TINJAUAN PUSTAKA
Bakteri ini berbentuk batang, mampunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap
asam. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Bakteri
tuberkulosis paru cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan
hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh bakteri
ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun (Depkes RI, 2002).
paru BTA positif sebagai sumber penularan. Pada waktu batuk atau bersin, penderita
mengandung bakteri dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam.
Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan.
Daya penularan dari seseorang penderita ditentukan oleh banyaknya bakteri yang
a. Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi pada seseorang yang terpapar pertama kali dengan
bakteri tuberkulosis paru. Droplet yang terhisap sangat kecil ukurannya sehingga
dapat melewati sistem pertahanan mukosiller broncus dan terus berjalan sampai di
alveolus terminalis dan menetap di sana. Infeksi dimulai saat bakteri tuberkulosis
paru berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru yang
tuberkulosis paru ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai
kompleks primer. Waktu antara terjadi infeksi sampai pembentukan kompleks primer
Tuberkulosis paru pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau
tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat
terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis paru pasca
primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura
kerusakan paru, dapat terjadi bila terdapat destruksi paru yang amat luas.
baik dan sudah sembuh kadang-kadang tinggal terbuka dan dapat terinfeksi
nafas.
8) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan
penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat bakteri), maka
Paru ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara
orang sehat tidak sampai sakit. Upaya pencegahan primer sesuai dengan rekomendasi
bayi lahir. Walaupun BCG telah diberikan pada anak sejak tahun 1920-an,
keberhasilan yang diperoleh begitu lebar (antara 0-80%). Namun ada satu hal yang
diterima secara umum, yaitu BCG memberi perlindungan lebih terhadap penyakit
suatu negara. Di negara dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi, BCG harus
diberikan pada semua anak kecuali anak dengan gejala HIV/AIDS, demikian juga
anak dengan kondisi lain yang menurunkan kekebalan tubuh. Tidak ada bukti yang
dan karena itu hal tersebut tidak dianjurkan. Sebagian kecil anak (1-2%) dapat
(abses) lokal. Selain pemberian imunisasi BCG, pencegahan primer juga dapat
hasil evaluasi dengan skoring sistem didapat skor < 5, kepada anak tersebut diberikan
Isoniazid (INH) dengan dosis 510 mg/kg BB/hari selama 6 bulan. Bila anak tersebut
memerlukan waktu lebih lama (paling cepat sekitar 6 minggu) dan mahal.
merupakan pemeriksaan yang paling efisien, mudah, murah, bersifat spesifik, sensitif
laboratorium tuberkulosis paru yang baik di setiap jenjang laboratorium dalam upaya
disebutkan bahwa batuk adalah gejala yang paling umum dari TB paru. Peradangan
pada parenkim paru yang berdekatan dengan permukaan pleura dapat menyebabkan
nyeri pleuritik tanpa penyakit pleura jelas. Pneumotoraks spontan juga dapat terjadi,
sering dengan nyeri dada dan mungkin dyspnea bahwa hasil dari keterlibatan
yaitu : batuk, sering flu, berat badan turun, sakit dinding dada, demam dan
berkeringat, nafas pendek dan rasa lelah. Sedangkan menurut Tjokronegoro dan
didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun
itu semua kontak penderita tuberkulosis paru BTA positif dengan gejala sama,
Penemuan penderita tuberkulosis paru pada anak merupakan hal yang sulit.
SPS hasilnya BTA positif atau 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan
BTA negatif dan foto rontgen dada menunjukkan tuberkulosis paru aktif.
Tuberkulosis paru ekstra paru adalah tuberkulosis paru yang menyerang organ
tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung, kelenjar
limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan
lain-lain. Tuberkulosis paru ekstra paru dibagi lagi pada tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu tuberkulosis paru ekstra paru ringan dan tuberkulosis paru
Menurut Tjokronegoro dan Utama dalam Retno (2007), Tipe penderita dibagi dalam :
1) Kasus Baru adalah penderita yang tidak mendapat Obat Anti Tuberkulosis paru
2) Kasus Kambuh (relaps) adalah penderita yang pernah dinyatakan sembuh dari
3) Gagal adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau lebih.
4) Kasus Kronik adalah penderita yang BTA-nya tetap positif setelah mendapat
yaitu kasus baru; kambuh (relaps); pindahan (transfer in); setelah lalai (drop-out);
Sasaran dari pencegahan tertier dilakukan pada penderita yang telah parah,
misalnya penderita tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan
atau tahun sesudah infeksi primer, yang terjadi karena daya tahan tubuh menurun
akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca
primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.
ditujukan untuk membunuh sebagian besar bakteri secara cepat dan mencegah
resistensi obat. Sedangkan fase lanjutan bertujuan untuk membunuh bakteri yang
tidak aktif. Fase lanjutan menggunakan lebih sedikit obat karena sebagian besar
bakteri telah terbunuh sehingga risiko pembentukan bakteri yang resisten terhadap
dada menjadi lebih parah. Hal ini umumnya terjadi seiring peningkatan kekebalan
tubuh karena perbaikan gizi, pengobatan tuberkulosis itu sendiri, atau terapi antiviral
pada pasien dewasa. Efek samping yang paling penting diperhatikan adalah
rifampicin, dan pyrazinamide. Tidak ada anjuran untuk memeriksa kadar enzim hati
secara rutin karena peningkatan enzim yang ringan. Isoniazid dapat menyebabkan
B6 direkomendasikan pada anak yang kurang gizi, anak yang terinfeksi HIV, bayi
yang masih menyusu ASI, dan remaja yang hamil (WHO, 2006).
Development Goals) dan kemudian tahun 2050 (tahun target untuk penghapusan TB
termasuk didalamnya juga mencakup prevalensi dan insidensi penyakit tersebut yang
basil tuberkel dari saluran pernafasan. Kontak yang rapat (misalnya dalam keluarga)
penyakit setelah terjadi infeksi, sehingga bagi orang dengan uji tuberkulin negatif
bakteri penyebab infeksi terutama dari penderita tuberkulosis paru dengan BTA
positif. Konsekuensi ini sebanding dengan angka infeksi aktif penduduk, tingkat
faktor komponen genetik yang terbukti pada hewan dan diduga terjadi pada manusia,
hal ini dipengaruhi oleh umur, kekurangan gizi dan kenyataan status immunologik
di Indonesia bervariasi, antara 1-3%. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1% berarti
setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari
orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita tuberkulosis paru (Depkes RI,
2002).
a. Berdasarkan host
1. Umur
Insidens tertinggi biasanya mengenai usia dewasa muda. Informasi dari Afrika
dan India menunjukkan pola yang berbeda, dimana prevalensi meningkat seiring
dengan peningkatan usia (Albert, 2006). Di Indonesia, dengan angka risk of infection
2%, maka sebagian besar masyarakat pada usia produktif telah tertular (Aditama,
Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa usia produktif ( 55 tahun) 0,9 kali lebih
sulit untuk sembuh dari pada usia yang non produktif pada penderita TB Paru
(Firdaus, 2005).
2. Jenis Kelamin
mengkonsumsi alkohol dan rokok (Depkes RI, 2005). Penelitian dengan pendekatan
laki-laki 0,5 kali lebih sulit untuk sembuh dari pada wanita pada penderita TB Paru.
c. Status Gizi
timbal balik, yaitu hubungan sebab akibat. Penyakit infeksi dapat memperburuk
keadaan gizi dan keadaan gizi yang buruk dapat mempermudah terkena penyakit
infeksi (Supariasa, 2001). Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya kasus penyakit
tuberkulosis karena daya tahan tubuh yang rendah (Girsang, 2000). Penelitian Firdaus
2005 melaporkan bahwa status gizi buruk 9,59 kali lebih sulit untuk sembuh dari
meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi bakteri. Imunitas yang terbentuk
e. Sosial ekonomi
rendah dengan tingkat pendidikan rendah dan pekerjaan yang tidak tetap sehingga
timbulnya suatu penyakit sangat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu bibit penyakit
(agent), penjamu (host), dan lingkungan (environment). Ketiga faktor penting ini
penyakit pada satu sisi dan penjamu pada sisi yang lain dengan lingkungan sebagai
penumpunya.
akan menyebabkan seseorang sehat atau sakit, penurunan daya tahan tubuh akan
menyebabkan bobot agent penyebab menjadi lebih berat sehingga seseorang menjadi
sakit, demikian pula bila agent penyakit lebih banyak atau lebih ganas sedangkan
faktor penjamu tetap, maka bobot agent penyebab menjadi lebih berat. Sebaliknya
bila daya tahan tubuh seseorang baik atau meningkat maka ia dalam keadaan sehat
(Soewasti, 2000).
penyebab penyakit, maka orang akan sakit, pada prakteknya seseorang menjadi sakit
2006).
Agent adalah penyebab yang essensial yang harus ada, apabila penyakit timbul
pada host. Pathogenitas agent dapat berubah dan tidak sama derajatnya bagi berbagai
host. Berdasarkan sumber yang sama pathogenitas bakteri tuberkulosis paru termasuk
host dan berkembang biak didalamnya. Berdasarkan sumber yang sama infektifitas
keganasan suatu mikroba bagi host. Berdasarkan sumber yang sama virulensi bakteri
b. Host
penderita tuberkulosis paru dapat menularkan pada 10-15 orang (Depkes RI, 2002).
penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang di dalam rumahnya. Di dalam
rumah dengan ventilasi baik, bakteri ini dapat hilang terbawa angin dan akan lebih
baik lagi jika ventilasi ruangannya menggunakan pembersih udara yang bisa
dengan faktor bakteri penyebab penyakit (agent), yang telah diuraikan sebelumnya.
Faktor lainnya adalah yang terdapat pada individu (host) yang dalam penelitian ini di
ukur dari kebersihan diri, sedangkan faktor lingkungan (environment) di ukur dari
meningkatkan kemampuan pihak berwenang di lapas dan rutan serta pihak-pihak lain
Kebersihan diri atau higiene perorangan yang buruk merupakan cerminan dari
kondisi lingkungan dan perilaku individu yang tidak sehat (Brown dalam Soemirat,
sendiri meliputi : memelihara kebersihan, makanan yang sehat, cara hidup yang
sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan (Depkes RI, 2006). Pada
prakteknya upaya higiene antara lain meminum air yang sudah direbus sampai
bersih dan segar, kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sebelum memegang
makanan atau minuman, mengambil makanan dengan memakai alat seperti sendok
atau penjepit dan menjaga kebersihan kuku serta memotongnya apabila panjang.
yang dilakukan warga binaan pemasyarakatan yang tinggal di Lapas atau Rutan yang
orang yang belum menderita, antara lain disebabkan kebiasaan membuang ludah
dapat menyebar kepada orang lain, demikian juga perilaku pada saat batuk apabila
dapat dilakukan dengan : (a) menutup mulut pada waktu batuk dan bersin dengan
sapu tangan atau tissu, (b) tidak meludah di sembarang tempat, tetapi dalam wadah
yang diberi lysol, kemudian dibuang dalam lubang dan ditimbun dalam tanah.
tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Bakteri tuberkulosis disebarkan
untuk : (a) mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani serta
Higiene dan sanitasi mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan yang lain. Higiene dan sanitasi merupakan usaha
Sanitasi atau kesehatan lingkungan pada hakekatnya adalah suatu kondisi atau
terwujudnya status kesehatan yang optimum pula. Adapun yang dimaksud dengan
mengendalikan: sanitasi air, sanitasi makanan, pembuangan kotoran, air buangan dan
Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara, sekitar
bagian tubuh kita terdiri atas air, tidak seorang pun dapat bertahan hidup lebih dari
4-5 hari tanpa minum air. Selain itu, air juga di pergunakan untuk memasak, mandi,
Ditinjau dari ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih harus
dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas
tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan, dan
setiap orang memerlukan air antara 120 liter per hari, sedangkan pada negara
berkembang tiap orang memerlukan air antara 100 liter per hari.
1) Penetapan menu makanan bagi tiap-tiap narapidana dalam satu hari ditetapkan
b. Tambahan 300 kalori per hari bagi wanita yang sedang hamil
c. Tambahan 800 1000 kalori per hari bagi wanita yang sedang menyusui.
3) Menu makanan bagi narapidana yang sedang ditetapkan oleh dokter lembaga
pemasyarakatan.
a. Penghuni Rumah
Penghuni rumah dapat mempengaruhi kualitas udara didalam rumah. Adapun hal-
hal yang menyebabkan menurunnya kualitas udara ini dapat dibedakan menjadi 2
1) Kepadatan hunian. Semakin banyak jumlah penghuni maka akan semakin cepat
menghasilkan 1,7 liter gas asam arang . Dengan Demikian akan meningkatkan
kadar CO 2 yang telah ada di dalam rumah dan akan menurunkan kadar oksigen
lantai kamar menimal sebesar 4,5 m dan anak-anak usia 110 tahun
Lapas menurut Surat Edaran Dirjen Pemasyarakatan tahun 2005 adalah 1,80 x
3,00 m/orang.
bakteriologisya. Hal itu akan lebih nyata apabila penghuni rumah tersebut,
ialah mereka yang mempunyai penyakit saluran pernapasan, dan bila mereka
Sebenarnya udara bukanlah merupakan habitat atau tempat hidup bakteri. Oleh
Bakteri pathogen dapat ditularkan melalui udara dalam bentuk partikel debu
perjalanan bakteri di udara mempunyai pola umum berupa garis lurus yang
Kepadatan penghuni dalam satu rumah tinggal akan memberikan pengaruh bagi
menular kepada anggota keluarga yang lain, dimana seorang penderita rata-rata
akan semakin mudah dan cepat. Oleh sebab itu kepadatan hunian dalam rumah
b. Ventilasi.
Udara segar diperlukan dalam rumah untuk mengganti udara ruangan yang
yang sudah terpakai. Udara segar diperlukan untuk menjaga temperatur dan
kelembaban udara dalam ruangan. Sebaiknya temperatur udara dalam ruangan harus
lebih rendah paling sedikit 4C dari temperatur udara luar untuk daerah tropis.
diperlukan adanya ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik dalam ruangan harus
memenuhi syarat lainnya. Untuk luas lubang ventilasi tetap, minimum 5 % dari luas
lantai ruangan. Sedangkan luas lubang insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimum
5 % dari luas lantai. Jumlah keduanya menjadi 10 % kali luas lantai ruangan. Ukuran
c. Pencahayaan
cahaya buatan dan cahaya alam. Kebutuhan standar cahaya alam yang memenuhi
pohon maupun tembok pagar yang tinggi. Cahaya matahari ini berguna selain untuk
dalam rumah yang kurang dari 60 lux meter mempunyai risiko meningkatkan
d. Kelembaban
Kelembaban udara dalam rumah minimal 40% 70 % dan suhu ruangan yang
ideal antara 180C 300C (Keman, 2005). Bila kondisi suhu ruangan tidak optimal,
misalnya terlalu panas akan berdampak pada cepat lelahnya saat bekerja dan tidak
cocoknya untuk istirahat. Sebaliknya, bila kondisinya terlalu dingin akan tidak
(Atmosukarto, 2000). Hal ini perlu diperhatikan karena kelembaban dalam rumah
itu kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi
udara yang meningkat merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri termasuk
e. Lantai rumah
Komponen yang harus dipenuhi rumah sehat memiliki lantai kedap air dan
tidak lembab. Jenis lantai tanah memiliki peran terhadap proses kejadian
menimbulkan kelembaban, pada musim panas lantai menjadi kering sehingga dapat
diklasifikasikan dalam 3 (tiga) klas, yaitu: (a) Rumah Tahanan Negara Klas I,
(b) Rumah Tahanan Negara Klas IIA dan (c) Rumah Tahanan Negara Klas IIB serta
didukung oleh Cabang Rutan, Klasifikasi tersebut didasarkan atas kapasitas dan
lokasi.
pencegahan dan perawatan efektif bagi warga binaan. Namun sampai akhir tahun
2010, dari 207 Lapas dan 190 Rutan di Indonesia dan tersebar di 33 propinsi belum
mempunyai hak yang sama dengan anggota masyarakat lainnya untuk mendapatkan
derajat kesehatan yang optimal. Salah satu aspek penting yang memerlukan perhatian
yaitu keadaan kesehatan baik fisik, mental maupun sosial. Perlakuan dan pelayanan
kesehatan pada tahanan, narapidana atau anak didik pemasyarakatan dapat dipakai
sebagai salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan di bidang hukum baik secara
tinggi terhadap tuberkulosis paru, yang perlu terjangkau oleh pelayanan bermutu
sebagai hasil dari: keterlambatan deteksi kasus, dan kurangnya ruangan isolasi,
dan cahaya matahari langsung yang kurang, higiene dan sanitasi yang buruk.
atau reaktivasi dari infeksi laten karena: koinfeksi, HIV dan penyalahguna jarum
suntik, status gizi yang buruk, tekanan fisik dan emosional, over kapasitas
pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) yaitu mencapai 41% dari seluruh kasus
infeksi oportunistik, kemudian diare kronis (21%) dan kandidiasis (21%). Infeksi
22,68 % kematian disebabkan HIV, 18,37% diakibatkan oleh tuberkulosis paru dan
sangat mudah terjadi di Rutan. Jika warga binaan terinfeksi selama masa penahanan
perhatian karena tuberkulosis paru tidak mengenal batasan-batasan yang dibuat oleh
manusia seperti tingginya dinding Rutan dan Lapas dan status sosial masyarakat.
Kondisi di dalam Rutan dan Lapas mempermudah penyebaran tuberkulosis paru dan
menyebabkan Rutan dan Lapas menjadi reservoir dari penyakit tersebut. Tingginya
kasus tuberkulosis paru di Rutan dan Lapas mempunyai dampak yang sangat penting
di Rutan dan Lapas harus dilakukan secara menyeluruh dan terintegrasi untuk
meningkatkan kesehatan di dalam dan di luar Rutan dan Lapas yang pelaksanaannya
harus berkoordinasi dengan program AIDS di Rutan dan Lapas dan program-program
menjadi lebih baik kehidupannya dengan salah satu kewajiban menyediakan akses
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar pelayanan minimal dalam hal ini
akses terhadap pelayanan diagnosis yang bermutu dan pengobatan tuberkulosis paru
yang efektif. Walaupun perhatian kepada pasien tuberkulosis paru di Rutan dan Lapas
paru di Rutan dan Lapas, namun strategi yang efektif yang dapat digunakan dalam
yang dilakukan adalah (a) membangun komitmen, (b) membangun kapasitas sumber
Rutan, (d) penemuan kasus tuberkulosis paru, (e) penatalaksanaan kasus tuberkulosis
(g) mengembangkan sistem informasi untuk surveilans, (h) kegiatan monitoring dan
internasional hak asasi manusia yang penting. Hak ini tidak hilang meskipun
hak ini pindah ke Rutan atau Lapas karena narapidana tidak bisa melakukan semua
Rutan atau Lapas memiliki kewajiban untuk melayani narapidana. Ini adalah
salah satu dari prinsip-prinsip kunci dalam Peraturan Minimum Standar Perlakuan
terhadap narapidana. Hal ini berarti apabila narapidana tidak dapat mencari perawatan
bisa berkunjung ke dokter yang ada di luar Rutan atau Lapas, maka dokter tersebut
yang akan mengunjungi narapidana. Hal tersebut berlaku juga untuk dokter gigi, dan
dengan standar kesehatan yang ada di masyarakat. Tak seorang pun harus menderita
karena tidak adanya perawatan kesehatan hanya karena mereka di penjara. Selain itu,
karena banyak orang miskin dan yang berpenyakit masuk penjara, otoritas lapas harus
perawat yang berkualitas harus tersedia. Petugas lapas juga harus membantu
pertama kepada narapidana yang cedera. Petugas lapas tidak boleh menghalangi
mereka harus membantu narapidana untuk menemui petugas medis. Ini juga berlaku
Semua tergantung petugas medis untuk memutuskan apa yang perlu dilakukan
terhadap warga binaan pemasyarakatan, dan bukan petugas Rutan atau Lapas
(Nemberini, 2007).
Penyakit kronis dan menular adalah yang terutama penting. Obat-obatan harus
tersedia bilamana diresepkan oleh dokter. Petugas lapas harus membantu agar semua
ini dapat berjalan dengan lancar. Petugas lapas perlu memahami apa yang dimaksud
dengan kontrol penyakit menular. Mereka harus dilatih dalam pencegahan universal,
yang harus selalu mereka terapkan kapan pun juga. Ini adalah cara yang terbukti
dapat melindungi mereka, rekan kerja mereka dan narapidana. Pencegahan ini secara
gampang berarti memperlakukan semua cairan tubuh sebagai sesuatu yang tertular.
Ini berarti air liur, air seni, darah dan tinja. Jika mereka melakukan tindakan ini, tidak
perlu ada kekhawatiran khusus tentang terjangkit atau tidaknya narapidana. Ini
peraturan yang sederhana. Perlakuan setiap orang seakan-akan mereka telah tertular,
termasuk petugas lainnya dan pengunjung. Selain itu, petugas harus memperlakukan
setiap cairan tubuh yang tertumpah seakan-akan itu menular, dan karenanya,
perorangan dan sanitasi lingkungan terhadap penyakit tuberkulosis paru adalah Teori
Simpul Kejadian Penyakit (Achmadi, 2008), dapat dilihat pada gambar berikut.
melalui kontak secara langsung atau melalui media perantara (yang juga komponen
berada dalam tubuh, atau secara langsung dapat mencederai sebagian atau seluruh
hanya ada 5 komponen lingkungan sebagai media transmisi penyakit yaitu udara, air,
penyakit).
berupa variabel iklim, topografi, temporal dan suprasistem lainnya yaitu keputusan
Landasan teori dalam penelitian mengacu pada konsep teori simpul bahwa
Rutan Klas I Medan dipengaruhi oleh faktor karakteristik dan higiene perorangan
Warga Binaan
Pemasyarakatan
a. Karakteristik
- Umur
- Pendidikan
- Status Perkawinan
- Lama dalam tahanan
b. Higiene Perorangan
Perilaku/kebiasaan :
- Membuang ludah
- Menutup mulut saat batuk Kejadian Penyakit
- Merokok Tuberkulosis Paru
a. Menderita
b. Tidak Menderita
Sanitasi Lingkungan
a. Kapasitas hunian
a. Ketersediaan air bersih
b. Lingkungan Rutan
- Luas ventilasi
- Pencahayaan
- Kelembaban
- Kondisi lantai
c. Kebersihan alat
makan/minum