Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pencemaran Udara

2.1.1. Pengertian Pencemaran Udara

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 menyebutkan

bahwa pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau

komponen lain kedalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara

ambien turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat

memenuhi fungsinya.

Menurut Chambers, yang di maksud dengan pencemaran udara adalah

bertambahnya bahan atau substrat fisik atau kimia ke dalam lingkungan udara normal

yang mencapai sejumlah tertentu, sehingga dapat dideteksi oleh manusia (atau yang

dapat dihitung dan diukur) serta dapat memberikan efek pada manusia, binatang,

vegetasi, dan material (Mukono, 2005).

Sedangkan menurut Kumar, pencemaran udara adalah adanya bahan polutan

di atmosfer yang dalam konsentrasi tertentu akan mengganggu keseimbangan

dinamik di atmosfer dan mempunyai efek pada manusia dan lingkungannya

(Mukono, 2005).

Pencemaran udara dapat digolongkan ke dalam tiga kategori yaitu pergesekan

permukaan, penguapan, dan pembakaran. Pergesekan permukaan adalah penyebab

utama pencemaran partikel padat di udara dan ukurannya dapat bermacam-macam.

Penguapan merupakan perubahan fase cairan menjadi gas. Polusi udara banyak

disebabkan zat-zat yang mudah menguap, seperti pelarut cat dan perekat. Demikian

Universitas Sumatera Utara


pula terjadi uap pencemaran jika ada reaksi kimia pada suhu tinggi atau tekanan

rendah. Dan pembakaran merupakan reaksi kimia yang berjalan cepat dan

membebaskan energi, cahaya atau panas (Sastrawijaya, 2009).

Pencemaran udara dapat menimbulkan dampak terhadap kesehatan, harta

benda, ekosistem maupun iklim. Umumnya gangguan kesehatan sebagai akibat

pencemaran udara terjadi pada saluran pernafasan dan organ penglihatan. Salah satu

dampak kronis dari pencemaran udara adalah bronchitis dan emphysema (Mulia,

2005).

2.1.2. Penyebab Pencemaran Udara

Pembangunan yang berkembang pesat dewasa ini, khususnya dalam industri

dan teknologi, serta meningkatnya jumlah kendaraan bermotor yang menggunakan

bahan bakar fosil (minyak) menyebabkan udara yang kita hirup di sekitar kita

menjadi tercemar oleh gas-gas buangan hasil pembakaran (Wardhana, 2001).

Secara umum penyebab pencemaran udara ada 2 macam, yaitu:

1. Faktor internal (secara alamiah), contoh:

a. Debu yang beterbangan akibat tiupan angin

b. Abu (debu) yang dikeluarkan dari letusan gunung berapi berikut gas-gas

vulkanik.

c. Proses pembusukan sampah organik, dll.

2. Faktor eksternal ( karena ulah manusia), contoh:

a. Hasil pembakaran bahan bakar fosil

b. Debu/serbuk dari kegiatan industri.

c. Pemakaian zat-zat kimia yang disemprotkan ke udara.

Universitas Sumatera Utara


2.1.3. Klasifikasi Bahan Pencemar Udara

Bahan pencemar udara atau polutan dapat dibagi menjadi dua bagian

(Mukono, 2011), yaitu:

1. Polutan primer

Polutan primer adalah polutan yang dikeluarkan langsung dari sumber tertentu

dan dapat berupa:

a. Polutan gas terdiri dari:

1. Senyawa karbon, yaitu hidrokarbon, hidrokarbon teroksigenasi, dan karbon

oksida (CO atau CO2).

2. Senyawa sulfur, yaitu sulfur oksida.

3. Senyawa nitrogen, yaitu nitrogen oksida dan amoniak.

4. Senyawa halogen, yaitu fluor, klorin, hidrogen klorida, hidrokarbon

terklorinasi, dan bromin.

b. Partikel

Partikel di atmosfer mempunyai karakteristik yang spesifik, dapat berupa zat

padat maupun suspensi aerosol cair di atmosfer. Bahan partikel tersebut dapat

berasal dari proses kondensasi, proses dispersi (misalnya proses

penyemprotan/spraying) maupun proses erosi bahan tertentu.

Berdasarkan ukurannya, secara garis besar partikel dapat merupakan suatu:

1. Partikel debu kasar (coarse particle), jika diameternya > 10 mikron.

2. Partikel debu, uap, dan asap, jika diameternya antara 1-10 mikron.

3. Aerosol, jika diameternya < 1 mikron.

Universitas Sumatera Utara


Menurut Agusnar (2007) sumber polusi utama berasal dari transportasi,

dimana hampir 60% dari polutan yang dihasilkan terdiri dari korbon monoksida

dan sekitar 15% terdiri dari hidrokarbon. Sumber-sumber polusi lainnya misalnya

pembakaran, proses industri, pembuangan limbah, dan lain-lain.

Tabel 2.1. Toksisitas Relatif Polutan Udara


Polutan Level Toleransi Toksisitas relatif
Ppm g/m3
CO 32.0 40000 1.00
HC 19300 2.07
SOx 0.50 1430 28.0
NOx 0.25 514 77.8
Partikel 375 106.7
Sumber: Agusnar, 2007.

Toksisitas kelima kelompok polutan tersebut berbeda-beda, dan tabel di

atas menyajikan toksisitas relatif masing-masing kelompok polutan tersebut.

Ternyata polutan yang paling berbahaya bagi kesehatan adalah partikel-partikel,

diikuti dengan NOx, SOx, hidrokarbon, dan yang paling rendah toksisitasnya

adalah karbon monoksida (Agusnar, 2007).

2. Polutan sekunder

Polutan sekunder biasanya terjadi karena reaksi dari dua atau lebih bahan

kimia di udara, misalnya reaksi foto kimia. Sebagai contoh adalah disosiasi NO2

yang menghasilkan NO dan O radikal. Proses kecepatan dan arah reaksinya

dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain:

a. Konsentrasi reaktif dari bahan reaktan

b. Derajat fotoaktivasi

c. Kondisi iklim

d. Topografi lokal dan adanya embun

Universitas Sumatera Utara


Polutan sekunder ini mempunyai sifat fisik dan sifat kimia yang tidak

stabil. Termasuk dalam polutan sekunder ini adalah ozon, Peroxy Acyl Nitrat

(PAN), dan formaldehid (Mukono, 2011).

2.1.4. Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Udara

Menurut Depkes yang dikutip oleh Junaidi (2002), beberapa keadaan cuaca

yang dapat mempengaruhi kualitas udara, yaitu:

1. Suhu udara

Suhu udara dapat mempengaruhi konsentrasi pencemar udara. Suhu udara yang

tinggi menyebabkan udara makin renggang sehingga konsentrasi pencemar

menjadi makin rendah. Sebaliknya pada suhu yang dingin keadaan udara makin

padat sehingga konsentrasi pencemar di udara tampaknya makin tinggi.

2. Kelembaban

Kelembaban udara juga dapat mempengaruhi konsentrasi pencemar di udara.

Pada kelembaban yang tinggi maka kadar uap air di udara dapat bereaksi dengan

pencemar udara, menjadi zat lain yang tak berbahaya atau menjadi pencemar

sekunder.

3. Tekanan udara

Tekanan udara tertentu dapat mempercepat atau menghambat terjadinya suatu

reaksi kimia antara pencemar dengan zat pencemar di udara atau zat-zat yang ada

di udara, sehingga pencemar udara dapat bertambah ataupun berkurang.

4. Angin

Angin adalah udara yang bergerak. Akibat pergerakan udara maka akan terjadi

suatu proses penyebaran sehingga dapat mengakibatkan pengenceran dari bahan

Universitas Sumatera Utara


pencemaran udara, sehingga kadar suatu pencemar pada jarak tertentu dari

sumber akan mempunyai kadar yang berbeda. Demikian juga halnya dengan arah

dan kecepatan angin dapat mempengaruhi kadar bahan pencemar setempat.

5. Sinar matahari

Sinar matahari juga mempengaruhi kadar pencemar udara di udara karena dengan

adanya sinar matahari tersebut maka beberapa pencemar di udara dapat dipercepat

atau diperlambat reaksinya dengan zat-zat lain di udara sehingga kadarnya dapat

berbeda menurut banyaknya sinar matahari yang menyinari bumi. Demikian juga

halnya mengenai banyaknya panas matahari yang sampai ke bumi, yang dapat

mempengaruhi kadar pencemar udara.

6. Curah hujan

Adanya hujan yang merupakan suatu partikel air di udara yang bergerak dari atas

jatuh ke bumi, dapat menyerap pencemar gas tertentu ke dalam partikel air, serta

dapat menangkap partikel debu baik yang inert maupun partikel debu yang lain,

menempel pada partikel air dan dibawa jatuh ke bumi. Dengan demikian

pencemar dalam bentuk partikel dapat berkurang konsentrasinya akibat jatuhnya

hujan.

2.1.5. Indikator Pencemaran Udara

Indikator yang paling baik dalam menentukan derajat suatu kasus pencemaran

adalah dengan cara mengukur atau memeriksa konsentrasi gas sulfur dioksida, indeks

asap, serta partikel-partikel debu di udara (Chandra, 2006).

Universitas Sumatera Utara


1. Gas Sulfur Dioksida

Gas sulfur dioksida merupakan gas pencemar di udara yang konsentrasinya paling

tinggi di daerah kawasan industri dan daerah perkotaan. Gas ini dihasilkan dari

sisa pembakaran batubara dan bahan bakar minyak. Di dalam setiap survei

pencemaran udara, gas ini selalu diperiksa.

2. Indeks Asap

Berikut cara penggunaan indeks asap (smoke atau sciling index): sampel udara

disaring dengan sejenis kertas (paper tape) dan diukur densitasnya dengan alat

fotoelektrik meter. Hasil pengukuran dinyatakan dalam satuan Coh Units per

1000 linear feet dari sampel udara. Indeks asap ini sangat bervariasi dari hari ke

hari dan bergantung pada perubahan iklim.

3. Partikel Debu

Partikel-partikel berupa debu dan arang dari hasil pembakaran sampah dan

industri merupakan salah satu indikator yang dipergunakan untuk mengukur

derajat pencemaran udara. Hasil pengukuran dinyatakan dalam satuan miligram

atau mikrogram per meter kubik udara.

2.2 . Partikel Debu

2.2.1. Pengertian Debu

Debu adalah partikel-partikel zat padat yang disebabkan oleh kekuatan-

kekuatan alami atau mekanis, seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan,

pengepakan yang cepat, peledakan dan lain-lain dari bahan-bahan organik maupun

anorganik, misalnya batu, kayu, bijih logam, arang batu, butir-butir zat padat dan

sebagainya (Sumamur, 1998).

Universitas Sumatera Utara


Sedangkan menurut Sarudji (2010), dalam buku Kesehatan Lingkungan, debu

(partikulat) adalah bagian yang besar dari emisi polutan yang berasal dari berbagai

macam sumber seperti mobil, truk, pabrik baja, pabrik semen, dan pembuangan

sampah terbuka. Mungkin hal ini sangat mengejutkan bahwa Environmental

Protection Agency (EPA) memperkirkan bahwa kebakaran hutan menghasilkan

seperempat dari seluruh emisi partikulat. Sepertiga darinya berasal dari kebakaran

hutan yang dapat dikendalikan dan dua pertiganya dari kebakaran hutan yang tak

terkendali.

2.2.2. Sifat Debu

Partikel (debu) sebagai pencemar udara mempunyai waktu hidup, yaitu pada

saat partikel masih melayang-layang sebagai pencemar di udara sebelum jatuh ke

bumi. Waktu hidup partikel berkisar antara beberapa detik sampai beberapa bulan.

Sedangkan kecepatan pengendapannya tergantung pada ukuran partikel, massa jenis

partikel serta arah dan kecepatan angin yang bertiup. Partikel yang sudah mati karena

jatuh mengendap di bumi, dapat hidup kembali apabila tertiup oleh angin kencang

dan melayang-layang lagi di udara (Wardhana, 2001).

Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 1994 yang dikutip oleh Sihombing

(2006), sifat-sifat debu adalah sebagai berikut:

1. Mengendap

Debu cenderung mengendap karena gaya grafitasi bumi. Namun karena

ukurannya yang relatif kecil berada di udara. Debu yang mengendap dapat

mengandung proporsi partikel yang lebih besar dari debu yang terdapat di udara.

Universitas Sumatera Utara


2. Permukaan cenderung selalu basah

Permukaan debu yang cenderung selalu basah disebabkan karena permukaannya

selalu dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis. Sifat ini menjadi penting sebagai

upaya pengendalian debu di tempat kerja.

3. Menggumpal

Debu bersifat menggumpal disebabkan permukaan debu yang selalu basah,

sehingga debu menempel satu sama lain dan membentuk gumpalan.

4. Listrik statis (elektrostatik)

Sifat ini menyebabkan debu dapat menarik partikel lain yang berlawanan. Adanya

partikel yang tertarik ke dalam debu akan mempercepat terjadinya proses

penggumpalan.

5. Opsis

Opsis adalah debu atau partikel basah atau lembab lainnya dapat memancakan

sinar yang dapat terlihat pada kamar gelap.

Menurut sifatnya, partikel dapat menimbulkan rangsangan saluran

pernapasan, kematian karena bersifat racun, alergi, fibrosis, dan penyakit demam

(Agusnar, 2008).

2.2.3. Jenis Debu

Menurut Mengkidi (2006), partikel debu dapat dikelompokkan menjadi dua

yaitu debu organik dan debu anorganik.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.2. Jenis Debu Yang Dapat Menimbulkan Penyakit Paru Pada Manusia
NO Jenis Debu Contoh Jenis Debu
1 Organik
a. Alamiah
1). Fosil Batubara, karbon hitam, arang, granit
2). Bakteri TBC, antraks, enzim bacillus subtilits
3). Jamur Koksidiomikosis, histoplasmosis, kriptokokus
thermophilic actinomycosis
4). Virus Psikatosis, cacar air, Q fever
5). Sayuran Kompos jamur, ampas tebu, tepung, padi,
gabus, atap alang-alang, katun rami, serat nanas
6). Binatang Kotoran burung, ayam
b. Sintesis
1). Plastik Politetrafluoretilen, toluene diisosianat
2). Reagen Minyak isopropyl, pelarut organik
2 Anorganik
a. Silika bebas
1). Crystaline Quarz, trymite cristobalite
2). Amorphous Diatomaceous earth, silika gel
1). Fibosis Asbestosis, sillinamite, talk
2). Lain-lain Mika, kaolin, debu semen
c. Metal
1). Inert Besi, barium, titanium, tin, aluminium, seng
2). Lain-lain Berilium
3). Bersifat keganasan Arsen, kobalt, nikel, hematite, uranium, asbes,
khrom
Sumber: Mengkidi, 2006

2.2.4. Sumber- Sumber Debu

Sumber pencemar partikel (debu) dapat berasal dari peristiwa alami dan dapat

juga berasal dari ulah manusia dalam rangka mendapatkan kualitas hidup yang lebih

baik. Pencemaran partikel yang berasal dari alam (Wardhana, 2001) antara lain:

1. Debu tanah/pasir halus yang terbang terbawa oleh angin kencang.

2. Abu dan bahan-bahan vulkanik yang terlempar ke udara akibat letusan gunung

berapi.

Universitas Sumatera Utara


3. Semburan uap air panas di sekitar daerah sumber panas bumi di daerah

pegunungan.

Sedangkan sumber pencemaran partikel akibat ulah manusia sebagian besar

berasal dari pembakaran batubara, proses industri, kebakaran hutan dan gas buangan

alat transportasi (Wardhana, 2001).

Debu yang terdapat di dalam udara terbagi dua, yaitu deposite particulate

matter adalah partikel debu yang hanya berada di udara, partikel ini segera

mengendap karena ada daya tarik bumi. Dan Suspended particulate matter adalah

debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah mengendap (Yunus, 1997).

2.2.5. Nilai Ambang Batas (NAB) untuk Debu

Nilai ambang batas adalah kadar tertinggi suatu zat dalam udara yang

diperkenankan, sehingga manusia dan makhluk lainnya tidak mengalami gangguan

penyakit atau menderita karena zat tersebut (Agusnar, 2008).

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999

tentang pengendalian pencemaran udara dijelaskan mengenai pengertian baku mutu

udara ambien, yaitu ukuran batas atau kadar zat, energi dan/atau komponen yang ada

atau yang seharusnya ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya

dalam udara ambien. Baku mutu kadar debu dalam udara ambien yang tercantum di

dalam PP RI No. 41 tahun 1999 tersebut untuk PM10 (Partikel <10 m) adalah 150

g/m3 .

2.2.6. Pengukuran Kadar Debu di Udara

Pengukuran kadar debu di udara bertujuan untuk mengetahui apakah kadar

debu pada suatu lingkungan, konsentrasinya sesuai dengan kondisi lingkungan yang

Universitas Sumatera Utara


aman dan sehat bagi masyarakat. Dengan kata lain, apakah kadar debu tersebut

berada di bawah atau di atas nilai ambang batas (NAB) debu udara (Asiah, 2008).

Pengambilan/pengukuran kadar debu di udara biasanya dilakukan dengan

metode gravimetric, yaitu dengan cara menghisap dan melewatkan udara dalam

volume tertentu melalui saringan serat gelas/kertas saring. Alat-alat yang biasanya

digunakan untuk pengambilan sampel debu total (TSP) di udara (Asiah, 2008),

seperti:

1. High Volume Air Sampler

Alat ini menghisap udara ambien dengan pompa berkecepatan 1,1-1,7 m3/menit,

partikel debu berdiameter 0,1-100 mikron akan masuk bersama aliran udara

melewati saringan dan terkumpul pada permukaan serat gelas. Alat ini dapat

digunakan untuk mengambil contoh udara selama 24 jam, dan bila kandungan

partikel debu sangat tinggi maka waktu pengukuran dapat dikurangi menjadi 6-8

jam.

2. Low Volume Air Sampler

Alat ini dapat menangkap debu dengan ukuran sesuai yang kita inginkan dengan

cara mengatur flow rate. Untuk flow rate 20 liter/menit dapat menangkap partikel

berukuran 10 mikron. Dengan mengetahui berat kertas saring sebelum dan

sesudah pengukuran maka kadar debu dapat dihitung.

3. Low Volume Dust Sampler

Alat ini mempunyai prinsip kerja dan metode yang sama dengan alat low volume

air sampler.

Universitas Sumatera Utara


4. Personal Dust Sampler (LVDS)

Alat ini biasa digunakan untuk menentukan Respiral Dust (RD) di udara atau

debu yang dapat lolos melalui filter bulu hidung manusia selama bernapas. Untuk

flow rate 2 liter/menit dapat menangkap debu yang berukuran < 10 mikron. Alat

ini biasanya digunakan pada lingkungan kerja dan dipasang pada pinggang

pekerja karena ukurannya yang sangat kecil.

2.2.7. Penentuan Lokasi dan Titik Pengambilan Sampel Udara Ambien

Secara umum, sampel udara ambien diambil di daerah pemukiman penduduk,

perkantoran, kawasan industri, atau daerah lain yang dianggap penting. Tujuannya

adalah untuk mengetahui kualitas udara yang dapat dipengaruhi oleh kegiatan

tertentu. Kriteria yang dapat dipertimbangkan dalam menentukan lokasi pengambilan

sampel udara ambien (Hadi, 2005), yaitu:

1. Daerah yang mempunyai konsentrasi pencemar tinggi

2. Daerah padat penduduk

3. Daerah yang diperkirakan menerima paparan pencemar dari emisi cerobong

industri

4. Daerah proyeksi untuk mengetahui dampak pembangunan

Di samping itu, faktor meteorologi, seperti arah angin, kecepatan angin, suhu

udara, kelembapan, dan faktor geografi, seperti topografi dan tata guna lahan, harus

dipertimbangkan. Beberapa acuan dalam menentukan titik pengambilan (Hadi, 2005)

adalah:

Universitas Sumatera Utara


1. Hindari daerah yang dekat dengan gedung, bangunan, dan/atau pepohonan yang

dapat mengabsorpsi atau mengadsorpsi pencemar udara ke gedung atau

pepohonan tersebut.

2. Hindari daerah di mana terdapat pengganggu kimia yang dapat memengaruhi

polutan yang akan diukur.

3. Hindari daerah di mana terdapat pengganggu fisika yang dapat memengaruhi

hasil pengukuran. Sebagai ilustrasi, pengukuran total partikulat di dalam udara

ambien tidak diperkenankan di dekat insinerator.

2.2.8. Dampak Pencemaran Debu terhadap Manusia

Ada tiga cara masuknya bahan polutan seperti debu dari udara ke tubuh

manusia yaitu melalui inhalasi, ingesti, dan penetrasi kulit. Inhalasi bahan polutan

udara ke paru-paru dapat menyebabkan gangguan di paru dan saluran nafas. Bahan

polutan yang cukup besar tidak jarang masuk ke saluran cerna. Refleks batuk juga

akan mengeluarkan bahan polutan dari paru yang kemudian bila tertelan akan masuk

ke saluran cerna. Bahan polutan dari udara juga dapat masuk ketika makan atau

minum. Permukaan kulit juga dapat menjadi pintu masuk bahan polutan di udara

khususnya bahan organik dapat melakukan penetrasi kulit dan dapat menimbulkan

efek sistemik (Aditama, 1992). Kerusakan kesehatan akibat debu tergantung pada

lamanya kontak, konsentrasi debu dalam udara, jenis debu itu sendiri dan lain-lain

(Agusnar, 2008).

Ukuran debu atau partikel yang masuk ke dalam paru-paru akan menentukan

letak penempelan atau pengendapannya. Partikel yang terhisap oleh manusia dengan

ukuran kurang dari 1 mikron akan ikut keluar saat napas dihembuskan. Partikel yang

Universitas Sumatera Utara


berukuran 1-3 mikron akan masuk ke dalam kantong udara paru-paru, menempel

pada alveoli. Partikel berukuran 3-5 mikron akan tertahan pada saluran pernapasan

bagian tengah. Partikel yang berukuran di atas 5 mikron akan tertahan di saluran

napas bagian atas (Sunu, 2001).

Penyakit peneumokoniosis banyak jenisnya, tergantung dari jenis partikel

yang masuk atau terhisap ke dalam paru-paru. Adapun jenis-jenis penyakit

pneumokoniosis (Sunu, 2001) seperti:

1. Penyakit Antrakosis

Penyakit antrakosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan

oleh debu batubara. Penyakit ini biasanya dijumpai pada pekerja tambang

batubara atau pekerja yang banyak melibatkan penggunaan batubara seperti

power plant (pembangkit listrik tenaga uap). Masa inkubasi penyakit ini antara

lain 2-4 tahun yang ditandai dengan sesak napas.

2. Penyakit Silikosis

Penyakit ini disebabkan oleh pencemaran debu silika bebas, berupa SiO2

yang terhisap masuk ke dalam paru-paru dan kemudian mengendap. Debu silika

ini banyak terdapat di industri besi baja, keramik, pengecoran beton, proses

permesinan seperti mengikir, menggerinda. Disamping itu, debu silika juga

terdapat di penambangan bijih besi, timah putih, dan tambang batubara.

Debu silika yang masuk ke dalam paru-paru akan mengalami masa inkubasi

sekitar 2 sampai 4 tahun (Wardhana, 2001). Pada awalnya, penyakit silikosis

ditandai dengan sesak napas yang disertai dengan batuk-batuk tanpa dahak.

Penyakit silikosis tingkat sedang, gejala sesak napas dan batuk semakin tinggi

Universitas Sumatera Utara


tingkat intensitasnya. Untuk penyakit silikosis yang sudah berat, sesak napas akan

semakin parah dan kemudian diikuti dengan hipertropi jantung sebelah kanan

yang berpotensi mengakibatkan kegagalan kerja jantung.

3. Penyakit Asbestosis

Penyakit asbestosis adalah penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh debu

atau serat asbes yang mencemari udara. Masa laten asbestosis yaitu 10-20 tahun

(Pujiastuti, 2002). Asbes merupakan campuran berbagai macam silikat terutama

magnesium silikat. Debu asbes banyak dijumpai pada industri yang menggunakan

asbes dan ruangan yang menggunakan asbes. Debu asbes yang terhisap dan

masuk dalam paru-paru akan mengakibatkan sesak napas dan batuk-batuk yang

disertai dahak. Ujung-ujung jari penderitanya akan tampak membesar/melebar.

Apabila dilakukan pemeriksaan pada dahak maka akan tampak adanya debu asbes

dalam dahak tersebut (Wardhana, 2001).

Sumber utama pencemaran udara dari silikat yaitu pada industri semen

berupa partikel-partikel yang berterbangan di udara. Silikat (Si) disebut juga

asbestos. Dampak yang diakibatkan oleh silikat yaitu akan terganggunya fungsi

paru-paru. Partikel-partikel yang terhisap dapat didepositkan pada jaringan

saluran pernapasan yang disebut asbestosis atau fibrosis paru-paru.

Asbestosis bersifat sinergisme yaitu penggabungan lebih dari satu faktor

yang berdampak lebih besar pengaruhnya dibandingkan dengan pengaruh

individual terhadap perokok. Bagi seseorang yang kehidupannya di lokasi sekitar

pabrik semen seharusnya menjalani pemeriksaan paru-paru secara periodik serta

mengkonsumsi jenis-jenis makanan dan minuman sebagai upaya pencegahan.

Universitas Sumatera Utara


4. Penyakit Beriliosis

Penyakit beriliosis adalah penyakit pada saluran pernapasan yang

disebabkan oleh pencemaran udara dari debu berilium. Debu logam tersebut dapat

menyebabkan nasoparingitis, bronkitis dan pneumonitis yang ditandai dengan

gejala demam, batuk kering, dan sesak napas. Partikel-partikel berilium juga

dapat mengakibatkan gangguan pada kulit dan radang hidung. Penyakit ini

berpotensi terhadap para pekerja pada industri yang menggunakan logam

campuran berilium-tembaga, industri fluoresen, industri pembuatan tabung radio.

Masa inkubasi penyakit beriliosis ini relatif lama, sehingga sering tidak

mendapatkan perhatian oleh manajeman perusahaan maupun oleh para pekerja itu

sendiri.

5. Penyakit Bisinosis

Penyakit bisinosis adalah penyakit pneumokoniosis yang disebabkan oleh

pencemaran debu kapas atau serat kapas di udara yang kemudian terhisap ke

dalam paru-paru. Partikel kapas atau serat kapas ini banyak dijumpai pada

industri seperti pemintalan kapas, tekstil, dan garmen. Masa inkubasi penyakit

bisionosis sekitar 5 tahun. Gejala awal penyakit bisinosis yaitu ditandai dengan

sesak napas. Penyakit bisinosis yang kronis biasanya diikuti dengan penyakit

bronkitis dan emphysema.

2.3. Industri Semen

Semen (cement) adalah hasil industri dari paduan bahan baku: batu

kapur/gamping sebagai bahan utama dan lempung/tanah liat atau bahan pengganti

lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk/bulk, tanpa memandang

Universitas Sumatera Utara


proses pembuatannya, yang mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air.

Batu kapur/gamping adalah bahan alam yang mengandung senyawa kalsium oksida

(CaO), sedangkan lempung/tanah liat bahan alam yang mengandung senyawa: Silika

Oksida (SiO2), Aluminium Oksida (Al2O3), Besi Oksida (Fe2O3), dan Magnesium

Oksida (MgO). Untuk menghasilkan semen, bahan baku tersebut dibakar sampai

meleleh, sebagian untuk membentuk clinkernya, yang kemudian dihancurkan dan

ditambah dengan gips (gypsum) dalam jumlah yang sesuai (Mengkidi, 2006). Ukuran

partikel (debu) semen yaitu berkisar antara 3-100 mikron (Anonimous, 2012).

2.4. Keluhan Kesehatan Akibat Debu Semen

Industri semen berpotensi sebagai sumber pencemaran partikel (Wardhana,

2001). Debu semen diklasifikasikan menjadi 2 (dua) jenis utama, semen alam dan

buatan (Portland) semen. Semen portland adalah campuran dari kalsium oksida (62%

-66%), silikon oksida (19% -22%), aluminium trioksida (4% -8%), oksida besi (2% -

5%) dan magnesium oksida (1 % -2%). Debu semen memiliki efek iritasi pada kulit,

mata dan sistem pernapasan (Meo, 2003).

Menurut Wardhana (2001) jenis partikel (debu) yang dihasilkan oleh

industri/pabrik semen antara lain Oksida Silika (SiO2), Oksida Alumina (Al2O3),

Magnesium Oksida (MgO), dan Trikalsium Silikat (3CaOSiO2). Jenis debu semen

dan gangguan kesehatannya, yaitu:

2.4.1. Silika Oksida (SiO2)

Silika bebas, berupa SiO2 yang terhisap masuk ke dalam paru-paru dan

kemudian mengendap menyebabkan penyakit silikosis (Sunu, 2001). Pada awalnya,

penyakit silikosis ditandai dengan sesak napas yang disertai dengan batuk-batuk

Universitas Sumatera Utara


tanpa dahak. Penyakit silikosis tingkat sedang, gejala sesak napas dan batuk semakin

tinggi tingkat intensitasnya. Untuk penyakit silikosis yang sudah berat, sesak napas

akan semakin parah dan kemudian diikuti dengan hipertropi jantung sebelah kanan

yang berpotensi mengakibatkan kegagalan kerja jantung (Sunu, 2001).

2.4.2. Alumina Oksida (Al2O3)

Aluminium (Al) adalah metal yang dapat dibentuk, dan karenanya banyak

digunakan, sehingga banyak terdapat di lingkungan dan didapat pada berbagai jenis

makanan. Aluminium yang berbentuk debu akan diakumulasi di dalam paru-paru dan

dapat juga menyebabkan iritasi kulit, selaput lendir, dan saluran pernapasan (Slamet,

2009). Jalur pemaparan dan organ sasaran aluminium oksida adalah mata, kulit, dan

sistem pernapasan (Marietta, 2007).

2.4.3. Magnesium Oksida (MgO)

Jalur pemaparan magnesium oksida (MgO) adalah melalui inhalasi, konta

mata, dan kulit. Efek akut debu magnesium oksida yaitu dapat menyebabkan iritasi

ringan pada mata dan hidung, konjungtivitis, radang membran mukosa, dan batuk

berdahak. Toksisitas akut menyebabkan mual, malaise, depresi umum dan

kelumpuhan syaraf pernapasan, jantung, dan sistem pusat. Efek kronis menunjukkan

bahwa mungkin ada resiko karsinogenik dari paparan debu MgO (Marietta, 2007).

2.4.4. Trikalsium Silikat (3CaO.SiO2)

Organ sasaran kalsium oksida (CaO) yaitu mata, kulit, dan sistem pernapasan.

Kontak langsung CaO dengan jaringan, dapat mengakibatkan luka bakar dan iritasi

parah karena reaktivitas tinggi dan alkalinitas. Keluhan dari pekerja yang terpapar

Universitas Sumatera Utara


terdiri dari iritasi pada kulit dan mata, serta saluran pernapasan. Pada efek kronis,

CaO tidak diklasifikasikan sebagai karsinogen pada manusia (Marietta, 2007).

2.5. Efek Pencemaran Udara

Efek-efek pencemaran udara pada kehidupan manusia dapat dibagi menjadi

efek umum, efek terhadap ekosistem, efek terhadap kesehatan, efek terhadap tumbuh-

tumbuhan dan hewan, efek terhadap cuaca dan iklim, dan efek terhadap sosial

ekonomi (Chandra,2006).

2.5.1. Efek Umum

Efek umum pencemaran udara terhadap kehidupan manusia, antara lain:

1. Meningkatkan angka kesakitan dan kematian pada manusia, flora, dan fauna.

2. Memengaruhi kuantitas dan kualitas sinar matahari yang sampai ke permukaan

bumi dan memengaruhi proses fotosintesis tumbuhan.

3. Memengaruhi dan mengubah iklim akibat terjadinya peningkatan kadar CO2 di

udara. Kondisi ini cenderung menahan panas tetap berada di lapisan bawah

atmosfer sehingga terjadi efek rumah kaca (green house effect).

4. Pencemaran udara dapat merusak cat, karet, dan bersifat korosif terhadap benda

yang terbuat dari logam.

5. Meningkatkan biaya perawatan bangunan, monumen, jembatan, dan lainnya.

6. Mengganggu penglihatan dan dapat meningkatkan angka kasus kecelakaan

lalulintas di darat, sungai, maupun udara.

7. Menyebabkan warna kain dan pakaian menjadi cepat buram dan bernoda.

Universitas Sumatera Utara


2.5.2. Efek terhadap Ekosistem

Industri yang mempergunakan batubara sebagai sumber energinya akan

melepaskan zat oksida sulfat ke dalam udara sebagai sisa pembakaran batubara. Zat

tersebut akan bereaksi dengan air hujan membentuk asam sulfat sehingga air hujan

menjadi asam (acid rain). Apabila keadaan ini cukup lama, akan terjadi perubahan

pada ekosistem perairan danau. Akibatnya, pH air danau akan menjadi asam,

produksi ikan menurun, dan secara tidak langsung pendapatan rakyat setempat pun

menurun.

2.5.3. Efek terhadap Kesehatan

Efek pencemaran udara terhadap kesehatan manusia dapat terlihat baik secara

cepat maupun lambat, seperti berikut:

1. Efek cepat

Hasil studi epidemiologi menunjukkan bahwa peningkatan mendadak kasus

pencemaran udara juga akan meningkatkan angka kasus kesakitan dan kematian

akibat penyakit saluran pernapasan. Pada situasi tertentu, gas CO dapat

menyebabkan kematian mendadak karena daya afinitas gas CO terhadap

haemoglobin darah (menjadi methaemoglobin) yang lebih kuat dibandingkan

daya afinitas O2 sehingga terjadi kekurangan gas oksigen di dalam tubuh.

2. Efek lambat

Pencemaran udara diduga sebagai salah satu penyebab penyakit bronkhitis kronis

dan kanker paru primer. Penyakit yang disebabkan oleh pencemaran udara antara

lain, emfisema paru, black lung disease, asbestosis, silikosis, bisionosis, dan pada

anak-anak, penyakit asma dan eksema.

Universitas Sumatera Utara


2.5.4. Efek terhadap Tumbuhan dan Hewan

Tumbuh-tumbuhan sangat sensitif terhadap gas sulfur dioksida, florin, ozon,

hidrokarbon, dan CO. Apabila terjadi pencemaran udara, konsentrasi gas tersebut

akan meningkat dan dapat menyebabkan daun tumbuhan berlubang dan layu. Ternak

akan menjadi sakit jika memakan tumbuh-tumbuhan yang mengandung dan tercemar

florin.

2.5.5. Efek terhadap Cuaca dan Iklim

Gas karbon dioksida memiliki kecenderungan untuk menahan panas tetap

berada di lapisan bawah atmosfer sehingga terjadi efek rumah kaca (green house

effect). Udara menjadi panas dan gerah. Selain itu, partikel-partikel debu juga

memiliki kecenderungan untuk memantulkan kembali sinar matahari di udara

sebelum sinar tersebut sampai ke permukaan bumi sehingga udara di lapisan bawah

atmosfer menjadi dingin.

2.5.6. Efek terhadap Sosial Ekonomi

Pencemaran udara akan meningkatkan biaya perawatan dan pemeliharaan

bangunan, monumen, jembatan, dan lainnya serta menyebabkan pengeluaran biaya

ekstra untuk mengendalikan pencemaran yang terjadi.

2.6. Penanggulangan Dampak Pencemaran Lingkungan

Pencemaran lingkungan mempunyai dampak yang sangat luas dan sangat

merugikan manusia maka perlu diusahakan pengurangan pencemaran lingkungan

atau bila mungkin meniadakan sama sekali. Usaha untuk mengurangi dan

menanggulangi pencemaran tersebut ada 2 macam cara utama yaitu penanggulangan

secara non-teknis dan penanggulangan secara teknis. Melalui cara penanggulangan

Universitas Sumatera Utara


tersebut diharapkan bahwa pencemaran lingkungan akan jauh berkurang dan kualitas

hidup manusia dapat lebih ditingkatkan (Agusnar, 2007).

2.6.1. Penanggulangan secara Non-Teknis

Penganggulangan secara non-teknis yaitu suatu usaha untuk mengurangi dan

menanggulangi pencemaran lingkungan dengan cara menciptakan peraturan

perundangan yang dapat merencanakan, mengatur, dan mengawasi segala macam

bentuk kegiatan industri dan teknologi sedemikian rupa sehingga tidak terjadi

pencemaran lingkungan (Agusnar, 2007).

Peraturan perundangan yang dimaksud hendaknya dapat memberikan

gambaran secara jelas tentang kegiatan industri dan teknologi yang akan dilaksanakan

di suatu tempat yang meliputi:

1. Penyajian Informasi Lingkungan (PIL)

2. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

3. Perencanaan Kawasan Kegiatan Industri dan Teknologi,

4. Pengaturan dan Pengawasan Kegiatan,

5. Menanamkan perilaku disiplin.

2.6.2. Penanggulangan secara Teknis

Kriteria yang digunakan dalam memilih dan menentukan cara yang digunakan

dalam penanggulangan secara teknis tergantung pada faktor berikut:

1. Mengutamakan keselamatan lingkungan

2. Teknologinya telah dikuasai dengan baik

3. Secara teknis dan ekonomis dapat dipertanggungjawabkan.

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan kriteria tersebut diatas diperoleh beberapa cara dalam hal

penanggulangan secara teknis, antara lain adalah sebagai berikut:

1. Mengubah proses

2. Mengganti sumber energi

3. Mengelola limbah

4. Menambah alat bantu

Untuk melengkapi cara penanggulangan pencemaran lingkungan secara teknis

dilakukan dengan menambah alat bantu yang dapat mengurangi pencemaran.

Beberapa alat bantu yang digunakan untuk mengurangi atau menanggulangi

pencemaran lingkungan antara lain adalah:

a. Filter Udara

Filter udara dimaksudkan untuk menangkap abu atau partikel yang ikut

keluar pada cerobong atau stack, agar tidak ikut terlepas ke lingkungan sehingga

hanya udara yang bersih saja yang keluar dari cerobong. Filter udara yang

dipasang ini harus segera diamati (dikontrol), jika sudah penuh dengan debu harus

segera diganti dengan yang baru. Jenis filter udara yang digunakan tergantung

pada sifat gas buangan yang keluar dari proses industri.

b. Pengendap Siklon

Pengendap Siklon atau Cyclon Separators adalah pengendap debu/abu yang

ikut dalam gas buangan atau udara dalam ruang pabrik yang berdebu. Prinsip

kerja pengendap siklon adalah pemanfaatan gaya sentrifugal dari udara/gas

buangan yang sengaja dihembuskan melalui tepi dinding tabung siklon sehingga

partikel yang relatif berat akan jatuh ke bawah. Ukuran partikel/debu/abu yang

Universitas Sumatera Utara


bisa diendapkan oleh siklon adalah antara 5 40 . Makin besar ukuran debu

makin cepat partikel tersebut diendapkan.

c. Filter Basah (Scrubbers atau Wet Collectors)

Prinsip kerja filter basah adalah membersihkan udara yang kotor dengan

cara menyemprot air dari bagian atas alat, sedangkan udara yang kotor dari bagian

bawah alat. Pada saat udara yang berdebu kontak dengan air, maka debu akan ikut

dengan semprotan air turun ke bawah.

d. Pengendap Sistem Gravitasi

Alat pengendapan ini hanya digunakan untuk membersihkan udara kotor

yang ukuran partikelnya relatif cukup besar, sekitar 50 atau lebih. Cara kerja

alat ini yaitu dengan mengalirkan udara kotor kedalam alat yang dibuat

sedemikian rupa sehingga pada waktu terjadi perubahan kecepatan secara tiba-

tiba (speed drop), zarah akan jatuh terkumpul di bawah akibat gaya beratnya

sendiri (gravitasi). Kecepatan pengendapan tergantung pada dimensi alatnya.

e. Pengendapan Elektrostatik

Alat pengendapan elektrostatik digunakan untuk membersihkan udara kotor

dalam jumlah (volume) yang relatif besar dan pengotor udaranya adalah aerosol

atau uap air. Alat ini dapat membersihkan udara secara cepat dan udara yang

keluar dari alat sudah relatif bersih.

Alat pengendap ini menggunakan arus searah (DC) yang mempunyai

tegangan antara 25-100 kV. Alat pengendap ini berupa tabung silinder dimana

dindingnya diberi muatan positif, sedangkan di tengah ada sebuah kawat yang

merupakan pusat silinder, sejajar dinding tabung, diberi muatan negatif. Adanya

Universitas Sumatera Utara


perbedaan tegangan yang cukup besar akan menimbulkan corona disharga di

daerah sekitar pusat silinder. Hal ini menyebabkan udara kotor seolah-olah

mengalami ionisasi. Kotoran udara menjadi ion negatif sedangkan udara bersih

menjadi ion positif dan masing-masing akan menuju elektroda yang sesuai.

Kotoran yang menjadi ion negatif akan ditarik oleh dinding tabung sedangkan

udara bersih akan berada di tengah-tengah silinder dan kemudian terhembus

keluar.

2.7. Kerangka Konsep

Memenuhi Syarat
Konsentrasi Debu di Sekitar PP RI No 41
Pabrik Semen tahun 1999
Tidak Memenuhi
Syarat

Keluhan Kesehatan
Karakteristik Responden pada Masyarakat di
1. Umur sekitar Pabrik Semen
2. Pendidikan
3. Lama bermukim
4. Pekerjaan/aktivitas
5. Lama bekerja
6. Kebiasaan Merokok

Karakteristik Tempat
Tinggal
1. Jarak rumah
2. Keberadaan pohon
3. Luas ventilasi rumah

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai