PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demensia adalah sebuah sindrom karena penyakit otak, bersifat kronis atau progresif
dimana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih tinggi, termasuk memori, berpikir,
orientasi, pemahaman, perhitungan, belajar, kemampuan, bahasa, dan penilaian kesadaran
tidak terganggu. Gangguan fungsi kognitif yang biasanya disertai, kadang-kadang didahului,
oleh kemerosotan dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi. Sindrom terjadi
pada penyakit Alzheimer, di penyakit serebrovaskular dan dalam kondisi lain terutama atau
sekunder yang mempengaruhi otak (Durand dan Barlow, 2006)
Pertambahan jumlah lansia Indonesia, dalam kurun waktu tahun 1990 2025,
tergolong tercepat di dunia (Kompas, 25 Maret 2002:10). Jumlah sekarang 16 juta dan akan
menjadi 25,5 juta pada tahun 2020 atau sebesar 11,37 % penduduk dan ini merupakan
peringkat ke empat dunia, dibawah Cina, India dan Amerika Serikat. Sedangkan umur
harapan hidup berdasarkan sensus BPS 1998 adalah 63 tahun untuk pria dan 67 tahun untuk
perempuan. (Meski menurut kajian WHO (1999), usia harapan hidup orang Indonesia rata-
rata adalah 59,7 tahun dan menempati urutan ke 103 dunia, dan nomor satu adalah Jepang
dengan usia harapan hidup rata-rata 74,5 tahun).
Demensia banyak menyerang mereka yang telah memasuki usia lanjut. Bahkan,
penurunan fungsi kognitif ini bisa dialami pada usia kurang dari 50tahun. Sebagian besar
orang mengira bahwa demensia adalah penyakit yang hanya diderita oleh para Lansia,
kenyataannya demensia dapat diderita oleh siapa saja dari semua tingkat usia dan jenis
kelamin (Harvey, R. J. et al. 2003). Untuk mengurangi risiko, otak perlu dilatih sejak dini
disertai penerapan gaya hidup sehat. (Harvey, R. J., Robinson, M. S. & Rossor, M. N, 2003).
1
Kondisi ini tentu saja menarik untuk dikaji dalam kaitannya dengan masalah
demensia. Betapa besar beban yang harus ditanggung oleh negara atau keluarga jika masalah
demensia tidak disikapi secara tepat dan serius, sehubungan dengan dampak yang
ditimbulkannya. Mengingat bahwa masalah demensia merupakan masalah masa depan yang
mau tidak mau akan dihadapi orang Indonesia dan memerlukan pendekatan holistik karena
umumnya lanjut usia (lansia) mengalami gangguan berbagai fungsi organ dan mental, maka
masalah demensia memerlukan penanganan lintas profesi yang melibatkan: Internist,
Neurologist, Psikiater, Spesialist Gizi, Spesialis Rehabilitasi Medis dan Psikolog Klinis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Demensia
Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia / Demensia (atau dalam
bahasa inggris dikatakan dementia) adalah keadaan dimana seseorang mengalami penurunan
2
kemampuan daya ingat dan daya pikir dan kemampuan-kemampun tersebut menimbulkan
gangguan terhadap fungsi kehidupan sehari-hari.
Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit atau gangguan otak yang
biasanya bersifat kronik, progresif, dimana terdapat gannguan fungsi luhur kortikal termasuk
didalamnya : daya ingat, daya pikir, orientasi , daya tangkap (comprehension), berhitung,
kemampun belajar, berbahasa dan daya nilai judgment, umumnya disertai, dan ada kalanya
diawali dengan kemerosotan (deterioration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau
motivasi hidup.
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tanpa gangguan fungsi vegetatif atau
keadaan terjaga. Memori, pengetahuan umum, pikiran abstrak, penilaian, dan interpretasi atas
komunikasi tertulis dan lisan dapat terganggu. (Elizabeth J. Corwin, 2009)
Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah penyakit
Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga membuat
signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004).
Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan
juga penurunan proses berpikir.
3
b. Penurunan fungsi bahasa (melupakan nama benda-benda umum seperti kursi atau
meja, palilalia [mengulangi suara], dan mengulang kata-kata yang didengar
[ekolalia]).
c. Kehilangan kemampuan untuk berpikir abstrak dan merencanakan, memulai,
mengurutkan, memantau, atau menghentikan perilaku yang kompleks (kehilangan
fungsi eksekutif): klien kehilangan kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan
diri.
Gejala Klinis
Ada dua tipe demensia yang paling banyak ditemukan, yaitu tipe Alzheimer dan
Vaskuler.
1. Demensia Alzheimer
Stadium I
Berlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestik dengan gejala gangguan memori,
berhitung dan aktifitas spontan menurun. Fungsi memori yang terganggu adalah memori
baru atau lupa hal baru yang dialami
Stadium II
4
Berlangsung selama 2-10 tahun, dan disebutr stadium demensia. Gejalanya antara
lain,
o Disorientasi
o Gangguan bahasa (afasia)
o Penderita mudah bingung
o Penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat melakukan
kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota keluarganya tidak ingat sudah
melakukan suatu tindakan sehingga mengulanginya lagi.
o Dan ada gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah tersesat di
lingkungannya, depresi berat prevalensinya 15-20%,
Stadium III
Stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12 tahun.Gejala klinisnya antara
lain:
2. Demensia Vaskuler
Untuk gejala klinis demensia tipe Vaskuler, disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah
di otak. Dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat terjadinya demensia,.
Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi darah otak,
sehingga depresi itu dapat didiuga sebagai demensia vaskuler. Gejala depresi lebih sering
dijumpai pada demensia vaskuler daripada Alzheimer. Hal ini disebabkan karena kemampuan
penilaian terhadap diri sendiri dan respos emosi tetap stabil pada demensia vaskuler.
5
a. Kelainan sebagai penyebab Demensia :
o penyakit degenaratif
o penyakit serebrovaskuler
o keadaan anoksi/ cardiac arrest, gagal jantung, intioksi CO
o trauma otak
o infeksi (Aids, ensefalitis, sifilis)
o Hidrosefaulus normotensif
o Tumor primer atau metastasis
o Autoimun, vaskulitif
o Multiple sclerosis
o Toksik
o kelainan lain : Epilepsi, stress mental, heat stroke, whipple disease
b. Kelainan/ keadaan yang dapat menampilkan demensi
c. Gangguan psiatrik :
o Depresi
o Anxietas
o Psikosis
d. Obat-obatan :
o Psikofarmaka
o Antiaritmia
o Antihipertensi
e. Antikonvulsan
o Digitalis
f. Gangguan nutrisi :
o Defisiensi B6 (Pelagra)
o Defisiensi B12
o Defisiensi asam folat
o Marchiava-bignami disease
g. Gangguan metabolisme :
o Hiper/hipotiroidi
o Hiperkalsemia
o Hiper/hiponatremia
o Hiopoglikemia
o Hiperlipidemia
o Hipercapnia
o Gagal ginjal
o Sindromk Cushing
o Addisons disesse
o Hippotituitaria
o Efek remote penyakit kanker
2.4 Klasifikasi Dmensia
Demensia terbagi atas 2 dimensi:
6
Menurut umur; terbagi atas:
o Demensia kortikal
o Demensia subkortikal
Gangguan kognitif: memori dan bahasa, akan tetapi Delative Delative baik.
7
genetik sangat dianggap berperan dalam perkembangan gangguan didalam sekurangnya
beberapa kasus.
b) Demensia vaskular
Penyebab utama dari demensia vaskular adalah penyakit vaskular cerebral yang
multipel yang menyebabkan suatu pola gejala demensia, yang biasanya juga disebut
demensia multi infark. Demensia vascular ini sering terjadi pada laki-laki khususnya
pada mereka dengan hipertensi yang telah ada sebelumnya atau factor resiko
kardiovaskuler lainnya.
a. Kondisi akut yang tidak diobati atau tidak dapat disembuhkan, bila kondisi akut yang
menyebabkan delirium atau tidak dapat diobati, terdapat kemungkinan bahwa kondisi
ini akan menjadi kronik dan karenanya dapat dianggap sebagai demensia.
b. Penyakit vaskular, seperti hipertensi, arteriosklerosis, dan ateroklerosis dapat
menyebabkan stroke.
c. Penyakit Parkinson: demensia menyerang 40% dari pasien-pasien ini.
d. Penyakit prion ( Protein yang terdapat dalam proses infeksi penyakit Creutzfeldt-
Jakob).
e. Infeksi human imuno defesiensi virus (HIV) dapat menyerang system saraf pusat,
menyebabkan ensefalopati HIV atau komlek demensia AIDS.
f. Gangguan struktur jaringan otak, seperti tekanan normal hidrosefalus dan cedera
akibat trauma kepala.
1. Tahapan Awal : Pada kondisi awal, demensia memiliki awitan gejala tersembunyi dan
membahayakan, pada kondisi ini terjadi demensia vaskuler dengan perubahan-
perubahan kognisi yang tiba-tiba. Pada tahapan ini, klien dapat menunjukan pola
penilaian yang buruk, terutama jika berada pada situasi yang baru atau menimbulkan
stress, terjadi perubahan-perubahan kepribadian. Klien mulai menunjukan ledakan
emosi dan menjadi cemas dan gelisah, terdapat kebingungan antara orientasi waktu
dan jarak. Adapun gejala spesifiknya :
a. Perubahan alam perasaan atau kepribadian.
b. Gangguan penilaian dan penyelesaian masalah.
8
c. Konfusi tentang waktu dan tempat.
d. Kesulitan dengan angka, uang dan tagihan.
e. Menarik diri atau depresi.
2. Tahapan Pertengahan : Pada kondisi ini, ingatan klien pada masa ini dan masa lampau
memburuk dan kurangnya penilaian menyebabkan kekhawatiran tentang keselamatan
berkurang. Tahapan ini merupakan tahap yang sangat mempengaruhi kehidupan
sehari-hari klien. Adapun gejala spesifiknya yang ditunjukan pada tahapan ini :
a. Gangguan memori masa kini dan masa lalu.
b. Gangguan penilaian dan penyelesaian masalah yang parah.
c. Gangguan persepsi.
d. Kehilangan pengendalian impuls.
e. Ansietas, gelisah.
3. Tahapan Akhir : Pada demensia tahap akhir, klien menjadi kekakuan otot, dan reflek
primitife juga muncul. Adapun gejalanya adalah :
a. Gangguan yang parah pada semua kemampuan kognitif.
b. Ketidakmampuan untuk mengenali keluarga dan teman.
c. Gangguan komunikasi yang parah (dapat menggerutu, mengeluh atau
menggumam).
d. Sedikitnya kapasitas perawatan diri.
e. Kemungkinan terjadi hiperoral dan memiliki tangan yang aktif.
f. Penurunan nafsu makan, dispasia, dan resiko aspirasi.
Diagnosis klinis tetap merupakan pendekatan yang paling baik karena sampai saat ini
belum ada pemeriksaan elektrofisiologis, neuro imaging dan pemeriksaan lain untuk
menegakkan demensia secara pasti. Beberapa langkah praktis yang dapat dilakukan antara
lain :
9
riwayat epilepsi dan operasi otak karena tumor atau hidrosefalus. Gejala penyerta demensia
seperti gangguan motorik, sensorik, gangguan berjalan, nyeri kepala saat awitan demesia
lebih mengindikasikan kelainan struktural dari pada sebab degeneratif.
3. Riwayat neurobehavioral
4. Riwayat psikiatrik
Intoksikasi aluminium telah lama dikaitkan dengan ensefalopati toksik dan gangguan
kognitif walaupun laporan yang ada masih inkonsisten. Defisiensi nutrisi, alkoholism kronik
perlu menjadi pertimbangan walau tidak spesifik untuk demensia Alzheimer. Perlu diketahui
bahwa anti depresan golongan trisiklik dan anti kolinergik dapat menurunkan fungsi kognitif.
6. Riwayat keluarga
7. Pemeriksaan objektif
10
laboratorium normal, pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya dilakukan. Pemeriksaan
laboratorium yang rutin dikerjakan antara lain: pemeriksaan darah lengkap, urinalisis,
elektrolit serum, kalsium darah, ureum, fungsi hati, hormone tiroid, kadar asam folat
2. Imaging
Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) telah
menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia walaupun hasilnya masih
dipertanyakan.
3. Pemeriksaan EEG
Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut, penyandang
dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan panas, demensia presentasi
atipikal, hidrosefalus normotensif, tes sifilis (+), penyengatan meningeal pada CT scan.
5. Pemeriksaan genetika
11
mampu mengukur progresifitas penyakit yang telah diindentifikaskan demensia.
(Sjahrir,1999)
Sebagai suatu esesmen awal pemeriksaan Status Mental Mini (MMSE) adalah test
yang paling banyak dipakai. (Asosiasi Alzheimer
Indonesia,2003;Boustani,2003;Houx,2002 ;Kliegel dkk,2004) tetapi sensitif untuk
mendeteksi gangguan memori ringan. (Tang-Wei,2003).
Pemeriksaan status mental MMSE Folstein adalah test yang paling sering dipakai saat
ini, penilaian dengan nilai maksimal 30 cukup baik dalam mendeteksi gangguan kognisi,
menetapkan data dasar dan memantau penurunan kognisi dalam kurun waktu tertentu. Nilai
di bawah 27 dianggap abnormal dan mengindikasikan gangguan kognisi yang signifikan pada
penderita berpendidikan tinggi.(Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003).
Penyandang dengan pendidikan yang rendah dengan nilai MMSE paling rendah 24
masih dianggap normal, namun nilai yang rendah ini mengidentifikasikan resiko untuk
demensia. (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003). Pada penelitian Crum R.M 1993 didapatkan
median skor MMSE adalah 29 untuk usia 18-24 tahun, median skor 25 untuk yang > 80
tahun, dan median skor 29 untuk yang lama pendidikannya >9 tahun, 26 untuk yang
berpendidikan 5-8 tahun dan 22 untuk yang berpendidikan 0-4 tahun.
Clinical Dementia Rating (CDR) merupakan suatu pemeriksaan umum pada demensia
dan sering digunakan dan ini juga merupakan suatu metode yang dapat menilai derajat
demensia ke dalam beberapa tingkatan. (Burns,2002). Penilaian fungsi kognitif pada CDR
berdasarkan 6 kategori antara lain gangguan memori, orientasi, pengambilan keputusan,
aktivitas sosial/masyarakat, pekerjaan rumah dan hobi, perawatan diri. Nilai yang dapat pada
pemeriksaan ini adalah merupakan suatu derajatpenilaian fungsi kognitif yaitu; Nilai 0, untuk
orang normal tanpa gangguan kognitif. Nilai 0,5, untuk Quenstionable dementia. Nilai 1,
menggambarkan derajat demensia ringan, Nilai 2, menggambarkan suatu derajat demensia
sedang dan nilai 3, menggambarkan suatu derajat demensia yang berat. (Asosiasi Alzheimer
Indonesia,2003, Golomb,2001)
12
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia
diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi
otak, seperti :
1. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol dan zat
adiktif yang berlebihan
2. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan setiap
hari.
3. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif
Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang
memiliki persamaan minat atau hobi
4. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam kehidupan
sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.
13
14