Disusun Oleh :
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Allas SWT yang telah memberikan kita Rahmat dan
Hidayah sehingga makalah yang berjudul Mengevaluasi Peranan Pers dalam Masyarakat
Demokrasi dapat terselesaikan dengan baik.
Pendidikan Kewarganegaraan adalah salah satu mata pelajaran yang wajib diberikan
kepada siswa di tingkat SMA. Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ditujukan
mempersiapkan siswa sebagai generasi penerus bangsa yang berkualitas tinggi baik dalam
kecerdasan, keterampilan, dan wawasan ke masa depan.
Makalah ini bertujuan Untuk mengetahui Pengertian, Fungsi dan Peran serta
perkembangan pers dalam pertumbuhan Indonesia dan Untuk mengetahui proses, Aspek dan
dampak globalisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Mantang,
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketika reformasi tahun 1998 digulirkan di Indonesia, pers nasional bangkit dari
keterpurukannya dan kran kebebasan pers dibuka lagi yang ditandai dengan berlakunya UU
No.40 Tahun 1999.berbagai kendala yang membuat pers nasional "terpasung", dilepaskan.
SIUUP (surat izin usaha penerbitan pers) yang berlaku diera Orde baru tidak diperlukan lagi,
siapa pun dan kapan pun dapat menerbitkan penerbitan pers tanpa persyaratan yang rumit.
Dan euforia reformasi pun hampir masuk, baik birokrasi pemerintahan maupun masyarakat
mengedepankan nuansa demokratisasi.Namun, dengan maksud menjunjung asas demokras,
sering terjadi "ide-ide" yang permunculannya acap kali melahirkan dampak yang merusak
norma-norma danetika.Bahkan cenderung mengabaikan kaidah profesionalisme, termasuk
bidang profesi kewartawanan dan pers pada umumnya.Malah kalangan instansi pemerintahan
swasta dan masyarakat ada yang berpandangan sinis terhadap aktivitas jurnalistik yang dicap
tidak lagi menghormati hak-hak narasumber.
Peranan pers dalam masyarakat demokrasi, Pers adalah salah satu sarana bagi warga
negara untuk mengeluarkan pikiran dan pendapat serta memiliki peranan penting dalam
negara demokrasi.Pers yang bebas dan bertanggung jawab memegang peranan penting dalam
masyarakat demokratis dan merupakan salah satu unsur bagi negara dan pemerintahan yang
demokratis. Menurut Miriam Budiardjo, bahwa salah satu ciri negara demokrasi adalah
memiliki pers yang bebas dan bertanggung jawab.
Sedangkan, Inti dari demokrasi adalah adanya kesempatan bagi aspirasi dan suara rakyat
(individu) dalam mempengaruhi sebuah keputusan.Dalam Demokrasi juga diperlukan
partisipasi rakyat, yang muncul dari kesadaran politik untuk ikut terlibat dan andil dalam
sistem pemerintahan.Pada berbagai aspek kehidupan di negara ini, sejatinya masyarakat
memiliki hak untuk ikut serta dalam menentukan langkah kebijakan suatu Negara. pers
merupakan pilar demokrasi keempat setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Pers sebagai kontrol atas ketiga pilar itu dan melandasi kinerjanya dengan check and
balance.untuk dapat melakukan peranannya perlu dijunjung kebebasan pers dalam
menyampaikan informasi publik secara jujur dan berimbang. disamping itu pula untuk
menegakkan pilar keempat ini, pers juga harus bebas dari kapitalisme dan politik. pers yang
tidak sekedar mendukung kepentingan pemilik modal dan melanggengkan kekuasaan politik
tanpa mempertimbangkan kepentingan masyarakat yang lebih besar. kemungkinan kebebasan
lembaga pers yang terkapitasi oleh kepentingan kapitalisme dan politik tersebut, mendorong
semangat lahirnya citizen journalism. istilah citizen journalism untuk menjelaskan kegiatan
pemrosesan dan penyajian berita oleh warga masyarakat bukan jurnalis profesional. aktivitas
jurnalisme yang dilakukan oleh warga sebagai wujud aspirasi dan penyampaian pendapat
rakyat inilah yang menjadi latar belakang bahwa citizen journalism sebagai bagian dari pers
merupakan sarana untuk mencapai suatu demokrasi.
Wajah demokrasi sendiri terlihat pada dua sisi. Pertama, demokrasi sebagai realitas
kehidupan sehari-hari, kedua, demokrasi sebagaimana ia dicitrakan oleh media informasi. Di
satu sisi ada citra, di sisi lain ada realitas. Antara keduanya sangat mungkin terjadi
pembauran, atau malah keterputusan hubungan.Ironisnya yang terjadi sekarang justru
terputusnya hubungan antara citra dan realitas demokrasi itu sendiri. Istilah yang tepat
digunakan adalah simulakrum demokrasi, yaitu kondisi yang seolah-olah demokrasi padahal
sebagai citra ia telah mengalami deviasi, distorsi, dan bahkan terputus dari realitas yang
sesungguhnya. Distorsi ini biasanya terjadi melalui citraan-citraan sistematis oleh media
massa. Demokrasi bukan lagi realitas yang sebenarnya, ia adalah kuasa dari pemilik
informasi dan penguasa opini publik.
Proses demokratisasi disebuah negara tidak hanya mengandalkan parlemen, tapi juga ada
media massa, yang mana merupakan sarana komunikasi baik pemerintah dengan rakyat,
maupun rakyat dengan rakyat. Keberadaan media massa ini, baik dalam kategori cetak
maupun elektronik memiliki cakupan yang bermacam-macam, baik dalam hal isu maupun
daya jangkau sirkulasi ataupun siaran.
Akses informasi melalui media massa ini sejalan dengan asas demokrasi, dimana adanya
tranformasi secara menyeluruh dan terbuka yang mutlak bagi negara yang menganut paham
demokrasi, sehingga ada persebaran informasi yang merata. Namun, pada pelaksanaannya,
banyak faktor yang menghambat proses komunikasi ini, terutama disebabkan oleh
keterbatasan media massa dalam menjangkau lokasi-lokasi pedalaman.
Keberadaan radio komunitas adalah salah satu jawaban dari pencarian solusi akan
permasalahan penyebaran akses dan sarana komunikasi yang menjadi perkerjaan media
massa umum. Pada perkembangannya radio komunitas telah banyak membuktikan peran
pentingnya di tengah persoalan pelik akan akses informasi dan komunikasi juga dalam peran
sebagai kontrol sosial dan menjalankan empat fungsi pers lainnya.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian pers
2. Undang Undang Tentang Pers
3. Menguraikan Perkembangan Pers di Indonesia
4. Menguraikan Fungsi Pers
5. Kode Etik Jurnalistik
6. Teori Tentang Pers
7. Upaya Pemerintah Dalam Mengendalikan Kebebasan Pers
8. Manfaat Pers Bagi Kehidupan Demokrasi di Indonesia
C. Tujuan
1. Melengkapi salah satu tugas kelompok bidang study pkn (Peranan pers dalam masyarakat
demokrasi)
2. Untuk mengetahui peranan pers dalam masyarakat demokrasi.
3. Untuk mengetahui fungsi pers dalam masyarakat demokrasi.
4. Upaya untuk mengenalkan pemahaman tentang peranan pers dalam masyarakat demokrasi
5. Untuk mengetahui Globalisasi
6. Untuk mengetahui dampak-dampak globalisasi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pers
Istilah pers berasal dari kata persen (Belanda) atau press (inggris) yang keduanya
memiliki arti menekan atau mngepres itu menunjuk pada mesin cetak kuno yang harus
ditekan keras untuk menghasilkan karya cetak pada lembaran.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) istilah pers memiliki beragam makna,
yaitu:
a. Usaha percetakan dan penerbitan
b. Usaha pengumpulan dan penyiaran berita
c. Penyiaran berita melalui surat kabar, majalah dan radio
d. Orang yang bekerja dalam penyiaran berita
e. Media penyiaran berita seperti surat kabar, majalah, radio televisi dan film
Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan
jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan mengolah dan
menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, gambar,suara, serta data grafik maupun
dalam segala jenis media lainya. ( menurut UU No.40 thn 1999) Intinya adalah berbagai
jenis media massa seperti surat kabar, majalah, radio, televisi dan internet. Dalam arti luas
pers diartikan sebagai semua media baik cetak maupun elektronik (Koran, radio, tv dll)
Dalam arti sempit pers diartikan sebagai media cetak saja (Koran, majjalah dll)
b. Menurut Weiner, seorang ahli jurnalistik, pers memiliki tiga arti. Pertama, wartawan
media cetak.Kedua, publisitas atau peliputan.Ketiga, mesin cetak-naik cetak.
c. Menurut Oemar Seno Adji, seorang pakar komunikasi, pengertian pers dibagi dalam arti
sempit dan luas. Dalam arti sempit, pers mengandung penyiaran-penyiaran pikiran,
gagasan, atau berita-berita dengar jalan kata tertulis. Dalam arti luas, pers adalah semua
media komunikasi massa yang memancarkan pikiran dan perasaan seseorang, balk
dengan kata-kata tertulis maupun kata lisan.
d. Menurut J.C.T. Simorangkir, seorang tokoh hukum, pers dibedakan menjadi dua
pengertian sebagai berikut.
1) Pers dalam arti sempit, artinya hanya terbatas pada pers cetak, yaitu surat kabar,
majalah, dan tabloid.
2) Pers dalam arti luas, yaitu meliputi segala penerbitan, bahkan termasuk pers
elektronik, siaran radio, dan siaran televisi.
e. Menurut Mc. Luhan, dalam bukunya Understanding Media mengemukakan pers sebagai
the extended of man, yaitu yang menghubungkan satu tempat dengan tempat lain dan
peristiwa satu dengan peristiwa lain pada momen yang bersamaan.
Berdasarkan pengertian pers seperti diuraikan di depan, pers memiliki ciri-ciri tertentu.
Ciri-ciri pers seperti berikut.
a. Periodesitas, artinya pers harus terbit secara teratur dan periodik. Periodesitas
mengedepankan irama terbit, jadwal terbit, dan konsistensi atau keajekan.
b. Publisitas, artinya pers ditujukan atau disebarkan kepada khalayak dengan sasaran yang
sangat heterogen, baik dari segi geografis maupun psikografis.
c. Aktualitas, artinya informasi apa pun yang disuguhkan media pers harus mengandung
unsur kebaruan, menunjuk pada peristiwa yang benar-benar baru atau sedang terjadi.
d. Universalitas, artinya memandang pers dari sumbernya dan keanekaragaman materi
isinya.
e. Objektivitas, merupakan nilai etika dan moral yang harus dipegang teguh olen surat kabar
dalam menjalankan profesi jurnalistiknya.
Kegiatan jurnalistik pertama dikenal dalam sejarah adalah bulletin Acta Diurna artinya
peristiwa harian pada masa romawi kuno abad 1 SM dengan dipampang di alun-alun,
sedangkan bulletin berita yang disebarkan kepada kalayak ramai fitemukan di Cina sekitar
tahun 750 M. Abad ke 15 penyebaran berita dengan cepat dan luas berkat ditemukannya
mesin cetak karya Johannes Gutenberg di Jerman. Mula-mula surat kabar hanya memuat 1
lembar saja dan berisi 1 berita, pada abad 16 dan 17 di Jerman, Belanda dan Inggris surat
kabar dan majalah dibuat dalam berbagai ukuran dan lembar malahan pengaruhnya makin
meluas bukan saja hanya berita tapi juga berdampak pada politik. Jurnalisma pada abad ke 19
menjadi lebih berpengaruh karena adanya metode produksi masal revolusi industri dan
meningkatnya angka melek huruf.Pada akhir abad 19 dan awal abad 20 kantor-kantor berita
memanfaatkan penemuan telegram untuk mengirim berita secara cepat melalui kabel.
Sejarah pers di Indonesia baru dimulai pada abad ke 20 ketika Rd. Mas Tirto Adhi Surjo
menerbitkan mingguan Soenda Berita pada 17 Agustus 1903. Pada 1 Januari tahun 1907 Tirto
dkk menerbitkan mingguan medan Prijaji dan sering mengkritik korupsi serta pemborosan
terhadap pejabat belanda maupun pribumi, akibatnya dia sering dipenjara. Setelah merdeka
harian Mas Tirto yaitu Indonesia Merdeka yang dipimpin Mochtar Lubis sering berbenturan
dengan kebijakan politik dan penyelewengan- penyelewengan pemerintah bahkan pada tahun
1954 Presiden Soekarno pernah dikritiknya.
Dr.H.Krisna Harapap membagi perkembangan kemerdekaan pers dalam 5 periode,
yaitu :
Seperti dikemukakan di atas pers pada masa ini sering mengkritik pemerintah kolonial
sehingga pembredelan dan ancaman hukuman terhadap pers acap kali terjadi, setelah
proklamasi terjadi perebutan kekuasaan dalam berbagai bidang termasuk pers seperti : Soeara
Asia (Surabaya), Tjahaja (Bandung), dan Sinar Baroe (Semarang). Pada bulan September
1945 pers RI makin kuat dengan ditandai terbitnya Soeara Merdeka, Berita Indonesia, Warta
Indonesia dan The Voice of free Indonesia. Pada saat agresi militer Belanda pers terbagi 2
yaitu yang terbit di kota dan desa, yang di kota sering mengalami pembredelan dari pihak
Belanda seperti Waspada, Merdeka dan Mimbar umum sedangkan yang di desa antara lain
Suara Rakyat, Api Rakyat, Patriot dan Penghela Rakyat serta menara.
Di Zaman pendudukan Jepang yang totaliter dan fasistis, orang-orang surat kabar (pers)
Indonesia banyak yang berjuang tidak dengan ketajaman penanya tetapi melalui organisasi
keagamaan, pendidikan, politik, sebab kehidupan pers pada zaman Jepang sangat tertekan.
Beberapa hari setelah teks proklamasi dikumandangan oleh Bung Karno, telah terjadi
perebutan terhadap perusahaan Koran Jepang, seperti Soeara Asia di Surabaya, Tjahajadi
Bandung, dan Sinar Baroe di semarang. Koran-koran tersebut pada tanggal 19 Agustus 1945
memuat berita sekitar Kemerdekaan Indonesia, Teks Proklamasi, Pembukaan UUD, Lagu
Indonesia Raya. Sejak saat itu Koran dijadikan alat mempropagandakan kemerdekaan
Indonesia, walaupun masih mendapat ancaman dari tentara Jepang.
Pada tahun 1946 pemerintah mulai membina hubungan dengan pers dengan merancang
aturan-aturan tetapi karena masih mendapat gangguan Belanda maka RUU ini tidak kelar-
kelar, baru pada tahun 1949 Indonesia mendapat kedaulatan pembenahan dibidang pers
dilanjutkan kembali dan pers yang ada di desa dan kota bersatu kembali. Komite Nasional
Pusat melakukan sidang pleno VI di Yogya pada tanggal 7 Desember 1949, yang pada
dasarnya permerintah RI memperjuangkan pelaksanaan kebebasan pers nasional, yang
mencakup perlindungan pers, pemberian fasilitas yang dibutuhkan pers & mengakui kantor
berita Antara sebagai kantor beritanasional yang patut memperoleh fasilitas dan
perlindungan. 15 Maret 1950 dibentuk panitia pers dan penyediaan bahanbahan dan halaman
pers ditambah serta diberi kesempatan untuk memperdalam jurnalistik sehingga iklim pers
saat ini tumbuh dengan baik terbukti dengan bertambahnya surat kabar berbahasa Indonesia,
Cina dan Belanda dari 70 menjadi 101 buah dalam kurun waktu 4 tahun setelah 1949.
Perkembangan Pers Pada Era Demokrasi Terpimpin (1959-1966)
Era demokrasi terpimpin, adalah era kepemimpinan Suharto sebagai presiden kedua
setelah Sukarno. Era ini kebijakan pemerintah berpedoman pada peraturan penguasa perang
tertinggi (peperti) No.10/1960 & penpres No.6/1963 yang menegaskan kembali perlunya izin
tertib bagi setiap surat kabar & majalah dan pada tanggal 24 Februari 1965 pemerintah
melakukan pembredelan secara masal ada 28 surat kabar di Jakarta dan daerah dilarang tertib
serentak.
Awalnya bagus, mengikis dan memberitakan kebobrokan rezim orde lama namun tidak
bertahan lama karena segera dikendalikan oleh penguasa dengan dikeluarkannya UU No.11
tahun 1966 tentang pokok-pokok pers. Dibentuk dewan pers yang merupakan perpanjangan
tangan Orde Baru untuk mengontrol perkembangan pers. Pers ideal adalah pers Pancasila
yang penerapannya dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab demi tercapainya stabilitas
nasional serta terwujudnya keamanan dan ketertiban umum. UU No.21 thn 1982 yg
dikeluarkan mempertegas pemberlakuakn KUHP terhadap pers. Di era ini ada 3 faktor
penghambat kebebasan pers yaitu :
a. Adanya perizinan terhadap pers (SIUP)
b. Adanya wadah tunggal organisasi pers dan wartawan yaitu PWI
c. Praktek intimidasi dan sensor pers.
d. Pencabutan SIUPP atau yang disebut dengan pembreidelen pers menjadi momok yang
sangat menakutkan dunia pers.
Pada tanggal 5 Juni 1998, kabinet reformasi di bawah presiden B.j.Habibie meninjau dan
mencabut permenpen No.01/1984 tentang SIUPP melalui permenpen No.01/1998 kemudian
mereformasi UU pers lama dengan UU yang baru dengan UU No.40 tahun 1999 tentang
kemerdekaan pers dan kebebasan wartawan dalam memilih organisasi pers.
Ada 3 kewajiban pers yang harus diperhatikan :
a. Menjunjung tinggi kebenaran
b. Wajib menghormati privacy orang atau subyek tertentu
c. Wajib menjunjung tinggi prinsip bahwa apa yang diwartakan atau diberitakan dapat
dipertanggungjawabkan.
Pers sebagai lembaga atau wahana yang penting sebagai sumber informasi, baik dinegara
otoriter maupun negara yang demokrastis, dalam pemerintahan/masyarakat otoriter pers
sepenuhnya dikuasai oleh dan tunduk kepadapemerintah. Sebaliknya di pemerintah
demokratis pers tidak dikuasai melainkan sebagai sumber informasi alternatif masyarakat
sehingga masyarakat dapat membantu atau mengontrol jalannya pemerintahan.
a. Fungsi dan peran pers dalam masyarakat demokratis menurut : M Gurevitch dan JG
Blumler :
1) Memberi informasi mengenai perkembangan kehidupan sosio-politik.
2) Memberikan gambaran mengenai isu-isu penting yang sedang menjadi perhatian
masyarakat.
3) Menyediakan wahana untuk melakukan debat publik antara berbagai sudut pandang
yang berbeda- beda yang hidup dimasyarakat.
4) Membantu pemerintah dalam memperhitungkan cara yang sesuai dalam
menggunakan kekuasaan.
5) Memberi sumbangan kepada warga masyarakat untuk belajar, memilih dan terlibat
dalam kehidupan bersama termasuk proses politik.
Indonesia memiliki komitmen yang jelas untuk mewujudkan masyarakat yang berbangsa dan
bernegara yang demokratis ssesuai yang diamanatkan dalam pasal 28 UUD 1945 Yang
menyatakan : kemerdekaan berserikat dan berkumpul,.....dst. yang lebih lanjut dijabarkan
dalam UU pers no 40 tahun 1999.
Kode dalam istilah bahasa Inggris adalah code dan codex untuk isttilah latin yang
berarti 'buku undang-undang', kumpulan sandi, dan susunan prinsip hidup masyarakat.
Sedangkan etik atau etika dalam istilah Perancis disebut ethique, latin ethica, dan Yunani
ethos. Kode etik jurnalistik adalah aturan tata susila kewartawanan dan juga norma tertulis
yang mengatur sikap, tingkah laku, dan tata krama penerbitan.
Sedangkan Wartawan adalah sebuah profesi, bahkan salah satu profesi yang cukup
terpandang di masyarakat, haruslah ia mempunyai kode etik.
Kode Etik Jurnalistik yang ditetapkan PWI (Persatuan Wartawan Indonesia)
memberikan petunjuk-petumjuk, antara lain sebagai berikut:
a. Teori Otoritarian
Teori pers otoritarian muncul pada masa iklim otoritarian, yaitu akhir renaisans atau
segera setelah ditemukannya mesin cetak. Dalam masyarakat seperti itu, kebenaran
dianggap bukanlah hasil dari massa rakyat, melainkan dari sekelompok kecil orang bijak
yang berkedudukan membimbing dan rnengarahkan pengikut-pengikut mereka. Jadi,
kebenaran dianggap hama diletakkan dekat dengan pusat kekuasaan.
b. Teori Libertarian
Teori ini disebut juga teori pers bebas, artinya masyarakat dan jurnalis juga diberi
kesempatan untuk menyerang atau mengkritisi kebijakan pemerintahan, karena pada
hakekatnya individu mempunyai hak untuk mempublikasikan apapun yang disukainya.
c. Teori Soviet
kekuasaan itu bersifat sosial, berada pada orang-orang, sembunyi di lembaga-lembaga
sosial, dan dipancarkan dalam tindakan-tindakan masyarakat. Kekuasaan itu mencapai
puncaknya jika digabungkan dengan sumber daya alam, kemudahan produksi dan
distribusi, serta saat kekuasaan itu diorganisasi dan diarahkan.
Sejumlah kendali yang akan membatasi pers untuk bersikap membabibuta atau
kebebasan yang kelewat batas. Yang berkaitan dengan pers dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Aspek Moral Individu, adalah individu seorang wartawan atau individu praktisi humas.
Artinya apakah ia memiliki cukup moral untuk menulis sesuatu atau praktisi humas dalam
menyiarkan siaran persnya.
2. Kode Etik Profesi, Bila kendali diatas masih dilanggar, maka kendali berikutnya adalah
kode etik. Dalam menjalankan profesinya insan pers harus memegang teguh kode etik
sehingga tidak kebablasan.
3. Prinsip-prinsip Ekonomi dan Bisnis, Media massa saat ini telah menjadi suatu usaha yang
banyak diminati. Sulit untuk menjumpai media massa yang mengesampingkan media
bisnis. Hal ini dapat kita maklumi karena untuk menerbitkan sebuah media massa
membutuhkan investasi yang besar.
4. Norma dan Tata Nilai Masyarakat, masyarakat mempunyai tata nilai dan norma-norma
yang dipegang teguh dan dijunjung tinggi. Oleh karenanya insan pers atau yang akan
membuat pernyataan pers harus memperlihatkan hal ini.
5. Undang-undang hukum pidana, merupakan kendali yang terakhir bila batasan-batasan
diatas diabaikan. Hukum pidana tidak dapat diabaikan oleh praktisi pers karena berakibat
dia berurusan dengan aparat penegak hukum.
Manfaat dan peranan pers Berdasarkan ketentuan pasal 33 UU No. 40 tahun 1999 tentang
pers, fungi pers ialah sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial.
Sementara Pasal 6 UU Pers menegaskan bahwa pers nasional melaksanakan peranan sebagai
berikut: memenuhi hak masyarakat untuk mengetahuimenegakkkan nilai-nilai dasar
demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia, serta
menghormati kebhinekaanmengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang
tepat, akurat, dan benarmelakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan kepentingan umummemperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Berdasarkan fungsi dan peranan pers yang demikian, lembaga pers sering disebut sebagai
pilar keempat demokrasi ( the fourth estate) setelah lembaga legislatif, eksekutif, dan
yudikatif , serta pembentuk opini publik yang paling potensial dan efektif. Fungsi peranan
pers itu baru dapat dijalankan secra optimal apabila terdapat jaminan kebebasan pers dari
pemerintah.Menurut tokoh pers, jakob oetama, kebebasan pers menjadi syarat mutlak agar
pers secara optimal dapat melakukan pernannya. Sulit dibayangkan bagaiman peranan pers
tersebut dapat dijalankan apabila tidak ada jaminan terhadap kebebasan pers. Pemerintah orde
baru di Indonesia sebagai rezim pemerintahn yang sangat membatasi kebebasan pers . ha l ini
terlihat, dengan keluarnya Peraturna Menteri Penerangan No. 1 tahun 1984 tentang Surat Izn
Usaha penerbitan Pers (SIUPP), yang dalam praktiknya ternyata menjadi senjata ampuh
untuk mengontrol isi redaksional pers dan pembredelan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebebasan pers yang sedang kita nikmati sekarang memunculkan hal-hal yang
sebelumnya tidak diperkirakan. Suara-suara dari pihak pemerintah misalnya, telah
menanggapinya dengan bahasanya yana khas; kebebasana pers di ndoesia telah kebablasan!
Sementara dari pihak asyarakat, muncul pula reaksi yang lebih konkert bersifat fisik.
Barangakali, kebebasana pers di Indonesia telah mengahsilkan berbagai ekses.Dan hal itu
makin menggejala tampaknya arena iklim ebebasan tersebut tidak dengan sigap diiringi
dengan kelengakapan hukumnya. Bahwa kebebasan pers akan memunculkan kebabasan, itu
sebenarnya merupakan sebuah konsekuensi yan wajar. Yang kemudan harus diantisipasi
adalah bagaimana agar kebablasan tersbeut tidak kemudian diterima sebagai kewajaran.
Pers nasional mengalami pasang surut sesuai dengan situasi dan kondisi tapi terus ada
bersama bangsa indonesia yang tumbuh dan berkembang sejak awal pertumbuhannya sampai
sekarang
Pers indonesia pada masa sekarang ini menganut sistem pers yang bebas dan bertanggung
jawab. Konsep ini mengacu pada teori pers tanggung jawab sosial.Prinsip yang terkandung
dalam teori ini adalah bahwa kebebasan yang dimiliki menuntut tanggung jawab yang
sepadan. Oleh karenanya pers bebas untuk berkarya dan berekspresi, namun harus dapat
dipertanggungjawabkan
Pada dasarnya globalisasi terjadi ketika ditetapkannya formasi sosial global baru yang
ditandai dengan diberlakukannya suatu mekanisme perdagangan melalui penciptaan
kebijakan free trade secara global dan berhasilnya penandatanganan kesepakatan
internasional tentang perdagangan pada bulan april tahun 1994 di Maroko
Penyebaran budaya barat telah terjadi sejak adanya perjalanan bangsa eropa barat untuk
menemukan tempat-tempat baru guna mendapatkan bahan mentah dan pasaran industri pada
masa industrialisasi.Penyebaran budaya barat lebih intensif pada era abad ke 20 ini seiiring
dengan penemuan teknologi informasi dan komunikasi modern.
B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dengan baik dan dapat memotivasi siswa untuk
memperbaikinya apabila terdapat kekurangan dan juga dapat memerikan perubahan dalam
kehidupan masyarakat indonesia tentang dampak-dampak negatif yang ada dalam pers dan
globalisasi.