Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demensia adalah sebuah sindrom karena penyakit otak, bersifat kronis atau progresif
dimana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih tinggi, termasuk memori, berpikir,
orientasi, pemahaman, perhitungan, belajar, kemampuan, bahasa, dan penilaian kesadaran
tidak terganggu. Gangguan fungsi kognitif yang biasanya disertai, kadang-kadang didahului,
oleh kemerosotan dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi. Sindrom terjadi
pada penyakit Alzheimer, di penyakit serebrovaskular dan dalam kondisi lain terutama atau
sekunder yang mempengaruhi otak (Durand dan Barlow, 2006)

Berdasarkan sejumlah hasil penelitian diperoleh data bahwa dimensia seringkali


terjadi pada usia lanjut yang telah berumur kurang lebih 60 tahun. Dimensia tersebut dapat
dibagi menjadi 2 kategori, yaitu: 1) Dimensia Senilis (60 tahun); 2) Demensia Pra Senilis (60
tahun). Sekitar 56,8% lansia mengalami demensia dalam bentuk Demensia Alzheimer (4%
dialami lansia yang telah berusia 75 tahun, 16% pada usia 85 tahun, dan 32% pada usia 90
tahun). Sampai saat ini diperkirakan +/- 30 juta penduduk dunia mengalami Demensia
dengan berbagai sebab (Oelly Mardi Santoso, 2002).

Pertambahan jumlah lansia Indonesia, dalam kurun waktu tahun 1990 2025,
tergolong tercepat di dunia (Kompas, 25 Maret 2002:10). Jumlah sekarang 16 juta dan akan
menjadi 25,5 juta pada tahun 2020 atau sebesar 11,37 % penduduk dan ini merupakan
peringkat ke empat dunia, dibawah Cina, India dan Amerika Serikat. Sedangkan umur
harapan hidup berdasarkan sensus BPS 1998 adalah 63 tahun untuk pria dan 67 tahun untuk
perempuan. (Meski menurut kajian WHO (1999), usia harapan hidup orang Indonesia rata-
rata adalah 59,7 tahun dan menempati urutan ke 103 dunia, dan nomor satu adalah Jepang
dengan usia harapan hidup rata-rata 74,5 tahun).

Demensia banyak menyerang mereka yang telah memasuki usia lanjut. Bahkan,
penurunan fungsi kognitif ini bisa dialami pada usia kurang dari 50tahun. Sebagian besar
orang mengira bahwa demensia adalah penyakit yang hanya diderita oleh para Lansia,
kenyataannya demensia dapat diderita oleh siapa saja dari semua tingkat usia dan jenis
kelamin (Harvey, R. J. et al. 2003). Untuk mengurangi risiko, otak perlu dilatih sejak dini
disertai penerapan gaya hidup sehat. (Harvey, R. J., Robinson, M. S. & Rossor, M. N, 2003).

1
Kondisi ini tentu saja menarik untuk dikaji dalam kaitannya dengan masalah
demensia. Betapa besar beban yang harus ditanggung oleh negara atau keluarga jika masalah
demensia tidak disikapi secara tepat dan serius, sehubungan dengan dampak yang
ditimbulkannya. Mengingat bahwa masalah demensia merupakan masalah masa depan yang
mau tidak mau akan dihadapi orang Indonesia dan memerlukan pendekatan holistik karena
umumnya lanjut usia (lansia) mengalami gangguan berbagai fungsi organ dan mental, maka
masalah demensia memerlukan penanganan lintas profesi yang melibatkan: Internist,
Neurologist, Psikiater, Spesialist Gizi, Spesialis Rehabilitasi Medis dan Psikolog Klinis.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan demensia?
2. Apa etiologi dari demensia?
3. Apa saja manifestasi klinik dari demensia?
4. Bagaimana klasifikasi dari demensia?
5. Apa saja penyebab dari demensia?
6. Apa saja fase/tahapan dari demensia?
7. Bagaimana pemeriksaan, pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan neuropsikologis
terhadap demensia?
8. Bagaimana pencegahan dan perawatan pasien demensia?
9. Bagaimana Web Of Caution (WOC) dari demensia?
10. Bagaimana asuhan keperawatan untuk penderita demensia?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi dari demensia
2. Mengetahui etiologi dari demensia
3. Mengetahui manifestasi klinik dari demensia
4. Mengetahui klasifikasi dari demensia
5. Mengetahui penyebab dari penyakit demensia
6. Mengetahui fase/tahapan dari penyakit demensia
7. Mengetahui pemeriksaan, pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan neuropsikologis
demensia
8. Mengetahui pencegahan dan perawatan pasien demensia
9. Mengetahui Web Of Caution (WOC) dari demensia
10. Mengetahui asuhan keperawatan untuk penderita demensia

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Demensia
Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia / Demensia (atau dalam
bahasa inggris dikatakan dementia) adalah keadaan dimana seseorang mengalami penurunan

2
kemampuan daya ingat dan daya pikir dan kemampuan-kemampun tersebut menimbulkan
gangguan terhadap fungsi kehidupan sehari-hari.

Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit atau gangguan otak yang
biasanya bersifat kronik, progresif, dimana terdapat gannguan fungsi luhur kortikal termasuk
didalamnya : daya ingat, daya pikir, orientasi , daya tangkap (comprehension), berhitung,
kemampun belajar, berbahasa dan daya nilai judgment, umumnya disertai, dan ada kalanya
diawali dengan kemerosotan (deterioration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau
motivasi hidup.

Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tanpa gangguan fungsi vegetatif atau
keadaan terjaga. Memori, pengetahuan umum, pikiran abstrak, penilaian, dan interpretasi atas
komunikasi tertulis dan lisan dapat terganggu. (Elizabeth J. Corwin, 2009)

Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang


menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi
Delati, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari. (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003).

2.2 Etiologi Demensia


Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat menyebabkan
timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima. Beberapa penyakit dapat
disembuhkan sementara sebagian besar tidak dapat disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins, P.V.
2006). Sebagian besar peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejala
demensia adalah penyakit Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh darah), demensia Lewy
body, demensia frontotemporal dan sepuluh persen diantaranya disebabkan oleh penyakit
lain.

Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah penyakit
Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga membuat
signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004).
Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan
juga penurunan proses berpikir.

2.3 Manifestasi Klinik Demensia


a. Hilangnya memori (tahap awal kehilangan memori yang baru seperti lupa sedang
memasak makanan di kompor, tahap selanjutnya kehilangan memori masa lalu seperti
melupakan nama anak-anak, pekerjaan).

3
b. Penurunan fungsi bahasa (melupakan nama benda-benda umum seperti kursi atau
meja, palilalia [mengulangi suara], dan mengulang kata-kata yang didengar
[ekolalia]).
c. Kehilangan kemampuan untuk berpikir abstrak dan merencanakan, memulai,
mengurutkan, memantau, atau menghentikan perilaku yang kompleks (kehilangan
fungsi eksekutif): klien kehilangan kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan
diri.
Gejala Klinis

Ada dua tipe demensia yang paling banyak ditemukan, yaitu tipe Alzheimer dan
Vaskuler.

1. Demensia Alzheimer

Gejala klinis demensia Alzheimer merupakan kumpulan gejala demensia akibat


gangguan neuro degenaratif (penuaan saraf) yang berlangsung progresif lambat, dimana
akibat proses degenaratif menyebabkan kematian sel-sel otak yang massif. Kematian sel-sel
otak ini baru menimbulkan gejala klinis dalam kurun waktu 30 tahun. Awalnya ditemukan
gejala mudah lupa (forgetfulness) yang menyebabkan penderita tidak mampu menyebut kata
yang benar, berlanjut dengan kesulitan mengenal benda dan akhirnya tidak mampu
menggunakan barang-barang sekalipun yang termudah. Hal ini disebabkan adanya gangguan
kognitif sehingga timbul gejala neuropsikiatrik seperti, Wahan (curiga, sampai menuduh ada
yang mencuri barangnya), halusinasi pendengaran atau penglihatan, agitasi (gelisah,
mengacau), depresi, gangguan tidur, nafsu makan dan gangguan aktifitas psikomotor,
berkelana.

Stadium demensia Alzheimer terbagi atas 3 stadium, yaitu :

Stadium I

Berlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestik dengan gejala gangguan memori,
berhitung dan aktifitas spontan menurun. Fungsi memori yang terganggu adalah memori
baru atau lupa hal baru yang dialami

Stadium II
4
Berlangsung selama 2-10 tahun, dan disebutr stadium demensia. Gejalanya antara
lain,

o Disorientasi
o Gangguan bahasa (afasia)
o Penderita mudah bingung
o Penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat melakukan
kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota keluarganya tidak ingat sudah
melakukan suatu tindakan sehingga mengulanginya lagi.
o Dan ada gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah tersesat di
lingkungannya, depresi berat prevalensinya 15-20%,
Stadium III

Stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12 tahun.Gejala klinisnya antara
lain:

o Penderita menjadi vegetatif


o tidak bergerak dan membisu
o daya intelektual serta memori memburuk sehingga tidak mengenal keluarganya
sendiri
o tidak bisa mengendalikan buang air besar/ kecil
o kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan ornag lain
o kematian terjadi akibat infeksi atau trauma

2. Demensia Vaskuler

Untuk gejala klinis demensia tipe Vaskuler, disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah
di otak. Dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat terjadinya demensia,.
Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi darah otak,
sehingga depresi itu dapat didiuga sebagai demensia vaskuler. Gejala depresi lebih sering
dijumpai pada demensia vaskuler daripada Alzheimer. Hal ini disebabkan karena kemampuan
penilaian terhadap diri sendiri dan respos emosi tetap stabil pada demensia vaskuler.

Dibawah ini merupakan klasifikasi penyebab demensia vaskuker, diantaranya:

5
a. Kelainan sebagai penyebab Demensia :
o penyakit degenaratif
o penyakit serebrovaskuler
o keadaan anoksi/ cardiac arrest, gagal jantung, intioksi CO
o trauma otak
o infeksi (Aids, ensefalitis, sifilis)
o Hidrosefaulus normotensif
o Tumor primer atau metastasis
o Autoimun, vaskulitif
o Multiple sclerosis
o Toksik
o kelainan lain : Epilepsi, stress mental, heat stroke, whipple disease
b. Kelainan/ keadaan yang dapat menampilkan demensi
c. Gangguan psiatrik :
o Depresi
o Anxietas
o Psikosis
d. Obat-obatan :
o Psikofarmaka
o Antiaritmia
o Antihipertensi
e. Antikonvulsan
o Digitalis

f. Gangguan nutrisi :
o Defisiensi B6 (Pelagra)
o Defisiensi B12
o Defisiensi asam folat
o Marchiava-bignami disease
g. Gangguan metabolisme :
o Hiper/hipotiroidi
o Hiperkalsemia
o Hiper/hiponatremia
o Hiopoglikemia
o Hiperlipidemia
o Hipercapnia
o Gagal ginjal
o Sindromk Cushing
o Addisons disesse
o Hippotituitaria
o Efek remote penyakit kanker
2.4 Klasifikasi Dmensia
Demensia terbagi atas 2 dimensi:

6
Menurut umur; terbagi atas:

o Demensia senilis onset > 65 tahun

o Demensia presenilis < 65 tahun

Menurut level kortikal:

o Demensia kortikal

o Demensia subkortikal

Klasifikasi lain yang berdasarkan korelasi gejala klinik dengan patologi-anatomisnya :

3. Anterior : Frontal premotor cortex

Perubahan behavior, kehilangan Delativ, anti Delati, reaksi lambat.

4. Posterior: lobus parietal dan temporal

Gangguan kognitif: memori dan bahasa, akan tetapi Delative Delative baik.

3. Subkortikal: apatis, forgetful, lamban, adanya gangguan gerak.

4. Kortikal: gangguan fungsi luhur; afasia, agnosia, apraksia.

Menurut perjalanan penyakit:

a) Reversibel (mengalami perbaikan)


b) Irreversibel (normal pressure hidrosefalus, subdural hematoma, vitamin B defesiensi,
hipotiroidisme, intoksikasi PB). Pada demensia tipe ini terdapat pembesaran vertrikel
dengan meningkatnya cairan serebrospinalis, hal ini menyebabkan adanya :
o Gangguan gaya jalan (tidak stabil, menyeret).
o Inkontinensia urin.
Menurut kerusakan struktur otak:
a) Demensia tipe Alzheimer

Alzheimer adalah penurunan konsentrasi asetilkolin dan kolin asetil transferase


didalam otak dan merupakan penyakit degenerative akibat kematian sel-sel otak dan
umumnya menyebabkan kemunduran fungsi intelektual atau kognitif, yang meliputi
kemunduran daya mengingat dan proses berfikir. Prilaku yang dialami demensia ini
adalah mudah lupa atau pikun. Walaupun pennyebab demensia tipe Alzheimer belum
diketahui secara pasti, beberapa penelitian telah menyatakan bahwa sebanyak 40 %
pasien mempunyai riwayat keluarga menderita demensia tipe Alzheimer sehingga faktor

7
genetik sangat dianggap berperan dalam perkembangan gangguan didalam sekurangnya
beberapa kasus.

b) Demensia vaskular

Penyebab utama dari demensia vaskular adalah penyakit vaskular cerebral yang
multipel yang menyebabkan suatu pola gejala demensia, yang biasanya juga disebut
demensia multi infark. Demensia vascular ini sering terjadi pada laki-laki khususnya
pada mereka dengan hipertensi yang telah ada sebelumnya atau factor resiko
kardiovaskuler lainnya.

2.5 Penyebab Demensia


Demensia disebabkan oleh:

a. Kondisi akut yang tidak diobati atau tidak dapat disembuhkan, bila kondisi akut yang
menyebabkan delirium atau tidak dapat diobati, terdapat kemungkinan bahwa kondisi
ini akan menjadi kronik dan karenanya dapat dianggap sebagai demensia.
b. Penyakit vaskular, seperti hipertensi, arteriosklerosis, dan ateroklerosis dapat
menyebabkan stroke.
c. Penyakit Parkinson: demensia menyerang 40% dari pasien-pasien ini.
d. Penyakit prion ( Protein yang terdapat dalam proses infeksi penyakit Creutzfeldt-
Jakob).
e. Infeksi human imuno defesiensi virus (HIV) dapat menyerang system saraf pusat,
menyebabkan ensefalopati HIV atau komlek demensia AIDS.
f. Gangguan struktur jaringan otak, seperti tekanan normal hidrosefalus dan cedera
akibat trauma kepala.

2.6 Fase/Tahapan Demensia


Fase / tahapan demensia yaitu :

1. Tahapan Awal : Pada kondisi awal, demensia memiliki awitan gejala tersembunyi dan
membahayakan, pada kondisi ini terjadi demensia vaskuler dengan perubahan-
perubahan kognisi yang tiba-tiba. Pada tahapan ini, klien dapat menunjukan pola
penilaian yang buruk, terutama jika berada pada situasi yang baru atau menimbulkan
stress, terjadi perubahan-perubahan kepribadian. Klien mulai menunjukan ledakan
emosi dan menjadi cemas dan gelisah, terdapat kebingungan antara orientasi waktu
dan jarak. Adapun gejala spesifiknya :
a. Perubahan alam perasaan atau kepribadian.
b. Gangguan penilaian dan penyelesaian masalah.

8
c. Konfusi tentang waktu dan tempat.
d. Kesulitan dengan angka, uang dan tagihan.
e. Menarik diri atau depresi.
2. Tahapan Pertengahan : Pada kondisi ini, ingatan klien pada masa ini dan masa lampau
memburuk dan kurangnya penilaian menyebabkan kekhawatiran tentang keselamatan
berkurang. Tahapan ini merupakan tahap yang sangat mempengaruhi kehidupan
sehari-hari klien. Adapun gejala spesifiknya yang ditunjukan pada tahapan ini :
a. Gangguan memori masa kini dan masa lalu.
b. Gangguan penilaian dan penyelesaian masalah yang parah.
c. Gangguan persepsi.
d. Kehilangan pengendalian impuls.
e. Ansietas, gelisah.
3. Tahapan Akhir : Pada demensia tahap akhir, klien menjadi kekakuan otot, dan reflek
primitife juga muncul. Adapun gejalanya adalah :
a. Gangguan yang parah pada semua kemampuan kognitif.
b. Ketidakmampuan untuk mengenali keluarga dan teman.
c. Gangguan komunikasi yang parah (dapat menggerutu, mengeluh atau
menggumam).
d. Sedikitnya kapasitas perawatan diri.
e. Kemungkinan terjadi hiperoral dan memiliki tangan yang aktif.
f. Penurunan nafsu makan, dispasia, dan resiko aspirasi.

2.7 Pemeriksaan, Pemeriksaan Penunjang dan Pemeriksaan


Neuropsikologis Demensia
2.7.1 Pemeriksaan Demensia

Diagnosis klinis tetap merupakan pendekatan yang paling baik karena sampai saat ini
belum ada pemeriksaan elektrofisiologis, neuro imaging dan pemeriksaan lain untuk
menegakkan demensia secara pasti. Beberapa langkah praktis yang dapat dilakukan antara
lain :

1. Riwayat medik umum

Perlu ditanyakan apakah penyandang mengalami gangguan medik yang dapat


menyebabkan demensia seperti hipotiroidism, neoplasma, infeksi kronik. Penyakit jantung
koroner, gangguan katup jantung, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes dan arteriosklerosis
perifer mengarah ke demensia vaskular. Pada saat wawancara biasanya pada penderita
demensia sering menoleh yang disebut head turning sign.

2. Riwayat neurologi umum

Tujuan anamnesis riwayat neurologi adalah untuk mengetahui kondisi-kondisi khusus


penyebab demensia seperti riwayat stroke, TIA, trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat,

9
riwayat epilepsi dan operasi otak karena tumor atau hidrosefalus. Gejala penyerta demensia
seperti gangguan motorik, sensorik, gangguan berjalan, nyeri kepala saat awitan demesia
lebih mengindikasikan kelainan struktural dari pada sebab degeneratif.

3. Riwayat neurobehavioral

Anamnesa kelainan neurobehavioral penting untuk diagnosis demensia atau tidaknya


seseorang. Ini meliputi komponen memori. (memori jangka pendek dan memori jangka
panjang) orientasi ruang dan waktu, kesulitan bahasa, fungsi eksekutif, kemampuan
mengenal wajah orang, bepergian, mengurus uang dan membuat keputusan.

4. Riwayat psikiatrik

Riwayat psikiatrik berguna untuk menentukan apakah penyandang pernah mengalami


gangguan psikiatrik sebelumnya. Perlu ditekankan ada tidaknya riwayat depresi, psikosis,
perubahan kepribadian, tingkah laku agresif, delusi, halusinasi, dan pikiran paranoid.
Gangguan depresi juga dapat menurunkan fungsi kognitif, hal ini disebut pseudodemensia.

5. Riwayat keracunan, nutrisi dan obat-obatan

Intoksikasi aluminium telah lama dikaitkan dengan ensefalopati toksik dan gangguan
kognitif walaupun laporan yang ada masih inkonsisten. Defisiensi nutrisi, alkoholism kronik
perlu menjadi pertimbangan walau tidak spesifik untuk demensia Alzheimer. Perlu diketahui
bahwa anti depresan golongan trisiklik dan anti kolinergik dapat menurunkan fungsi kognitif.

6. Riwayat keluarga

Pemeriksaan harus menggali kemungkinan insiden demensia di keluarga, terutama


hubungan keluarga langsung, atau penyakit neurologik, psikiatrik.

7. Pemeriksaan objektif

Pemeriksaan untuk deteksi demensia harus meliputi pemeriksaan fisik umum,


pemeriksaan neurologis, pemeriksaan neuropsikologis, pemeriksaan status fungsional dan
pemeriksaan psikiatrik.

2.7.2 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium rutin

Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis demensia


ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia khususnya pada demensia
reversible, walaupun 50% penyandang demensia adalah demensia Alzheimer dengan hasil

10
laboratorium normal, pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya dilakukan. Pemeriksaan
laboratorium yang rutin dikerjakan antara lain: pemeriksaan darah lengkap, urinalisis,
elektrolit serum, kalsium darah, ureum, fungsi hati, hormone tiroid, kadar asam folat

2. Imaging

Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) telah
menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia walaupun hasilnya masih
dipertanyakan.

3. Pemeriksaan EEG

Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran spesifik dan pada sebagian


besar EEG adalah normal. Pada Alzheimer stadium lanjut dapat memberi gambaran
perlambatan difus dan kompleks periodik.

4. Pemeriksaan cairan otak

Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut, penyandang
dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan panas, demensia presentasi
atipikal, hidrosefalus normotensif, tes sifilis (+), penyengatan meningeal pada CT scan.

5. Pemeriksaan genetika

Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid polimorfik yang


memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4. setiap allel mengkode bentuk APOE
yang berbeda. Meningkatnya frekuensi epsilon 4 diantara penyandang demensia Alzheimer
tipe awitan lambat atau tipe sporadik menyebabkan pemakaian genotif APOE epsilon 4
sebagai penanda semakin meningkat.

2.7.3 Pemeriksaan Neuropsikologis

Pemeriksaan neuropsikologis meliputi pemeriksaan status mental, aktivitas sehari-hari


/ fungsional dan aspek kognitif lainnya. .(Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003). Pemeriksaan
neuropsikologis penting untuk sebagai penambahan pemeriksaan demensia, terutama
pemeriksaan untuk fungsi kognitif, minimal yang mencakup atensi, memori, bahasa,
konstruksi visuospatial, kalkulasi dan problem solving. Pemeriksaan neuropsikologi sangat
berguna terutama pada kasus yang sangat ringan untuk membedakan proses ketuaan atau
proses depresi. Sebaiknya syarat pemeriksaan neuropsikologis memenuhi syarat sebagai
berikut:

mampu menyaring secara cepat suatu populasi

11
mampu mengukur progresifitas penyakit yang telah diindentifikaskan demensia.
(Sjahrir,1999)

Sebagai suatu esesmen awal pemeriksaan Status Mental Mini (MMSE) adalah test
yang paling banyak dipakai. (Asosiasi Alzheimer
Indonesia,2003;Boustani,2003;Houx,2002 ;Kliegel dkk,2004) tetapi sensitif untuk
mendeteksi gangguan memori ringan. (Tang-Wei,2003).

Pemeriksaan status mental MMSE Folstein adalah test yang paling sering dipakai saat
ini, penilaian dengan nilai maksimal 30 cukup baik dalam mendeteksi gangguan kognisi,
menetapkan data dasar dan memantau penurunan kognisi dalam kurun waktu tertentu. Nilai
di bawah 27 dianggap abnormal dan mengindikasikan gangguan kognisi yang signifikan pada
penderita berpendidikan tinggi.(Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003).

Penyandang dengan pendidikan yang rendah dengan nilai MMSE paling rendah 24
masih dianggap normal, namun nilai yang rendah ini mengidentifikasikan resiko untuk
demensia. (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003). Pada penelitian Crum R.M 1993 didapatkan
median skor MMSE adalah 29 untuk usia 18-24 tahun, median skor 25 untuk yang > 80
tahun, dan median skor 29 untuk yang lama pendidikannya >9 tahun, 26 untuk yang
berpendidikan 5-8 tahun dan 22 untuk yang berpendidikan 0-4 tahun.

Clinical Dementia Rating (CDR) merupakan suatu pemeriksaan umum pada demensia
dan sering digunakan dan ini juga merupakan suatu metode yang dapat menilai derajat
demensia ke dalam beberapa tingkatan. (Burns,2002). Penilaian fungsi kognitif pada CDR
berdasarkan 6 kategori antara lain gangguan memori, orientasi, pengambilan keputusan,
aktivitas sosial/masyarakat, pekerjaan rumah dan hobi, perawatan diri. Nilai yang dapat pada
pemeriksaan ini adalah merupakan suatu derajatpenilaian fungsi kognitif yaitu; Nilai 0, untuk
orang normal tanpa gangguan kognitif. Nilai 0,5, untuk Quenstionable dementia. Nilai 1,
menggambarkan derajat demensia ringan, Nilai 2, menggambarkan suatu derajat demensia
sedang dan nilai 3, menggambarkan suatu derajat demensia yang berat. (Asosiasi Alzheimer
Indonesia,2003, Golomb,2001)

2.8 Pencegahan dan Perawatan Demensia

12
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia
diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi
otak, seperti :

1. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol dan zat
adiktif yang berlebihan
2. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan setiap
hari.
3. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif
Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang
memiliki persamaan minat atau hobi
4. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam kehidupan
sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.

13
14

Anda mungkin juga menyukai