahir 2200 gram lalu mengalami penurunan berat badan menjadi

BB 2100 gram, teraba akral hangat, pasien tampak tidak menggigil. Pada jam

11.30 WIB penulis mengatur suhu inkubator dengan respon subyektif klien

tidak terkaji, respon obyektif suhu lingkungan inkubator 34,50C.

Pada hari kedua tanggal 16 maret 2015, penulis melakukan

implementasi atau tindakan keperawatan pada diagnosa keperawatan ke dua,

sebagi berikut: jam 08.30 WIB penulis mengobservasi tanda-tanda vital dan

memonitor tanda-tanda hipotermia dengan respon subjektif klien tidak terkaji,

respon objektif suhu tubuh pasien 35,70C, akral dingin, pasien tampak

mengigil, RR 40x/menit, SpO2 99, HR140x/menit BB 2200 gram. Jam 08.35

WIB penulis memakaikan topi, kaos kaki dan selimut hangat dengan respon

subjektif klien tidak terkaji, respon objektif pasien tampak lebih hangat dan

lebih nyaman, dan tampak menggigil berkurang. Jam 08.40 WIB penulis

melakukan tehnik KMC dengan respon subjektif ibu pasien mengatakan

bersedia melakukkan KMC ibu pasien mengatakan nyaman saat melakukan


57

KMC dan merasa dekat dengat anaknya, respon obyektif ibu pasien tampak

kooperatif, pasien tampak berusaha mencari-cari puting susu ibu. Jam 10.10

WIB penulis menganjurkan kepada ibu untuk tetap melakukan KMC setelah

perawatan di RS dengan respon subjektif ibu pasien mengatakan akan tetap

melakukan KMC saat dirumah, respon objektif ibu pasien tampak mampu

melakukan tehnik KMC walaupun dengan bantuan perawat, ibu pasien tampak

nyaman dan senang melakukan KMC. Jam 11.00 WIB penulis mengobservasi

tanda-tanda vital dan tanda hipotermia dengan respon subjektif klien tidak

terkaji, respon objektif suhu tubuh pasien 36,80C, akral pasien hangat, RR:

42x/menit, HR: 145x/menit, SpO2: 99. Jam 11.20 WIB penulis mengatur suhu

inkubator tetap hangat dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon

objektif suhu inkubator 34,40C.

Pada hari kedua tanggal 17 maret 2015, penulis melakukan

Impementasi atau tindakan keperawatan pada diagnosa keperawatan kedua,

sebagai berikut: jam 08.10 WIB mengkaji tanda dan gejala hipotermia dengan

respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif suhu tubuh bayi 35 0C,

akral dingin, pasien tampak mengigil. Jam 08.15 WIB memakaikan topi, kaos

kaki dan gendongan kanguru dengan respon subjektif klien tidak terkaji dan

dengan respon obyektif pasien tampak lebih hangat. Jam 08.25 WIB penulis

memberikan dan mengajarkan tehnik KMC dengan respon subjektif ibu pasien

mengatakan bersedia melakukan KMC dan mau di beri pendidikan cara

melakukan KMC dengan respon objektif ibu pasien tampak mampu

melakukan KMC secara mandiri. Jam 09.00 WIB menganjurkan kepada ibu
58

untuk tetap melakukan KMC saat perawatan di rumah dengan respon subjektif

ibu pasien mengatakan bersedia melakukan KMC di rumah dan senang

melakukan KMC dan respon obyektif ibu pasien tampak kooperatif dan

tampak percaya diri merawat anaknya. Jam 11.00 WIB penulis mengkaji tanda

dan gejala hipotermia dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon

objektif suhu tubuh 370C, akral hangat, pasien tampak tidak menggigil, BB

2320 gram.

Pada hari pertama tanggal 15 maret 2015, penulis melakukan

implementasi atau tindakan keperawatan pada diagnosa keperawatan ketiga

sebagai berikut: jam 08.40 WIB penulis mengkaji reflek hisap pasien dengan

respon subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif pasien tampak mencari-

cari puting ibu saat dilekatkan di dada ibu, reflek hisap pasien lemah pasien

hanya mampu membuka mulut dan memasukkan kedalam mulutnya tanpa

menghisap puting ibu. Pada jam 09.00 WIB penulis mengajarkan cara

menyusui dengan respon subjektif ibu pasien mengatakan anaknya tidak mau

menghisap puting susu ibu, respon objektif ibu pasien tampak cemas karena

pasien tidak mau menghisap, reflek hisap pasien tampak lemah, ibu pasien

tampak kooperatif merangsang pasien. Pada jam 12.00 WIB penulis

memberikan susu formula 40cc dengan respon subyektif klien tidak terkaji,

respon obyektif pasien tampak minum susu formula tapi reflek hisapnya masih

lemah atau tidak terlalu kuat, pasien minum susu formula menggunakan botol

habis 20 cc.
59

Pada hari kedua tanggal 16 maret 2015, penulis melakukan

implementasi atau tindakan keperawatan pada diagnosa keperawatan ketiga,

sebagai berikut: jam 07.55 WIB penulis memberikan susu formula 40 cc

dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif pasien tampak

minum susu formula tapi harus diberi rangsangan untuk menghisap, pasien

minum susu formula menggunakan botol habis 30 cc, reflek hisap pasien

belum kuat. Jam 08.50 WIB penulis mengajarkan cara menyusui dengan

respon subjektif ibu pasien mengatakan anaknya tidak kuat menghisap puting

susu dan pasien hanya mau memasukkan kedalam mulut dan tidak dihisap,

respon objektif ibu pasien tampak berusaha merangsang pasien agar mau

mengisap dan minum susu, pasien tampak menghisap puting ibu tapi tidak

terlalu kuat, reflek menghisap pasien tampak masih lemah tapi sedikit kuat.

Jam 09.00 WIB penulis memberi dorongan kepada ibu bayinya tetap diberi

ASI saat sudah pulang dengan respon subjektif ibu pasien mengatakan

bersedia memberikan ASI selama 6 bulan setelah itu akan memberikan

makanan dampingan ASI karena ibu akan bekerja, respon subjektif ibu pasien

tampak kooperatif dan tampak menyayangi anaknya. Jam 09.25 WIB penulis

mendiskusikan dengan ibu untuk menggunakan pompa ASI kalau bayi tidak

mampu menghisap dengan respon subjektif ibu pasien mengatakan akan

memompa ASI saat bayi ditinggal bekerja, respon objektif ibu pasien tampak

kooperatif. Jam 10.25 WIB penulis mengevaluasi pola menghisap dan

menelan dengan respon subjektif ibu pasien mengatakan anaknya sudah

mampu menghisap tapi belum kuat dan harus diberi rangsangan dahulu saat
60

akan diberi ASI, reflek obyektif reflek menghisap pasien tampak belum kuat

dan harus dirangsang dahulu, pasien tampak mencari-cari puting ibu saat

disentuhkan kedada ibu.

Pada hari ketiga tanggal 17 maret 2015, penulis melakukan

implementasi atau tindakan keperawatan pada diagnosa keperawatan ketiga,

sebagai berikut: jam 08.30 WIB mengkaji kemampuan bayi menempel dan

menghisap secara efektif dengan respon subjektif ibu pasien mengatakan

anaknya mau minum dan menghisap dengan kuat, respon objektif pasien

tampak mencari-cari puting susu ibu saat dilekatkan didada ibu, pasien tampak

meghisap puting ibu dengan kuat, reflek hisap pasien kuat.

Pada hari pertama tanggal 15 maret 2015 penulis melakukan

implementasi atau tindakan pada diagnosa keempat, sebagai berikut: jam

11.05 WIB, penulis mengkaji tanda-tanda infeksi pasien dengan respon

subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif suhu tubuh pasien 36,60C, akral

hangat, pasien menggunakan popok, kulit pasien tampak kemerahan, leukosit

18.4 ribu/ul. Jam 08.20 WIB penulis berkolaborasi dengan dokter pemberian

ampicillin 110 mg dengan respon subjektif klien tidak terkaji dan respon

objektif injeksi ampicillin 110 mg sudah masuk lewat IV, tidak ada reaksi

alergi, klien tampak menangis. Jam 10.00 WIB mengajarkan kepada keluarga

tanda/gejala infeksi dengan respon subjektif keluarga mengatakan paham

mengenai tanda/gejala infeksi dan respon objektif keluarga mampu

menjelaskan kembali yang diajarkan perawat. Pada jam 07.30 WIB penulis

melakukan menganjurkan untuk mencuci tangan sebelum dan setelah kontak


61

dengan pasien dengan respon subjektif keluarga mengatakan bersedia mencuci

tangan sebelum dan setelah kontak dengan pasien, respon objektif tangan

tampak bersih dan bebas dari kuman dan patogen. Pada jam 13.05 WIB

mengganti popok dan membersihkan luka pada kulit dengan respon subjektif

klien tidak terkaji, respon objektif kulit pasien tampak kemerahan, tidak

tampak ada pembengkakan, suhu tubuh 36,80C, pasien tampak menagis saat

lukanya diberikan.

Pada hari kedua tanggal 16 maret 2015 penulis melakukan

implementasi dan tindakan keperawatan pada diagnosa keempat, sebagai

berikut: jam 08.30 WIB penulis menganjurkan kepada ibu untuk mencuci

tangan sebelum dan setelah kontak dengan pasien dengan respon subjektif ibu

klien mengatakan akan selalu menjaga kebersihan, respon objektif tangan ibu

tampak bersih. Jam 08.20 WIB penulis berkolaborasi dengan dokter

pemberian ampicillin 110 mg dengan respon subjektif klien tidak terkajidan

respon objektif injeksi ampicillin 110 mg sudah masuk lewat IV, tidak ada

reaksi alergi, klien tampak menangis kuat. Jam 11.50 WIB penulis mengkaji

tanda dan gejla infeksi dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon

objektif pasien tampak memakai popok dan tampak kemerahan sudah

berkurang, tidak terdapat pembengkakan pada kulit, teraba tidak panas suhu

tubuh 36,90C, pasien tampak menangis saat dibersihkan di daerah kulit yang

kemerahan. Jam 10.00 WIB mengajarkan kepada keluarga tentang

tanda/gejala infeksi dengan respon subjektif keluarga mengatakan paham


62

mengenai tanda-tanda infeksi dan respon objektif keluarga mampu

menjelaskan kembali yang diajarkan perawat.

Pada hari ketiga tanggal 17 maret 2015 penulis melakukan

implementasi atau tindakan keperawatan pada diagnosa keperawatan keempat,

sebagai berikut: Jam 08.20 WIB penulis berkolaborasi dengan dokter

pemberian ampicilli 110 mg dengan respon subjektif klien tidak terkajidan

respon objektif injeksi ampicillin 110 mg sudah masuk lewat IV, tidak ada

reaksi alergi, klien tampak menangis. Jam 09.35 WIB mengkaji tanda dan

gejala infeksi dengan respon subyektif klien tidak terkaji dan respon obyektif

tampak kemerahan pada kulit pasien kurang, tidak ada bengkak, suhu 370C,

leukosit 18.4 ribu/ul. Jam 10.00 WIB mengajarkan kepada keluarga tentang

tanda dan gejala infeksi dengan respon subjektif keluarga mengatakan paham

mengenai tanda-tanda infeksi dan respon objektif keluarga mampu

menjelaskan kembali yang diajarkan perawat. Jam 11.55 WIB penulis

melakukan perawatan luka dengan respon subyektif klien tidak terkaji, respon

obyektif luka kemerahan pada bayi tampak berkurang, tidak ada

pembengkakan pada luka, pasien tampak menangis saat dibersihkan luka yang

disebabkan pemakaian popok. Jam 12.00 WIB penulis mengkaji tanda-tanda

infeksi dengan respon subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif leukosit

18.4 ribu/ul, kemerahan pada kulit berkurang, tidak ada pembengkakan pada

kulit, suhu tubuh 370C.


63

G. Evaluasi

Evaluasi keperawatan yang dilakukan dengan metode subyektif,

obyektif, analisa dan perencanaan (SOAP). Evaluasi dilakukan pada tanggal

15-17 maret 2015.

Pada hari minggu, tanggal 15 maret 2015 pada diagnosa pertama jam

14.00 WIB didapatkan hasil evaluasi sebagai berikut, untuk subyektif klien

tidak terkaji, obyektif RR 38x/menit dengan menggunakan alat bantu

pernafasan O2 nasal kanul 2 liter/menit, tampak pernafasan cuping hidung,

adanya otot bantu pernafasan. Analisa masalah pola nafas pasien belum

teratasi. Perencanaan keperawatan dilanjutkan sebagai berikut obsevasi vital

sign dan pola nafas abnormal, pertahankan jalan nafas yang paten, identifikasi

pemasangan alat bantu nafas, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian

terapi oksigen.

Evaluasi pada hari senin, tanggal 16 maret 2015 jam 14.00 WIB pada

diagnosa pertama didapatkan hasil evaluasi sebagai berikut, untuk subyektif

klien tidak terkaji. Obyektif RR 40x/menit dengan menggunakan O2 nasal

kanul pernafasan nasal kanul 2 liter / menit, pernafasan cuping hidung, tidak

ada otot bantu pernafasan ekspansi paru kanan kiri sama. Analisa masalah

pola nafas belum teratasi. Perencanaan keperawatan dilanjutkan

sebagaiberikut observasivital sign dan pola nafas abnormal, pertahankan jalan

nafas yang paten, identifikasi pemasangan alat bantu nafas, kolaborasi dengan

dokter dalam pemberian terapi oksigen.


64

Pada diagnosa pertama, tanggal 17 maret 2015 jam 14.00 WIB

didapatkan hasil evaluasi sebagai berikut, untuk subyektif klien tidak terkaji.

Obyektif RR 42x/menit, pasien tampak tidak meggunakan alat bantu

pernafasan nasal kanul, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada otot

bantu pernafasan. Analisa masalah keperawatan pola nafas teratasi.

Perencanaan keperawatan dihentikan.

Pada diagnosa kedua, tanggal 15 maret 2015 jam 14.05 WIB di

dapatkan hasil evaluasi sebagai berikut, untuk subyektif klien tidak terkaji.

Obyektif suhu tubuh 360C, akral dingin, pasien tampak tidak menggigil,

pasien tampak tertidur dan tampak tenang. Analisa masalah hipotermi belum

teratasi. Perencanaan keperawatan dilanjutkan opservasi vital sign, atur suhu

tubuh tetap hangat (lakukan tehnik KMC) dan berikan pakaian yang hangat,

kering, selimut penghangat, alat pemanas mekanik, suhu ruangan yang sesuai,

anjurkan kepada ibu untuk tetap melakukan KMC setelah perawatan,

kolaborasi dengan dokter dalam pemberian teknik menghangatkan suhu basal.

Pada diagnosa kedua, tanggal 16 maret 2015 jam 14.05 WIB di

dapatkan hasil evaluasi sebagai berikut, untuk subyektif ibu pasien

mengatakan mau dan senang dilakukan tehnik KMC (kangaroo mother care),

ibu pasien mengatakan nyaman melakukan KMC, ibu dan keluarga pasien

mengatakan bersedia melakukan KMC di rumah. Obyektif suhu tubuh 36,80C,

akral hangat, pasien tampak tidak menggigil. Analisa masalah hipotermia

belum teratasi. Perencanaan keperawatan dilanjutkan opservasi vital sign, atur

suhu tubuh tetap hangat (lakukan tehnik KMC),anjurkan kepada ibu untuk
65

tetap melakukan KMC setelah perawatan, kolaborasi dengan dokter dalam

pemberian teknik menghangatkan suhu basal.

Pada diagnosa kedua tanggal 17 maret 2015 jam 14.05 WIB

didapatkan hasil evaluasi sebagai berikut, subyektif ibu pasien mengatakan

bersedia melakukan KMC dan merasa nyaman saat melakukan KMC, ibu

pasien mengatakan bersedia melakukan KMC saat perawatan di rumah.

Obyektif pasien tampak nyaman, senang, kooperatif saat melakukan KMC,

suhu tubuh 370C , akral hangat, pasien tampak tidak menggigil. Analisa

masalah hipotermi teratasi. Perencanaan keperawatan dilanjutkan dengan

discharge planning sebagai berikut anjurkan kepada keluarga untuk tetap

melakukan tehnik KMC setelah perawatan di RS atau saat perawatan di

rumah.

Evaluasi pada diagnosa ketiga, tanggal 15 maret 2015 jam 14.10 WIB

di dapatkan hasil evaluasi sebagai berikut, untuk subyektif ibu pasien

mengatakan anaknya tidak mau menghisap puting susu ibu dan ibu bersedia

memberikan ASI terus. Obyektif ibu tampak khawatir karena pasien tidak mau

menghisap,ibu pasien tampak kooperatif merangsang pasien, reflek hisap

pasien tampak lemah. Analisa masalah ketidakefektifan pola makan bayi

belum teratasi. Perencanaan keperawatan dilanjutkan kaji dan evaluasi

kemampuan bayi utuk menempel dan menghisap secara efektif, instruksikan

ibu dalam teknik menusui, ajarkan penggunaan pompa ASI kalau bayi tidak

mampu menyusu, beri dorongan untuk terus menyusui setelah pulang atau

setelah perawatan.
66

Pada diagnosa ketiga, tanggal 16 maret 2015 jam 14.10 WIB di

harapkan hasil evaluasi sebagai berikut, untuk subyektif ibu pasien

mengatakan anaknya tidak terlalu kuat menghisap puting, ibu pasien

mengatakan anaknya hanya memasukkan puting kedalam mulutnya tapi tidak

dihisap. Obyektif ibu pasien tampak berusaha merangsang pasien pasien agar

bersedia minum ASI, pasien tampak menghisap puting susu ibu tapi tidak

terlalu kuat, reflek hisap pasien tampak masih lemah tapi sedikit kuat. Analisa

masalah ketidakefektifan pola makan bayi belum teratasi. Perencanaan

keperawatan dilanjutkan kaji dan evaluasi kemampuan bayi utuk menempel

dan menghisap secara efektif, ajarkan penggunaan pompa ASI kalau bayi

tidak mampu menyusu, beri dorongan untuk terus menyusui setelah pulang

atau setelah perawatan.

Pada diagnosa ketiga, tanggal 17 maret 2015 jam 14.10 WIB

didapatkan hasil evaluasi sebagai berikut, subyektif ibu pasien mengatakan

anaknya mampu menghisap puting susu ibu dengan kuat dan mampu menelan,

ibu pasien mengatakan bersedia akan memberikan ASI pompa saat ditinggal

bekerja. Obyektif pasien tampak mencari-cari puting susu ibu, reflek hisap

pasien ampak kuat, ibu pasien tampak senang dengan kemajuan

perkembangan menghisap pasien. Analisa masalah ketidakefektifan pola

makan pasien teratasi. Perencanaan keperawatan dianjurkan dengan discharge

planning sebagai berikut, anjurkan penggunaan pompa ASI kalau bayi tidak

mampu menyusu, beri dorongan untuk terus menyusui setelah pulang atau

setelah perawatan.
67

Evaluasi pada diagnosa keempat, tanggal 15 maret 2015 jam 14.15

WIB di dapatkan hasil evaluasi sebagai berikut, untuk subyektif klien tidak

terkaji. Obyektif pasien menggunakan popok kulit bayi tampak kemerahan,

BB lahir 2200 gram setelah 1 hari turun menjadi 2100 gram, daya tahan tubuh

terhadap infeksi kurang, tidak ada bengkak pada luka karena pemakaian

popok, leukosit 18.4 ribu/ul. Analisa masalah resiko infeksi belum teratasi.

Perencanaan keperawatan dilanjutkan observasi tanda dan gejala infeksi,

lakukan perawatan luka, cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan klien,

inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, ajarkan keluarga

untuk megetahui tanda-tanda infeksi, kolaborasi dengan dokter dalam

pemberian terapi dan pemeriksaan laboratorium.

Pada diagnosa keempat, tanggal 16 maret 2015 jam 14.15 WIB di

harapkan hasil evaluasi sebagai berikut, untuk subyektif klien tidak terkaji.

Obyektif pasien tampak menggunakan popok, kulit pasien tampak kemerahan

sudah berkurang, tidak terdapat pembengkakan dikulit, suhu tubuh 370C,

leukosit 18.4 ribu/ul. Analisa masalah resiko infeksi belum teratasi.

Perencanaan keperawatan dilanjutkan observasi tanda dan gejala infeksi, cuci

tangan sebelum dan setelah kontak dengan klien, lakukan perawatan luka,

ajarkan keluarga untuk mengetahui tanda-tanda infeksi, kolaborasi dengan

dokter dalam pemberian terapi dan pemeriksaan laboratorium.

Pada diagnosa keempat, tanggal 17 maret 2015 jam 14.15 WIB

didapatkan hasil evaluasi sebagai berikut, untuk subyektif klien tidak terkaji.

Obyektif leukosit 18.4 ribu/ul, kemerahan pada kulit berkurang, tidak ada
68

pembengkakan pada kulit, suhu tubuh 370C. Analisa masalah resiko infeksi

teratasi. Perencanaan keperawatan dilanjutkan dengan discharge planning

sebagai berikut anjurkan kepada keluarga untuk tetap megetahui tanda gejala

terjadinya infeksi, anjurkan minum obat sesuai resep dokter.


BAB V

PEMBAHASAN

Bab ini penulis akan membahas tentang hasil penerapan metode kanguru

atau KMC terhadap pencegahan terjadinya hipotermi pada BBLR pada asuhan

keperawatan By.Ny, Y di HCU Neonatus RSUD dr. Moewardi Surakarta.

Pengkajian dilakukan pada tanggal 15 Maret 2015. Pembahasan ini tentang proses

asuhan keperawatan tentang pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan

evaluasi.

A. Pengkajian

Pengkajian yang dilakukan penulis pertama dalam proses keperawatan

proses ini meliputi pengumpulan data secara sistematis, verifikasi data,

interpretasi data, pendokumentasian data (DeLaune dkk., 2002 dalam Debora,

2012).

Pemeriksaan fisik adalah suatu cara untuk mendapatkan informasi

tentang anak dan keluarganya dengan menggunakan semua pancaindra, baik

subjektif maupun objektif (Dewi, 2010). Penulis melakukan pengkajian fisik

bayi baru lahir dan perkembangannya dilakukan bersama ketika melakukan

pemeriksaan secara inspeksi maupun observasi.

Pada saat penulis melakukan pengkajian pemeriksaan fisik

mendapatkan data suhu 34,50C, akral dingin dan menggigil maka terjadi

hipotermi, HR 150X/menit. Hipotermi adalah bayi baru lahir dengan suhu

tubuh di bawah 36,50c. Hipotermi sering terjadi pada neonatus BBLR

69
70

karena jaringan lemak sub kutan rendah dan luas permukaan tubuh relatif

besar dibandingkan bayi BBLC (Sudarti & Afroh, 2013).

Mempertahankan bayi baru lahir yang sakit atau kecil (berat lahir

<2500 gr umur kehamilan 37 minggu), perlu menambahkan kehangatan tubuh

untuk mempertahankan suhu normal, bayi dapat cepat terjadi hipotermi dan

untuk menghangatkan kembali membutuhkan waktu yang lama. Resiko

komplikasi dan kematian meningkat secara bermakna bila suhu lingkungan

tidak optimal (Yongki dkk, 2012).

Suhu tubuh hampir semuanya diatur oleh mekanisme persyarafan, dan

hampir semua mekanisme ini terjadi melalui pusat pengaturan suhu yang

terletak pada hipotalamus. Pada bayi baru lahir pusat pengaturan suhu

tubuhnya belum berfungsi sempurna, sehingga mudah terjadi penurunan suhu

tubuh, terutama karena lingkungan yang dingin. Dengan adanya

keseimbangan panas tersebut bayi baru lahir akan berusaha menstabilkan

suhu tubuhnya terhadap faktor-faktor penyebab hilangnya panas karena

lingkungan. Pada saat kelahiran, bayi mengalami perubahan oleh lingkungan

intra uterin yang hangat ke lingkungan ekstra uterin yang relatif lebih dingin.
0
Hal tersebut menyebabkan penurunan suhu tubuh 2 3 0C, terutama

hilangnya panas karena evaporasi atau penguapan cairan ketuban pada kulit

bayi yang tidak segera dikeringkan. Kondisi tersebut akan memacu tubuh

menjadi dingin yang akan menyebabkan respon metabolisme dan produksi

panas.
71

Dapat dikatakan hipotermi apabila suhu kurang dari 36,50C, hipotermi

dapat diklasifikasikan menjadi hipotermia sedang apabila suhu 32,00C

36,00C, dikatakan berat < 32,00C ( Sudarti & Afroh, 2013).

Berdasarkan teori di atas dan pengkajian yang didapat pada By,Ny. Y

mengalami hipotermi sedang karena didapatkan hasil pemeriksaan fisik suhu

tubuh 34,50C, akral dingin dan menggigil.

Penulis melakukan pengkajian paruparu didapat hasil sebagai berikut

suara nafas kanan kiri sama dan suara nafas vesikuler, terdapat otot bantu

pernafasan atau retraksi, respirasi 38 x/menit setelah dengan menggunakan

alat bantu pernafasan nasal kanul 2 liter/menit, pernafasan cuping hidung,

menggunakan otot bantu pernafasan atau ada retraksi.

Respirasi adalah mekanisme yang dilakukan tubuh untuk

mengeluarkan karbondioksida ke udara dan mendapatkan oksigen dari udara

di bawah ke sel tubuh (Debora, 2013). Status pernafasan pada bayi baru lahir

yang baik adalah nafas dengan laju normal 40 - 60 x/menit (Dewi, 2013).

Penulis melakukan evaluasi gawat nafas dengan skor Downes didapat

pengkajian sebagai berikut : Penulis melakukan pengkajian gawat nafas

pasien didapat nilai 1 dan pasien mengalami sesak nafas ringan, lalu pasien

mendapatkan terapi O2 nasal kanul 2 liter/menit.

Tandatanda BBLR menurut Sudarti & Afroh, (2013) yaitu berat

badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang 45 cm, lingkar kepala

kurang dari 33 cm, lingkar dada kurang dari 30 cm, kepala bayi lebih besar

dari badan, rambut kepala tipis dan halus, daun telinga elastis, dada: dinding
72

thorax elastis, puting susu belum terbentuk, abdomen: distensi abdomen, kulit

perut tipis, pembuluh darah kelihatan, kulit: tipis, transparan, pembuluh darah

kelihatan, jaringan lemak subkutan sedikit, lanugo banyak, genetalia:

perempuan labia mayora hampir tidak ada, klitoris menonjol laki-laki

skrotum kecil, testis tidak teraba, ekstremitas: kadang odema, garis telapak

kaki sedikit, motorik: pergerakan masih lemah.

Berdasarkan karakteristik di atas pasien By, Ny Y mempunyai

klasifikasi BBLR sebagai berikut: berat badan 2200 gram, panjang badan 45

cm, lingkar kepala 32 cm, lingkar dada 30 cm, lingkar lengan atas 10 cm,

pergerakan bayi kurang aktif, reflek hisapnya masih lemah dan mengangkat

kepala masih lemah, pada pemeriksaan genital di dapat hasil klitoris

menonjol dan labia mayora dan labia minora ada, pemeriksaan kulit: tipis,

pembuluh darah kelihatan, jaringan lemak subkutan sedikit, pemeriksaan

dada di dapat hasil dinding dada elastis, ada retraksi atau penggunaan otot

bantu pernafasan, puting susu belum terbentuk, abdomen: distensi abdomen,

kulit perut tipis, pembuluh darah trelihatan.

B. Perumusan masalah keperawatan

Diangnosa keperawatan adalah tahap kedua dalam proses

keperawatan. Diagnosa keperawatan juga merupakan penilaian klinis

terhadap kondisi individu, keluarga atau komunitas (agregat) baik yang

bersifat aktual, risiko, atau masih merupakan gejala. Penilaian ini didasarkan

pada analisis data pengkajian dengan cara berpikir kritis. Diagnosa


73

keperawatan dibuat untuk mengefektifkan komunikasi antara tim kesehatan

tentang kebutuhan medis klien ( Debora, 2013).

Menurut Nanda nic noc (2013), masalah diagnosa yang mungkin

muncul pada BBLR adalah resiko ketidakseimbangan suhu tubuh,

ketidakefektifan pola makan bayi, diskontinuitas pemberian ASI, disfungsi

motilitas gastrointestinal, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh, ketidakefektifan pola nafas, resiko infeksi, ikterus neotanus.

Diangnosa yang muncul pada pasien BBLR yang pertama didapatkan

hasil data subyektif klien tidak terkaji dari data obyektif respirasi 38x/menit

setelah menggunakan alat bantu pernafasan nasal kanul 2 liter/menit,

pernafasan cuping hidung, menggunakan otot bantu pernafasan. Penulis

menegakkan diagnosa ketidakefektifan pola nafas berhubungan

denganimaturitas neurologis (00032). Ketidakefektifan pola nafas adalah

inspirasi dan/ atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat.

Berdasarkan batasan karakteristik penegakan diagnosa ketidakefektifan pola

nafas menurut NANDA (2010) adalah sebagai berikut: pernafasan cuping

hidung, penggunaan otot aksesorius untuk bernafas, perubahan kedalaman

pernafasan, takipnea.

Diagnosa yang muncul pada pasien dengan BBLR yang kedua

didapatkan hasil data subyektif klien tidak terkaji, data obyektif suhu tubuh

klien 34,50C, akral dingin, badan klien tampak menggigil, kulit tampak pucat.

Penulis menegakkan diagnosa hipotermia berhubungan dengan pemajanan

lingkungan yang dingin (00006), hipotermia adalah suhu tubuh berada di


74

bawah kisaran normal atau kurang dari 36,50C 370C. Berdasarkan batasan

karakteristik penegakan diagnosa hipotermia menurut NANDA (2010) adalah

sebagai berikut: suhu tubuh dibawah kisaran normal, kulit dingin, dasar kuku

sianotik, menggigil, pucat.

Diagnosa yang muncul pada pasien BBLR yang ketiga didapatkan

hasil data subyektif ibu mengatakan anaknya tidak mau menghisap puting

susu ibu bayi/anak hanya mampu membuka mulut saja, data obyektif didapat

hasil reflek hisap bayi lemah, klien tampak tidak mampu mempertahankan

menghisap yang efektif, pasien tampak pasif dan lemah. Penulis menegakkan

diagnosa ketidakefektifan pola makan bayi berhubunga dengan gangguan

neurologis (00107), ketidakefektifan pola makan bayi adalah gangguan

kemampuan bayi untuk menghisap atau mengoordinasi respon menghisap/

menelan yang mengakibatkan ketidakadekuatan nutrisi oral untuk kebutuhan

metabolik. Berdasarkan batasan karakteristik penegakan diagnosa

ketidakefektifan pola makan bayi menurut NANDA (2010) sebagai berikut:

ketidakmampuan untuk mengoordinasikan menghisap, menelan, dan

bernafas, ketidakmampuan untuk memulai menghisap yang efektif,

ketidakmampuan untuk mempertahankan menghisap yang efektif.

Diagnosa yang muncul pada pasien BBLR yang keempat didapatkan

hasil data subyektif klien tidak terkaji, data obyektif kulit klien tampak

kemerahan karena popok, kulit klien tipis, leukosit 18,4 ribu/ul. Penulis

menegakkan diagnosa resiko infeki berhubungan dengan pertahanan tubuh

sekunder belum adekuat (00004). Resiko infeksi adalah mengalami


75

peningkatan resiko terserangorganisme patogenik. Penulis menegakkan

diagnosa dapat dilihat dari batasan karakteristik serebral dengan data obyektif

ada tanda tanda infeksi, leukosit meningkat.

Diagnosa keperawatan ditegakkan berdasarkan data pengkajian pada

By,Ny Y. Diagnosa keperawatan yang pertama ketidakefektifan pola nafas

berhubungan dengan imaturitas neurologis (00032). Pola nafas adalah

inspirasi dan/ atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi yang adekuat

(Judith, 2007). Penulis menegakkan diagnosa yang kedua hipotermi

berhubungan dengan pemajanan lingkungan yang dingin (00006). Hipotermi

adalah bayi baru lahir dengan suhu tubuh sampai di bawah 36,50c 37,50c

(Sudarti, 2013). Penulis menegakkan dignosa yang ketiga ketidakefektifan

pola makan bayi berhubungan dengan gangguan neurologist (00107).

Ketidakefektifan pola makan bayi merupakan gangguan kemampuan bayi

untuk mengisap atau mengoordinasi respons mengisap/ menelan yang

mengakibatkan ketidakadekuatan nutrisi oral untuk kebutuhan metabolik

(NANDA, 2010). Penulis menegakkan diagnosa yang keeempat resiko infeksi

berhubungan dengan pertahanan tubuh sekunder tidak adekuat (00004).

Resiko infeksi adalah suatu keadaan yang mengalami peningkatan resiko

terserang organisme patogenik (NANDA, 2010).

Penulis menegakkan diagnosa keperawatan sesuai dengan masalah

yang muncul dari pengkajian dan obsevasi yang sudah dilakukan. Penulis

mengambil prioritas masakah sebagai berikut: pertama ketidakefektifan pola

nafas berhubungan dengan imaturitas neurologis (00032), kedua hipotermi


76

berhubungan denganpemajanan lingkungan yang dingin (00006), ketiga

ketidakefektifan pola makan berhubungan dengan gangguan neurologis

(00107), keempat resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh

sekunder belum adekuat (00004).

Penulis menegakkan diagnosa keperawatan sesuai dengan hasil

pengkajian dan observasi yang telah dilakukan selama tiga hari pengelolaan

kasus. Selain itu dengan keterbatasan waktu pengelolaan kasus tersebut

didapat 4 prioritas diagnosa keperawatan. Pengkajian hanya bisa di dapat dari

data obyektif sebab pasien belum mampu mengungkapkan keluhannya,

namun ibu mampu negungkapkan keluhanya sehingga didapat data subyektif

dari ibu pasien. Pengkajin fisik paru-paru, jantung, abdomen, thorak yang

dilakukan tidak bisa dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi,

auskultasi karena kondisi fisik pasien belum stabil maka tidak bolek

dilakukan hanya bolek dilakukan dengan inspeksi dan palpasi.

C. Perencanaan

Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses

keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan keperawatan

dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan atau memnuhi kebutuhan

klien (Setiadi, 2012).

Proses perencanaan keperawatan meliputi penetapan tujuan

perawatan, penetapan kriteria hasil, pemilihan intervensi yang tepat dan

mendokumentasikan rencana keperawatan (Setiadi, 2012).


77

Perencanaan tindakan keperawatan adalah tulisan yang dibuat dan

digunakan sebagai panduan saat melakukan tindakan keperawatan untuk

mengatasi masalah yang muncul (Debora, 2012)

Judith (2007), rencana tindakan untuk mengatasi masalah

ketidakefektifan pola nafas dengan tujuan dan kriteria hasil yaitu setelah

dilakukan tindakan keperawatan x 24jam masalah ketidakefektifan pola nafas

dapat efektif.

Pada kasus By,Ny Y penulis melakukan tindakan keperawatan selama

3x24 jam masalah keperawatan ketidakefektifan pola nafas dapat efektif

kembali dengan kriteria hasil menunjukkan pola pernafasan efektif, RR dalam

batas normal 25-60 x/menit, tidak menggunakan alat bantu pernafasan, tidak

ada pernafasan cuping hidung, tidak ada otot bantu pernafasan. Rencana

keperawatan yang diberikan pada By, Ny Y adalah observasi vital sign dan

pola nafas abnormal, pertahankan jalan nafas yang paten, identifikasi

pemasangan alat bantu nafas, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian

terapi oksigen.

Judith (2007), rencana tindakan untuk mengatasi masalah hipotermia

dengan tujuan dan kriteria hasil yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan

3x24 jam masalah hipotermia dapat teratasi dengan menunjukkan

termoregulasi dalam batas normal.

Pada kasus By,Ny Y penulis melakukan tindakan keperawatan selama

3x24 jam masalah hipotermi dapat teratasi dengan kriteria hasil suhu tubuh

dalam batas normal 36,50C 370C pasien tidak kehilangan panas, akral
78

hangat,suhu tubuh dalam rentang yang diharapkan, perubahan warna kulit

tidak ada, tidak ada tanda menggigil. Rencana keperawatan yang diberikan

pada By,Ny Y adalah observasi vital sign, atur suhu tubuh tetap hangat

(lakukan tehnik KMC) dan berikan pakaian yang hangat, kering, selimut

penghangat, alat pemanas mekanik, suhu ruangan yang sesuai, anjurkan

kepada ibu untuk tetap melakukan KMC setelah perawatan, kolaborasi

dengan dokter dalam pemberian teknik menghangatkan suhu inkubator.

Penulis melakukan perencanan tehnik KMC untuk merawat bayi lahir

dengan berat rendah banyak komplikasi yang muncul dari BBLR tersebut

salah satunya hipotermia penulis melakukan perencanaan melakukan tehnik

KMC sebab, menurut Dewi, (2013) kontak antara ibu dengan kulit bayi

sangat penting dalam menghangatkan serta mempertahankan panas tubuh

bayi. Apabila suhu bayi kurang dari 360C, segera hangatkan bayi dengan

tehnik metode kanguru. Metode ini sangat tepat dan mudah dilakukan guna

mendukung kesehatan dan keselamatan bayi yang lahir prematur maupun

yang aterem.

KMC adalah kontak kulit diantara ibu dan bayi secara dini, terus

menerus dan dikombinasi dengan pemeriksaan ASI eksklusif. Tujuannya

adalah agar bayi tetap hangat (Yongky, 2012).

Penulis melakukan tehnik KMC untuk merawat bayi dengan berat

lahir rendah karena banyak keuntungan dan manfaat yang diperoleh dari

KMC sebagai berikut : suhu tubuh bayi tetap normal, mempercepat

pengeluaran air susu ibu (ASI) dan meningkatkan keberhasilan menyusui,


79

perlindungan bayi dari infeksi, berat badan bayi cepat naik, stimulasi dini,

kasih sayang, mengurangi biaya rumah sakit, karena waktu perawatan yang

pendek, tidak memerlukan inkubator dan efisiensi tenaga kesehatan (Atikah

& Cahyo, 2010).

Menurut Judith (2007), rencana keperawatan untuk mengatasi masalah

ketidakefektifan pola makan bayi yaitu setelah dilakukan tindakan

keperawatan ... x 24 jam dengan menunjukkan kemampuan menyusu.

Pada kasus By, Ny Y penulis melakukan tindakan keperawatan selama

3x24 jam masalah keperawatan ketidakefektifan pola makan bayi dapat

teratasi dengan kriteria hasil diharapkan dapat menghisap dengan efektif

dengan kriteria hasil bayi akan menunjukkan kemampuan dalam menyusui,

menghisap dan menempatkan lidah dengan benar, penambahan berat badan,

dan mempertahankan menyusu yang efektif. Rencana tindakan keperawatan

untuk mengatasi masalah ketidakefektifan pola makan bayi adalah kaji dan

evaluasi kemampuan bayi untuk menempel dan menghisap secara efektif,

instruksikan ibu dalam teknik menyusui ajarkan penggunaan pompa ASI

kalau bayi tidak mampu menyusu, beri dorongan untuk terus menyusui

setelah pulang atau setelah perawatan, kolaborasi dengan ahli gizi dalam

pemberian susu formula dengan BBLR.

Penulis menyarankan untuk memberikan ASI ekslusif sebab banyak

manfaat yang didapat dalam pemberian ASI. Menurut Nirwana, (2014) ASI

sangat bermanfaat bagi bayi, manfaat tersebut di antaranya melindungi bayi

dari infeksi gastrointestinal melindungi anak dari penyakit kronis,


80

menigkatkan perkembangan otak serta dapat mengurangi terjadinya diabetes

yang tinggi serta obesitas pada bayi, selain itu ASI juga bisa tidak

menyebabkan bayi kekurangan zat besi. ASI ekslusif bermanfaat pula bagi

ibu. ASI ekslusif tersebut bermanfaat untuk menambah kembali kesuburan

paska melahirkan, sehingga memberikan jarak antar anak lebih panjang atau

untuk menunda kehamilan berikutnya.

Judith (2007), rencana tindakan untuk mengatakan masalah resiko

infeksi dengan tujuan dan kriteria hasil yaitu setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama ... x24 jam asalah resiko infeksi tidak terjadi dengan

dibuktikan oleh keadekuatan status imun pasien.

Pada kasus By,Ny Y penulis melakukan tindakan keperawatan selama

3x24 jam masalah keperawatan resiko infeksi dapat teratasi dengan kriteria

hasil yaitu klien terbebas dari tanda gejala infeksi, jumlah leukosit dalam

jumlah normal, menunjukkan higiene pribadi yang adekuat. Rencana

keprawatan untuk mengatasi masalah resiko infeksi yaitu observasi tanda dan

gejala infeksi adalah pastikan semua alat yang digunakan klien dalam

keadaan bersih, cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan klien, pantau

hasil laboratorium leokosit, ajarkan keluarga untuk mengetahui tanda-tanda

infeksi, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi dan pemeriksaan

laboratorium.

Penulis penetapkan diagnisa resiko infeksi sebab dilihat dari bayi

BBLR sangat mudah mendapat infeksi. Menurut Atikah & Cahyo, (2010)

karena daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya kadar
81

ig G, maupun gamma globulin. Bayi prematur relatif belum sanggup

membentuk antibodi dan daya fagositosis serta reaksi terhadap infeksi belum

baik.

D. Implementasi

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana

keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012).

Implementasi adalah tahap keempat dari proses keperawatan (Debora, 2012).

Dalam pembahasan ini penulis akan membahas tentang penerapan

metode kangaroo mother care (KMC) sesuai dengan hasil riset yang terdapat

dalam jurnal Sri Angriani dkk, (2014). Metode kangaroo mother care (KMC)

adalah kontak kulit diantara ibu dan bayi secara dini, terus-menerus dan

dikombinasi dengan pemberian ASI (Yongky dkk, 2012). Tindakan

keperawatan ini dilakukan pada tanggal 15 17 maret 2015. Pemberian

metode kangaroo mother care (KMC) diberikan setiap 2,5 jam sekali secara

bertahap. Dengan dimulai jam 08.30 11.00 jam pasien diberikan posisi

KMC. Penulis melakukan tindakan KMC menurut prosedur pelaksanaan

tehnik KMC di RSUD dr. Moewardi Surakarta.

Tanda dan gejala terjadinya hipotermia akral sianosis, ekstremitas

dingin, letargis, tidak mau minum, penurunan BB, bradikardi, takipnea, BB

dibawah 36,50C (Sudarti, 2013). Bayi dengan BBLR akan cepat mengalami

kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia, karena pusat pengaturan

panas badan belum berfungsi dengan baik, metabolismenya rendah, dan


82

permukaan badan relatif luas oleh karena itu KMC sangat dibutuhkan untuk

merawat bayi dengan BBLR (Atikah & Cahyo, 2010).

Implementasi pada diagnosa keperawatan yang pertama

ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas neurologis

(00032) yang dilakukan pada tanggal 15 maret 2015 Penulis melakukan

implemntasi atau tindakan keperawatan sebagai berikut: jam 08.00 WIB

mengkaji pola nafas pasien dengan respon subyektif klien tidak terkaji, respon

objektif RR 38x/menit setelah menggunakan alat bantu pernafassan nasal

kanul, tampak pernafasan cuping hidung, tampak adanya otot bantu

pernafasan. Jam 08.05 penulis melakukan implementasi mengidentifikasi

pemasangan alat bantu nafas dengan respon subyektif klien tidak terkaji,

respon obyektif pasien tampak menggunakan alat bantu nafas nasal kanul 2

liter/ menit.Jam 08.10 WIB penulis melakukan pemantauan pemakaian alat

bantu pernafasan dengan respon subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif

pasien terpasang alat bantu pernafasan nasal kanul 2 liter/menit, tampak

pernafasan cuping hidung dan adanya otot bantu pernafasan, pasien tampak

tidak nyaman saat di pasang O2 nasal kanul.

Pada diagnosa pertama dilakukan implementasi pemberian O2 nasal

kasul 2 liter/menit karena pasien mengalami sesak nafas ringan dan dari atfis

dokter diberi terapi O2 nasal kanul 2 liter/menit. Dilihat dari pengkajian

diatas pasien mengalami sesak nafas ringan

Implementasi tanggal 16 maret 2015 WIB pada diagnosa pertama

sebagai berikut: mengkaji pola nafas dengan respon subjektif kien tidak
83

terkaji, respon objektif RR 40x/menit, tampak pernafasan cuping hidung,

pasien tampak tidak menggunakan O2 nasal kanul, ekspansi paru sama kanan

kiri, tampak otot bantu pernafasan tidak ada. Jam 07.50 WIB penulis

melakukan implementasi atau tindakan keperawatan, mengidentifikasi

pemasangan alat bantu nafas dengan respon subjektif klien tidak terkaji,

respon objektif pasien tampak tidak menggunakan alat bantu pernafasan O2

nasal kanul 2 liter/menit.

Implementasi tanggal 17 maret 2015 pada diagnosa pertama sebagai

berikut: jam 08.00 WIB mengkaji pola nafas dengan respon subjektif klien

tidak terkaji, respon objektif RR 48x/menit, tidak ada pernafasan cuping

hidung, pasien tampak tidak menggunakan alat bantu pernafasan nasal kanul,

pasien tampak tenang. Jam 13.10 WIB pasien mengkaji tanda tanda vital dan

pola nafas dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif RR

42x/menit, pasien tampak tidak meggunakan alat bantu pernafasan nasal

kanul, tidak ada pernafasan cuping hidung, suhu 370C, SpO2 99, akral hangat,

HR 145x/menit.

Implementasi pada diagnosa kedua hipotermia berhubungan dengan

pemajanan lingkungan yang dingin (00006) yang dilakukan pada tanggal 15

maret 2015 sebagai berikut: jam 08.15 WIB penulis mengobservasi tanda

gejala hipotermia, dengan respon subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif,

suhu tubuh paien 34,50C, akral dingin, kulit pasien tampak pucat, pasien

tampak menggigil, SpO2 91, HR 135x/menit. Pada jam 08.25 WIB penulis

memakaikan topi dan sarung tangan hangat dengan respon subyektif klien
84

tidak terkaji, respon obyektif pasien terlihat lebih nyaman dan mengigil sedikit

berkurang. Pada jam 08.35 WIB penulis memberikan edukasi dan

melaksanakan tehnik KMC dengan respon subyektif ibu pasien mengatakan

bersedia dan setuju diberi pendidikan baru dan melaksanakan KMC, respon

obyektif ibu pasien tampak kooperatif melakukan KMC, pasien tampak tenang

saat dilakukan tehnik KMC.

Pada jam 11.00 WIB penulis mengopservasi tanda-tanda vital dan

menjaga kehangatan dengan respon subyektif klien tidak terkaji, respon

obyektif suhu tubuh klien 36,60C BB lahir 2200 gram lalu mengalami

penurunan berat badan menjadi BB 2100 gram, teraba akral hangat, pasien

tampak tidak menggigil. Menurut jurnal Siti & Sri pemberian KMC selama 2

jam atau lebih berat badan semakin meningkat karena proses menyusui dalam

jangka waktu yang lama dan suhu bayi dalam rentang normal. Pada kasus ini

pasien terjadi penurunan berat badan sebab pasien belum mampu minum susu

dengan baik namun saat dilakukan KMC pasien mampu mencari-cari puting

susu ibu.

Pada jam 11.30 WIB penulis mengatur suhu inkubator dengan respon

subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif suhu lingkungan inkubator

34,50C. Menurut Yongky dkk, (2012) keuntungan diberikan inkubator yaitu :

membantu melakukan pengamatan pada bayi, bersih dan hangat,

mempertahankan suhu pada tingkat tertentu, memudahkan penyediaan

oksigen, dan bayi dapat dalam keadaan telanjang bila diperlukan.


85

Penulis akan membahas tentang latar belang dilakukan KMC di

RSUD dr Moewardi Surakarta dilihat dari respon orang tua yang belum

mengetahui mengenai metode kanguru yang akan dilakukan, takut untuk

merawat bayinya dan takut kalau perawatan bayinya lama dan berefek tidak

baik selanjutnya. Maka penulis melakukan edukasi terlebih dahulu untuk

mengenalkan tentang metode kanguru, keuntungan dilakukan KMC untuk

bayi dengan BBLR. Dampak yang akan terjadi bila bayi tidak dimasukkan

inkubator atau tidak dilakukannya metode kanguru, bayi akan terancam

kematian yang diakibatkan hipotermia (suhu badan dibawah 36,50C),

disamping asfiksia, dan infeksi, bisa hipoglikemia dan masih banyak lagi

masalah yang akan dijumpayi pada BBLR (Perinasia, 2006 cit Stiti sholikhah,

2013). Sehingga upaya yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya hal

tersebut adalah dengan memberikan pendidikan KMC kepada keluarga baik

dengan ibu maupun ayah, dengan diberikannya pendidikan KMC tersebut

diharapkan baik ibu mampu ayah mengerti atau faham tentang pentingnya

perawatan bayi prematur atau BBLR (Walgito, 2003 cit Siti sholikhah, 2013).

Pendidikan merupakan suatu proses pembelajaran pola pikir seseorang

dari tadak tahu menjadi tahu, dan dar jenjang pendidikan inilah dapat

diketahui pola pikir seseorang, semakin tinggi pendidikan yang diperoleh

maka semakin banyak ilmu pengetahuan yang didapat dan ini dapat

membantu dalam menyikapi dan melaksanakan metode kanguru

(Notoatmodjo, 2003 cit sholikhah , 2013).


86

Implementasi yang dilakukan pada tanggal 16 maret 2015, penulis

melakukan implemnetasi pada diagnosa keperawatan ke dua, sebagi berikut:

jam 08.30 WIB penulis mengobservasi tanda-tanda vital dan memonitor

tanda-tanda hipotermia dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon

objektif suhu tubuh pasien 35,70C, akral dingin, pasien tampak mengigil, RR

40x/menit, SpO2 99%, HR140x/menit BB 2200 gram. Jam 08.35 WIB penulis

memakaikan topi, kaos kaki dan selimut hangat dengan respon subjektif klien

tidak terkaji, respon objektif pasien tampak lebih hangat dan lebih nyaman,

dan tampak menggigil berkurang. Jam 08.40 WIB penulis melakukan tehnik

KMC dengan respon subjektif ibu pasien mengatakan bersedia melakukkan

KMC ibu pasien mengatakan nyaman saat melakukan KMC dan merasa dekat

dengat anaknya, respon obyektif ibu pasien tampak kooperatif, pasien tampak

berusaha mencari-cari puting susu ibu.

Jam 10.10 WIB penulis menganjurkan kepada ibu untuk tetap

melakukan KMC setelah perawatan di RS dengan respon subjektif ibu pasien

mengatakan akan tetap melakukan KMC saat dirumah, respon objektif ibu

pasien tampak mampu melakukan tehnik KMC walaupun dengan bantuan

perawat, ibu pasien tampak nyaman dan senang melakukan KMC. Jam 11.00

WIB penulis mengobservasi tanda-tanda vital dan tanda hipotermia dengan

respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif suhu tubuh pasien 36,8 0C,

akral pasien hangat, RR: 42x/menit, HR: 145x/menit, SpO2: 99%. Penuls

setelah melakukan tehnik KMC untuk pasiendan dilakukan pemeriksan dan

terjadi kenaikan suhu tubuh, SpO2 meningkat dan hr meningkat, hal ini sesuai
87

dengan teori Jam 11.20 WIB penulis mengatur suhu inkubator tetap hangat

dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif suhu inkubator

34,40C.

Pada diagnosa kedua penulis akan membahas tentang hipotermi.

Hipotermi adalah bayi baru lahir dengan suhu tubuh sampai di bawah 36,50C

37,50C. Menurut Sudarti & Afroh (2013) Hipotermi sering terjadi pada

neonatus BBLR karena jaringan lemak sub kutan rendah dan luas permukaan

tubuh relatif besar dibandingkan bayi BBLC. BBLR dapat mengalami

hipotermi melalui beberapa mekanisme, yang berkaitan dengan kemampuan

tubuh untuk menjaga keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan

panas yaitu Penurunan produksi panas hal ini dapat disebabkan kegagalan

dalam sistem endokrin dan terjadi penurunan basal metabolisme tubuh,

sehingga timbul proses penurunan produksi panas, misalnya pada keadaan

disfungsi kelenjar tiroid, adrenal ataupun pituitaria. Peningkatan panas yang

hilanghal ini terjadi bila panas tubuh berpindah ke lingkungan sekitar, dan

tubuh kehilangan panas.

Mekanisme peningkatan suhu tubuh BBLR yang dilakukan KMC,

karena kecepatan aliran darah yang tinggi menyebabkan konduksi panas yang

disalurkan dari inti tubuh ke kulit sangat efisien. Efek aliran darah kulit pada

konduksi panas dari inti tubuh permukaan kulit menggambarkan peningkatan

konduksi panas hampir delapan kali lipat. Oleh karena itu Kulit merupakan

sistem pengaturan radiator panas yang efektif, dan aliran darah ke kulit

adalah mekanisme penyebaran panas yang paling efektif dari inti tubuh ke
88

kulit. Dengan meletakkan bayi telungkup didada ibu akan terjadi kontak kulit

langsung ibu dan bayi sehingga bayi akan memperoleh kehangatan karena ibu

merupakan sumber panas yang baik bagi bayi (Sri angriani dkk, 2014)

Adapun mekanisme tubuh kehilangan panas dapat terjadi secara

Evaporasi adalah jalan utama bayi kehilangan panas. Kehilangan panas dapat

terjadi karena penguapan cairan ketuban pada permukaan tubuh oleh panas

tubuh bayi sendiri karena setelah lahir, tubuh bayi tidak segera dikeringkan.

Kehilangan panas juga terjadi pada bayi yang terlalu cepat dimandikan dan

tubuhnya tidak segera dikeringkan dan diselirnuti. Konduksi adalah

kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung antara tubuh bayi dengan

permukaan yang dingin. Meja, tempat tidur atau timbangan yang

temperaturnya lebih rendah dari tubuh bayi akanmenyerap panas tubuh bayi

melalui mekanisme konduksi apabila bayi diletakkan di atas benda-benda

tersebut. Konveksi adalah kehilangan panas tubuh yang terjadi saat bayi

terpapar udara sekitar yang lebih dingin. Bayi yang dilahirkan atau

ditempatkan di dalam ruangan yang dingin akan cepat mengalami kehilangan

panas. Kehilangan panas juga terjadi jika terjadi aliran udara dari kipas angin,

hembusan udara melalui ventilasi atau pendingin ruangan. Radiasi adalah

kehilangan panas yang terjadi karena bayi ditempatkan di dekat benda-benda

yang mempunyai suhu tubuh lebih rendah dan suhu tubuh bayi. Bayi bisa

kehilangan panas dengan caraini karena benda-benda tersebut menyerap

radiasi panas tubuh bayi (walaupun tidak bersentuhan secara langsung)

(Philip jevon & Beverley ewens, 2008).


89

Mengatasi terjadinya hipotermia dengan cara metode kangaroo

mother care (KMC). Syarat KMC adalah bayi baru lahir rendah yang stabil

(sudah bernafas spontan dan tidak memiliki masalah kesehatan serius).

Manfaat dan keuntungan KMC adalah suhu tubuh bayi tetap normal,

mempercepat pengeluaran air susu ibu (ASI) meningkatkan keberhasilan

menyusui, perlindungan bayi dari infeksi, berat badan bayi cepat naik,

stimulai dini, kasih sayang, mengurangi biaya rumah sakit karena waktu

perawatan yang pendek, tidak memerlukan inkubator dan efisiensi tenaga

kesehatan.

Implementasi yang dilakukan pada tanggal 17 maret 2015, penulis

melakukan impementasi pada diagnosa keperawatan kedua, sebagai berikut:

jam 08.10 WIB mengkaji tanda dan gejala hipotermia dengan respon subjektif

klien tidak terkaji, respon objektif suhu tubuh bayi 350C, akral dingin, pasien

tampak mengigil. Jam 08.15 WIB memakaikan topi, kaos kaki dan gendongan

kanguru dengan respon subjektif klien tidak terkaji dan dengan respon

obyektif pasien tampak lebih hangat. Jam 08.25 WIB penulis memberikan dan

mengajarkan tehnik KMC dengan respon subjektif ibu pasien mengatakan

bersedia melakukan KMC dan mau di beri pendidikan cara melakukan KMC

dengan respon objektif ibu pasien tampak mampu melakukan KMC secara

mandiri. Jam 09.00 WIB menganjurkan kepada ibu untuk tetap melakukan

KMC saat perawatan di rumah dengan respon subjektif ibu pasien mengatakan

bersedia melakukan KMC di rumah dan senang melakukan KMC dan respon

obyektif ibu pasien tampak kooperatif dan tampak percaya diri merawat
90

anaknya. Jam 11.00 WIB penulis mengkaji tanda dan gejala hipotermia

dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif suhu tubuh 37 0C,

akral hangat, pasien tampak tidak menggigil, BB 2320 gram. Menurut jurnal

Siti & Sri pemberian KMC selama 2 jam atau lebih berat badan semakin

meningkat karena proses menyusui dalam jangka waktu yang lama dan suhu

bayi dalam rentang normal. Pada kasus ini terjadi peningkatan berat badan

dengan siknifikan, selain itu suhu tubuh pasien juga meningkat dan timbul

kepercayaan diri ibu untuk merawat bayinya.

Implementasi pada diagnosa keperawatan yang ketiga ketidakefektifan

pola makan berhubungan dengan gangguan neuroligis (00107) yang

dilakukan pada tanggal 15 maret 2015 penulis melakukan implementasi

sebagai berikut: jam 08.40 WIB penulis mengkaji reflek hisap pasien dengan

respon subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif pasien tampak mencari-

cari puting ibu saat dilekatkan di dada ibu, reflek hisap pasien lemah pasien

hanya mampu membuka mulut dan memasukkan kedalam mulutnya tanpa

menghisap puting ibu. Pada jam 09.00 WIB penulis mengajarkan cara

menyusui dengan respon subjektif ibu pasien mengatakan anaknya tidak mau

menghisap puting susu ibu, respon objektif ibu pasien tampak cemas karena

pasien tidak mau menghisap, reflek hisap pasien tampak lemah, ibu pasien

tampak kooperatif merangsang pasien. Penulis mengajarkan cara menyusui

pada saat proses pelaksanaan tehnik KMC dan saat mengajarkan cara

menyusui penulis berkolaborasi dengan perawat fisioterapi di HCU Neonatus

RSUD dr Moewardi Surakarta.


91

Pada jam 12.00 WIB penulis memberikan susu formula 40cc dengan

respon subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif pasien tampak minum

susu formula tapi reflek hisapnya masih lemah atau tidak terlalu kuat, pasien

minum susu formula menggunakan botol habis 20 cc. Pada kasus ini pasien

diberi susu formula menggunakan botol dan saat diberi ASI pasien tidak

mengalami bingung puting.

Implementasi yang dilakukan pada tanggal 16 maret 2015, penulis

melakukan implementasi sebagai berikut: jam 07.55 WIB penulis memberikan

susu formula 40 cc dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif

pasien tampak minum susu formula tapi harus diberi rangsangan untuk

menghisap, pasien minum susu formula menggunakan botol habis 30 cc,

reflek hisap pasien belum kuat. Jam 08.50 WIB penulis mengajarkan cara

menyusui dengan respon subjektif ibu pasien mengatakan anaknya tidak kuat

menghisap puting susu dan pasien hanya mau memasukkan kedalam mulut

dan tidak dihisap, respon objektif ibu pasien tampak berusaha merangsang

pasien agar mau mengisap dan minum susu, pasien tampak menghisap puting

ibu tapi tidak terlalu kuat, reflek menghisap pasien tampak masih lemah tapi

sedikit kuat. Jam 09.00 WIB penulis memberi dorongan kepada ibu bayinya

tetap diberi ASI saat sudah pulang dengan respon subjektif ibu pasien

mengatakan bersedia memberikan ASI selama 6 bulan setelah itu akan

memberikan makanan dampingan ASI karena ibu akan bekerja, respon

subjektif ibu pasien tampak kooperatif dan tampak menyayangi anaknya. Jam

09.25 WIB penulis mendiskusikan dengan ibu untuk menggunakan pompa


92

ASI kalau bayi tidak mampu menghisap dengan respon subjektif ibu pasien

mengatakan akan memompa ASI saat bayi ditinggal bekerja, respon objektif

ibu pasien tampak kooperatif. Jam 10.25 WIB penulis mengevaluasi pola

menghisap dan menelan dengan respon subjektif ibu pasien mengatakan

anaknya sudah mampu menghisap tapi belum kuat dan harus diberi

rangsangan dahulu saat akan diberi ASI, reflek obyektif reflek menghisap

pasien tampak belum kuat dan harus dirangsang dahulu, pasien tampak

mencari-cari puting ibu saat disentuhkan kedada ibu.

Implementasi yang dilakukan pada tanggal 17 maret 2015, penulis

melakukan implementasi, sebagai berikut: jam 08.30 WIB mengkaji

kemampuan bayi menempel dan menghisap secara efektif dengan respon

subjektif ibu pasien mengatakan anaknya mau minum dan menghisap dengan

kuat, respon objektif pasien tampak mencari-cari puting susu ibu saat

dilekatkan didada ibu, pasien tampak meghisap puting ibu dengan kuat, reflek

hisap pasien kuat.

Implementasi pada diagnosa keperawatan yang keempat resiko infeksi

berhubungan dengan pertahanan tubuh sekunder tidak adekuat (00004), yang

dilakukan pada tanggal 15 maret 2015 penulis melakukan implementasi

sebagai berikut: jam 11.05 WIB, penulis mengkaji tanda-tanda infeksi pasien

dengan respon subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif suhu tubuh pasien

36,60C, akral hangat, pasien menggunakan popok, kulit pasien tampak

kemerahan, leukosit 18.4 ribu/ul. Jam 08.20 WIB penulis berkolaborasi

dengan dokter pemberian ampicillin 110 mg dengan respon subjektif klien


93

tidak terkaji dan respon objektif injeksi ampicillin 110 mg sudah masuk lewat

IV, tidak ada reaksi alergi, klien tampak menangis.

Jam 10.00 WIB mengajarkan kepada keluarga tanda/gejala infeksi

dengan respon subjektif keluarga mengatakan paham mengenai tanda/gejala

infeksi dan respon objektif keluarga mampu menjelaskan kembali yang

diajarkan perawat. Penulis melakukan edukasi tentang tanda dan gejala

infeksi secara lansung tanpa menggunakan leaflet. Pada jam 07.30 WIB

penulis melakukan menganjurkan untuk mencuci tangan sebelum dan setelah

kontak dengan pasien dengan respon subjektif keluarga mengatakan bersedia

mencuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan pasien, respon objektif

tangan tampak bersih dan bebas dari kuman dan patogen. Penulis melakukan

implementasi mencuci tangan karena menurut Atikah & Cahyo, (2010) yaitu

bayi prematur relatif belum sanggup membentuk antibodi dan daya

fagositosis serta reaksi terhadap infeksi belum baik. Karena sistem kekebalan

tubuh bayi BBLR belum matang. Bayi juga dapat terkena infeksi saat di jalan

lahir atau tertular infeksi ibu melalui plasenta. Keluarga dan tenaga kesehatan

yang merawat bayi BBLR harus melakukan tindakan pencegahan infeksi

antara lain dengan mencuci tangan dengan baik.

Pada jam 13.05 WIB mengganti popok dan membersihkan luka pada

kulit dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif kulit pasien

tampak kemerahan, tidak tampak ada pembengkakan, suhu tubuh 36,80C,

pasien tampak menagis saat lukanya diberikan.


94

Implementasi yang dilakukan pada tanggal 16 maret 2015 penulis

melakukan implementasi, sebagai berikut: jam 08.30 WIB penulis

menganjurkan kepada ibu untuk mencuci tangan sebelum dan setelah kontak

dengan pasien dengan respon subjektif ibu klien mengatakan akan selalu

menjaga kebersihan, respon objektif tangan ibu tampak bersih. Jam 08.20

WIB penulis berkolaborasi dengan dokter pemberian ampicillin 110 mg

dengan respon subjektif klien tidak terkajidan respon objektif injeksi

ampicillin 110 mg sudah masuk lewat IV, tidak ada reaksi alergi, klien

tampak menangis kuat. Jam 11.50 WIB penulis mengkaji tanda dan gejla

infeksi dengan respon subjektif klien tidak terkaji, respon objektif pasien

tampak memakai popok dan tampak kemerahan sudah berkurang, tidak

terdapat pembengkakan pada kulit, teraba tidak panas suhu tubuh 36,9 0C,

pasien tampak menangis saat dibersihkan di daerah kulit yang kemerahan.

Jam 10.00 WIB mengajarkan kepada keluarga tentang tanda/gejala infeksi

dengan respon subjektif keluarga mengatakan paham mengenai tanda-tanda

infeksi dan respon objektif keluarga mampu menjelaskan kembali yang

diajarkan perawat.

Implementasi yang dilakukan pada tanggal 17 maret 2015 penulis

melakukan implementasi, sebagai berikut: Jam 08.20 WIB penulis

berkolaborasi dengan dokter pemberian ampicilli 110 mg dengan respon

subjektif klien tidak terkajidan respon objektif injeksi ampicillin 110 mg

sudah masuk lewat IV, tidak ada reaksi alergi, klien tampak menangis. Jam

09.35 WIB mengkaji tanda dan gejala infeksi dengan respon subyektif klien
95

tidak terkaji dan respon obyektif tampak kemerahan pada kulit pasien kurang,

tidak ada bengkak, suhu 370C, leukosit 18.4 ribu/ul. Jam 10.00 WIB

mengajarkan kepada keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dengan respon

subjektif keluarga mengatakan paham mengenai tanda-tanda infeksi dan

respon objektif keluarga mampu menjelaskan kembali yang diajarkan

perawat. Jam 11.55 WIB penulis melakukan perawatan luka dengan respon

subyektif klien tidak terkaji, respon obyektif luka kemerahan pada bayi

tampak berkurang, tidak ada pembengkakan pada luka, pasien tampak

menangis saat dibersihkan luka yang disebabkan pemakaian popok. Jam

12.00 WIB penulis mengkaji tanda-tanda infeksi dengan respon subyektif

klien tidak terkaji, respon obyektif leukosit 18.4 ribu/ul, kemerahan pada kulit

berkurang, tidak ada pembengkakan pada kulit, suhu tubuh 370C.

Penulis sudah melakukan implementasi yang sesuai dengan

perencanaan atau intervensi yang berdasarkan dari NIC menurut Judith,

(2007). Penulis melakukan implementasi yang sudah direncanakan

sebelumnya adapun kendala saat melakukan tindakan KMC karena

menunggu kondisi bayi atau pasien stabil dahulu baru dapat melakukan

tehnik KMC selain itu orang tua terutama ibu bersedia melakukan tehnik

KMC. Penulis tidak melakukan pemantauan pada pola nafas pasien

dikarenakan dari pola nafas sudah stabil dan dari advis dokter hari kedua

penulis melakukan asuhan keperawatan alat bantu pernafasan dihentikan.

Penulis melakukan tindakan tehnik KMC pada BBLR karena dilihat dari
96

kelahiran BBLR yang rentan akan kematian karena banyak komplikasi yang

dialami.

Menurut Sholikhah, (2013) metode kanguru ini sudah dapat

menghasilkan pengaturan suhu tubuh yang efektif, lama serta denyut jantung

dan pernafasan yang stabil pada bayi untuk mencari puting dan

menghisapnya, hal ini mempererat ikatan antara ibu dan bayi serta membantu

keberhasilan dalam pemberian ASI. Proverawati & Ismawati (2010) ,cit Sri

dkk (2014) menyatakan bahwa pelaksanaan metode kanguru atau perawatan

bayi lekat sangat bermanfaat untul merawat bayi baru lahir yang memiliki

berat lahir renda, baik selama perawatan di rumah sakit ataupun di rumah.

Marliyana (2010) ,cit Sri dkk, (2014), menyatakan bahwa pelaksanaan

metode kanguru tergolong baik, sebab kecepatan aliran darah yang tinggi

menyebabkan kondisi panas yang disalurkan dari inti tubuh ke kulit sangat

efisien. Efek aliran darah kulit pada konduksi panas dari inti tubuh

permukaan kulit menggambarkan peningkatan konduksi panas hampir

delapan kali lipat. Oleh karena itu Kulit merupakan sistem pengatur radiator

panas yang efektif, dan aliran darah ke kulit adalah mekanisme penyebaran

panas yang paling efektif dari inti tubuh ke kulit. Dengan meletakkan bayi

telungkup didada ibu akan terjadi kontak kulit langsung ibu dan bayi

sehingga bayi akan memperoleh kehangatan karena ibu merupakan sumber

panas yang baik bagi bayi.


97

E. Evaluasi

Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan yaitu suatu proses yang

digunakan untuk mengukur dan memonitor kondisi klien untuk mengetahui

kesesuaian tindakan keperawatan, perbaikan tindakan keperawatan,

kebutuhan klien saat ini, perlunya dirujuk pada tempat kesehatan lain, apakah

perlu menyusun ulang prioritas diagnosa supaya kebutuhan klien bisa

terpenuhi (Doenges dkk, 2006). Evaluasi yang akan dilakukan oleh penulis

disesuaikan dengan kondisi klien, sehingga rencana tindakan dapat dilakukan

dengan SOAP (subyektif, obyektif, analisa, planning).

Evaluasi pada hari minggu tanggal 15 mater 2015 pada diagnosa

pertama ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas

neurologis (00032), pada jam 14.00 WIB didapatkan hasil evaluasi sebagai

berikut, untuk subyektif klien tidak terkaji, obyektif RR 38x/menit dengan

menggunakan alat bantu pernafasan oksigen nasal kanul 2 liter/menit, tampak

pernafasan cuping hidung, adanya otot bantu pernafasan. Analisa masalah

pola nafas pasien belum teratasi. Perencanaan keperawatan dilanjutkan

sebagai berikut obsevasi vital sign dan pola nafas abnormal, pertahankan

jalan nafas yang paten, identifikasi pemasangan alat bantu nafas, kolaborasi

dengan dokter dalam pemberian terapi oksigen.

Evaluasi yang dilakukan penulis pada tanggal 15 maret 2015 pada

diagnosa kedua hipotermi berhubungan dengan pemajanan lingkungan yang

dingin, jam 14.05 WIB di dapatkan hasil evaluasi sebagai berikut, untuk

subyektif klien tidak terkaji. Obyektif suhu tubuh 360C, akral dingin, pasien
98

tampak tidak menggigil, pasien tampak tertidur dan tampak tenang. Analisa

masalah hipotermi belum teratasi. Perencanaan keperawatan dilanjutkan

opservasi vital sign, atur suhu tubuh tetap hangat (lakukan tehnik KMC) dan

berikan pakaian yang hangat, kering, selimut penghangat, alat pemanas

mekanik, suhu ruangan yang sesuai, anjurkan kepadaibu untuk tetap

melakukan KMC setelah perawatan, kolaborasi dengan dokter dalam

pemberian teknik menghangatkan suhu basal.

Evaluasi yang dilakukan penulis pada tanggal 15 maret 2015 pada

diagnosa ketiga ketidakefektifan pola makan berhubungan dengan gangguan

neurologis (00107), jam 14.10 WIB di dapatkan hasil evaluasi sebagai

berikut, untuk subyektif ibu pasien mengatakan anaknya tidak mau

menghisap puting susu ibu. Obyektif ibu tampak khawatir karena pasien tidak

mau menghisap,ibu pasien tampak kooperatif merangsang pasien, reflek hisap

pasien tampak lemah. Analisa masalah ketidakefektifan pola makan bayi

belum teratasi. Perencanaan keperawatan dilanjutkan kaji dan evaluasi

kemampuan bayi utuk menempel dan menghisap secara efektif, instruksikan

ibu dalam teknik menusui, ajarkan penggunaan pompa ASI kalau bayi tidak

mampu menyusu, beri dorongan untuk terus menyusui setelah pulang atau

setelah perawatan.

Evaluasi yang dilakukan penulis pada tanggal 15 maret 2015 pada

diagnosa keempat resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh

sekunder tidak adekuat (00004), jam 14.15 WIB di dapatkan hasil evaluasi

sebagai berikut, untuk subyektif klien tidak terkaji. Obyektif pasien


99

menggunakan popok kulit bayi tampak kemerahan, BB lahir 2200 gram

setelah 1 hari turun menjadi 2100 gram, daya tahan tubuh terhadap infeksi

kurang, leukosit 18.4 ribu/ul. Analisa masalah resiko infeksi belum teratasi.

Perencanaan keperawatan dilanjutkan observasi tanda dan gejala infeksi,

lakukan perawatan luka, cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan

klien, inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, ajarkan

keluarga untuk megetahui tanda-tanda infeksi, kolaborasi dengan dokter

dalam pemberian terapi dan pemeriksaan laboratorium.

Evaluasi yang dilakukan penulis pada hari senin, tanggal 16 maret

2015 jam 14.00 WIB pada diagnosa pertama ketidakefektifan pola nafas

berhubungan dengan imaturitas neurologis (00032), didapatkan hasil

evaluasi sebagai berikut, untuk subyektif tidak ada. Obyektif RR 40x/menit

dengan menggunakan O2 nasal kanul pernafasan nasal kanul 2 liter / menit,

pernafasan cuping hidung, tidak ada otot bantu pernafasan ekspansi paru

kanan kiri sama. Analisa masalah pola nafas belum teratasi. Perencanaan

keperawatan dilanjutkan sebagai berikut observasi tanda tanda vital dan

pola nafas abnormal, pertahankan jalan nafas yang paten, identifikasi

pemasangan alat bantu nafas, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian

terapi oksigen.

Evaluasi yang dilakukan penulis pada tanggal 16 maret 2015 pada

diagnosa kedua hipotermi berhubungan dengan pemajanan lingkungan yang

dingin (00006), jam 14.05 WIB di dapatkan hasil evaluasi sebagai berikut,

untuk subyektif ibu pasien mengatakan mau dan senang dilakukan tehnik
100

KMC (kangaroo mother care), ibu pasien mengatakan nyaman melakukan

KMC, ibu dan keluarga pasien mengatakan bersedia melakukan KMC di

rumah. Obyektif suhu tubuh 36,80C, akral hangat, pasien tampak tidak

menggigil. Analisa masalah hipotermia belum teratasi. Perencanaan

keperawatan dilanjutkan opservasi vital sign, atur suhu tubuh tetap hangat

(lakukan tehnik KMC), anjurkan kepada ibu untuk tetap melakukan KMC

setelah perawatan, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian teknik

menghangatkan suhu basal.

Evaluasi yang dilakukan penulis pada tanggal 16 maret 2015 pada

diagnosa ketiga ketidakefektifan pola makan berhubungan dengan gangguan

neurologis (00107), jam 14.10 WIB di harapkan hasil evaluasi sebagai

berikut, untuk subyektif ibu pasien mengatakan anaknya tidak terlalu kuat

menghisap puting, ibu pasien mengatakan anaknya hanya memasukkan

puting kedalam mulutnya tapi tidak dihisap. Obyektif ibu pasien tampak

berusaha merangsang pasien pasien agar bersedia minum ASI, pasien tampak

menghisap puting susu ibu tapi tidak terlalu kuat, reflek hisap pasien tampak

masih lemah tapi sedikit kuat. Analisa masalah ketidakefektifan pola makan

bayi belum teratasi. Perencanaan keperawatan dilanjutkan kaji dan evaluasi

kemampuan bayi utuk menempel dan menghisap secara efektif, ajarkan

penggunaan pompa ASI kalau bayi tidak mampu menyusu, beri dorongan

untuk terus menyusui setelah pulang atau setelah perawatan.

Evaluasi yang dilakukan penulis pada tanggal 15 maret 2015 pada

diagnosa keempat resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh


101

sekunder tidak adekuat (00004), jam 14.15 WIB di harapkan hasil evaluasi

sebagai berikut, untuk subyektif tidak ada. Obyektif pasien tampak

menggunakan popok, kulit pasien tampak kemerahan sudah berkurang, tidak

terdapat pembengkakan dikulit, suhu tubuh 370C, leukosit 18.4 ribu/ul.

Analisa masalah resiko infeksi belum teratasi. Perencanaan keperawatan

dilanjutkan observasi tanda dan gejala infeksi, cuci tangan sebelum dan

setelah kontak dengan klien, lakukan perawatan luka, ajarkan keluarga untuk

mengetahui tanda-tanda infeksi, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian

terapi dan pemeriksaan laboratorium.

Evaluasi yang dilakukan penulis pada hari selasa, tanggal 17 maret

2015 jam 14.00 WIB pada diagnosa pertama ketidakefektifan pola nafas

berhubungan dengan imaturitas neurologis (00032), didapatkan hasil evaluasi

sebagai berikut, untuk subyektif tidak ada. Obyektif RR 42x/menit, pasien

tampak tidak meggunakan alat bantu pernafasan nasal kanul, tidak ada

pernafasan cuping hidung, tidak ada otot bantu pernafasan, exspansi paru

kanan kiri sama. Analisa masalah keperawatan pola nafas teratasi.

Perencanaan keperawatan dihentikan.

Menurut Yongky dkk, (2012) memulangkan bayi butuh waktu

beberapa hari sampai minggu bayi siap dipulangkan, tergantung berat lahit.

Ibu dan bayi dapat dipulangkan apabila bayi :

1. Tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit

2. Berat badan naik > 20 gr/ hariselama 3 hari berturut-turut.


102

Beri dorongan bahwa ibu dapat merawat bayinya dan dapat

melanjutkan KMC di rumah, dan dapat kembali untuk melakukan kunjungan

tindak lanjut secara rutin.

Pada diagnosa kedua hipotermi berhubungan dengan pemajanan

lingkungan yang dingin (00006), pada jam 14.05 WIB didapatkan hasil

evaluasi sebagai berikut, subyektif ibu pasien mengatakan bersedia

melakukan KMC dan merasa nyaman saat melakukan KMC, ibu pasien

mengatakan bersedia melakukan KMC saat perawatan di rumah. Obyektif

pasien tampak nyaman, senang, kooperatif saat melakukan KMC, suhu tubuh

370C , akral hangat, pasien tampak tidak menggigil, BB 2250 gram. Analisa

masalah hipotermi teratasi. Perencanaan keperawatan dilanjutkan dengan

discharge planning sebagai berikut anjurkan kepada keluarga untuk tetap

melakukan tehnik KMC setelah perawatan di RS atau saat perawatan di

rumah.

Penulis menyarankan untuk tetap melakukan tehnik KMC saat

perawatan dirumah dilakukan setelah mandi, waktu malam hari atau saat

lingkungan dingin atau kapan saja dia menginginkan. Menurut Yongky dkk,

(2012) durasi dijalankan KMC sampai berat badan bayi 2500 gram atau

mendapat 40 minggu, atau sampai kurang nyaman denagan KMC, misalnya:

sering bergerak, gerakan ekstremitas berlebihan, dan bila akan dilakukan

KMC lagi bayi nangis. Bila ibu perlu istirahat, dapat digantikan ayah,

saudara. Bila bayi sudah kurang nyaman dengan KMC.


103

Discharge planning pada BBLR menurut Sudarti & Afroh, (2013)

adalah sebagai berikut : keadaan umum baik, mampu menghisap, menelan,

menetek, suhu tubuh 3 hari berturut turut stabil (rentang 36,50C 37,50C),

BB 3 hari berturut turut cenderung naik, Ibu mampu merawat bayinya.

Evaluasi yang dilakukan penulis pada tangal 17 mater 2015 pada

diagnosa ketiga ketidakefektifan pola makan berhubungan dengan gangguan

neurologis (00107), pada jam 14.10 WIB didapatkan hasil evaluasi sebagai

berikut, subyektif ibu pasien mengatakan anaknya mampu menghisap puting

susu ibu dengan kuat dan mampu menelan, ibu pasien mengatakan bersedia

akan memberikan ASI pompa saat ditinggal bekerja. Obyektif pasien tampak

mencari-cari puting susu ibu, reflek hisap pasien ampak kuat, ibu pasien

tampak senang dengan kemajuan perkembangan menghisap pasien. Analisa

masalah ketidakefektifan pola makan pasien teratasi. Perencanaan

keperawatan dianjurkan dengan discharge planning sebagai berikut, anjurkan

penggunaan pompa ASI kalau bayi tidak mampu menyusu, beri dorongan

untuk terus menyusui setelah pulang atau setelah perawatan.

Penulis menyarankan ibu untuk memeras ASI karena banyak

keuntungan dari memeras ASI untuk BBLR. Menurut Sudarti & Afroh,

(2013) manfaat memeras ASI sebagai berikut: mengurangi bengkak,

mengurangi bendungan saluran atau status susu, memberikan ASI perasan

tersebut kepada bayi selama ia belajar menghisap dari puting susu yang

terbenam, memberikan ASI perasan kepada bayi yang mengalami kesulitan

dalam koodinasi menghisap, memberikan perasan, memberikan perasan ASI


104

kepada bayi yang menolak menyusu selama ia belajar menyenangi ASI,

memberikan ASI perasan kepada bayi dengan berat lahir rendah yang tidak

dapat menyusu, memberi ASI perasan kepada bayi sakit, yang tidak dapat

menghisap dengan cukup, menyimpan produksi ASI bila ibu atau bayinya

sakit, meninggalkan ASI untuk bayi ketika ibunya pergi atau bekerja,

mencegah kebocoran sewaktu seorang ibu jauh dari bayinya, mambantu bayi

melekat pada payudara yang penuh, memeras ASI langsung pada mulut bayi,

dan mencegah puting dan areola menjadi kering atau terluka.

Evaluasi yang dilakukan penulis pada tanggal 17 maret 2015 pada

diagnosa keempat resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh

sekunder tidak adekuat (00004). jam 14.15 WIB didapatkan hasil evaluasi

sebagai berikut, untuk subyektif tidak ada. Obyektif leukosit 18.4 ribu/ul,

kemerahan pada kulit berkurang, tidak ada pembengkakan pada kulit, suhu

tubuh 370C. Analisa masalah resiko infeksi teratasi. Perencanaan keperawatan

dilanjutkan dengan discharge planning sebagai berikut anjurkan kepada

keluarga untuk tetap mengetahui tanda gejala terjadinya infeksi, anjurkan

minum obat sesuai resep dokter.

Hasil penerapan riset yang sudah penulis lakukan selama tiga hari

dibandingkan dengan hasil penelitian dalam jurnal Sri angriani (2014), dari

hassil penelitian diperoleh data bahwa dari 38 responden terdapat, 15 bayi

(39,5 %) yang mengalami hipotermi dan 23 bayi (60,5 %) yang suhu

tubuhnya normal sedangkan terdapat, 16 ibu (42,1 %) yang tidak melakukan

Kangaroo Mother Care (KMC) dan 22 ibu (57,9 %) yang melakukan


105

Kangaroo Mother Care (KMC). Hasil uji statistik memperlihatkan nilai chi-

square= 0,013. Oleh karena p <0,05 (0,013<0,05) maka Ha diterima dan Ho

ditolak yang berarti terdapat hubungan antara suhu tubuh BBLR dengan

Kangaroo Mother Care.

Hasil peneitian ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh

Pilliter yang mengatakan bahwa kontak kulit ke kulit dapat memelihara suhu

tubuh bayi, juga dapat mendorong ikatan orang tua dengan bayinya

(Pilliter, 2010).

Terlihat pada kasus By, Ny Y setelah diberi metode kangaroo mother

care (KMC) dan ibu mampu melakukan KMC secara mandiri selama 2 jam

sampai 2,5 jam secara rutin dan terjadi peningkatan suhu tubuh pada BBLR

yang hipotermi. Adapun hasil yang didapat selain kenaikan suhu tubuh

setelah dilakukan tindakan KMC SpO2 meningkat, HR meningkat atau dalam

batas normal dan timbul kepercayaan diri pada ibu untuk mengasuh bayi

dengan BBLR.
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah penulis melakukan pengkajian penentuan diagnosa,

perencanaan, implementasi, dan evaluasi tentang pemberian metode

kanggaroo mother care (KMC) terhadap suhu tubuh BBLR, pada Asuhan

Keperawatan By Ny.Y dengan BBLR yang sudah dilakukan penulis di ruang

HCU Neonatus RSUD dr. Moewardi Surakarta. Maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengkajian

Penulis melakukan pengkajian mendapatkan data sebagai beriku:

data subyektif klien tidak terkaji,di dapat data subyektif lain, Ibu klien

mengatakan anaknya tidak mau menghisap puting susu ibu anak hanya

mampu membuka mulut saja.Data obyektif Respirasi 38x/menit setelah

menggunakan alat bantu pernafasan nasal kanul 2 liter/menit,SpO2 91 %,

HR 150X/ menit, pernafasan cuping hidung, menggunakan otot bantu

pernafasan. Suhu tubuh 34,50C, akral dingin, badan tampak menggigil,

klien tampak gelisah dan kulit tampak pucat. Reflek hisap klien lemah,

klien tidak mampu.mempertahankan menghisap yang efektif, dan pasien

tampak pasif dan lemah. leukosit 18.4 ribu/ul, kulit klien tipis, kulit klien

tampak kemerahan karena penggunaan popok.

106
107

2. Diagnosa keperawatan

Dari data pengkajian yang didapat penulis merumuskan diagnosa

sebagai berikut: ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan

imaturitas neurologis (00032), hipotermi berhubungan dengan pemajanan

lingkungan yang dingin (00006), ketidakefektifan pola makan

berhubungan dengan gangguan neurologis (00107), resiko infeksi

berhubungan dengan pertahanan tubuh sekunder tidak adekuat (00004).

3. Intervensi keperawatan

Intervensi berdasarkan diagnosa pertama sebagai berikut:

observasi tandatanda vital dan kaji pola nafas abnormal, pertahankan

jalan nafas yang paten, identifikasi pemasangan alat bantu nafas,

kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi oksigen.

Intervensi berdasarkan diagnosa kedua sebagai berikut: observasi

tandatanda vital, atur suhu tubuh tetap hangat (lakukan tehnik KMC)

dan berikan pakaian yang hangat, kering, selimut penghangat, alat

pemanas mekanik, suhu ruangan yang sesuai, anjurkan kepada ibu untuk

tetap melakukan KMC setelah perawatan, kolaborasi dengan dokter

dalam pemberian teknik menghangatkan suhu inkubator.

Intervensi berdasarkan diagnosa ketiga sebaga berikut: kaji dan

evaluasi kemampuan bayi untuk menempel dan menghisap secara

efektif,instruksikan ibu dalam teknik menyusui ajarkan penggunaan

pompa ASI kalau b ayi tidak mampu menyusu, beri dorongan untuk terus
108

menyusui setelah pulang atau setelah perawatan,kolaborasi dengan ahli

gizi dalam pemberian susu formula dengan BBLR.

Intervensi berdasarkan diagnosa keempat sebagai berikut:

observasi tanda dan gejala infeksi, pastikan semua alat yang digunakan

klien dalam keadaan bersih, cuci tangan sebelum dan setelah kontak

dengan klien, pantau hasil laboratorium leukosit, ajarkan keluarga untuk

megetahui tanda-tanda infeksi, kolaborasi dengan dokter dalam

pemberian terapi dan pemeriksaan laboratorium.

4. Implementasi

Penulis melakukan implementasi berdasarkan perencanaan yang

sudah penulis tetapkan sebelumnya.

5. Evaluasi keperawatan

Setelah penulis melakukan implementasi, penulis melakukan

evaluasi selama 3x24 jam pada tanggal 17 maret 2015 didapatkan hasil

pada diagnosa pertamaketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan

imaturitas neurologis (00032), teratasi. Masalah keperawatan diagnosa

keduahipotermi berhubungan denganpemajanan lingkungan yang dingin

(00006) teratasi, Masalah keperawatan pada diagnosa

ketigaketidakefektifan pola makan berhubungan dengan gangguan

neurologis (00107) teratasi. Masalah keperawatan pada diagnosa

keempatresiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh sekunder

tidak adekuat (00004) teratasi.


109

6. Analisa

Penulis memberikan tindakan keperawatan Metode Kangaroo

Mother Care (KMC), dilakukan selama 3 hari setiap harinya dilakukan

selama 2 2,5 jam dan mampu meningkatkan suhu tubuh dari 34,50C

menjadi 370C.

B. Saran

Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada By Ny. Y

dengan BBLR berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberi saran

yang diharapkan bermanfaat antara lain:

a. Bagi institusi pelayanan kesehatan (rumah sakit)

Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan

dan mempertahankan hubungan kerjasama yang baik, sehingga dapat

meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang optimal pada

umumnya dan khususnya bagi klien BBLR yang mengalami hipotrmia

dilakukan (KMC) sehingga dapat mendukung kesembuhan pasien.

b. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat

Diharapkan para perawat memiliki tanggung jawab dan

keterampilan yang baik dan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan

yang lain dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan khusunya

pada klien BBLR.


110

c. Bagi institusi pendidikan keperawatan

Diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang

lebih berkualitas sehingga dapat menghasilkan perawat profesional dan

bisa lebih meningkatkan pelayanan pendidikan yang lebih berkualitas

dan profesional sehingga dapat tercipta perawat yang kreatif, trampil,

inovatif dan profesional yang mempu memberikan asuhan keperawatan.


DAFTAR PUSTAKA

Arif ZR. 2009. Neonatus dan Asuhan Keperawatan. Nuha Medika. Yogyakarta

Atikah Preverawati & Cahyo Ismawati. 2010. Berat Badan Lahir Rendah. Nuha
Medika. Yogyakarta

Debora oda. 2013. Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Salemba Medika.
Jakarta

Deswita, Besral, Yuni Rustina. 2011. Pengaruh Perawatan Metode Knguru


terhadap Respons Fisiologis Bayi Prematur. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional. Volume 5, Nomor 5, April 2011.

Deskep, RI. 2009. Pedoman Pelayanan Kesehatan Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR) Dengan Perawatan Metode Kangguru di Rumah Sakit dan
Jejaringnya. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2009.Profil Kesehatan Indonesia.


2008. Jakarta.
(http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/profil%20kesehatan%20I
ndonesia.pdf. Diperoleh februhari 2010) diakses pada tanggal 15
februhari 2015 (17.10).

Depkes, RI. 2008. Perawatan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Dengan Metode
Kanguru.Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Dewi Lia Nanny Vivian. 2013. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Salemba
Medika. Jakarta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Perawatan Bayi Berat Lahir


Rendah (BBLR) dengan Metode Kanguru. Jakarta:HTA Indonesia
2008_Perawatan BBLR dengan Metode Kanguru.

Judith M. Wilkinson, PhD, ARNP, RNC. 2007. Buku Saku Diagnosa


Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Ed:7. EGC. Jakarta

M.Sholeh Kosim, Ari Yunanto, Rizal Dewi, Gatot Irawan Sarosa, Ali Uman.
2010. Buku Ajar Neonatologi. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta

NANDA. 2009. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011.


EGC. Jakarta

Pantiawati ika. 2010. Bayi dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah. Nuha
Medika.Yogyakarta
Philip Jevon & Beverley ewens. 2008. Pemantauan Pasien Kritis.Erlangga.
Jakarta

Potter & Perry. 2006. Fundamental Keperawatan. EGC. Jakarta

Rahmawati. 2011. Pelaksanaan Perawatan Metode Kanguru Pada Ibu Yang


Memiliki BBLR Di Rumah Sakit Budi Kemuliaan Jakarta. Program
Sarjana Kesehatan Masyarakat.Jakarta

Siti Arifah & Sri Wahyuni. Pengaruh Kangaroo Mother Care (KMC) Dua Jam
dan Empat Jam Per Hari Terhadap Kenaikan Berat Badan Lahir Rendah
Bayi Preterem Di RS PKU Muhammadiyah Surakarta. Jurnal Prosiding
Seminar Ilmiah Nasional. ISSN : 2338 - 2694

Sri Angriani, Amelia Fransisca, Jamila Kasih. 2014. Hubungan Antara Metode
Kanggaroo Mother Care (KMC) Terhadap Suhu Tubuh BBLR Di RSKD
Ibu dan Anak Pertiwi Makasar. Jurnal Ilmu Kesehatan Diagnosis.
Volume 4 nomor 6 ISSN : 2304 - 1721

Sudarti & Afroh .F . 2013. Asuhan Keperawatan Neonatus Resiko Tinggi dan
Kegawatan. Yogyakarta. Nuha Medika

Sujono Riyadi & Suharsono. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak Sakit.
Gosyen Publishing. Yogyakarta

Syamsu Fatmawati Andi. 2013. Pengaruh Perawatan Metode Knguru Terhadap


Fungsi Fisiologis Bayi Prematur dan Kepercayaan Diri Ibu Dalam
Merawat Bayi. Jurnal Keperawatan Soedirman ( The Soedirman Jurnal
of Nursing). Volume 8, No 3

Wood WD, Downes JJ, Locks HL.A clinical score for the diagnosis of
respiratory failure. Am J Dis Child 19972; 123:227-9

Yongky, Mohamad judha, Rodiyah, Sudarti. 2012. Asuhan Pertumbuhan


Kehamilan, Persalinan, Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta:Nuha
Medika

Anda mungkin juga menyukai