Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
I. Tujuan Percobaan
Selama elektrolisis berlangsung, potensial elektroda harus dijaga pada nilai tertentu agar
tidak ada senyawa-senyawa yang tidak diinginkan ikut mengendap pada katoda.
Untuk menguji ketelitian hasil analisis secara elektrogravimetri pada percobaan ini,
dilakukan titrasi kompleksometri penentuan kadar tembaga yang hasilnya dibandingkan
dengan hasil dari elektrogravimetri.
Alat Bahan
Alat Elektrolisis EDTA
Elektroda platina Alkohol
Elektroda kasa tembaga Aseton
Buret 50 mL Murexid
Pipet seukuran 25 mL EBT/NaCl
Erlenmeyer 250 mL Ureum
Gelas piala berbagai ukuran HNO3 pekat
Pipet tetes H2SO4 pekat
Klem NH4OH
Statif Sampel tembaga
MgSO4.7H2O
B. Elektrolisis
Penyiapan Elektroda Kerja
Elektroda kasa tembaga dicuci dengan HNO3 1:1 untuk menghilangkan sisa endapan
tembaga yang masih menempel pada elektroda. Kemudian elektroda dicuci lagi, namun
kali ini digunakan alkohol dan aseton sebagai pencuci. Setelah itu, elektroda ditempatkan
di atas kaca arloji lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 105C selama 15 menit.
Kemudian elektroda didinginkan dalam desikator, setelah dingin dilakukan penimbangan
berat elektroda dengan neraca analitis. Proses pengeringan diulangi hingga berat elektroda
konstan.
Elektrolisis
Sebanyak 25 mL larutan sampel tembaga dipipet ke dalam gelas piala 100 mL lalu
ditambahkan dua ml larutan pekat asam sulfat, satu ml larutan asam nitrat dan setengah
gram ureum. Kemudian ditambahkan air bebas mineral hingga elektroda terendam
secukupnya. Setelah itu elektrolisis dijalankan dengan potensial antara tiga sampai empat
volt dan arus dua sampai empat ampere hingga larutan menjadi bening. Setelah itu, katoda
dikeluarkan kemudian dibilas dengan aqua DM dan dicuci dengan alkohol dan aseton.
Selanjutnya elektroda dikeringkan lalu ditimbang hingga berat elektroda konstan. Selisih
antara berat elektroda sesudah dan sebelum elektrolisis menunjukkan berat tembaga yang
terdapat dalam sampel.
C. Titrasi Kompleksometri
Pembakuan Larutan EDTA
Sebanyak 40 mL larutan EDTA 0,05 M ditempatkan dalam gelas piala 250 mL lalu
diencerkan hingga 200 mL, kemudian EDTA ditempatkan dalam buret. Lalu ditimbang
dengan tepat padatan MgSO4.7H2O sebanyak 0,24 gram lalu dilarutkan dalam gelas piala
100 mL yang kemudian dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml untuk diencerkan hingga
tanda batas. Selanjutnya dipipet sebanyak 25 mL larutan tersebut ke dalam labu titrasi,
ditambahkan 10 mL larutan buffer pH 10 dan satu sendok kecil EBT/NaCl sebagai
indikator. Kemudian dilakukan titrasi pembakuan EDTA hingga warna larutan berubah
menjadi biru. Titrasi dilakukan duplo.
Penentuan Kadar Tembaga dalam Larutan Sampel
Sebanyak sepuluh mL larutan sampel tembaga dipipet ke dalam labu takar 100 mL lalu
diencerkan hingga tanda batas. Kemudian sebanyak 25 mL larutan encer tersebut dipipet
ke dalam erlenmeyer 250 mL, ditambahkan basa ammonia, 25 mL aqua DM serta sedikit
indikator murexide. Kemudian dilakukan titrasi dengan larutan baku EDTA yang telah
dibakukan hingga warna biru ungu. Titrasi dilakukan duplo.
V. Data Pengamatan
A. Pembakuan EDTA
VEDTA 1 = 24 mL
VEDTA 2 = 24,7 mL
Vrata-rata = 24,35 mL
B. Titrasi Penentuan Kadar Tembaga
VEDTA 1 = 14,1 mL
VEDTA 2 = 13,9 mL
Vrata-rata = 14 mL
C. Elektrolisis
Massa elektroda awal: 1. 14,3279 gr
2. 14, 3290 gr
14,4334 gr +14,4343 gr
Massa rata-rata elektroda akhir = 2 = 14, 43385 gr
0,1054 gr 100
%Massa Cu dalam sampel = 100%
1,5147 gr 25
= 27,833%
B. Titrasi Kompleksometri
Pembakuan EDTA
Mg2+ + Y4-MgY2-
mol EDTA = mol Mg2+
Massa MgSO 4 . 7 H 2O
MEDTA VEDTA = Mr MgSO 4 .7 H 2O
faktor aliquot
0,2405 gr
25 1
gr
MEDTA = 246 100 24,35 0,001 L
mol
MEDTA = 0,01003 M
0,3569 gr
%massa Cu= x 100
1,5147 gr
%massa Cu=23,56
VII. Pembahasan
Pada percobaan ini dilakukan penentuan kadar tembaga (Cu) melalui teknik
ektrogravimetri. Elektrogravimetri memiliki dua makna, yakni elektrolisis dan
gravimetri. Pada proses elektrolisis, digunakan katoda kasa tembaga dan anoda Platina,
tapi karena Platina merupakan logam yang inert sehingga yang akan mengalami oksidasi
di anoda adalah air. Berikut reaksi yang berlangsung pada masing-masing elektroda:
Ion tembaga akan mengendap di katoda, sehingga bisa didapatkan massa tembaga yang
mengendap dengan menghitung selisih berat katoda sesudah dan sebelum elektrolisis,
inilah makna dari gravimetri pada percobaan ini.
Pada proses elektrolisis, mulanya elektroda kasa tembaga dicuci dengan larutan
HNO3 1:1 yang bertujuan untuk mencuci katoda agar tidak ada endapan tembaga yang
masih menempel, karena tembaga akan larut dalam larutan HNO3, sehingga HNO3
cocok sebagai pencuci dalam percobaan kali ini. Selanjutnya elektroda tembaga dibilas
dengan aseton dan alkohol untuk mempercepat pengeringan dan menghilangkan sisa-sisa
lemak dan pengotor lain yang mungkin ada. Kemudian elektroda tersebut dikeringkan
dan ditimbang hingga massanya konstan. Jika massa elektroda sudah konstan, maka
elektroda telah benar-benar kering dan terbebas dari pengotor dan pencuci yang tadi
digunakan. Dipilih elektrolit campuran larutan asam sulfat dan asam nitrat, karena sampel
tembaga larut dalam asam nitrat dan asam sulfat, sehingga larutan sampel tembaga tetap
berada dalam kondisi terionisasi, sehingga proses pengendapan hanya berlangsung saat
elektrolisis. Konsentrasi asam yang digunakan dalam percobaan tidak boleh terlalu tinggi,
karena jika terlalu tinggi, maka endapan tembaga tersebut tidak akan melekat dengan
baik pada katoda. Maka penggunaan HNO3 dan H2SO4 haruslah terkontrol dalam jumlah
kecil. Penambahan ureum pada campuran sampel, asam nitrat dan asam sulfat bertujuan
untuk menghilangkan asam nitrit yang mungkin terbentuk dari asam nitrat. Jika ada asam
nitrit dalam larutan, ion nitrit akan bergabung dengan tembaga membentuk tembaga (ii)
nitrit yang akan mengendap, oleh sebab itu asam nitrit perlu dihilangkan agar tidak
mengganggu pengendapan, karena endapan yang diinginkan hanya endapan tembaga.
Untuk menguji ketelitian hasil analisis secara elektrogravimetri pada percobaan ini,
dilakukan juga penentuan kadar tembaga dengan metode titrasi kompleksometri. Pada
titrasi kompleksometri digunakan EDTA sebagai titran, namun EDTA harus dibakukan
terlebih dahula karena EDTA merupakan larutan baku sekunder (tidak stabil). Pada
pembakuan EDTA, harus dilakukan pada pH = 10 karena pada pH ini Mg2+ akan
membentuk kompleks dengan EDTA. Tiap logam memiliki kelarutan yang berbeda-beda,
untuk Mg2+ akan mengendap jika Ph > 10, jika pH>10 maka titrasi tidak bisa dilakukan.
Namun jika pHnya asam juga Mg2+ tidak akan bereaksi dengan EDTA. Dipilihnya
EDTA sebagai titran karena EDTA akan membentuk kompleks dengan logam dengan
perbandingan mol 1:1, sehingga kadar tembaga dapat ditentukan secara stoikiometri.
Penambahan indikator pada saat pembakuan maupun pada saat titrasi penentuan kadar
harus dilakukan setelah penambahan basa, hal ini dilakukan karena indikator akan dapat
diamati jika dalam suasana basa, baik indikator EBT maupun murexid. Jika dilakukan hal
yang sebaliknya, penambahan indikator dilakukan sebelum penambahan basa, maka tidak
akan menghasilkan apa-apa karena tidak ada yang dapat diamati.
27,833%, sedangkan dengan metode titrasi sebesar 23,56 . Perbedaan kadar tersebut
dikarenakan tingkat ketelitian dan keakuratan metode elektrolisis dan titrasi
kompleksometri yang berbeda. Elektrolisis merupakan metode yang lebih akurat daripada
metode titrasi, karena galat yang dapat terjadi pada titrasi lebih besar, seperti kekurang
telitian saat mengencerkan sampel, sulitnya mengamati perubahan warna dimana titik
akhir titrasi yang tepat, kurang teliti dalam membaca skala volume dan masih banyak
lagi.
VIII. Kesimpulan
1. Kadar tembaga dalam sampel dengan metode elektrolisis sebesar 27,833%.
2. Kadar tembaga dalam sampel dengan metode titrasi kompleksometri sebesar 23,56 .
Harvey, David. Modern Analytical Chemistry, 1st ed., McGraw-Hill, USA, 2000,
p.314-315.
Skoog, D.A., West, D.M., Holler, F.J. Analytical Chemistry: An Introduction, 6th ed.
Saunders College Publishing, Philadelphia, 1994, p.588-590.