dIUNDANG KOMENTAR
agranulositosis
lebih rendah dari 0,3% dan metamizol dapat digunakan secara aman
oleh beberapa studi yang mengkonfirmasi risiko yang signifikan dari agranulositosis
salah satu resep dari metamizol pada tahun 1439 hasil di agranulositosis,
risiko jauh lebih rendah sekitar 1,1 kasus per 1 juta patients.6
agranulositosis worldwide.7
artikel asli:
843.
Dari Divisi Farmakologi Klinik dan Toksikologi, Departemen Anestesiologi, Farmakologi Klinik
dan Toksikologi, dan Intensive Care Medicine, Jenewa
Universitas Rumah Sakit (VR, JAD) dan Fakultas Kedokteran, Universitas Jenewa (JAD),
Jenewa, Swiss
Telp: +41 22 372 99 34; fax: +41 22 372 99 40; e-mail: victoria.rollason@hcuge.ch
0265-0215 Copyright? 2015 European Society of Anestesi. Seluruh hak cipta. DOI: 10,1097 /
EJA.0000000000000275
Posisi
Letakkan pasien dengan posisi supine dengan kepala lebih rendah (tredelenberg) 10-15 0hingga
vena dapat terisi. Ini dapat tidak menyenangkan atau bahkan beresiko pada beberapa pasien. Bila
ragu-ragu, pasien dapat diletakkan dengan kepala lebih rendah saat operator telah siap untuk
melakukan punksi vena. Bahu dapat diganjal dengan handuk gulung atau botol cairan diantara
kedua bahu.1,2,3,4,5,7
Prosedur 1,2,3,4,5,7,9
1. Cek semua peralatan sebelum mulai.
2. Sterilisasi dan tutupi area yang akan diinsersi dengan sangat hati-hati.
3. Palpasi fossa subclavikularis dan cek hubungannya pada incisura sternalis. Bila jari
ditempatkan secara subclvikularis pada posisi lateral ter- dapat fossa yang jelas antara clavicula
dan costa II. Gerakkan jari ke arah medial menuju incisura sternalis dan jari akan terhambat pada
ujung medial clavicula. Ini adalah m. subclavius yang berjalan dari costa I menuju permukaan
inferior clavikula memberikan pola yang baik posisi costa I dimana terletak vena subcalvia.
4. Letakkan jari telunjuk pada incisura sternalis dan ibu jari pada daerah pertemuan antara
clavicula dan costa I. Infiltrasi anestesi lokal (lidokain 1%) dengan jarum 25-gauge 2 cm lateral
ibu jari dan 0,5 cm ke kaudal ke arah clavicula atau tepat di lateral dari insersi m. subclavia
costa I.
5. Vena berjalan di bawah clavicula menuju incisura sternalis. Gunakan jarum 18-gauge
yang halus dengan syringe 5 ml, masukkan jarum menusuk kulit dibagian lateral ibu jari dan 0,5
cm di bawah clavikula yang dimaksud untuk membuat posisi khayal pada bagian belakang
incisura sternalis. Posisi jarum horizontal (paralel dengan lantai) untuk mencegah
pneumothoraks, dan bevel menghadap keatas atau ke arah kaki pasien untuk mencegah kateter
masuk ke arah leher. Aspirasi jarum lebih dulu, pertahankan jarum secara cermat pada tepi
bawah clavikula.
6. Jika tidak ada darah vena yang teraspirasi setelah penusukan sampai 5 cm tarik pelan-
pelan sambil diaspirasi jika masih belum ada juga ulangi sekali lagi, dan apabila masih belum
berhasil pindah ke arah kontralateral akan tetapi periksa foto thoraks dahulu sebelum dilakukan
untuk melihat adanya pneumothoraks
7. Bila darah teraspirasi maka posisi vena subclavia telah didapatkan dan kanula atau jarum
seldinger dipertahankan pada posisinya dengan mantap
8. Susupkan kawat, pasang kateter atau dilator dan kateter selanjutnya lepaskan kawat
9. Lakukan dengan hati-hati untuk menghindari ikut masuknya udara untuk itu sebaiknya
ujung kateter tidak dibiarkan terbuka.
10. Cek bahwa aspirasi darah bebas melalui kateter dan tetesan berjalan dengan lancar.
11. Kontrol letak kateter dengan foto thoraks.
Posisi
Pasien diposisikan dengan posisi supine dan tredelenberg, kepala pasien diposisikan lebih
rendah 150 dan 450ke arah kontralateral pada tem- pat penusukan.1,2,3,4,5,7
Prosedur1,2,3,4,5,7,9
1. Jelaskan kepada penderita tentang prosedur yang akan dilakukan.
2. Bersihkan daerah leher pada sisi yang akan diinsersi.
3. Palingkan kepala pasien ke sisi sebelah kiri. (adanya duktus thoracalis di debelah kiri membuat
sisi sebelah kanan menjadi pilihan yang baik.
4. Bila pasien sadar dan bila diminta untuk mengangkat kepala, otot leher akan dengan mudah
ditentukan. M. sternomastoideus mempunyai dua caput, caput sternalis dan caput clavicularis.
Insersinya ke mastoid. Sebuah segitiga dibentuk oleh kedua caput dan apeks dari segitiga ini
adalah titik insersi untuk jarum. Bila pasien tidak sadar anatomi ini mungkin sangat sulit untuk
ditentukan. Pada situasi seperti ini arteri sebaiknya dipalpasi setinggi aspek bawah cartilago
thyroideus, karena vena terletak tepat dilateralnya.
5. Infiltrasi anestesi lokal ke dalam tempat ini.
6. Sebaiknya menggunakan syringe dengan jarung yang halus. Susupkan spoit-jarum pada apeks
segitiga tepat disebelah lateral perabaan pulsasi arteri carotis, selanjutnya arahkan sepanjang
garis yang ditarik antara titik insersi dan papilla mamma pada sisi yang sama. Aspirasi tatkala
jarum dimajukan, hati-hati agar tidak memasukkan sejumlah udara.
7. Bila darah diaspirasi, vena sudah ditemukan. Tindakan berikutnya dapat diulangi dengan
meyakinkan menggunakan jarum yang lebih besar atau kanula.
8. Gunakan teknik Seldinger, jarum ditempatkan dalam vena agar supaya darah dapat dengan
mudah diaspirasi.
9. Masukkan kawat.
10. Susupkan kateter atau dilator dan kateter selanjutnya lepaskan kawat.
11. Cek aspirasi darah perlahan-lahan, fluktuasi tekanan pernapasan dan posisi foto.
Posisi
Pasien diposisikan dengan posisi supine dan tredelenberg, kepala pasien diposisikan lebih
rendah 15 0 dan 450ke arah kontralateral pada tempat penusukan.1
Prosedur1
1. Tempatkan pasien dengan kepala lebih rendah dengan muka menghadap ke sisi sebelahnya.
2. Identifikasi letak vena jugularis eksterna dengan menekan bagian proksimalnya.
3. Bersihkan daerah penusukan dengan alkohol.
4. Operator memakai sarung tangan steril selanjutnya desinfeksi daerah penusukan seluas
mungkin. Pasang doek steril yang berlubang.
5. Setelah vena jugularis eksterna tampak tempat tusukan diinfiltrasi dengan obat anestesi lokal.
6. Jarum dihubungkan dengan spoit 10 cc kemudian jarum ditusukkan ke dalam vena sambil
mengaspirasi untuk melihat adanya darah di dalam spoit.
7. Kateter difiksasi dengan baik.
8. Kontrol foto thoraks.
Posisi
Supine1
Prosedur1
1. Bersihkan dan atur areal sesuai dengan prosedur pembedahan. Salah satu hal yang utama
dalam rute ini adalah adanya kemungkinan sepsis da- erah yang kotor dan teknik asepsis yang
cermat harus sangat hati-hati.
2. Lakukan palpasi pada arteri dan identifikasi ligamentum inguinalis.
3. Masukkan di medial pulsasi dan dorong secara perlahan sambil terus menerus mengaspirasi
melalui jarum sehingga segera darah terlihat begitu pembuluh darah dimasuki. Jika jarum
dimasukkan 45o ke dalam kulit akan lebih mudah mengitrodusir kawat.
4. Masukkan kawat ujung yang terurai terlebih dahulu, melalui jarum kedalam vena. Perhatikan
untuk tidak membiarkan pembuluh darah terbuka di udara karena sewaktu-waktu dapat terjadi
emboli udara.
5. Cabut jarum dan masukkan kateter di sebelah luar kawat.
6. Cabut kawat dan aspirasi darah melalui kateter untuk memastikan keberadaanya dalam
pembuluh darah.
7. Balut dengan pembalut steril.
8. Kontrol foto untuk mrngetahui letak kateter.
Posisi
Pasien diposisikan dengan posisi supine atau duduk dengan abduksi lengan kearah luar
kira-kira 450 dari axis tubuh.1
Prosedur1
1. Daerah antecubital dibersihkan dulu dari lemak dan kotoran tubuh dengan alkohol.
2. Operator memakai masker dan sarung tangan steril dan sebelumnya mencuci tangan seperti
sebelum melakukan pembedahan dengan larutan chlorheksidin atau povidon-iodine surgical
scrub.
3. Desinfeksi dilakukan dengan yodium-alkohol atau povidone-iodine selama 2 menit dan
dibiarkan kering, kemudian ditutup dengan doek lubang steril.
4. Tourniquet dipasang pada lengan atas dan dikencangkan secukupnya sehingga aliran vena
terhenti tanpa menutup aliran arteri.
5. Setelah vena basilika terlihat, tempat tusukan diinfiltrasi dengan obat anestesi lokal seperti
lidokain 2 %.
6. Jarum kateter ditusukkan kedalam vena sampai terasa menembus vena dan terlihat darah keluar.
Jika sudah diperkiranan kateter juga telah menembus vena, mandrein ditarik dan selanjutnya
kateter didorong masuk.
7. Tourniquet dilepas dan kateter dimasukkan dan selanjutnya didorong sampai mendekati ketiak
(15-20 cm).
8. Lengan penderita diabduksi sampai sejajar dengan bahu dan kepala penderita diletakkan dalam
posisi menoleh kearah lengan tersebut.
9. Sambil melihat monitor EKG (untuk melihat bila ada gangguan irama jantung) kateter didorong
terus sampai diperkiran masuk di vena cava superior. Bila tidak ada monitor EKG, irama jantung
dipantau dengan meraba nadi penderita oleh seorang pembantu. Bila ada aritmia supraventrikuler
atau aritmia ventrikuler berarti ujung kateter masuk ke dalam atrium atau ventrikel. Kateter
ditarik sedikit sampai aritmia hilang.
10. Stylet kateter CVP dicabut selanjutnya kateter dihubungkan dengan spoit 10 cc yang berisi
sedikit NaCl untuk mengaspirasi adanya darah keluar. Bila tidak ada darah keluar kateter ditarik
sampai pada aspirasi didapat darah. Bila darah tetap tidak keluar, kateter harus ditarik semua dan
prosedur pemasangan dimulai lagi dari awal.
11. Setelah aspirasi keluar darah, infus dipasang dan klem infus dibuka lebar (hati-hati jangan
sampai ada udara masuk), cairan harus dapat menetes dengan lancar. Tetesan infus selanjutnya
diatur secukupnya.
12. Dengan stylet diurutkan pada perjalanan kateter, maka posisi ujung kateter dapat diperkirakan
dan bila perlu ditarik untuk disesuaikan.
13. Tempat tusukan dapat diolesi salep povidon-iodine, sisa kateter dilingkarkan dan ditutup
dengan kasa steril dan selanjutnya difiksasi dengan plester lebar agar tidak mudah tercabut dan
kateter tidak bergerak keluar masuk.Ditulis tanggal dan jam pemasangan kateter pada plester
tersebut dan pada status penderita.
14. Diambil foto thorax untuk memastikan letak ujung kateter dan bila perlu dilakukan
penyesuaian. Ujung kateter diharapkan pada vena cava superior atau atrium setinggi ruang antar
iga II.
Breathlessness
Third heart sound
Oxygen, diuretics, sit up, consider
High Pink frothy sputum Heart failure
inotropes
Oedema
Tender liver
*Fluid challenge. In hypotension associated with a CVP in the normal range give repeated
boluses of intravenous fluid (250 - 500mls). Observe the effect on CVP, blood pressure, pulse,
urine output and capillary refill. Repeat the challenges until the CVP shows a sustained rise
and/or the other cardiovascular parameters return towards normal. With severe blood loss,
blood transfusion will be required after colloid or crystalloid have been used in initial
resuscitation. Saline or Ringers lactate should be used for diarrhoea/bowel
obstruction/vomiting/burns etc.
Penusukan arteri5
a. Pencegahan : 1. Penusukan jarum jangan sampai terlalu dalam
b. Penanganan : 1. Kontrol foto thoraks segera setelah pemasangan
2. Lakukan penekanan secara manual di daerah penusukan selam 5 menit
Pneumothoraks5
a. Pencegahan : 1. Lepaskan pasien dari ventilator sebelum melakukan penusukan
2. Pilih pasang kateter disebelah kanan dibanding yang sebelah kiri
3. Hindari penusukan yang berulang-ulang (Maksimal 2 kali)
b. Penanganan : 1. Kontrol foto thoraks segera setelah pemasangan
2. Jika terjadi tension pneumothoraks segera lakukan punksi dengan abbocath no.14-16
didaerah midclavicular intercostal 2 setelah itu dilanjutkan dengan pemasangan chest tube
Hematothoraks5
a. Pencegahan : 1. Lepaskan pasien dari ventilator sebelum melakukan penusukan
2. Pilih pasang kateter disebelah kanan dibanding yang sebelah kiri
3. Hindari penusukan yang berulang-ulang (Maksimal 2 kali)
b. Penanganan : 1. Kontrol foto thoraks segera setelah pemasangan
2. Jika terjadi tension pneumothoraks segera lakukan punksi dengan abbocath no.14-16
didaerah midclavicular intercostal 2 setelah itu dilanjutkan dengan pemasangan chest tube
Iatrogenik bilateral5
Pencegahan : Jika pemasangan keteter tidak berhasil maka selanjutnya usahakan percobaan
berikutnya pada pendekatan ipsilateral jugularis interna atau subclavia sebelum mencoba di
kontralateral vena subclavia.
Disritmia Kardiak5
a. Pencegahan : 1. Minta bantuan seseorang untuk melihat ke monitor EKG apakah ada
disritmia pada saat pemasangan kateter.
b. Penanganan : 1. Reposisikan kembali kateter; jika disritmia menetap maka terapi disritmia
sesuai protokol ACLS
2. Kontrol foto thoraks segera setelah pemasangan
VI.8. Perawatan
Pemeliharaan yang baik dari kateter vena centralis dan penempatan sisi mungkin
memperkecil resiko dari kateter sehubungan dengan komplikasi. Aplikasi rutin dari antibiotik
topikal belum terbukti dalam mengurangi tingkat infeksi aliran darah dan dapat meningkatkan
pertumbuhan bakteri resisten dan jamur.
Sekarang ini, tidak ada fakta-fakta yang kuat mengenai penggunaan kasa atau jas steriil, atau
rekomendasi yang dibuat berkenaan frekwensi penggantian pakaian secara rutin. Bagaimanapun
juga, pemeriksaan visual secara rutin untuk eritema atau pus, dan palpasi harus menjadi
perawatan standar untuk kateter yang tidak tertinggal. Pusat kateter merupakan sumber infeksi
yang paling sering. Pusat kateter ini harus diganti secara rutin, setidaknya setiap tiga hari, untuk
mengurangi insiden infeksi. Resiko infeksi menjadi banyak sekali setelah lima sampai tujuh hari
setelah kateterisasi. Bagaimanapun percobaan penggantian rutin kateter menjadi kawat belum
menunjukkan pengurangan dalam infeksi sehubungan dengan kateter, sementara penempatan
kateter pada bagian lain memberikan hasil yaitu peningkatan jumlah komplikasi mekanik.
Kateter harus dipindahkan sebelum lebih lama lagi untuk infeksi yang dapat meningkat sewaktu-
waktu.3,7
REFERENSI
1. Chen H. M.D., Christopher J.S. M.D., Venous And Arterial access. In : Manual Of Common
Bedside Surgical Procedures, 2nd Edition. Halsted Residents Of The Johns Hopkins
Hospital,Lippincott Williams & Wilkins, 2000, pp.36-57
2. Sanjiv J.Shah,M.D., Carolyn S. Calfee,M.D. High Flow Infusion Technique. In : Clinical
Procedures In Emergency Medicine, 3rd Edition. Philadelphia, WB Saunders,1998, pp. 352
3. Wolf Scott W.,M.D. Intravenous Access In Adults. In : Perioperative Fluid Therapy, Part III,
Departement Of Anesthesiology University Of Texas Medical Branch Of Galveston Texas, USA,
2006, pp. 102-5
4. Singer M. M.D.,Webb A.R. M.D., Central Venous Catheter-Use. In: Critical Care 2 nd Edition,
Oxford Handbook, Departement Of Intensive Care University College London Hospitals,2005,
pp. 114-7
5. Caroline ozment, M.D.,et all. Central Venous Line Placement,Subclavian
Venipuncture,Infraclavicular Approach, Reviw Article Of Intensive Care Medicine, 2003
6. Komisi Trauma ATLS Pusat. Pemantauan Tekanan Vena Sentral. Pada: Buku ATLS Edisi
American College Of Surgeons Committee On Trauma,2007. Hal: 111-2
7. David C.McGee,M.D., Michael K. Gould,M.D., Preventing Complications Of Central Venous
Catheterization. In : Current Concepts Review Article Of New England Journal Of
Medicine,2003.pp. 1123-33
8. Roberto E.Rusminosky, M.D.,MPH,FACS, Complications Of Central Venous Catheterization,
Departement Of Surgery West Virginia University, 2007, pp: 681-9
9. Alan S. Graham,M.D.,et all, Central Venous Catheterization. In : Clinical Medicine, The New
England Journal Of Medicine,2007
10. Lewis A.Eisen, et all, Mechanical Complication Of Central Venous Catheters. In: Journal Of
Intensive Care Medicine,2006. pp: 40-6
11. William T. Mc.Gee. Central Venous Catheterization:Better & Worse. In : Journal Of Intensive
Care Medicine, 2006, pp: 51-2
12. Seong Hoon Ko, et all. Massive Thrombosis After Central Venous Catheterization.In a Patient
With Previously Undiagnosed Bechets Disease. In : Journal Korean Medicine,2001. Pp: 814-6
13. Hocking G. M.D. Central Venous Access and Monitoriing. In : Article of Practical Procedures,
Frimley Park Hospital, Portsmouth Road,2000.