Oleh :
Dhirgo Adji
Radang
Radang adalah reaksi alamiah yang berupa respon vaskuler dan seluler dari
jaringan tubuh sebagai reaksi terhadap adanya stimuli. Adanya rangsang/ iritasi
akan menyebabkan munculnya respon neurogenik dan humoral (Celloti dan Laufer,
2001). Kemampuan tubuh dalam membuat reaksi radang bertujuan untuk
mendukung jaringan pada proses kerusakan, pertahanan terhadap serangan
mikroorganisme dan memperbaiki jaringan yang rusak serta proses kesembuhan
luka (NN, 2003). Walaupun efek inflamasi sering digambarkan menyebabkan
beberapa kerugian, namun proses tersebut tetap menguntungkan, antara lain
adalah pengaruhnya dalam menanggulangi pengaruh stres yang selalu ada dalam
kehidupan sehari-hari. Penyebab radang sangat banyak dan bervariasi, namun
pada umumnya radang merupakan proses respon imun terhadap mikroorganisme
penyebab infeksi. Beberapa penyebab radang lainnya adalah : trauma, operasi,
bahan kimia kaustik, pangs dan dingin yang ekstrem dan iskhemia (Baratawidjaja,
2002 ;NN. 2003).
Terdapat 2 tipe radang : (1) Akut (eksudatif): merupakan respon awal
terhadap gangguan, merupakan reaksi non spesifik dan mungkin menimbulkan pengaruh
yang fatal. Durasi biasanya pendek, umumnya terjadi sebelum respon immun menjadi jelas
dan ditujukan terutama untuk menghilangkan agen penyebab gangguan dan membatasi
jumlah jaringan yang rusak (2) Kronis (proliferatif): Berlangsung selama berminggu-minggu,
berbulan-bulan bahkan bisa bertahuntahun. Radang kronis bisa merupakan hasil
perkembangan radang akut. Ciri radang kronis adalah adanya infiltrasi sel mononuklear
(makrofag). limfosit dan proliferasi fibroblas. Agen penyebab biasanya merupakan iritan
yang mengganggu secara persisten namun tidak mampu melakukan penetrasi lebih dalam
atau menyebar secara cepat. Contoh konkret penyebab radang kronis antara lain : benda
asing, talk, silikon, asbes dan benang jahit operasi.
Tanda-tanda keradangan
Menurut Celloti dan Laufer (2001), keradangan akut ditandai dengan adanya warna
merah (rubor), sebagai hasil peningkatan aliran darah pada daerah radang/hiperemi; panas
(kalor) sebagai hasil hiperemi vaskuler; bengkak (tumor), sebagai hasil eksudasi seluler
dan cairan; sakit (dolor) disebabkan oleh adanya iritasi akibat tekanan dan adanya
produk metabolisme serta Kehilangan fungsi (functio laesa), karena fungsi jaringan
berjalan secara tidak normal. Gejala tersebut merupakan gejala umum sebagai
manifestasi yang berkaitan dengan proses konstriksii arteriola diikuti dengan dilatasi
yang melanjut dengan dilatasi kapiler dan venula; kongesti venula; peningkatan
permeabilitas pembuluh darah kecil; eksudasi cairan radang kaya protein (eksudat);
hemokonsentrasi , marginasi dan adesi sel darah, transmigrasi menembus venula,
kemotaksis, agregasi dan fagositosis.
Manifestasi keradangan
1. Radang akut
Manifestasi keradangan akut dibedakan menjadi 2 kategori : (a) respon vaskuler
dan (b) respon seluler. Respon vaskuler atau respon hemodinamik terjadi scat
timbulnya vasokonstriksi pembuluh darah kecil didaerah radang. Vasokonstriksi
akan segera diikuti vasodilatasi arteriola dan venula yang mensuplai daerah
radang. Sebagai hasil dari reaksi tersebut, maka daerah radang menjadi kongesti
yang menyebabkan jaringan berwarna merah dan panas. Bersamaan dengan itu,
permeabilitas kapiler akan meningkat, yang menyebabkan cairan berpindah ke
jaringan dan menyebabkan kebengkakan, rasa sakit dan gangguan fungsi.
Respon seluler pada keradangan akut ditandai dengan adanya proses fagositosis
dari sel darah putih (Celloti dan Laufer ,2001) .
2. Radang kronis
Berbeda dengan radang akut, radang kronis menciri dengan adanya infiltrasi sel
mononuklear termasuk makrofag, limfosit dan plasma sel; jaringan yang terdestruksi,
proliferasi pembuluh darah kecil (angiogenesis) dan fibrosis (Cotran dkk, 1994).
Komplemen
Aktivasi komplemen terjadi melalui jalur klasik dan alternatif. Hal ini
berhubungan dengan tahap awal dari invasi bakteri Aktivasi komplemen akan
melepas berbagai mediator seperti C3a, C4a dan C5a yang merupakan
anafilatoksin dan merangsang sel mast jaringan untuk melepas histamin dengan
efek pelebaran serta peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Cairan dan
protein yang keluar dari rongga intravaskuler, menimbulkan edema dan
kebengkakan. Vasodilatasi akan melambatkan aliran darah yang memungkinkan
timbulnya marginasi leukosit dan menempel pada endotel (Baratawidjaja, 2002).
Kesembuhan Luka
Gambar 3: Luka pada kulit hari ke-3 setelah luka (Singer dan Clarck, 1999).
Gambar 4. Luka kulit pada hari ke 5 setelah luka (Singer dan Clarck, 1999).
Epitelialisasi
Reepitelialisasi dimulai dalam beberapa jam setelah luka. Sel epidermis kulit akan
mengeluarkan jendalan darah dan stroma yang rusak dari permukaan luka. Pada waktu
yang sama, sel akan berubah termasuk retraksi tenofilamen intraseluler; terputusnya
kebanyakan desmosoma interseluler yang memungkinkan adanya hubungan antar sel; dan
formasi filamen aktin sitoplasma perifer yang menyebabkan sel-sel bergerak. Selanjutnya
sel-sel epidermis dan dermis akan lepas, disebabkan terputusnya hubungan
hemidesmosomal dengan membrana basalis, yang memungkinkan sel epidermis dapat
bergerak ke lateral.
Neovaskularisasi
Formasi pembuluh darah baru sangat perlu untuk mendukung jaringan
granulasi yang baru. Angiogenesis merupakan proses yang kompleks berkaitan
dengan matriks ekstraseluler pada luka seperti halnya migrasi dan stimulasi mitogenik
sel endothel. lnduksi angiogenesis pada awalnya dilengkapi dengan fibroblas growth
Universitas Gadjah Mada 10
factor asam atau basa. Selanjutnya beberapa molekul akan ditemukan pada aktivitas
angiogenesis tersebut. Urutan kejadian angiogenesis adalah sebagai berikut : Luka
yang terjadi menyebabkan destruksi jaringan dan hipoksia. Faktor angiogenesis
seperti asam dan basa fibroblast growth factor selanjutnya dikeluarkan oleh makrofag
setelah sel rusak, dan produksi VEGF oleh sel epidermis yang distimulasi kondisi
hipoksia. Enzim proteolitik kemudian dikeluarkan kedalam jaringan konektif dari
protein matriks ekstraseluler terdegradasi. Fragmen dari protein ini akan menarik
monosit darah perifer ke tepi luka. Ketika monosit menjadi makrofag aktif, makrofag
akan mengeluarkan faktor angiogenesis. Makrofag-faktor angiogenesis menstimulasi
sel endotel untuk mengeluarkan aktivator plasminogen dan prokolagenase. Aktivator
plasminogen mengubah plasminogen menjadi plasmin, sedangkan prokolagenase
menjadi kolagenase aktif. Masing-masing protease kemudian bergerak ke membrana
basalis, fragmentasi membrana basalis memungkinkan sel endotel distimulasi oleh
faktor angiogenesis untuk berpindah dan membentuk pembuluh darah baru. Luka diisi
oleh jaringan granulasi baru, angiogenesis berhenti dan beberapa pembuluh darah
baru dihancurkan melalui proses apoptosis. Program kematian sel kemungkinan
diatur melalui berbagai molekul matriks seperti thrombospondins-1 dan 2, dan faktor
antiangiogenesis, seperti angiostatin, endostatin dan angiopoietin 2.
Baratawidjaja, K.G., 2002, Imunologi Dasar, Edisi ke 5,Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta,314-325
Celloti, F and Laufer, S., 2001, Inflammation, Healing and Repair Synopsis, J. Phar. Res.,
Vol. 43, No. 5, 2001
Cotran, R.S., Kumar, V., and Robbins, S.L., 1994, Robbins Pathologic basis of
Disease, 5 ed, WB. Saunders Company, Philadelphia, London, toronto,
Montreal, Sydney, Tokyo,51-92.
Romo III, T.,2001, Skin Wound Healing, JMS., sepetmber 10, 2001, Department of
Otolaryngology, Division of Plastic Surgery and reconstructive Surgery, New York
Eye and ear Infirmy,
Singer, A.J. and Clarck, R.A.F., 1999, Cutaneous Wound Healing, NEJM, Vol 341,
September 2, 1999, Number 10, pp. 738-746