Anda di halaman 1dari 33

9

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam tinjauan pustaka ini penulis memasukkan beberapa literatur yang

ada keterkaitanya mengenai konsep lansia, konsep Range Of Motion, konsep

Latihan Open Chain Kinetik, konsep nyeri secara umum, konsep nyeri sendi dan

konsep posyandu lansia.

2.1 Konsep Lansia

2.1.1 Pengertian

Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur

kehidupan manusia. Sedangkan menurut pasal 1 ayat 2, 3, 4, UU no 13 tahun

1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah

mencapai usia lebih dari 60 tahun. (Maryam, 2008)

Menjadi tua adalah suatu proses natural dan kadang- kadang tidak tampak

mencolok. Penuaan akan terjadi pada semua sistem tubuh manusia dan tidak

semua sistem akan mengalami kemunduran pada waktu yang sama. (Pudjiastuti,

2003).

Proses menua merupakan proses yang terus- menerus/berkelanjutan secara

alamiah dan umumnya dialami oleh semua mahkluk hidup. (Nugroho, 2008)

Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah

melalui tahap- tahap kehidupannya yaitu neonatus, todler, pra sekolah, masa

sekolah, remaja dewasa maupun lansia (Padila, 2013)

2.1.2 Batas- Batas Lanjut Usia

2.1.2.1 Batasan usia menurut WHO

1) Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun


2) Lanjut usia (elderly) usia 60-70 tahun
3) Lanjut usia tua (old) usia 75- 90 tahun

9
10

4) Usia sangat tua (very old) usia 90 tahun

2.1.2.2 Batasan usia menurut Bee

1) Masa dewasa muda (usia 18- 25 tahun)


2) Masa dewasa awal (usia 25- 40 tahun)
3) Masa dewasa tengah ( usia 40- 65 tahun)
4) Masa dewasa lanjut (65- 75 tahun)
5) Masa dewasa sangat tua ( usia 75 tahun)

2.1.2.3 Batas usia menurut Prof. Dr. Koesoemanto Setyonegoro

1) Usia dewasa muda (elderly adulthood) usia 18/20- 25 tahun


2) Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas usia 25- 60/65 tahun
3) Lanjut usia (geriatric age) usia 66/70 tahun terbagi atas
a. Young old (usia 70- 75 tahun)
b. Old ( usia 75- 80 tahun)
c. Very old ( usia 80 tahun )

2.1.3 Karakteristik Lansia

Menurut Mariam 2008 lansia memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Berusia lebih dari 60 tahun ( sesuai pasal 1 ayat 2 UU No. 13 tentang

kesehatan)
2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari

kebutuhan biopsikososial sampai spiritual serta kondisi dari adaptif hingga

maladaptif.
3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi

2.1.4 Tipe Tipe Lansia

Tipe lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan,

kondisi fisik, mentalm sosial dan ekonominya. Tipe tersebut antara lain :

1. Tipe arif bijaksana


Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan

zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,

dermawan, memenuhi undangan dan menjadi panutan.


2. Tipe mandiri
11

Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalan mencapai

pekerjaan, bergau dengan teman, dan memenuhi undangan.


3. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah,

tidak sabar, tidak mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak

menuntut.
4. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama dan

melakukan pekerjaan apa saja.


5. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, konstriktif, dependent atau

bergantung, defensif atau bertahan, militan dan serius, tipe pemarah/ frustasi

(kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu,) serta tipe putus asa

(benci pada diri sendiri)

2.1.5 Perubahan Perubahan yang Terjadi Pada Lansia

1. Perubahan Fisik
a. Sel
Jumlah sel akan berkurang, ukuran sel akan membesar, cairan tubuh

menurun, dan cairan intraseluler juga menurun.


b. Sistem Kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah

menurun, (menurunnya kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh

darah menurun, serta meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer

sehingga tekanan darah menjadi meningkat.


c. Sistem Respirasi
a) Perubahan seperti hilangnya silia dan menurunnya refleks batuk dan

muntah mengubah keterbatasan fisiologis dan kemampuan

perlindungan pada sistem pulmonal.


12

b) Perubahan anatomis seperti penurunan komplians paru dan dinding

dada turut berperan dalam peningkatan kerja pernapasan sekitar 20%

pada usia 60 tahun.


c) Atrofi otot- otot pernapasan dan penurunan kekuatan otot- otot

pernapasan dapat meningkatkan resiko berkembangnya keletihan otot-

otot pernapasan pada lansia


d) Perubahan fisiologis yang ditemukan pada lansia yaitu alveoli menjadi

kurang elastis dan lebih berserabut serta berisi kapiler- kapiler yang

kurang berfungsi sehingga kapasitas difusi paru- paru untuk oksigen

tidak dapat memenuhi permintaan tubuh.


d. Sistem Muskuloskeletal
a) Penurunan kekuatan otot yang disebabkan oleh penurunan massa otot

(atropi otot)
b) Ukuran otot mengecil dan penurunan massa otot lebih banyak terjadi

pada ekstremitas bawah.


c) Sel otot yang mati digantikan oleh jaringan ikat dan lemak.
d) Kekuatan atau jumlah daya yang dihasilkan oleh otot menurun dengan

bertambahnya usia
e) Kekuatan otot ekstremitas bawah berkurang sebesar 40 % antara usia

30 sampai 80 tahun.
f) Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh (osteoporosis),

bungkuk (kifosis), persendian membesar dan menjadi kaku (atrofi

otot), kram, tremor, tendon mengerut dan mengalami sklerosis.


e. Sistem Gastrointestinal
a) Produksi saliva menurun menyebabkan proses perubahan kompleks

karbohidrat menjadi polisakarida


b) Fungsi ludah sebagai pelicin berkurang menyebabkan proses menelan

menjadi sukar
c) Penurunan fungsi pencernaan menyebabkan keluhan kembung,

perasaan tidak enak di perut.


d) Intoleransi terhadap makanan terutama lemak
e) Kadar selulosa menurun menyebabkan sembelit atau konstipasi
13

f) Gangguan motilitas otot polos esofagus atau refluks disease (refluks

isi lambung ke esofagus) pada usia 60- 70 tahun.


g) Penyakit yang sering diderita misalnya gastritis, ulkus peptikum
h) Terjadi penurunan berat badan, mula- mual dan perasaan tidak enak

pada perut.
f. Sistem penglihatan
a) Lensa mata kehilangan elastisitas dan kaku, otot penyangga lensa

mata lemah dan kehilangan tonus


b) Ketajaman penglihatan dan daya akomodasi dari jarak jauh, atau dekat

berkurang.
c) Pada lansia sering terjadi presbio
d) Respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun,

lapang pandang menurun dan katarak.


g. Sistem Integumen
a) Kulit mengalami atrofi, kendur, tidak elastis, kering dan berkerut
b) Atrofi grandula sebasea dan sudorifera atau kekurangan cairan

sehingga menyebabkan kekeringan pada kulit, kulit menjadi tipis dan

berbecak
c) Pada lapisan dermis terjadi perubahan jaringan kolagen dan jaringan

elastisitas
d) Timbul pigmen berwarna cokelat pada kulit.

h. Sistem neurologi
Perubahan dari sistem persyarafan dapat dipicu oleh gangguan dari

stimulasi dan inisiasi terhadap respon dan pertambahan usia. Perubahan

yang terjadi misalnya saraf panca indera mengecil sehingga fungsinya

menurun serta lambat dalam merespon dan waktu bereaksi khususnya


14

yang berhubungan dengan stress. Berkurang atau hilangnya lapisan

mielin akson sehingga menyebabkan berkurangnya respon motorik dan

refleks.
i. Sistem endokrin
Dalam sistem endokrin terdapat hormon yang di produksi dalam jumlah

besar pada saat stress dan berperan penting dalam reaksi mengatasi

stress. Oleh karena itu kemunduran hormon inilah yang membuat para

lansia kurang mampu dalam meghadapi stress. Menurunnya hormon

tiroid menyebabkan lansia tampak lesu dan kurang bergairah.

Kemunduran kelenjar tyroid lainnya adalah adanya menopause pada

wanita dan terjadinya penurunan sekresi kelenjar testis pada pria.

2. Perubahan Sosial

a. Keluarga : kesendirian, kehampaan


b. Teman : ketika lansia lainnya meninggal dunia, maka muncul perasaan

kapan akan meninggal. Berada di rumah terus- menerus akan cepat

pikun (tidak berkembang)

c. Masalah hukum :
Berkaitan dengan perlindungan aset dan kekayaan pribadi yang

dikumpulkan sejak masih muda.


d. Keamanan : terjatuh atau terpeleset
e. Panti jompo : merasa dibuang atau diasingkan

3. Perubahan Psikologis

a) Kedaan fisik lemah dan tak berdaya sehingga harus bergantung pada

orang lain
15

b) Status ekonominya sangat terancam, sehingga cukup beralasan untuk

melakukan berbagai perubahan besar dalam pola hidupnya


c) Menentukan kondisi hidup yang sesuai dengan perubahan status

ekonomi dan kondisi fisik


d) Mencari teman baru untuk mengganti suami atau istri yang telah

meninggal atau pergi jauh atau cacat


e) Mengembangkan kegiatan baru untuk mengisi waktu luang yang

semakin bertambah
f) Belajar untuk memperlakukan anak yang sudah besar sebagai orang

dewasa
g) Mulai terlibat dalam kegiatan masyarakat yang secara khusus

direncanakan untuk orang dewasa


h) Mulai merasakan kebahagiaan dari kegiatan yang sesuai untuk lansia

dan memiliki kemauan untuk mengganti kegiatan lama yang berat

dengan yang lebih cocok


i) Menjadi sasaran atau dimanfaatkan
4. Perubahan umum pada penampilan lansia
a) Bagian kepala
Bentuk mulut berubah akibat kehilangan gigi atau karena harus

memakai gigi palsu, penglihatan menjadi kabur, mata tak bercahaya

dan sering mengeluarkan cairan, dagu mengendur tampak berlipat,

pipi berkerut, kulit kerut dan kering, bintik hitam pada kulit serta

rambut semakin menipis dan berubah menjadi putih.


b) Bagian tubuh
Bahu membungkuk dan tampak mengecil, perut membesar dan

tampak membuncit pinggul tampak mengendur, garis pinggang

melebar serta payudara menjadi mengendur.


c) Bagian persendian
Pangkal tangan menjadi kendur dan terasa berat, sedangkan ujung

tangan tampak mengerut. Kaki menjadi kendur dan pembuluh darah

balik menonjol, terutama pada pergelangan kaki.


2.1.6 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Penuaan
16

1. Usia dan Jenis Pekerjaan


Semakin bertambah usia seseorang, semakin siap pula dalam menerima

cobaan, hal ini didukung oleh teori aktivitas yang menyatakan hubungan

antara system social dengan individu bertahan stabil pada saat individu

bergerak dari usia pertengahan menuju usia tua. Teori ini menekankan

bahwa kestabilan sistem pribadi sebagai individu bergerak ke usia tua.


Oleh sebab itu, tidak di butuhkan suatu kompensasi terhadap kehilangan

seperti pensiun dari peran sosial karena menua.


Keterkaitannya dengan jenis pekerjaan juga membawa dampak yang

berarti. Tuckman menemukan bahwa pada waktu menginjak usia pensiun

atau umur 60 tahun hanya 20 % orang yang ingin pensiun sedangkan

sisanya ingin bekerja terus.


Dinyatakan bahwa diantara pekerja yang berusia 55 tahun keatas

mempunyai penghasilan yang cukup, mereka berkeinginan untuk segera

pensiun.
2. Jenis Kelamin
Perbedaan gender juga dapat merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi psikologis lansia, sehingga akan berdampak pada bentuk

adaptasi yang digunakan. Menurut Darmojo, 1999 dalam buku

menyatakan bahwa hasil penelitian ternyata keadaan psikososial lansia di

Indonesia secara umum masih lebih baik dibandingkan lansia di Negara

maju antara lain tanda- tanda depresi (pria 4,3 % dan wanita 4,2 %),

menunjukan kelakuan/tabiat buruk (pria 7,3 % dan wanita 3,7 %), serta

cepat marah irritable (pria 17,2 % dan wanita 7,1 %). Jadi dapat

disimpulkan bahwa wanita lebih siap dalam menghadapi masalah

dibandingkan laki- laki, karena wanita lebih mampu menghadapi masalah

daripada lelaki yang cenderung lebih emosional.


3. Tingkat Pendidikan
17

Tingkat pendidikan juga merupakan hal penting dalam menghadapi

masalah. Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin banyak

pengalaman hidup yang dilaluinya, sehingga akan lebih siap dalam

menghadapi masalah yang terjadi.


Umumnya, lansia yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi

masih dapat produktif, mereka justru banyak memberikan kontribusinya

sebagai pengisi waktu luang dengan menulis buku- buku ilmiah maupun

biografinya sendiri.
4. Motivasi
Adanya motivasi akan saling membantu individu dalam menghadapi dan

menyelesaikan masalah. Individu yang tidak mempunyai motivasi untuk

menghadapi dan menyelesaikan akan membentuk koping yang destruktif.


Menurut Maslow, jika kebutuhan dapat dicapai, makan individu

termotivasi untuk mencari kebutuhan pada tahap yang lebih tinggi,

sehingga individu akan mempunyai kematangan dalam memecahkan

masalah.
5. Dukungan Keluarga
Keluarga masih merupakan tempat berlindung yang paling disukai para

lansia. Menempatkan lansia pada panti wreda merupakan alternatife

terakhir. Martabat lansia dalam keluarga dan keakraban hidup

kekeluargaan di dunia timur masih harus dipertahankan. Dukungan dari

keluarga merupakan unsur terpenting dalam membantu individu

menyelesaikan masalah. Apabila ada dukungan, rasa percaya diri akan

bertambah dan termotivasi untuk menghadapi masalah yang terjadi akan

meningkat

6. Dukungan Sosial
18

Kebiasaan sosial budaya masyarakat di dunia timur sampai sekarang

masih menempatkan orang- orang usia lanjut pada tempat terhormat dan

penghargaan yang tinggi. Menurut Allen, lansia sering lambat, baik

dalam berpikir maupun dalam bertindak.


Anggapan ini bertentangan dengan pendapat- pendapat zaman sekarang

yang justru menganjurkan masih tetap ada keterlibatan sosial (social

involvement) yang dianggap penting dan meyakinkan.


Contoh dalam bidang pendidikan, lansia masih tetap butuh tetap

melanjutkan pendidikannya, sehingga dapat meningkat inteligensi dan

memperluas wawasan. Hal ini merupakan suatu dukungan bagi lansia

dalam mengahadapi masalah yang terjadi.


2.1.7 Dampak yang Terjadi pada Proses Penuaan
1. Gerakan pinggang, lutut, dan jari- jari pergelangan terbatas
2. Gangguan gaya berjalan
3. Kekakuan jaringan penghubung
4. Persendian membesar
5. Kaku pada sendi
6. Kifosis

2.2 Konsep Range Of Motion (Latihan Gerak Aktif Dan Pasif)


2.2.1 Pengertian

Range of motion (ROM) adalah gerakan yang dalam keadaan normal dapat

dilakukan oleh sendi yang bersangkutan. (Suratun, 2008)

Range of motion (ROM) adalah kemampuan maksimal seseorang dalam

melakukan gerakan. Ruang gerak atau batas batas gerakan dari kontraksi otot

dalam melakukan gerakan (Lukman, 2009)


19

Range of motion (ROM) adalah suatu tekhnik dasar yang digunakan untuk

pemeriksaan gerakan dan dasar gerakan dalam melakukan sebuah intervensi

keperawatan.

2.2.2. Tujuan ROM

1. Mempertahankan atau memelihara kekuatan otot


2. Memelihara mobilitas sendi
3. Merangsang sirkulasi darah
4. Mencegah kelainan bentuk

2.2.3 Prinsip Dasar ROM

1. ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali per hari
2. ROM dilakukan secara perlahan dan hati- hati sehingga tidak melelahkan

pasien
3. Dalam merencanakan program latihan ROM, perhatikan umur pasien,

diagnosa, tanda vital, dan lamanya tirah baring


4. Bagian- bagian tubuh yang sering dilatih adalah leher, jari, lengan, siku,

tumit, kaki dan pergelangan kaki.


5. ROM dapat dilakukan pada semua persendian atau hanya pada bagian

bagian yang dicurigai mengalami proses penyakit.

2.2.4 Klasifikasi ROM

1.Latihan ROM pasif

Latihan ROM pasif adalah latihan yang dilakukan pasien dengan bantuan

perawat setiap gerakan.

Indikasi latihan pasif adalah pasien semikoma dan tidak sadar, pasien usia lanjut

dengan mobilitas terbatas, pasien tirah baring total atau pasien paralisis

ekstremitas total.

Cara melakukan latihan pasif :

a. Mengkaji pasien dan rencanakan program latihan yang sesuai untuk

pasien
20

b. Memberi tahu pasien tentang tindakan yang akan dilakukan, area yang

akan digerakkan dan perannya dalam latihan.


c. Jaga privasi klien
d. Mengatur pakaian yang dapat menghambat pada gerakan
e. Anjurkan pasien untuk berbaring dalam posisi yang nyaman
f. Lakukan latihan ROM pasif

2. Latihan Gerak Aktif

Latihan gerak aktif adalah menggerakkan setiap persendian dengan

maksimal dan bebas tanpa menyebabkan rasa nyeri Latihan memperbaiki

latihan gerak sendi dibedakan menjadi tiga, yaitu latihan gerak aktif, pasif dan

aktif dengan bantuan (active-assistive).


Latihan Pasif adalah melakukan latihan untuk memperbaiki latihan gerak

sendi dengan bantuan orang lain atau tenaga dari luar tubuh. Latihan gerak

aktif adalah melakukan latihan untuk memperbaiki latihan gerak sendi secara

mandiri dan active asistive dengan bantuan adalah melakukan latihan untuk

memperbaiki latihan gerak sendi dengan didukung tenaga dari luar tubuh atau

bagian tubuh yang lain. Latihan gerak aktif merupakan sebuah gerak sadar

manusia, yang dipengaruhi oleh sistem saraf pusat dan perifer, neuromuskular

junction dan serabut otot.


Latihan gerak aktif merupakan sebuah gerak sadar manusia, yang

dipengaruhi oleh sistem saraf pusat dan perifer, neuromuskular junction dan

serabut otot. Inisiasi gerakan pada area kortek motorik yang berkoordinasi

dengan bagian otak yang lain dan akan diteruskan oleh serabut syaraf hingga

ke neuromuskular junction, sehingga menimbulkan gerakan yang diinginkan.

Pada lansia terjadi penurunan jumlah dan ukuran motor neuron medula

spinalis, perubahan transmisi atau aliran akson, penurunan jumlah

neuronusculer junction,penurunan jumlah dan ukuran serabut otot.


21

Latihan gerak aktif adalah latihan yang menggerakkan persendian

seoptimal dan seluas mungkin sesuai kemampuan seseorang yang tidak

menimbulkan rasa nyeri pada sendi yang digerakkan. Adanya pergerakan pada

persendian akan menyebabkan terjadinya peningkatan aliran darah pada kapsul

sendi.

2.3 Konsep Latihan Open Chain Kinetik Exercise

2.3.1 Pengertian Open Chain Kinetik Exercise

Open kinetic chain (OKC) merupakan suatu gerakan yang mentitik

beratkan pada satu sendi saja, digerakkan oleh satu atau kelompok otot, melawan

gravitasi bumi, dan tidak bertumpu pada tubuh. (Nobre.2012)

Latihan open kinetic chain adalah latihan dalam melakukan penguatan

secara spesifik pada satu gerakan/otot pada satu sendi, misalnya penguatan

ekstensor lutut.

Latihan gerak aktif adalah menggunakan latihan isotonik dengan tekhnik

open kinetic chain, konsep awal dari kinetic chain berasal dari bidang mekanik

dirangkaian dengan beberapa gerakan, rangkaian gerakan tersebut dihasilkan dari

beberapa segmen yang saling berhubungan melalui suatu persendian di mana hal

ini akan menjadi suatu sistem untuk memungkinkan terjadinya pergerakan pada

satu sendi atau beberapa sendi lainnya (Mayer, 2003).

Pada open kinetic chain segmen distal terjadi pergerakan atau tidak terfiksasi,

biasanya pada open kinetic chain pergerakan hanya terjadi pada satu sendi (single

joint) dan tanpa disertai pergerakan pada segmen proksimalnya, contoh


22

pergerakan pada open kinetic chain antara lain ayunan kaki saat berjalan (swing

phase), menendang atau melepar bola, ayunan tangan saat berjalan.

Braden (2005) menyatakan bahwa perbedaan antara open dan closed kinetic

chain exercise tidak pada pergerakan kinematik tetapi lebih pada gaya beban yang

ditransmisikan ke satu sendi yang sakit (single joint) sedangkan pada closed

kinetic chain beban ditransmisikan ke semua sendi yang sakit.

Latihan gerak aktif pada lansia dengan teknik open kinetic chain exercise yang

mengalami keterbatasan fisik dapat dilakukan pada posisi duduk atau tidur dengan

melakukan gerakan fleksi dan ekstensi sendi lutut melawan beban. Pada latihan

Open Chain Kinetik Exercise, program latihan ini dapat dilakukan 2 kali dalam

seminggu. Latihan gerak aktif dapat diulang 8 kali perhari dilakukan minimal 2

kali dalam sehari untuk lansia yang immobilisasi.

2.3.2 Keuntungan Open Chain Kinetik Exercise


1. Untuk meningkatkan kekuatan
2. Penurunan daya tahan otot
3. Peningkatan distraksi dan rotasi kekuatan
4. Latihan yang dapat digunakan pada otot atau sendi khusus yang

digunakan untuk perpindahan


2.3.3 Kontra Indikasi Open Chain Kinetik Exercise
1. Trombus atau emboli
2. Kelainan sendi atau tulang
3. Klien fase imobilisasi karena kasus penyakit jantung
4. Jangan lakukan latihan ini pada sendi yang terinfeksi
2.3.4 Bentuk Latihan Open Chain Kinetik Exercise
1. Latihan melambaikan tangan
2. Latihan gerakan tubuh selama tahap ayunan pada saat berjalan
3. Latihan ekstensi lutut
4. Latihan fleksi lutut

2.3.5 Indikasi dari Open Chain Kinetik Exercise


1. Menangani gerakan secara bebas
23

2. Dapat berupa gerakan yang bebas


3. Gerakan dengan kecepatan tinggi pada ekstremitas bagian atas
4. Gerakan dinamis yang penting ke arah bahu, lengan, siku, pergelangan

tangan dan tangan.

2.3.4 Prosedur Pelaksanaan Latihan Open Chain Kinetik Exercise (Suratun,

2008)

1. Persiapan Pasien

Menjelaskan kepada pasien prosedur yang akan dilakukan.

2. Persiapan Lingkungan

Mengkondisikan lingkungan yang tenang dan nyaman

3. Langkah- Langkah :

a. Persiapan Pasien
b. Mengkaji responden dan rencanakan program latihan yang tepat
c. Memberi tahu responden tentang tindakan yang akan dilakukan,

area yang akan digerakkan dan peran responden dalam latihan


d. Menganjurkan pasien untuk berbaring atau duduk di tempat yang

nyaman.
e. Menjaga privasi pasien
f. Mengatur pakaian yang dapat menyebabkan hambatan pada

gerakan
g. Mengatur posisi responden sebelum dilakukan latihan
h. Fleksi lutut. Minta responden untuk mengangkat kaki kanan ke

arah belakang paha begitu juga pada kaki kiri, diangkat ke arah

belakang paha
i. Ekstensi lutut. Minta responden menurunkan atau meluruskan kaki

kanan dari paha belakang paha ke posisi dengan kaki kiri.


j. Ulangi kegiatan fleksi dan ekstensi lutut sebanyak 8 kali untuk

masing- masing kaki kanan dan kaki kiri. Latihan ini dilakukan

minimal 2 kali sehari


k. Merapikan responden
l. Anjurkan pada responden untuk melakukan latihan ini
24

m. Observasi penurunan nyeri sendi dan catat hasil untuk

pendokumentasi
2.4 Konsep Nyeri
2.4.1 Pengertian Nyeri
Nyeri adalah sesuatu yang tidak menyenangkan, bersifat subjektif dan

berhubungan dengan panca indera serta merupakan suatu pengalaman emosional

yang dikaitkan dengan kerusakan jaringan baik aktual maupun potensial atau

digambatkan sebagai suatu cedera atau kerusakan psikologis dan vise versa

(Potter, 2013)
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat

sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala

atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau

mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Hidayat, 2006).

2.4.2 Jenis - Jenis Nyeri


Nyeri dikategorikan dengan durasi atau lamanya nyeri berlangsung (akut

dan kronis) atau dengan kondisi patologis contohnya penyakit kanker dan

neuropati
a. Nyeri Akut atau sementara
Nyeri akut bersifat melindungi, memiliki penyebab yang dapat diidentifikasi,

berdurasi pendek dan dapat memilki sedikit kerusakan jaringan serta respon

emosional. Nyeri akut dapat mengancam proses pemulihan seseorang yang

berakibat pada bertambahnya waktu rawat, peningkatan resiko komplikasi

karena imobilisasi dan tertundanya proses rehabilitasi. Upaya yang bertujuan

untuk mengajarkan dan memotivasi klien terhadap perawatan diri klien

terkadang menjadi terhambat, sampai nyeri dapat ditangani dengan baik.


Proses penyembuhan nyeri secara keseluruhan tidak selalu dapat dicapai, tetapi

mengurangi rasa nyeri sampai dengan tingkat yang dapat ditoleransi yang
25

mungkin dapat dilakukan. Oleh karena itu, tujuan utama perawat adalah untuk

memberikan pertolongan terhadap nyeri yang memungkinkan klien dapat

berpartisipasi dalam proses pemulihan.


b. Nyeri kronis atau menetap
Nyeri kronis berlangsung lama dari yang diharapkan, tidak selalu memiliki

penyebab yang dapat diidentifikasi, dan dapat memicu penderitaaan yang

teramat sangat bagi seseorang. Nyeri kronis biasa merupakan hal yang bersifat

kanker atau bukan.


Contoh dari nyeri yang bukan kanker seperti arthritis, nyeri punggung, nyeri

miofasial, sakit kepala, dan neuropatik perifer. Nyeri ini umumnya tidak

mengancam jiwa.
c. Nyeri kronis yang tak beraturan (episodik)
Nyeri yang sesekali terjadi dalam jangka waktu tertentu, nyeri ini berlangsung

beberapa jam, hari atau minggu.


Sebagai contoh, sakit kepala sebelah atau migren dan nyeri yang berhubungan

dengan penyakit thalasemia. (Gruene dan Lande, 2006)


d. Nyeri akibat kanker
Tidak semua klien dengan kanker mengalami nyeri, tetapi ada beberapa dari

klien dengan penyakit kanker juga mengalami nyeri kronis atau nyeri akut.

Nyeri tersebut terkadang bersifat nosiseptik atau neuropatik. Nyeri kanker

biasanya disebabkan oleh berkembangnya tumor dan berhubungan dengan

proses patologis.
Klien biasanya merasakan nyeri pada lokasi dimana adanya tumor berada atau

lokasi yang berada jauh dari tumor yang mengindikasikan adanya nyeri.
e. Nyeri akibat patologis
f. Nyeri idiopatik
26

2.4.3 Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri


1) Faktor Fisiologis
a. Usia
Usia dapat mempengaruhi nyeri terutama pada bayi dan dewasa akhir.

Perbedaan tahap perkembangan yang ditemukan di antara kelompok umur

tersebut mempengaruhi bagaimana anak- anak dan dewasa akhir berespon

terhadap nyeri. Anak anak memiliki kesulitan dalam mengenal atau

memahami nyeri dan prosedur- prosedur yang diberikan oleh perawat yang

menyebabkan nyeri. Anak usia toddler usia 1-3 tahun dan usia prasekolah

usia 4-5 tahun belum mengingat penjelasan tentang nyeri atau yang

berhubungan dengan nyeri dengan pengalaman yang terjadi pada situasi

yang berbeda. Nyeri bukanlah suatu hal yang tidak dapat dielakkan dari

proses penuaan. Orang dewasa memiliki kemungkinan yang lebih besar

untuk mengalami perkembangan kondisi patologis yang disertai nyeri.

(Kelly, 2003). Saat klien dewasa mengalami nyeri bias terjadi kerusakan

status fungsional yang serius. Nyeri memiliki potensial terhadap penurunan

mobilisasi, aktivitas harian, aktivitas sosial di luar rumah, dan toleransi

terhadap aktivitas. Adanya nyeri pada orang dewasa membutuhkan

pengkajian, diagnosis, dan manajemen atau penanganan yang cepat.


Kemampuan orang dewasa dalam menafsirkan nyeri dirasakan sukar.

Mereka terkadang menderita banyak penyakit dengan gejala yang samar-

samara tau tidak jelas yang terkadang mempengaruhi bagian tubuh yang

sama.

b. Kelemahan (Fatique)
27

Kelemahan meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan menurunkan

kemampuan untuk mengatasi masalah. Apabila kelemahan terjadi di

sepanjang waktu istirahat, persepsi terhadap nyeri akan lebih besar. Nyeri

terkadang jarang dialami setelah tidur atau istirahat cukup daripada di akhir

hari yang panjang.


c. Gen
Riset terhadap orang yang sehat mengungkapkan bahwa informasi genetic

yang diturunkan dari orang tua memungkinkan adanya peningkatan atau

penurunan sensivitas seseorang terhadap nyeri. Pembentukan sel- sel

genetik kemungkinan dapat menentukan ambang nyeri seseorang atau

toleransi terhadap nyeri.


d. Fungsi Neorologis
Fungsi ini dapat mempengaruhi nyeri. Faktor apa saja dapat mempengaruhi

atau mengganggu penerimaan atau persepsi nyeri yang tak normal

contohnya cedera medulla spinalis, neuropatik perifer atau penyakit saraf

dapat mempengaruhi kesadaran dan respon klien terhadap nyeri.


2) Faktor Sosial
a. Perhatian
Tingkatan dimana klien memfokuskan perhatiannya terhadap nyeri yang

dirasakan mempengaruhi persepsi nyeri. Meningkatnya perhatian

berhubungan dengan meningkatnya nyeri sebaliknya distraksi berhubungan

dengan kurangnya respon nyeri.


Konsep ini merupakan salah satu konsep yang diaplikasikan perawat dalam

berbagai intervensi penanganan nyeri seperti relaksasi, imajinasi terbimbing

dan massase. Dengan memfokuskan perhatian dan konsentrasi klien

terhadap stimulus lain, kesadaran mereka akan adanya nyeri menjadi

menurun.
b. Pengalaman Sebelumnya
28

Frekuensi terjadinya nyeri pada masa lampau yang cukup sering tanpa

adanya penanganan atau penderitaan akan adanya nyeri yang lebih berat

menyebabkan kecemasan bahkan ketakutan yang timbul secara berulang.

Sebaliknya apabila seseorang telah memiliki pengalaman yang berulang

akan rasa nyeri yang sejenis namun nyerinya telah ditangani dengan baik,

maka hal tersebut akan memudahkannya untuk menginterprestasikan sensasi

nyeri. Sebagai hasilnya, klien menjadi lebih baik dalam persiapan untuk

mengambil tindakan yang perlu dilakukan dalam menangani nyeri.


c. Keluarga dan Dukungan Sosial
Orang dengan nyeri terkadang bergantung kepada anggota keluarga yang

lain atau teman dekat untuk dukungan, bantuan, atau perlindungan.


Meski nyeri masih terasa, tetapi kehadiran keluarga ataupun teman

terkadang dapat membuat pengalaman nyeri yang dapat menyebabkan stress

sedikit berkurang. Hal ini biasanya menghasilkan penurunan persepsi nyeri.


3) Faktor Psikologis
a. Kecemasan
Tingkat dan kualitas nyeri yang diterima klien berhubungan dengan arti

nyeri tersebut. Hubungan antara nyeri dan kecemasan bersifat kompleks.

Kecemasan terkadang meningkatkan persepsi terhadap nyeri, tetapi juga

nyeri juga menyebabkan perasaan cemas. Menurut Wall dan Melzack

melaporkan bahwa stimulus nyeri yang mengaktivasi bagian dari sistem

limbic dipercaya dapat mengontrol emosi, terutama kecemasan. Sistem

limbik tersebut dapat memproses reaksi emosional terhadap nyeri, apakah

dirasa menganggu atau berusaha untuk mengurangi rasa nyeri. Kecemasan

dapat memicu adanya masalah manajemen nyeri yang serius. Pendekatan

farmakologis dan nonfarmakologis terhadap manajemen nyeri adalah tepat,


29

bagaimanapun obat untuk mengatasi rasa cemas bukan merupakan

pengganti analgesik.
b. Teknik Koping
Teknik koping mempengaruhi kemampuan untuk mengatasi nyeri.

Seseorang yang memiliki kontrol terhadap situasi internal merasa bahwa

mereka dapat mengontrol kejadian- kejadian dan akibat yang terjadi dalam

hidup seperti nyeri.Sebaliknya seseorang yang memiliki kontrol terhadap

situasi eksternal merasa bahwa faktor- faktor lain dalam hidupnya seperti

perawat, bertanggung jawab terhadap suatu akibat kejadian.


2.4.4 Penatalaksanaan Nyeri
1. Tindakan Non Farmakologi menurut Potter and Pery, 2005
1) Bimbingan Antisipasi
Memodifikasi secara langsung cemas yang berhubungan dengan nyeri

menghilangkan nyeri dan menambah efek tindakan untuk menghilangkan

nyeri lainnya.
Klien harus diberi penjelasan secara terperinci tentang semua prosedur

medis dan rasa nyaman pascaoperasi yang akan dialami sehingga klien

dapat mempelajari apa yang dirasakan selama prosedur atau peristiwa yang

menyakitkan. Suatu contoh bimbingan antisipasi adalah penyuluhan

praoperasi. Perawat harus memberi informasi pada klien dan mencegah

salah satu interpretasi tentang nyeri dan meningkatkan pemahaman tentang

apa yang klien harapkan. Informasi yang diberikan kepada klien mengenai

hal- hal berikut :


a. Kejadian, awitan dan durasi nyeri yang akan dialami
b. Kualitas, keparahan dan lokasi nyeri
c. Informasi tentang cara keamanan klien telah dipastikan
d. Penyebab nyeri
e. Metode mengatasi nyeri yang digunakan perawat dan klien
f. Harapan klien selama menjalani prosedur
2) Distraksi
30

Distraksi mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain dan dengan demikian

dapat menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri bahkan meningkatkan

toleransi terhadap nyeri.


Salah satu distraksi yang efektif adalah musik yang dapat menurunkan nyeri

fisiologis, stress dan kecemasan dengan mengalihkan perhatian seseorang

dari nyeri.

3) Biofeedback
Biofeedback merupakan terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan

individu informasi tentang respon fisiologis misalnya tekanan darah atau

ketegangan dan cara untuk melatih kontrol volunter terhadap respon

tersebut.
4) Hipnosis
Hipnosis dapat membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh

sugesti positif. Suatu kedekatan kesehatan holistik, hipnosis diri

menggunakan sugesti diri dan kesan tentang perasaan yang rileks dan

damai. Individu memasuki keadaan rileks dengan menggunakan berbagai

ide pikiran dan kemudian kondisi- kondisi yang menghasilkan respon

tertentu bagi mereka. Hipnosis diri sama dengan melamun.


5) Sentuhan Terapeutik
Sentuhan terapeutik sebagian berasal dari praktek kuno yang berati

meletakkan tangan. Pendekatan ini menyatakan bahwa pada individu yang

sehat terdapat ekuilibrium anata lain aliran energi di dalam dan luar tubuh.

Sentuhan terapeutik meliputi penggunaan tangan untuk secara sadar

melakukan pertukaran energi.


6) Akupruser
Berdasarkan teori obat Asia yang menyatakan bahwa suatu kekuatan hidup

dalam bentuk energi, bersirkulasi di seluruh tubuh dalam siklus yang


31

didefinisikan dengan benar. Perawat ahli terapi mempelajari alur energi dan

memberi tekanan pada titik tertentu.


Misalnya apabila klien mengalami nyeri kepala, tekanan yang ada pada titik

akan menghilangkan rasa tidak nyaman.


7) Relaksasi dan Imajinasi terbimbing
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress.

Tekhnik relaksasi dapat memberikan kontrol diri terhadap rasa tidak

nyaman, stress fisik dan emosi pada nyeri. Teknik ini dapat digunakan pada

saat klien dalam keadaan sehat maupun sakit. Dan teknik ini juga

merupakan suatu upaya pencegahan untuk membantu tubuh segar kembali

dan beregenerasi setiap hari. Tekhnik ini meliputi meditasi, yoga, zen,

tekhnik imajinasi dan latihan relaksasi progresif. Dalam imajinasi

terbimbing, klien menciptakan kesan dalam pikiran, berkonsentrasi pada

kesan tersebut, sehingga secara bertahap klien kurang merasakan nyeri.

Contohnya : perawat duduk dekat dengan klien agar klien dapat

mendengarkan dengan jelas tetapi tidak menggangu klien. Ketenangan dan

suara pelan perawat yang lembut membantu klien akan semakin fokus

seutuhnya pada gambaran yang dianjurkan perawat.


8) Latihan rentang gerak sendi
Pada lansia sering kali tidak bergerak sehingga dapat terjadi pengecilan

anggota tubuh akibat tidak dipergunakan dan kekakuan sendi. Latihan

rentang gerak sendi adalah latihan yang diberikan untuk mempertahankan

dan meningkatkan fungsi sendi yang bekurang karena berbagai macam

proses penyakit, kecelakaan atau tidak dipergunakan dan untuk

mempertahankan fungsi mobilitas sendi serta melancarkan peredaran darah

sehingga dapat menurunkan nyeri persendian.


32

Lansia yang tidak dapat bergerak secara aktif untuk sementara tetap harus

mendapat latihan rentang gerak sendi aktif dan pasif. Latihan ini akan

sangat berguna sebagai persiapan untuk melakukan aktivitas.


2. Terapi Farmakologi
Pemberian analgesik merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi

nyeri, tetapi analgesik jarang digunakan oleh perawat dan dokter karena

informasi obat yang tidak benar, karena adanya kekhawatiran klien akan

mengalami ketagihan pada obat, cemas akan melakukan kesalahan dalam

menggunakan analgesik narkotika dan pemberian obat yang kurang dari yang

diresepkan.

Ada 3 jenis analgesik yakni :

a. Non - Narkotik dan Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID). Umumya

menghilangkan nyeri ringan dan nyeri sedang.


b. Analgesik narkotik dan opiat
c. Obat tambahan (adjuvan) atau koanalgesik

2.4.5 Pengukuran Intensitas Nyeri

Skala Nyeri Numeris menurut Bourbanis (2008)


33

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Keterangan :

1) 0 : tidak nyeri
2) 1-3 : nyeri ringan
3) 4-6 : nyeri sedang
4) 7-9 : nyeri berat
5) 10 : nyeri sangat berat

Skala Analog Visual atau Visual Analog Scale Menurut Smeltzer (2002)

Tidak nyeri nyeri yang


Tidak tertahankan

2.5 Konsep Nyeri Sendi


2.5.1 Pengertian
Nyeri sendi adalah sebuah peradangan pada sendi yang dapat terjadi akibat

gesekan antartulang pada sendi karena menipisnya tulang rawan dan cairan

antarsendi yang bertindak sebagai bantalan pencegah terjadinya gesekan

langsung antar tulang dan sendi. (Siti Mariam, 2008)


Nyeri sendi adalah suatu kelainan yang dapat menimbulkan gangguan

berupa bengkak, nyeri, kekakuan sendi, keterbatasan luas gerak sendi

gangguan jalan dan gangguan aktivitas. (Pudjiastuti, 2003).

2.5.2 Penyakit yang Menyertai Nyeri Sendi

Penyakit Tanda dan gejala


Osteoatritis Nyeri sendi biasanya bertambah dengan gerakan dan

sedikit berkurang dengan istirahat, hambatan gerakan

sendi, kaku pagi, pembesaran sendi (deformitas) dan

adanya tanda- tanda peradangan, penurunan rentang gerak

sendi, kelelahan yang menyertai rasa sakit pada persendian.


34

Arthtritis Reumtaoid Terjadi kaku pada persendian, kaku pada sendi ini biasanya

berlangsung selama 1 jam, adanya bengkak, panas dan

terasa lemah. Semua sendi dapat terserang.


Arthtritis Gout Terdapat nyeri yang sangat hebat pada persendian, adanya

bengkak pada persendian dan berlangsung cepat pada sendi

yang terserang, sakit kepala dan demam.

2.5.3 Tanda dan gejala

1. Nyeri sendi

Keluhan ini merupakan keluhan utama dari pasien. Nyeri biasanya

bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan berisitirahat.

2. Hambatan gerakan pada sendi

Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan

dengan bertambahnya rasa nyeri

3. Kaku pagi

Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien betdiam diri atau tidak

melakukan banyak gerakan seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu

yang cukup lama bahkan setelah bangun tidur.


35

2.5.4 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Nyeri Sendi

1. Infeksi
Nyeri pada persendian dapat disebabkan karena adanya infeksi virus atau

bakteri. Hal ini dapat menyebabkan rasa sakit yang mendadak. Tanda-

tandanya dapat berupa demam, nyeri pada persendian tulang dan otot disertai

peradangan.
2. Pekerjaan
Sikap badan yang salah dalam melakukan pekerjaan sehari- hari

memudahkan terjadinya nyeri sendi.


3. Kelenjar atau hormon
Ketika wanita mendekati menopause akan mengalami penurunan fungsi

ovarium secara alamiah. Sebagian orang akan mengalami gangguan yang

dapat memperburuk nyeri sendi yang ringan sehingga gejala yang dirasakan

akan bertambah buruk.


4. Faktor Usia
Nyeri sendi yang diduga dipengaruhi oleh proses degenerative atau

ketuaan adalah osteortritis atau pengapuran karena lebih banyak menyerang

usia diatas 50 tahun.

5. Psikologis
Depresi, stress dan beban kecemasan yang disertai dengan kelelahan

dan ketidakmampuan menangani tuntutan fisik dapat mempengaruhi

timbulnya nyeri sendi. Rasa nyeri pada sendi dapat bertambah buruk dalam

kedaan stres, depresi dan gelisah.


6. Lingkungan

Kondisi lingkungan yang tidak sehat dapat mempengaruhi nueri sendi.

Pencemaran lingkungan yang mengandung radikal bebas dapat masuk ke

dalam tubuh sebagai racun dalam darah. Racun dalam darah dapat

memperburuk kerusakan jaringan tubuh dan munculnya gejala arthritis.


36

2.5.5 Pemeriksaan Diagnostik


1. Laboratorium
a. Tidak ada pemeriksaan laboratorium spesifik
b. Pemeriksaan rutin biasanya didapatkan adanya peningkatan kadar

leukosit, laju endapan darah dan CRP


c. Pemeriksaan cairan sinovia melalui artrosentesis untuk mendeteksi

adanya artritis sepsis


2. Radiodiagnostik
Dilakukan untuk mendeteksi perubahan progresif dari kartilago dan tulang,

adanya osteofit, penurunan ruang sendi, asimetris sendi, sklerosis

subkondral dan formasi kista subkondral.

2.5.6 Penatalaksanaan
1. Konservatif
a. Pendidikan kesehatan mengenai aktivitas yang menurunkan tekanan

berulang pada sendi dan upaya dalam penurunan berat badan


b. Terapi fisik
Osteoartritis pada lutut akan menyebabkan kondisi disue atrofi pada

otot kuadriseps. Latihan kekuatan otot akan menurunkan kondisi disue

atrofi. Latihan fisik juga akan membantu dalam upaya penurunan berat

badan dan meningkatkan daya tahan


c. Kompres. Kompres hangat atau dingin mampu mengurangi nyeri
d. Terapi obat simtomatis
e. Bantu dengan latihan ROM
2. Intervensi bedah
Operasi umumnya direncanakan untuk pasien- pasien dengan osteoartritis

yang terutama parah dan tidak merespon pada perawatan konservatif.

Beberapa prosedur yang mungkin dilakukan adalah:


a. Artroskopi
b. Osteotomi
c. Fusion ( arthrodesis)
d. Penggantian sendi
37

2.5.7 Patofisiologis
Lansia

Perubahan
postur tubuh
Muskuloskeletal

Penipisan Kerusakan Kekakuan Regenerasi


(Siti Maryam,2008)
tulang kartilago tulang kartilago

Nyeri sendi

Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa pada lansia tulang persendian dan

otot- otot dan postur tubuh banyak mengalami perubahan sehingga dapat

mempengaruhi penampilan fisik dan fisiologisnya. Perubahan ini terjadi

umumnya pada sistem muskuloskeletal karena perubahan ini terjadi pada otot dan

persendian. Karena adanya perubahan pada sistem ini maka banyak terjadi

penipisan tulang, dalam hal ini efek dari penipisan atau pengurangan tulang

adalah tulang menjadi lunak, adanya kerusakan pada kartilago yang menyebabkan

perubahan pada rentang gerak sendi, gerak secara keseluruhan dan cara berjalan.

Adapun adanya kekakuan pada tulang dan regenerasi kartilago sehingga

menyebabkan nyeri sendi. (Mariam, 2008)

2.6 Konsep Posyandu


2.6.1 Pengertian
Posyandu adalah kegiatan kesehatan dasar yang diselenggarakan dari, oleh

dan untuk masyarakat yang dibantu oleh petugas kesehatan di suatu wilayah kerja
38

puskesmas, dimana program ini dapat dilakukan dibalai dusun, balai kelurahan,

maupun tempat-tempat lain yang mudah di datangi oleh masyarakat (Sulistyorini,

dkk, 2010).
Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia

lanjut di suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakan oleh

masyarakat dimana mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan. Posyandu

lansia merupakan pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui kesehatan

bagi lansia yang penyelenggaraannya melalui program puskesmas dengan

melibatkan peran serta para lansia, keluarga, dan tokoh masyarakat (Fallen, 2010).

2.6.2 Sasaran Posyandu Lansia

Menurut (Sulistyorini, dkk, 2010), sasaran posyandu lansia terdiri dari :

a. Sasaran langsung
1) Kelompok pra usia lanjut (45-59 tahun)
2) Kelompok usia lanjut (60 tahun keatas) dan
3) Kelompok usia lanjut dengan resiko tinggi (70 tahun ke atas).
b. Sasaran tidak langsung
1) Keluarga dimana usia lanjut berada
2) Organisasi yang bergerak dalam pembinaan usia lanjut
3) Masyarakat luas

2.6.3 Tujuan Posyandu Lansia

Tujuan posyandu lansia menurut (Sulistyorini, dkk, 2010), adalah :


a. Tujuan umum
1) Meningkatkan derajat kesehatan dan mutu pelayanan kesehatan usia lanjut

di masyarakat untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya guna

bagi keluarga.
2) Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dan

swasta dalam pelayanan kesehatan disamping meningkatkan komunikasi

antara masyarakat usia lanjut


b. Tujuan khusus
1) Meningkatkan kasadaran pada lansia
2) Membina kesehatan diinya sendiri
39

3) Meningkatkan mutu kesehatan lansia


4) Meningkatkan pelayanan kesehatan lansia

2.6.4 Langkah Kegiatan Posyandu Lansia

a. Langkah pembentukan posyandu (Depkes RI, 2000) :


1) Persiapan sosial : paesiapan masyarakat sebagai pengelola dan pelaksana

posyandu seta persiapan masyarakat umum sebagai pemakai jasa

posyandu.
2) Perumusan masalah : survey mawas diri dan penyajian hasil SMD

(lakarya mini).

b.Langkah kegiatan dalam pelayanan kesehatan lansia (Depkes RI, 2000) :

1) Memantapkan kerja sama dan partisipasi dengan lintas program, lintas

sektor, lembaga swadaya masyarakat.


Serta peran serta masyarakat melalui kesepakatan dan rencana kerja di

setip tingkat administrasi antara lain dalam pendataan sasaran, bantuan

transportasi dan pendanaan yang diperlukan bagi rujukan kasus.


2) Mengembangkan dan meningkatkan upaya komunikasi, informasi dan

edukasi yang sesuai dengan kebutuhan program dan dapat di adopsi oleh

masyarakat.
3) Meningkatkan upaya deteksi dini adanya kasus lansia beresiko tinggi dan

melakukan penanganan dengan pelayanan kesehatan yang tepat dan

memadai.
4) Meningkatkan pembinaan tekhnis dan manajerial kepada pengelola

program di tingkat propinsi, kabupaten dan puskesmas.


40

5) Memantapkan kemampuan pengelola program lansia di dalam

perencanaan, penggerakan sasaran, pemantauan dan evaluasi antara lain

melalui pendidikan dan pelatihan.


6) Penerapan teknologi tepat guna dalam pembinaan kesehatan lansia antara

lain melalui pemanfaatan kartu menuju sehat dan buku pemeliharaan

kesehatan lansia di masyarakat.


7) Mengembangkan sistem monitoring dan evaluasi pembinaan kesehatan

lansia yang diintegrasikan dengan sistem informasi managemen

puskesmas. Melakukan penelitian yang dapat mendukung kebijaksanaan

dan pelaksanaan pembinaan kesehatan lansia melalui rapid assesmant.

2.6.5 Kegiatan Kegiatan Posyandu

Kegiatan posyandu lansia ini mencakup upaya-upaya perbaikan dan

peningkatan kesehatan masyarakat (Sulistyorini, dkk, 2010), meliputi :

1) Promotif
Yaitu upaya peningkatan kesehatan, misalnya penyuluhan perilaku hidup sehat,

gizi usia lanjut dalam upaya meningkatkan kesegaran jasmani.


2) Preventif
Upaya mencegah penyakit, mendeteksi dini adanya penyakit dengan

menggunakan kartu menuju sehat lansia.


3) Kuratif
Yaitu upaya mengobati penyakit yang sedang diderita lansia.
4) Rehabilitatif
Yaitu upaya untuk mengembalikan kepercayaan diri pada lansia.
2.6.6 Manfaat Posyandu

Menurut (Sulistyorini, dkk, 2008) manfaat posyandu lansia adalah:

1) Terlaksananya pembinaan kesehatan lansia secara berkala

2) Tercatat dan terlaporkannya status kesehatan lansia secara berkala

3) Termonitornya kesehatan lansia melalui pemeriksaan lansia secara berkala

4) Terkajinya indeks kemandirian dan indeks masa tubuh lansia secara berkala
41

5) Terlaksananya upaya preventif terhadap status kesehatan lansia secara berkala

6) Adanya pelayanan kesehatan bagi lansia secara berkala

2.7 Keaslian Penelitian

No Judul Variabel Desain Hasil


1 Pengaruh Penambahan Variabel Quasy Ada pengaruh
Traksi/ Translasi pada Independent: Eksperiment penambahan traksi/
Latihan Gerak Aktif Traksi/tanslasi dan translasi terhadap
terhadap Peningkatan latihan gerak aktif peningkatan lingkup
Lingkup Gerak Sendi Variabel Dependent gerak sendi pada
dan Pengurangan Nyeri :Lingkup gerak pengurangan nyeri
pada Osteoartritis Lutut sendi dan Nyeri pada osteoartritis
Wanita Lanjut Usia di Sendi Lutut lutut wanita usia
Posyandu Menur lanjut
Lampung (Zamrotul,
2010)
2. Pengaruh latihan Variabel Quasy Ada pengaruh
rentang gerak sendi Independent: Eksperiment latihan rentang gerak
terhadap penurunan Latihan rentang sendi pasif terhadap
nyeri sendi pada lansia gerak sendi pasif penurunan nyeri
di Posyandu Lansia Variabel Dependent sendi pada lansia
Sejahtera GBI Setia : Nyeri Sendi
Bakti (Vetra, 2011).

Anda mungkin juga menyukai