Anda di halaman 1dari 7

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penyusun merumuskan rumusan masalah


sebagai berikut ini:
1. Apa makna intelek, hubungan intelek dengan tingkah laku, karakteristik
perkembangan intelek remaja serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, perbedaan
individu dalam kemampuan dan perkembangan intelek, serta usaha-usaha yang
membantu perkembangannya dalam proses pembelajaran?
Tujuan
Sejalan dengan rumusan masalah diatas, makalah ini disusun dengan tujuan untuk
mengetahui dan mendeskripsikannya:
1. Memahami makna intelek, hubungan intelek, dan tingkah laku, karakteristik
perkembangan intelek remaja dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, perbedaan
individu dalam kemampuan dan perkembangan intelek, serta usaha-usaha yang
membantu perkembangannya dalam proses pembelajaran.

2.1. Perkembangan Intelek


A. Pengertian Intelek dan Intelegensi
Menurut kamus Webster New World Dictionary of the American Language, istilah intellect
berarti :
a. Kecakapan untuk berpikir, mengamati atau mengerti; kecakapan untuk mengamati
hubungan-hubungan, perbedaan-perbedaan, dan sebagainya.
b. Kecakapan mental yang besar, sangat intelligence, dan
c. Pikiran atau inteligensi.

Intelek berarti kekuatan mental yang menyebabkan manusia dapat berpikir dan
beraktifitas yang berkenaan dengan proses berpikir atau kecakapan yang tinggi untuk berpikir.
Sedangkan Intelegensi merupakan suatu kumpulan kemampuan seseorang yang memungkinkan
untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan mengamalkan ilmu tersebut dalam hubungannya
dengan lingkungan dan masalah-masalah yang timbul.
Intelek juga merupakan kata lain dari pikir, dimana berkembangnya sejalan dengan
pertumbuhan syarat otak. Karena pikir pada dasarnya menunjukkan fungsi otak, maka
kemampuan intelektual yang lazim disebut dengan istilah lain kemampuan berpikir,
dipengaruhi oleh kematangan otak yang mampu menunjukkan fungsinya secara baik.

Intelegensi mengandung unsur-unsur yang sama dengan intelek, yaitu menggambarkan


kemampuan seseorang dalam berpikir dan bertindak. Salah satu tes intelegensi yang terkenal
adalah tes yang dikembangkan oleh Alferd Binet (1857-1911) yang disebut Intellegence Quatient
(IQ), artinya perbandingan kecerdasan.

B. Tahapan Perkembangan Intelektual/Kognitif

Jean Piaget (Ali dan Asrori, 2009: 27) membagi perkembangan intelek/kognitif menjadi
empat tahapan sebagai berikut.
1) Tahap sensoris-motoris
Tahap ini dialami pada usia 0-2 tahun. Pada tahap ini, anak berada dalam suatu masa
pertumbuhan yang ditandai oleh kecendrungan-kecendrungan sensoris-motoris yang sangat
jelas.
Dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya, termasuk juga dengan orang tuannya,
anak mengembangkan kemampuannya untuk mempersepsi, melakukan sentuhan-sentuhan,
melakukan berbagai gerakan, dan secara perlahan-lahan belajar mengordinasikan tindakan-
tindakannya.
2) Tahap praoperasional
Tahap ini berlangsung pada usia 2-7 tahun. Tahap ini disebut juga tahap intuisi sebab
perkembangan kognitifnya memperlihatkan kecendrungan yang ditandai oleh suasana
intuitif. Artinya, semua pembuatan rasionalnya tidak didukung oleh pemikiran tetapi oleh
unsur perasaan, kecendrungan alamiah, sikap-sikap yang diperoleh dari orang-orang
bermakna, dan lingkungan sekitarnya.
Ciri khas masa ini adalah kemampuan anak menggunakan symbol yang mewakili sesuatu
yang tidak ada.
3) Tahap operasional konkret
Tahap ini berlangsung antara usia 7-11 tahun. Pada masa ini, anak mulai menyesuaikan
diri dengan realitas kongkret dan sudah mulai berkembang rasa ingin tahunya. Pada tahap ini
juga anak juga sudah mulai memahami hubungan fungsional karena mereka sudah menguji
coba suatu permasalahan. Cara berpikir anak yang masih bersifat kongkret menyebabkan
mereka belum mampu menangkap yang abstrak atau melakukan abstraksi tentang sesuatu
yang kongkret.
4) Tahap operasional formal
Tahap ini dialami oleh anak pada usia 11 tahun ke atas. Pada masa ini, anak telah mampu
mewujudkan suatu keseluruhan dalam pekerjaannya yang merupakan hasil dari berpikir
logis. Aspek perasaan dan moralnya juga telah berkembang sehingga dapat mendukung
penyelesaian tugas-tugasnya.
Pada tahap ini, anak mulai mampu mencapai logika dan rasio serta dapat menggunakan
abstraksi karena mereka sudah mulai mampu mengembangkan pikiran formalnya.
C. Hubungan Intelek dengan Tingkah Laku
Kemampuan berpikir abstrak menunjukkan perhatian seseorang terhadap kejadian atau
peristiwa yang tidak konkrit. Kemampuan abstraksi akan berperan dalam perkembangan
kepribadian remaja. Karena bagi remaja, corak perilaku pribadinya di hari depan dan sekarang
akan berbeda.
Pikiran manusia sering dipengaruhi oleh ide-ide dan teori-teori yang membuat sikapnya
kritis terhadap situasi dan otoritas orang tua. Selain itu pengaruh egosentris masih terlihat pada
pikirannya. Cita-cita dan idealismenya terlalu menitikberatkan pada pikirannya sendiri tanpa
memperhitungkan kesulitan atau akibat lebih jauh yang mungkin timbul dalam menyelesaikan
suatu persoalan.
Melalui pengalaman dan penghayatan kenyataan dalam menghadapi pendapat orang lain,
egosentrisme makin lama makin berkurang dan akhirnya menjadi semakin kecil, sehingga remaja
sudah dapat berpikir abstrak dengan mengikut sertakan pendapat dan pandangan orang lain.
D. Karakteristik Perkembangan Intelek Remaja
Pada usia remaja ini anak sudah dapat berfikir operasional formal atau setidak-tidaknya
memiliki sifat-sifat penting, yaitu sebagai berikut:
1. Sifat deduktif hipotesis
Dalam menyelesaikan suatu masalah, seorang remaja akan mengawalinya dengan
pemikiran teoritik. Setelah itu baru menganalisis masalah dan mengajukan cara-cara
penyelesaian hipotesis yang mungkin.
Pada dasarnya pengajuan hipotesis itu menggunakan cara berfikir induktif
disamping deduktif. Oleh sebab itu dari sifat analisis yang ia lakukan, ia dapat membuat
strategi penyelesaian. Analisis teoritik ini dapat dilakukan secara verbal atau mengajukan
pendapat-pendapat dan prediksi tertentu disebut proporsi-proporsi.
2. Berpikir operasional juga berpikir kombinasoris
Sifat ini merupakan kelengkapan sifat yang pertama dan berhubungan dengan cara
melakukan analisis. Misalnya anak diberi lima buah gelas berisi cairan tertentu. Anak yang
berpikir operasional formal, akan memikirkan apakah kombinasi cairan ini membuat cairan
tadi berubah warna atau tidak.
Seorang remaja dengan kemampuan berpikir normal tetapi hidup dalam lingkungan
atau kebudayaan yang tidak dapat merangsang cara berpikirnya (tidak ada kesempatan untuk
menambah pengetahuan, pergi ke sekolah tetapi tidak adanya fasilitas yang dibutuhkan),
maka perkembangan intelek remaja itu sampai dewasa pun tidak akan sampai pada taraf
berpikir abstrak.
E. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Intelek
Perkembangan intelektual sebenarnya dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu hereditas
dan lingkungan. Pengaruh hereditas dan lingkungan terhadap perkembangan intelektual itu dapat
dijelaskan berikut ini.
a. Faktor Hereditas
Semenjak dalam kandungan, anak telah memiliki sifat-sifat yang menentukan daya kerja
intelektualnya. Secara potensial anak telah membawa kemungkinan, apakah akan menjadi
kemampuan berpikir setraf formal, di atas normal, atau di bawah normal. Namun, potensi ini
tidak akan berkembang atau terwujud secara optimal apabila lingkungan tidak memberi
kesempatan untuk berkembang.
b. Faktor Lingkungan
1) Keluaraga
Intervensi yang paling penting dilakukan oleh keluarga atau orang tua adalah
memberikan pengalaman kepada anak dalam berbagai bidang kehidupan sehingga anak
memiliki informasi yang banyak yang merupakan alat bagi anak untuk berpikir.
2) Sekolah
Sekolah adalah lembaga formal yang diberi tanggung jawab untuk meningkatkan
perkembangan anak termasuk perkembangan berpikir anak. Beberapa cara yang
dilakukan oleh guru dalam membantu perkembangan intelektual anak :
Menciptakan iteraksi atau hubungan yang akrab dengan peserta didik.
Memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk berdialog dengan orang-
orang yang ahli dan berpengalaman dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.
Menjaga dan meningkatkan pertumbuhan fisik anak, baik melalui kegiatan
olahraga maupun menyediakan gizi yang cukup.
Meningkatkan kemampuan berbahasa peserta didik, baik melalui media cetak
maupun dengan menyediakan situasi yang memungkinkan para peserta didik
berpendapat atau mengemukakan ide-idenya.
F. Perbedaan Individu dalam Kemampuan dan Perkembangan Intelek
Seperti diketahui, manusia itu berbeda satu sama lain dalam berbagai hal, juga tentang
inteligensinya. Inteligensinya itu sendiri oleh David Wechler (1958) didefinisikan sebagai
keseluruhan kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah serta mengolah
dan menguasai lingkungan secara efektif. Berdasarkan nilai IQ atau kecerdasannya manusia
dapat dikategorikan menjadi 6 kelompok, yaitu :
1. Dibawah 70, anak mengalami kelainan mental;
2. 71-85, anak dibawah normal ;
3. 86-115, anak yang normal;
4. 116-130, anak di atas normal (pandai);
5. 131-145, anak yang superior (cerdas); dan
6. 145 ke atas anak genius (istimewa);
Diantara berbagai skala IQ yang diajukan oleh berbagai ahli, yang paling banyak digunakan
adalah skala yang dikembangkan oleh Wechler dan Bellevue (Sarlito, 1991:78). Mereka
menyatakan bahwa kalau semua orang didunia diukur inteligensinya maka akan terdapat orang-
orang yang sangat cerdas yang sama banyaknya dengan orang-orang yang sangat rendah tingkat
berfikirnya (terbelakang), orang-orang yang superior sama banyaknya dengan orang-orang yang
tergolong perbatasan (borderline). Sedangkan yang terbanyak adalah orang-orang yang tergolong
berinteligensi rata-rata atau normal.
Faktor umum (General Faktor) orang yang ber-IQ 120, misalnya akan berpenampilan sama
dengan orang-orang lain yang ber-IQ 120 juga. Kalau ada perbedaan maka hal itu disebabkan
oleh faktor-faktor lain diluar inteligensi, seperti minat, pengalaman, sikap, dan sebagainya.
Spearman menyatakan bahwa disamping faktor umum (General Factor & G-factor) ada juga
faktor khusus (Special Factor & S-Factor) didalam inteligensi itu sendiri. Faktor khusus inilah
yang menyebabkan orang-orang yang ber-IQ sama, ang seorang lebih terampil dalam bidang
angka-angka sehingga ia menjadi ahli matematika, sedangkan seseorang lain fasih dalam
kemampuan lisan sehingga ia menjadi ahli bahasa (Sarlito, 1991:79).
Sarjana lain seperti Thurstone, mengatakan bahwa faktor umum itu tidak ada, yang ada
hanya sekelompok faktor khusus yang diberi nama Kemampuan Mental Primer yang terdiri dari
7 faktor yaitu : i) Kemampuan verbal (verbal comprehention), ii) kemampuan angka-angka
(numerical ability), iii) tilikan keruangan, iv) kemampuan pengindraan, v) ingatan, vi) penalaran,
dan vii) kelancaran berbahasa.
Thomson tidak setuju dengan faktor-faktor yang disebutkan Thurstone. Ia berpendapat
bahwa faktor umum dalam inteligensi tidak ada, tetapi yang ada hanyalah sejumlah faktor khusus
yang berbeda-beda dari orang ke orang dan dari waktu ke waktu pada orang yang sama. Faktor-
faktor itu sedemikian banyaknya, tetapi yang berfungsi pada saat-saat tertentu hanya sebagian
kecil saja dari keseluruhan faktor yang ada. Menurut Piaget, inteligensi mempunyai beberapa
sifat :
1. Inteligensi adalah interaksi aktif dengan lingkungan
2. Inteligensi meliputi struktur organisasi perbutan dan pikiran, dan interaksi yang bersangkutan
antara individu dan lingkungannya
3. Struktur tersebut dalam perkembangannya mengalami perubahan kualitatif
4. Dengan bertambahnya usia, penyesuaian diri lebih mudah karena proses keseimbangan yang
bertambah luas
5. Perubahan kualitatif pada inteligensi timbul pada masa yang mengikuti suatu rangkaian tertentu.
Sebagian kesimpulan dari berbagai pendekatan/teori psikologi yang telah dikemukakan,
menunjukkan bahwa inteligensi itu bersifat individual, artinya antara satu yang lainnya tidak
sama persis kualitas IQ-nya.
G. Usaha- Usaha dalam Membantu Mengembangkan Intelek Remaja dalam Proses
Pembelajaran
Menurut Piaget sebagian besar anak usia remaja mampu memahami konsep-konsep abstrak
daalam batas-batas tertentu. Geru dapat membantu mereka melakukan hal ini dengan selalu
menggunakan pendekatan ketrampilan proses (discovery approach) dan dengan member
penekanan pada penggunaan konsep-konsep dan abstrak-abstrak.
Kondisi psikologis yang perlu diciptakan agar peserta didik merasa aman secara psikologis
sehingga mampu mengembangkan kemampuan intelektualnya adalah sebagai berikut :
1. Pendidik menerima peserta didik secara positif sebagaimana adanya tanpa syarat
(unconditional positive regard).
2. Pendidik menciptakan suasana dimana peserta didik tidak merasa terlalu dinilai oleh
orang lain.
3. Pendidik memberikan pengertian dalam arti dapat memahami pemikiran, perasaan dan
perilaku peserta didik, dapat menempatkan diri dalam situasi peserta didik, serta
melihat sesuatu dari sudut pandang mereka (empathy).
4. Menerima remaja secara positif sebagaimana adanya tanpa syarat (unconditional
positive regard).
5. Memahami pemikiran, perasaan dan perilaku remaja, menempatkan diri dalam situasi
remaja, serta melihat sesuatu dari sudut pandang mereka (empathy).
6. Memberikan suasanan psikologis yang aman bagi remaja untuk mengemukakan
pikiran-pikirannya sehingga terbiasa berani mengembangkan pemikirannya sendiri.

Anda mungkin juga menyukai