Anda di halaman 1dari 14

BAB1

PENDAHULUAN
KPHL AMPANG RIWO SOROMANDI PROVINSI NTB 2
BAB I PENDAHULUAN

BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang, Tujuan, Sasaran, Ruang Lingkup, dan Pengertian

1.1 Latar Belakang

U
ntuk konteks nasional dapat dikatakan bahwa kehutanan
merupakan salah satu sektor terpenting yang perlu
mendapatkan perhatian serius dan khusus, mengingat lebih
dari 67% luas daratan Indonesia berupa hutan. Sebagaimana
diketahui bersama, hutan adalah kekayaan alam yang dikuasai oleh
negara sesuai pasal 33 UUD 1945: bumi, air, dan kekayaan alam
yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pernyataan pasal diatas
memiliki semangat bahwa penguasaan negara atas hutan harus
mengakomodasi berbagai kelompok kepentingan baik itu pemerintah,
pemerintah daerah, masyarakat, pelaku usaha dan lain sebagainya.
Oleh karenanya, akses dan hak pemanfaatan atas berbagai kategori
hutan harus diatur sebaik-baiknya bagi semua kelompok masyarakat
dengan memperhatikan berbagai aspek sebagaimana ditegaskan
dalam Undang-Undang Kehutanan No. 41 Tahun 1999 pasal 2:
Penyelenggaraan kehutanan berasaskan manfaat dan lestari,
kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan, dan keterpaduan.
Dalam pasal selanjutnya disebutkan bahwa penyelenggaraan
kehutanan bertujuan untuk kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan
berkelanjutan.
Dalam rangka mewujudkan kondisi diatas, Kementerian
Kehutanan menginisiasi Pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan
(KPH) yang pada dasarnya merupakan amanat yang diatur dalam PP
No. 6 Tahun 2007 jo. PP No. 3 Tahun 2008 tentang Tata Hutan dan
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan.
Kesatuan Pengelolaan Hutan atau KPH disebutkan sebagai sebuah

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang 2016-2025


KPHL AMPANG RIWO SOROMANDI PROVINSI NTB 3
BAB I PENDAHULUAN

unit pengelolaan hutan di tingkat tapak dengan fungsi pokok dan


peruntukkannya dapat dikelola secara efisien dan lestari.
Keberadaan organisasi KPH memiliki peran strategis sebagai
penyelenggara pengelolaan hutan di lapangan atau di tingkat tapak
yang harus dapat memastikan bahwa pengelolaan hutan dilakukan
secara lestari sesuai dengan fungsinya. Operasionalisasi KPH saat ini
menjadi kebutuhan Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagai
penyelenggara sumberdaya hutan sesuai mandat undang-undang,
dimana hutan dikuasai negara dan harus dikelola secara lestari untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Klasifikasi KPH menurut dominasi luas fungsi hutannya dapat
berupa Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL), Kesatuan
Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP), dan Kesatuan Pengelolaan Hutan
Konservasi (KPHK). Sebagaimana diketahui bersama bahwa
pembentukan organisasi/kelembagaan KPH merupakan salah satu
program prioritas pembangunan nasional yang telah diamanatkan
dalam Inpres Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan
yang Berkeadilan dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.51/Menhut-II/2010 tentang Rencana Strategis (Renstra)
Kementerian Kehutanan tahun 2010-2014. Oleh karena itu,
pembentukan dan operasionalisasi organisasi KPH tersebut perlu
dilakukan upaya percepatan dalam rangka menyelesaikan persoalan-
persoalan dalam pengelolaan hutan di Indonesia (Bappenas, 2012).
Untuk konteks Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), sektor
kehutanan sesungguhnya merupakan sektor yang strategis
mengingat lebih dari 53% luas daratan NTB merupakan hutan.
Terkait dengan pembangunan KPH, Pemerintah Provinsi NTB telah
mengeluarkan kebijakan yang berkaitan dengan KPH melalui
penetapan wilayah KPHL dan KPHP. Sesuai dengan Surat Keputusan
Menteri Kehutanan Nomor: SK. 337/Menhut-VII/2009 tanggal 15 Juni
2009 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan
Produksi (KPHP) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL),
seluruh kawasan hutan lindung dan hutan produksi di Provinsi NTB

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang 2016-2025


KPHL AMPANG RIWO SOROMANDI PROVINSI NTB 4
BAB I PENDAHULUAN

seluas 889.210 Ha telah ditetapkan menjadi 23 (dua puluh tiga)


wilayah KPH, yang terdiri dari 12 (dua belas) KPHP dengan luas areal
440.993 Ha dan 11 (sebelas) KPHL dengan luas areal 448.217
Ha. Sedangkan menurut batas administrasi dan kewenangannya
terdiri dari 7 (tujuh) KPH Provinsi (KPH lintas kabupaten/kota) dan 16
(enam belas) KPH Kabupaten. Kebijakan penetapan wilayah KPH di
NTB tersebut, memberikan ruang pengelolaan yang secara spasial
relatif cukup efektif sebagai satu kesatuan wilayah kelola secara
teritorial oleh suatu kelembagaan yang khusus dan spesifik dalam
bentuk KPH yang nantinya diharapkan akan dapat memberikan
dampak positif terhadap pengelolaan hutan yang lebih optimal sesuai
dengan amanat yang diemban dalam PP 6/2007, jo. PP 3/2008.
Dengan mempertimbangkan penetapan wilayah KPH di Provinsi NTB
dan Peraturan Daerah (Perda)/Peraturan Gubernur (Pergub) tentang
Organisasi KPH tersebut, maka Pemerintah Provinsi NTB telah
menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 13 Tahun 2014
Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2009
tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Lain Sebagai Bagian Dari
Perangkat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat bahwa Kesatuan
Pengelolaan Hutan Lindung Ampang Riwo Soromandi (Unit XV dan
Unit XIX) sebagai salah satu KPH di Provinsi NTB merupakan Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Berdasarkan kebijakan daerah tersebut menjadikan
kelembagaan KPHL Ampang Riwo Soromandi (Unit XV dan Unit XIX)
Provinsi NTB memiliki peran strategis untuk terwujudnya kelestarian
hutan dan kesejahteraan masyarakat serta sekaligus mampu
mengakomodir tuntutan dan kepentingan pemerintah daerah.
Beberapa strategi yang dapat dilakukan diantaranya adalah
memfasilitasi pemberian akses kepada masyarakat sekitar hutan
dalam kegiatan pengelolaan hutan melalui skema kemitraan
kehutanan sebagai salah satu upaya untuk resolusi konflik dan
sekaligus peningkatan kesejahteraan masyarakat. Keberadaan KPH
di tingkat tapak yang dekat dengan masyarakat tentunya akan

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang 2016-2025


KPHL AMPANG RIWO SOROMANDI PROVINSI NTB 5
BAB I PENDAHULUAN

memudahkan dalam memahami dinamika dan permasalahan riil di


tingkat lapangan, serta sekaligus memposisikan perannya dalam
penetapan skema akses yang tepat bagi masyarakat serta alternatif
solusi untuk penyelesaian konflik. Terbentuknya KPHL Ampang Riwo
Soromandi (Unit XV dan Unit XIX) Provinsi NTB yang merupakan
wujud nyata bentuk desentralisasi di sektor kehutanan dapat
menjamin penyelenggaraan pengelolaan hutan akan tepat lokasi,
tepat sasaran, tepat kegiatan, dan tepat pendanaan. Selain itu, KPHL
Ampang Riwo Soromandi (Unit XV dan Unit XIX) Provinsi NTB dapat
memberikan kemudahan dalam investasi pembangunan di sektor
kehutanan, karena ketersediaan data/informasi detail tingkat
lapangan yang up to date serta efektif dalam mendukung
keberhasilan penanganan rehabilitasi hutan dan reklamasi karena
adanya organisasi tingkat tapak yang dapat mengambil peran untuk
menjamin penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan reklamasi dapat
terlaksana dan berjalan sebagaimana mestinya.
Kelembagaan KPHL Ampang Riwo Soromandi (Unit XV dan Unit
XIX) Provinsi NTB sebagai sebuah institusi pengelola hutan di tingkat
tapak dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi (tupoksi)-nya perlu
dilandasi oleh acuan kerja berupa Rencana Pengelolaan Hutan Jangka
Panjang-Kesatuan Pengelolaan Hutan (RPHJP-KPH) sebagaimana telah
diamanatkan oleh PP No. 6 tahun 2007 jo PP No. 3 tahun 2008 pasal 9
mengenai fungsi dan tugas dari organisasi KPH, dimana salah
satunya yaitu menyelenggarakan pengelolaan hutan berupa tata
hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan.
Rencana pengelolaan hutan yang terdiri dari rencana
pengelolaan hutan jangka panjang (RPHJP) dan jangka pendek
(RPHJPd) tersebut memuat setidaknya tujuan, strategi, kegiatan serta
target kelayakan pengelolaan hutan. Sudah tentu dalam proses
penyusunan rencana pengelolaannya, KPH harus mengacu pada
Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN), dalam hal ini RKTN
2011-2030, maupun provinsi dan memperhatikan aspirasi, nilai
budaya masyarakat setempat, serta kondisi lingkungan, Rencana

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang 2016-2025


KPHL AMPANG RIWO SOROMANDI PROVINSI NTB 6
BAB I PENDAHULUAN

Strategis (Renstra) Kementerian Kehutanan tahun 2014-2018 serta


harus diselaraskan dengan kebijakan pembangunan nasional dan
daerah yang telah dituangkan dalam berbagai bentuk dokumen
perencanaan, diantaranya: Rencana Pembangunan Jangka Menegah
Nasional (RPJMN), Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah
(RPJMD), Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (RPDAS)
Terpadu, dan Rencana Strategis (Renstra) Dinas Kehutanan Provinsi
NTB. Oleh karena itu, melalui kegiatan penyusunan RPHJP-KPHL
Ampang Riwo Soromandi (Unit XV dan Unit XIX) Provinsi NTB,
diharapkan data dan informasi tentang KPHL Ampang Riwo
Soromandi (Unit XV dan Unit XIX) Provinsi NTB, yang meliputi; kondisi
kawasan baik biogeofisik, sosial, ekonomi, kelembagaan dilengkapi
dengan isu dan permasalahan serta tantangan yang ada dapat
tersusun sebagai sebuah baseline yang menjadi dasar dalam
penentuan prioritas pengelolaan hutan selama 10 (sepuluh) tahun
kedepan. Sehingga nantinya dapat memberikan hasil yang sesuai
dengan rencana dan target dari dibentuknya KPHL Ampang Riwo
Soromandi (Unit XV dan Unit XIX) Provinsi NTB.
Penyusunan dokumen RPHJP-KPHL Ampang Riwo Soromandi
(Unit XV dan Unit XIX) Provinsi NTB periode 2016-2025 ini akan
dijadikan sebagai landasan dan acuan pembangunan kehutanan
tingkat tapak di wilayah KPHL Ampang Riwo Soromandi (Unit XV dan
Unit XIX) Provinsi NTB bagi parapihak, khususnya pengelola KPHL
Ampang Riwo Soromandi (Unit XV dan Unit XIX) dan para pemegang
ijin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan di wilayah KPHL
Ampang Riwo Soromandi (Unit XV dan Unit XIX) Provinsi NTB.
1.2 Tujuan Pengelolaan

Tujuan pengelolaan hutan di wilayah KPHL Ampang Riwo


Soromandi (Unit XV dan Unit XIX) Provinsi NTB untuk jangka waktu 10
tahun (2016-2025), adalah sebagai berikut:
1. Membangun sistem pengelolaan hutan KPHL Ampang Riwo
Soromandi yang berkelanjutan;

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang 2016-2025


KPHL AMPANG RIWO SOROMANDI PROVINSI NTB 7
BAB I PENDAHULUAN

2. Menetapkan dan mengembangkan core business yang meliputi


Kelas Perusahaan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Rotan, Kemiri,
dan Madu seluas ......... ha, Kelas Perusahaan Jasa Lingkungan (Air,
dan Ekowisata), serta Kelas Perusahaan Hasil Hutan Kayu (HHK)
Sengon seluas ....... ha;
3. Meningkatnya luasan tutupan kawasan hutan seluas 12.964,72 ha;
4. Melaksanakan kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui skema
Kemitraan Kehutanan;
5. Membangun lembaga pengelola tingkat tapak yang mantap
didukung SDM yang kompeten dan bersertifikasi; dan
6. Membangun database sumberdaya hutan berbasis pada hasil-hasil
penelitian dan inventarisasi.

1.3 Sasaran

Sasaran dari kegiatan pengelolaan hutan KPHL Ampang Riwo


Soromandi (Unit XV dan Unit XIX) Provinsi NTB selama kurun waktu
10 tahun (2016-2025), antara lain :
1. Terbangunnya kelas perusahaan hasil hutan bukan kayu (rotan,
kemiri, dan madu) seluas ..... Ha;
2. Terbangunnya kelas perusahaan jasa lingkungan (air, dan
ekowisata);
3. Terbangunnya kelas perusahaan hasil hutan kayu (sengon)
seluas ...... Ha;
4. Terlaksananya pemberdayaan masyarakat melalui skema
Kemitraan Kehutanan;
5. Terwujudnya kemandirian KPHL Ampang Riwo Soromandi melalui
penerapan Pola Pengelolaan Keuangan (PPK) Badan Layanan
Umum Daerah (BLUD) dengan core business hasil hutan bukan
kayu, jasa lingkungan, dan hasil hutan kayu;
6. Termonitornya pemegang ijin pemanfaatan dan penggunaan
kawasan hutan;
7. Terbangunnya sistem informasi manajemen pengelolaan hutan di
KPHL Ampang Riwo Soromandi;
8. Terbangunnya kelembagaan KPHL Ampang Riwo Soromandi yang
mantap didukung oleh SDM yang kompeten;

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang 2016-2025


KPHL AMPANG RIWO SOROMANDI PROVINSI NTB 8
BAB I PENDAHULUAN

9. Terlaksananya berbagai kegiatan inventarisasi yang menjadi dasar


pengelolaan hutan di tingkat tapak.

1.4 Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari kegiatan pengelolaan hutan di wilayah KPHL


Ampang Riwo Soromandi (Unit XV dan Unit XIX) Provinsi NTB periode
tahun 2016-2025, yaitu:
1. Inventarisasi berkala wilayah kelola serta penataan hutan;
2. Pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu;
3. Pemberdayaan masyarakat;
4. Pembinaan dan pemantauan pada areal yang telah ada izin
pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan;
5. Penyelenggaraan rehabilitasi pada areal di luar izin;
6. Pembinaan dan pemantauan pelaksanaan rehabilitasi dan
reklamasi pada areal yang sudah ada izin pemanfaatan dan
penggunaan kawasan hutan;
7. Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam;
8. Penyelenggaraan koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang
izin;
9. Koordinasi dan sinergi dengan instansi dan stakeholders terkait;
10. Penyediaan dan peningkatan kapasitas SDM;
11. Penyediaan pendanaan;
12. Pengembangan database;
13. Rasionalisasi wilayah kelola;
14. Review rencana pengelolaan; dan
15. Pengembangan investasi.

1.5 Batasan Pengertian

1. Kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut


dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang
diselenggarakan secara terpadu;
2. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh
Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan
tetap;
3. Hutan adalah kesatuan ekosistem pada suatu hamparan lahan
yang berisikan sumberdaya alam hayati yang didominasi

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang 2016-2025


KPHL AMPANG RIWO SOROMANDI PROVINSI NTB 9
BAB I PENDAHULUAN

pepohonan dalam persekutuan dengan alam lingkungannya,


dimana antara satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan;
4. Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi
pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk
mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi,
mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah;
5. Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi
pokok memproduksi hasil hutan;
6. Hutan Produksi Terbatas selanjutnya disingkat (HPT) adalah
kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan
intensitas hujan setelah masing-masing dengan angka penimbang
mempunyai jumlah nilai antara 125-174, diluar kawasan hutan
lindung, hutan suaka alam, hutan pelestarian alam, dan taman
buru;
7. Hutan Produksi Tetap adalah merupakan hutan yang dapat
dieksploitasi dengan perlakuan cara tebang pilih maupun dengan
cara tebang habis;
8. Hasil Hutan adalah aneka produk berupa barang dan atau jasa
yang diperoleh atau berasal dari sumberdaya hutan yang dapat
dimanfaatkan dan atau diperdagangkan;
9. Hasil Hutan Bukan Kayu selanjutnya disingkat HHBK adalah hasil
hutan hayati baik nabati maupun hewani dan turunannya yang
berasal dari hutan kecuali kayu;
10. Hasil Hutan Ikutan adalah segala sesuatu yang bersifat material
(bukan kayu) yang dapat dimanfaatkan dari keberadaan hutan;
11. Konservasi adalah upaya mempertahankan, meningkatkan dan
atau mengembalikan daya dukung lahan hutan, untuk menjamin
kelestarian fungsi dan manfaat lahan hutan yang bersangkutan,
melalui pemanfaatan secara bijaksana;
12. Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) adalah upaya-upaya
pemulihan, dan peningkatan fungsi lahan dan hutan sehingga
daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung
sistem penyangga kehidupan tetap berjalan;
13. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang
merupakan suatu kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak
sungai yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang 2016-2025


KPHL AMPANG RIWO SOROMANDI PROVINSI NTB 10
BAB I PENDAHULUAN

air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara
alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan
batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih
terpengaruh aktivitas daratan;
14. Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dipulihkan daya dukungnya
adalah DAS yang kondisi lahan serta kualitas, kuantitas dan
kontinuitas air, sosial ekonomi, investasi bangunan air dan
pemanfaatan ruang wilayah tidak berfungsi sebagaimana
mestinya;
15. Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dipertahankan adalah DAS
yang kondisi lahan serta kualitas, kuantitas dan kontinuitas air,
sosial ekonomi, investasi bangunan air dan pemanfaatan ruang
wilayah berfungsi sebagaimana mestinya;
16. Penataan Hutan (Tata Hutan) adalah kegiatan rancang bangun
unit pengelolaan hutan, mencakup pengelompokkan sumberdaya
hutan sesuai dengan tipe ekosistem dan potensi yang terkandung
didalamnya dengan tujuan untuk memperoleh manfaat yang
sebesar-besarnya bagi masyarakat secara lestari;
17. Hasil Tata Batas adalah tanda batas, buku ukur, Berita Acara
Tata Batas kawasan hutan beserta peta lampirannya dan dokumen
lainnya;
18. Inventarisasi Hutan adalah suatu rangkaian kegiatan yang
terdiri dari penataan batas, inventarisasi hutan, pembagian hutan,
pembukaan wilayah hutan, pengukuran dan pemetaan;
19. Inventarisasi Hutan pada Wilayah KPHL dan KPHP adalah
rangkaian kegiatan pengumpulan data untuk mengetahui keadaan
dan potensi sumberdaya hutan dan lingkungannya secara
lengkap;
20. Pengurusan Hutan adalah kegiatan penyelenggaraan hutan,
yang meliputi; perencanaan kehutanan, pengelolaan hutan,
penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan, serta
penyuluhan kehutanan dan pengawasan;
21. Pengelolaan Hutan adalah suatu kegiatan pengurusan hutan,
yang meliputi; kegiatan tata hutan dan penyusunan rencana
pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang 2016-2025


KPHL AMPANG RIWO SOROMANDI PROVINSI NTB 11
BAB I PENDAHULUAN

hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, serta perlindungan hutan


dan konservasi alam;
22. Pemanfaatan Hutan adalah bentuk kegiatan pemanfaatan
kawasan hutan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil
hutan kayu dan bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu dan
bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan
masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya;
23. Perencanaan Kehutanan adalah proses penetapan tujuan,
penentuan kegiatan dan perangkat yang diperlukan dalam
pengurusan hutan lestari untuk memberikan pedoman dan arah
guna menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan kehutanan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan
dan berkelanjutan;
24. Pengusahaan Hutan adalah upaya pemanfaatan sumberdaya
hutan berdasarkan azas kelestarian fungsi dan azas perusahaan
yang meliputi penanaman, pemeliharaan dan pengamanan,
pemanenan hasil, serta pengolahan dan pemasaran hasil hutan;
25. Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) adalah wilayah pengelolaan
hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukkannya yang dapat
dikelola secara efisien dan lestari;
26. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) adalah kesatuan
pengelolaan hutan yang luas wilayahnya seluruhnya atau
didominasi oleh kawasan hutan lindung;
27. Resort Pengelolaan Hutan adalah kawasan hutan dalam wilayah
KPH yang merupakan bagian dari wilayah KPH yang dipimpin oleh
Kepala Resort KPH dan bertanggung-jawab kepada Kepala KPH;
28. Blok Pengelolaan pada wilayah KPH adalah bagian dari wilayah
KPH yang dibuat relatif permanen untuk meningkatkan efektifitas
dan efisiensi pengelolaan;
29. Petak adalah bagian dari Blok dengan luasan tertentu dan
menjadi unit usaha pemanfaatan terkecil yang mendapat
perlakuan pengelolaan dan silvikultur yang sama;
30. Wilayah tertentu adalah wilayah hutan yang situasi dan
kondisinya belum menarik bagi pihak ketiga untuk
mengembangkan usaha pemanfaatannya yang berada diluar areal
ijin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan;

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang 2016-2025


KPHL AMPANG RIWO SOROMANDI PROVINSI NTB 12
BAB I PENDAHULUAN

31. Kelas Perusahaan adalah nama dari suatu kesatuan


pengusahaan hutan yang diambil dari salah satu dari tiga
kemungkinan, antara lain nama jenis pohon atau hasil hutan
utama lainnya yang diambil atau diusahakan, tujuan penggunaan
kayu yang dijadikan hasil utama atau sistem sivikultur utama yang
dipergunakan dalam suatu kesatuan pengusahaan dan diatur
kelestarian hasilnya;
32. Core Business KHPL Ampang Riwo Soromandi meliputi
pengusahaan hasil hutan bukan kayu, pengusahaan jasa
lingkungan, dan pengusahaan hasil hutan kayu;
33. Kemitraan Kehutanan adalah kerjasama antara masyarakat
setempat dengan Pemegang Izin Pemanfaatan Hutan atau
Pengelola Hutan, Pemegang Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan,
dan/atau Kesatuan Pengelolaan Hutan dalam pengembangan
kapasitas dan pemberian akses, dengan prinsip kesetaraan dan
saling menguntungkan;
34. Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) adalah ijin
untuk memanfaatkan hutan produksi yang kegiatannya terdiri dari
penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan,
pengamanan, pemanenan atau penebangan, pengolahan, dan
pemasaran hasil hutan;
35. Hutan Kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara yang
pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan
masyarakat setempat;
36. Pemanfaatan Jasa Lingkungan adalah kegiatan untuk
memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak
lingkungan dan mengurangi fungsi utamanya;
37. Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan Wisata Alam adalah
keseluruhan kegiatan yang bertujuan untuk menyediakan sarana
dan jasa yang diperlukan oleh wisatawan/pengunjung dalam
pelaksanaan kegiatan wisata alam, mencakup usaha obyek dan
daya tarik, penyediaan jasa, usaha sarana, serta usaha lain yang
terkait dengan wisata alam;
38. Wisata Alam adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari
kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang 2016-2025


KPHL AMPANG RIWO SOROMANDI PROVINSI NTB 13
BAB I PENDAHULUAN

sementara untuk menikmati gejala keunikan dan keindahan alam


di kawasan hutan lindung;
39. Pemberdayaan Masyarakat Setempat adalah upaya untuk
meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat setempat
untuk mendapatkan manfaat sumberdaya hutan secara optimal
dan adil melalui pengembangan kapasitas dan pemberian akses
dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat;
40. Masyarakat Setempat adalah kesatuan sosial yang terdiri dari
warga Negara Republik Indonesia yang tinggal didalam dan/atau
disekitar hutan, yang memiliki komunitas sosial dengan kesamaan
matapencaharian yang bergantung pada hutan dan aktivitasnya
dapat berpengaruh terhadap ekosistem hutan;
41. Rencana Pengelolaan Hutan KPH (RP-KPH) adalah rencana pada
kesatuan pengelolaan hutan yang memuat semua aspek
pengelolaan hutan dalam kurun jangka panjang dan pendek,
disusun berdasarkan hasil tata hutan dan rencana kehutanan, dan
memperhatikan aspirasi, peran serta dan nilai budaya masyarakat
serta kondisi lingkungan dalam rangka pengelolaan kawasan
hutan yang lebih intensif untuk memperoleh manfaat yang lebih
optimal dan lestari;
42. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) adalah
rencana pengelolaan hutan pada tingkat strategis berjangka
waktu 10 (sepuluh) tahun atau selama jangka benah
pembangunan KPH;
43. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek (RPHJPd) adalah
rencana pengelolaan hutan berjangka waktu satu tahun pada
tingkat kegiatan operasional berbasis petak/blok;
44. Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan
pada akhir periode perencanaan;
45. Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan
dilaksanakan untuk mewujudkan visi;
46. Strategi adalah langkah-langkah berisikan program-program
indikatif untuk mewujudkan visi dan misi;
47. Kebijakan adalah arah/tindakan yang diambil untuk mencapai
tujuan;

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang 2016-2025


KPHL AMPANG RIWO SOROMANDI PROVINSI NTB 14
BAB I PENDAHULUAN

48. Penggunaan Kawasan Hutan adalah kegiatan penggunaan


kawasan hutan untuk pembangunan di luar kegiatan kehutanan
tanpa mengubah status dan fungsi pokok kawasan hutan;
49. Evaluasi adalah suatu proses untuk mengukur pencapaian
suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan serta dilakukan secara
sistematik dan teratur, hasilnya digunakan sebagai umpan balik
untuk perbaikan pelaksanaan perencanaan selanjutnya;
50. Pengendalian adalah suatu proses atau upaya untuk
mengurangi atau menekan penyimpangan yang mungkin terjadi,
sehingga diperoleh suatu hasil sesuai dengan yang telah
ditetapkan melalui pemantauan, pengawasan, dan penilaian
kegiatan;
51. Menteri adalah Menteri yang diserahi tugas dan bertanggung-
jawab di bidang lingkungan hidup dan kehutanan;
52. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi NTB;
53. Satuan Kerja Perangkat Daerah adalah satuan kerja yang
dipimpin oleh seorang Kepla yang berkedudukan dan bertanggung
jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah merupakan
perangkat daerah di bidang pengelolaan hutan yang wilayah
kerjanya lintas kabupaten/kota.

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang 2016-2025

Anda mungkin juga menyukai