BRONKOPNEUMONIA
Moderator:
dr. Yenny Purnama, Sp.A
Pembimbing :
dr. D.F. Amirani, Sp.A
Disusun oleh:
Prasetio Adinugroho
07120090085
DEPARTEMEN ANAK
RUMAH SAKIT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO
JAKARTA
1
2014
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
PASIEN
Nama : An. Y
Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 08 Februari 2013
Usia : 1 tahun 5 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : Belum sekolah
Agama : Islam
Alamat : Tanjung Priok, Jakarta
Suku Bangsa : Jawa
No. Rekam Medik : 43-26-49
Tanggal Masuk RS : 6 Juni 2014
ORANG TUA
Perkawinan ke 1 1
Kosanguitas - -
Hubungan pasien dengan orang tua adalah anak kandung.
2
II. ANAMNESIS
Didapatkan keterangan melalui alloanamnesis dengan ayah dan ibu pasien
pada hari Jumat tanggal 7 Juni 2014 pukul 17.00 WIB (hari ke-2
perawatan).
KELUHAN UTAMA
Sesak
KELUHAN TAMBAHAN
Demam
3
orang sekitar yang memiliki riwayat batuk lama. Ayah pasien bukan
seorang perokok
2 h a ri
s e b e lu m
m a s u k ru m a h
s a k it
b a tu k n y a
5 h a ri p a s ie n
s e b e lu m b e rta m b a h
m asuk p a r a h m e n ja d i
b e rd a h a k
r u m a h s a k it k e n t a l,
p a s ie n b e rw a rn a
m e n g a la m i p u t ih d a n
b a tu k. b e rb u s a .
3 h a ri 1 h a ri
s e b e lu m s e b e lu m
m asuk m a s u k ru m a h
r u m a h s a k it s a k it p a s ie n
m e n g a la m i
p a s ie n dem am
d ib a w a k e dengan suhu
p o li a n a k 3 9 ,7 oc
R S PA D d a n
d ib e r i o b a t .
RIWAYAT KEHAMILAN
Selama mengandung pasien, ibu pasien tidak pernah mengalami
demam, keputihan, perdarahan, dan penyakit tertentu lainnya seperti
TORCH, serta tidak mengonsumsi obat-obatan selain vitamin dan
tablet penambah darah yang diberikan oleh dokter. Ibu pasien
melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin di rumah sakit 1 bulan
sekali.
RIWAYAT KELAHIRAN
Tempat kelahiran : di Rumah Sakit
Ditolong oleh : Dokter Spesialis Kandungan dan Kebidanan
Cara persalinan : Sectio Caesarea dengan indikasi ketuban pacah
dini
4
Masa gestasi : Cukup bulan (38 minggu)
Keadaan bayi setelah lahir: Langsung menangis, kulit berwarna merah,
gerakan aktif, tidak biru, dan tidak kuning.
Berat badan lahir : 3300 gr
Panjang badan lahir : 50 cm
Kelainan bawaan : tidak ada
RIWAYAT MAKANAN
Usia (bulan) ASI/PASI Buah/Bisk Bubur Susu Nasi
uit Tim
0-2 ASI
2-4 ASI
4-6 ASI
5
Sayur Setiap hari
RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin Dasar (usia) Ulangan
(usia)
BCG 1 bulan - -
Campak 9 bulan - -
MMR - - -
Typ. A - - -
RIWAYAT KELUARGA
o Corak reproduksi ibu/keadaan anak
G1P1A0
N Tanggal Lahir Jenis Hidup Lahir Abortus Keterangan
o (umur) Kelamin Mati
1 1 tahun 5 bulan Perempuan - - Pasien
6
o Masalah dalam keluarga
Tidak ada masalah dalam keluarga
o Rumah milik
Rumah Dinas TNI-AD
o Keadaan rumah
Setiap ruangan memiliki celah ventilasi dan mendapat
pencahayaan yang cukup pada siang hari melalui jendela.
Kamar mandi menggunakan kloset duduk dan bak mandi
dikuras setiap minggu. Rumah disapu dan dipel setiap hari.
Sampah dibuang ke tong sampah di depan rumah setiap hari
dan diangkut oleh petugas kebersihan. Air yang digunakan
sehari-hari adalah air PAM.
7
Antropometri :
Berat badan : 8 kg
Tinggi badan : 79 cm
Lingkar kepala : 40,5 cm
Lingkar lengan atas : 11.5 cm
Lingkar dada : 47 cm
Lingkar perut : 44 cm
Lingkar lengan atas : 12,5 cm
Status gizi
o Berdasarkan WHO
BB terhadap Umur : -2 z score
TB terhadap Umur : 0 z score (normal)
BB terhadap TB : -2 z score
Status Generalis
Kepala
o UUB : Sudah menutup
o Bentuk : bulat, simetris
o Rambut : hitam, lurus, tidak mudah dicabut
o Mata : edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-), kornea jernih, refleks cahaya (+/+), pupil
isokor, kotoran mata (-/-)
o Telinga : bentuk normal, simetris, liang lapang, serumen
(-/-)
o Hidung : bentuk normal, deviasi septum (-), pernafasan
cuping hidung (-), sekret (-)
o Mulut : bibir tidak kering, sianosis (-), lidah tidak
kotor, faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tenang, koplik spot (-)
8
Leher : Tidak ada kelainan bentuk leher, kelenjar getah
bening tidak teraba. Trakea berada di tengah, tidak ada deviasi. Tidak
teraba massa lainnya.
Depan Belakang
Inspeksi Kiri Pergerakan dada simetris Pergerakan dada simetris
Kanan Pergerakan dada simetris Pergerakan dada simetris
Palpasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Perkusi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Auskultasi Kiri - Suara vesikuler - Suara vesikuler
- Wheezing ( - ), Ronki basah - Wheezing ( - ), Ronki basah
halus ( + ) halus ( + )
Kanan - Suara vesikuler - Suara vesikuler
- Wheezing ( - ), Ronki basah - Wheezing ( - ), Ronki basah
halus ( + ) halus ( + )
Jantung
o Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
o Palpasi : iktus kordis teraba sela iga IV garis midklavikula
sinistra, kuat angkat, thrill tidak ada
o Perkusi : tidak dilakukan
o Auskultasi : bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
o Inspeksi : membuncit, tidak ada lesi, tidak terlihat penonjolan
massa
o Palpasi :
o Dinding perut : supel
9
o Hati : hepar teraba 1 cm di bawah arcus
costae dextra, tepi tajam, permukaan rata, konsistensi kenyal
o Limpa : tidak teraba pembesaran
o Ginjal : tidak teraba, ballottement (-)
o Perkusi : timpani pada abdomen
o Auskultasi : bising usus normal
Anus
Tidak diperiksa
Ekstremitas
Ekstremitas superior dan inferior, sinistra dan dekstra tidak tampak
deformitas, akral teraba hangat, gerakan aktif dan tidak terbatas,
eutrofi, normotonus, tidak ditemukan adanya edema ataupun sianosis,
tidak ada jari tabuh, turgor kulit baik, capillary refill time < 2 detik.
Refleks Fisiologis :
Refleks biseps : +/+ Refleks patella : +/+
Refleks triseps : +/+ Refleks Achilles : +/+
Refleks Patologis :
Refleks Babinski : -/-
Refleks Brudzinsky I : -/-
Refleks Brudzinsky II : -/-
Refleks Gordon : -/-
Refleks Hoffman Tromer : -/-
Refleks Chadock : -/-
Refleks Schaffer : -/-
Refleks Hoffenheim : -/-
Rangsang Meningeal :
Kaku kuduk :- Lasegue :-
10
Kernig :-
Eosinofil 2 1-3%
2 2-6%
Batang
58 50-70%
Segmen
29 20-40%
Limfosit
11 2-8%
Monosit 76 80 96 fL
MCV 24 27 32 pg
MCH 32 32 36 g/dL
MCHC 13.70 11.5-14.5%
RDW
11
KESAN: Brokhopneumonia
V. RESUME
Pasien An. Y, perempuan, usia 1 tahun 5 bulan, BB = 8 kg,
datang dengan keluhan sesak sejak 2 hari dan disertai dengan
batuk 5 hari. 4 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien
batuk berdahak dan nafsu makan berkurang, keluhan lain
tidak ada. 3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien dibawa ke
poliklinik anak RSPAD diberi obat, pasien minum obat selama 2
hari, namun tidak terdapat perbaikan gejala. 4 hari sebelum
masuk rumah sakit, batuk dirasakan semakin lama
semakin berat disertai dengan demam diukur 39,70C.
Dahak berwarna putih, ada busa dan ada lendir.
Pemeriksaan Fisik
Tampak sakit sedang / compos mentis
Tanda vital :
Laju nadi = 108x/menit
Laju nafas = 64x/menit
Suhu = 360C
Thorax
Paru :
Auskultasi : suara dasar vesikuler
suara nafas pada lapang paru kanan lebih
lemah di bandingkan suara nafas pada lapang
paru kiri ronkhi basah halus ada pada kedua
lapang paru
Pemeriksaan Penunjang
12
Hasil Rontgen Thorax (4 Juni 2014)
Pulmo : infiltrat perihiler kanan-kiri, paracardial kiri
Kesan : BP (Bronchopneumonia)
VI. DIAGNOSIS KERJA
Bronkopneumonia
Kurang Gizi Akut
IX. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa :
o IVFD RL 50cc
o Inj Cefotaxime 3 x 150mg IV
o Inj Gentamicin 2 x 10mg IV
o Inj Dexamethasone 3 x 2mg IV
o Parasetamol syrup 3 x 40mg PO (jika perlu)
o Inhalasi 3 x / hari
NaCl 0.9% 3 cc
Budesonide inhalasi 0.7 cc
Salbutamol 0.8 cc
Non Medikamentosa :
o Oksigen 2 Lpm
Edukasi :
o Mengajarkan cara cuci tangan yang baik dan benar kepada orangtua
pasien.
13
o Menyarankan agar memposisikan pasien dengan baik pada saat
minum susu agar tidak tersedak dan tidak segera menidurkan pasien
setelah pasien minum susu.
o Kontrol setelah pasien boleh pulang dari rumah sakit.
o Menyarankan agar pasien segera dilanjutkan imunisasi wajibnya, dan
jika memungkinkan pasien dapat diberikan imunisasi influenza, dan
streptococcus pneumonia.
X. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendahuluan
Pneumonia merupakan salah satu kasus yang sering ditemui di Instalasi Gawat
Darurat (IGD) dan pada pelayanan primer. Pneumonia pada anak-anak memiliki
morbiditas dan mortalitias yang signifikan terutama pada Negara-negara berkembang,
walaupun angka kejadian terjadinya pneumonia telah berkurang sejak
diperkenalkannya vaksin dan antimikroba baru, serta bertambah canggihnya teknik
diagnosa dan monitoring.
B. Definisi
Pneumonia masih merupakan sebuah kondisi yang menantang untuk didagnosa secara
akurat. Oleh karena itu, belum ada definisi tunggal yang benar-benar bisa
menggambarkan pneumonia pada anak. Pneumonia didefinisikan sebagai infeksi
saluran pernapasan bawah yang biasanya diasosiasikan dengan demam, gejala
respiratori, dan bukti adanya keterlibatan parenkim paru yang dibuktikan baik dengan
pemeriksaan fisik ataupun foto rontgen toraks. Secara patologis, pneumonia
merepresentasikan adanya proses inflamasi di paru-paru, termasuk jalan napas,
alveoli, jaringan ikat, pleura viseral, dan pembuluh darah. Secara radiografis,
pneumonia didefinisikan sebagai adanya infiltrat pada foto rontgen toraks pada anak-
anak yang disertai dengan gejala pernapasan akut.
C. Epidemiologi
Insidensi pneumonia bervariasi berdasarkan rentang usia dan antara Negara maju dan
Negara berkembang. Secara global, angka kejadian per tahunnya untuk pneumonia
pada anak di bawah usia 5 tahun adalah 150 juta sampai 156 juta kasus, di mana
diestimasikan terjadi 2 juta kematian akibat pneumonia yang terutama terjadi di
Negara berkembang. Empat puluh persen kasus membutuhkan rawat inap. Di Negara
berkembang, angka kejadian pneumonia per tahunnya diperkirakan mencapai 33
kasus per 10.000 anak-anak berusia di bawah 5 tahun dan 14.5 per 10.000 anak-anak
berusia antara 0 16 tahun. Berdasarkan WHO, pneumonia adalah penyebab
15
kematian tunggal pada anak secara mendunia, dengan angka kematian per tahunnya
sekitar 1,2 juta anak di bawah 5 tahun. Hal tersebut mencakup 18% total kematian
pada anak-anak di bawah 5 tahun. Pada Negara-negara tropis, puncak infeksi
pernapasan terjadi secara sporadis tiap tahunnya.
D. Etiologi
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan
kekhasan pneumonia pada anak, terutama spektrum etiologi, gabaran klinis, dan
strategi pengobatan.
16
Tabel 2. Penyebab Pneumonia Berdasarkan Umur
E. Klasifikasi
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada
umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi.
Pembagian secara anatomis :
a. Pneumonia lobaris
b. Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
c. Pneumonia interstisialis
Pembagian secara etiologi :
a. Bakteri : Pneumococcus pneumonia, Streptococcus pneumonia,
Staphylococcus pneumonia, Haemofilus influenzae.
b. Virus : Respiratory Synctitial virus, Parainfluenzae virus,
Adenovirus
c. Jamur : Candida, Aspergillus, Mucor, Histoplasmosis,
Coccidiomycosis, Blastomycosis, Cryptoccosis.
d. Corpus Alienum
e. Aspirasi
f. Pneumonia hipostatik
F. Patogenesis
Saluran pernapasan bagian bawah secara normal dijaga agar tetap steril oleh
mekanisme pertahanan fisiologis, termasuk sistem mukosiliari, sekresi
Immunoglobulin A (IgA), dan mekanisme pembersihan jalan napas dengan batuk.
Mekanisme pertahanan imunologis dari paru yang membatasi invasi organisme
17
patologis termasuk makrofag yang ada di alveoli dan bronkioli, sekresi IgA, dan
immunoglobulin lainnya.
Pneumonia akibat infeksi virus biasanya berasal dari infeksi sepanjang jalan napas,
diikuti dengan perusakan langsung dari epitel respirasi, yang menyebabkan obstruksi
jalan napas, sekresi abnormal, dan debris selular. Diameter jalan napas yang sempit
pada anak-anak menyebabkan anak-anak lebih mudah untuk menderita infeksi yangh
parah. Ateletaksis, edema interstitial, dan ketidakcocokan ventilasi-perfusi
menyebabkan hipoksemia yang signifikan yang terjadi bersama-sama dengan
obstruksi saluran napas. Infeksi virus pada saluran pernapasan menyebabkan infeksi
bakteri secara sekunder disebabkan oleh terganggunya mekanisme pertahanan host
normal, terganggunya sekresi, dan modifikasi flora bakterial.
Saat terjadi infeksi bakteri pada parenkim paru, terjadi proses patologik yang
bergantung pada organisme yang menginvasi. M. pneumoniae menempel pada epitel
respirasi, menghambat kerja silia, dan menyebabkan perusakan sel dan respon
inflamasi di submukosa. Seiring perjalanan infeksi, debris seluler yang luruh, sel-sel
inflamatorik, dan mukus menyebabkan obstruksi jalan napas dengan penyebaran
infeksi sepanjang pohon bronkial, sebagaimana pada pneumonia viral. S.pneumoniae
menyebabkan edema local yang menyebabkan proliferasi organisme dan menyebar ke
jaringan paru sekitarnya, sehingga seringkali memiliki karakteristik keterlibatan lobus
fokal paru. Infeksi Grup A Streptococcus menyebabkan infeksi yang lebih difus,
sehingga memberikan hambaran pneumonia interstitial. Patologinya termasuk
nekrosis mukosa pohon bronkial, pembentukan eksudat yang banyak, edema, dan
perdarahan local, dengan perluasan ke septum interalveolar dan keterlibatan
pembuluh limfe dan meningkatkan kemungkinan terlibatnya pleura. S. aureus
pneumonia bermanifestasi sebagai bronkopneumonia, yang seringkali unilateral
dengan cirri khas adanya area yang luas dari nekrosis hemoragik dan kavitasi ireguler
pada parenkim paru, yang dapat menyebabkan pneumatokel, empyema, dan fistula
bronkupulmoner. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses
peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :
18
dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast
setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut
mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal
ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
19
diabsorpsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya
semula.
G. Manifestasi Klinis
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar dari ringan hingga
sedang. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam kehidupan, dan mungkin terjadi
komplikasi sehingga perlu dirawat.
Bronkopneumonia biasanya di dahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama
beberapa hari. Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung berat
ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:
a. Gambaran infeksi umum :
- Demam suhu bisa mencapai 39-40oC dan kadang dapat juga
disertai dengan kejang akibat demam yang tinggi.
- Sakit kepala
- Gelisah
- Malaise
- Penurunan nafsu makan
- Keluhan gastrointestinal mual, muntah, diare
b. Gambaran gangguan respiratori:
- Batuk awalnya kering kemudian menjadi produktif
- Sesak nafas
- Retraksi dada
- Takipnea
- Napas cuping hidung
- Penggunaan otat pernafasan tambahan
- Air hunger
- Sianosis
- Merintih
Pada pemeriksaan fisik bronkopneumonia tergantung dari luasnya daerah yang
terkena. Inspeksi dapat terlihat nafas cuping hidung, sianosis sekitar hidung dan
mulut, retraksi dada. WHO menggunakan takinpea dan adanya retraksi untuk
mendiagnosa pneumonia secara efektif pada anak dengan usia di bawah 5 tahun,
namun takipnea akan semakin menjadi tidak spesifik dan sensitif pada anak berusia
20
lebih dari 5 tahun. Pada perkusi toraks sering tidak ditemukan kelainan. Tetapi kadang
dapat juga bunyi pekak saat perkusi atau bila sarang bronkopneumonia menjadi satu
(konfluens) mungkin pada perkusi ditemukan bunyi redup dan suara nafas mengeras
saat auskultasi.
Saat auskultasi terdapat ronki basah halus, mengi dan penurunan suara nafas. Tetapi
ronki dan mengi sukar dilokalisasi sumbernya dari suara yang kebetulan pada anak
yang amat muda dengan dada hipersonor.
H.Diagnosis
21
Posisi AP. Gambaran difus merata pada kedua paru berupa bercak
infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai dengan
peningkatan corakan peribronkial. Dapat pula ditemukan infiltrat lobaris
yang biasanya berasosiasi dengan pneumonia akibat infeksi virus,
aspirasi, dan sumbatan mukus yang menyebabkan ateletaksis.
4) Uji Serologis
Deteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik mempunyai
sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Tetapi diagnosis infeksi
Streptokokus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer
antibodi seperti antistreptolisin O, streptotozim.
Selain itu, pemeriksaan rapid test dari swab nasofaring dapat berguna
untuk mendeteksi infeksi virus pada pasien baik rawat jalan maupun
rawat inap dalam hal perlu-tidaknya terapi antibiotik12. Rapid test yang
tersedia sampai saat ini adalah untuk RSV, virus influenza, virus
parainfluenza, adenovirus, Mycoplasma pneumoniae, Bordetella
pertusis, coronavirus, dan picornavirus.
5) Pemeriksaan Mikrobiologis
6) Saturasi Oksigen
I. Diagnosa Banding
Saat seorang klinisi dihadapkan pada anak yang datang dengan manifestasi klinis
demam, takipnea, batuk, distres pernapasan, dan infiltrate pada foto toraks, maka
diagnose pneumonia sangatlah mungkin. Namun, diagnose lain tetap harus
dipertimbangkan.
22
disebabkan oleh Fusobacterium yang menginfeksi sarung pembuluh karotis dan
menyebar ke jaringan paru-paru dan mediastinum. Anak yang dapat dengan distres
pernapasan dan mengi, masih dapat didiagnosa sebagai CAP (Community Acquired
Pneumonia), namun mengi yang dialami pertama kali dapat mengarah pada diagnose
asma. Keadaan lain yang dapat menyerupai pneumonia ditampilkan pada tabel 3.
J. Tatalaksana
Terapi pneumonia berbeda antara pasien rawat jalan dan pasien rawat inap. Secara
garis besar, terapi simptomatik seperti antipiretik, suction, dan hidrasi diberikan sesuai
kebutuhan. Pemberian mukolitik dan antitusif tidak pada tempatnya pada pneumonia.
Pada pasien dengan diagnosa pneumonia, terapi antibiotik empirik dapat digunakan.
Regimen antibiotik empirik pada pasien rawat jalan dan pasien rawat inap disajikan
pada tabel 4.
23
Tabel 4. Pilihan Antibiotik Empirik Pneumonia
Pada pasien rawat inap, setelah diketahui dengan pasti bakteri patogen penyebab dari
hasil kultur darah ataupun cairan pleura, terapi antibiotik spesifik untuk organisme
penyebab dapat segera dimulai. Antibiotic dapat diberikan secara intravena ataupun
secara oral, selama 7 10 hari.
Bayi
a. Saturasi oksigen < 92%, sianosis
b. Frekuensi napas > 60 x/menit
24
c. Distres pernapasan, apnea intermiten, atau grunting
d. Tidak mau minum / menetek
e. Keluarga tidak bisa merawat di rumah
Anak
a. Saturasi oksigen < 92%
b. Frekuensi napas > 50 x/menit
c. Distres pernapasan
d. Grunting
e. Terdapat tanda dehidrasi
f. Keluarga tidak bisa merawat di rumah
M. Kriteria Pulang
N. Prognosis
Secara umum, prognosisnya adalah baik, Gangguan jangka panjang pada fungsi paru
jarang, bahkan pada anak dengan pneumonia yang telah terkomplikasi dengan
empiema dan abses paru. Sekuele yang signifikan muncul pada penyakit adenoviral,
25
termasuk bronkiolitis obliterans. Kematian dapat muncul pada anak dengan kondisi
yang mendasari, seperti penyakit paru kronik pada bayi prematur, penyakit jantung
bawaan, imunosupresi, malnutrisi energi. Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan
adekuat, mortalitas dapat diturunkan sampai kurang dari 1%.
O. Pencegahan Bronkopneumonia
Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang
sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat agar tidak sakit. Secara garis
besar, upaya pencegahan ini dapat berupa pencegahan umum dan pencegahan khusus.
Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko terhadap kejadian
bronkopneumonia. Upaya yang dapat dilakukan anatara lain :
a. Memberikan imunisasi BCG satu kali (pada usia 0-11 bulan), Campak satu kali
(pada usia 9-11 bulan), DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali (pada usia
2-11 bulan), Polio sebanyak 4 kali (pada usia 2-11 bulan), dan Hepatitis B sebanyak 3
kali (0-9 bulan)..
b. Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara memberika ASI pada bayi neonatal
sampai berumur 2 tahun dan makanan yang bergizi pada balita.
c. Mengurangi polusi lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan dan polusi di
luar ruangan.
Pencegahan Sekunder
Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk mencegah orang telah
sakit agar sembuh, menghambat progesifitas penyakit, menghindari komplikasi, dan
mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan sekunder meliputi diagnosis dini dan
pengobatan yang tepat sehingga dapat mencegah meluasnya penyakit dan terjadinya
komplikasi. Upaya yang dilakukan antara lain :
a. Bronkopneumonia berat : rawat di rumah sakit, berikan oksigen, beri antibiotik
benzilpenisilin, obati demam, obati mengi, beri perawatan suportif, nilai setiap hari.
b. Bronkopneumonia : berikan kotrimoksasol, obati demam, obati mengi.
c. Bukan Bronkopneumonia : perawatan di rumah, obati demam.
26
Pencegahan Tersier
Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan
rehabilitasi. Upaya yang dapat dilakukan anatara lain :
Memberi makan anak selama sakit, tingkatkan pemberian makan setelah sakit.
Bersihkan hidung jika terdapat sumbatan pada hidung yang menganggu proses
pemberian makan.
BAB III
ANALISIS KASUS
27
Diagnosa
Anamnesa : Ditemukan bahwa pasien sesak. Terdapat demam,
batuk yang jarang-jarang, Batuk berdahak berwarna putih kental dan berbusa.
Analisa : Pada umumnya, gejala pada pneumonia adalah batuk
yang produktif, namun sebaliknya pada neonatus dan bayi, batuk justru jarang terjadi.
Kalaupun ada, frekuensi batuk yang dialami adalah jarang dan pada neonatus dan
infant belum bisa mengeluarkan dahak. Bronkopneumonia pada anak biasanya
didahului dengan gejala infeksi saluran napas atas yang kemudian berkembang
menjadi gejala infeksi saluran napas bawah. Pada pasien ini gejala sesak tidak
didahului dengan gejala ISPA, demam terjadi setelah pasien tampak sesak, dan yang
paling penting dari anamnesa yang didapat adalah sebelum sesak pasien sempat
tersedak saat minum susu.
Pemeriksaan fisik : Ditemukan takipneu, febris, pernapasan cuping
hidung, retraksi suprasternal, dan epigastrium, serta adanya ronki basah halus di
lapang paru kanan.
Analisa : Takipneu merupakan tanda yang sederhana,
terstandarisasi, dan sensitif untuk menskrining penyakit pneumonia pada anak.
Adanya demam juga menunjukkan adanya infeksi. Penggunaan otot bantu napas
merupakan tanda adanya dispnea / distres pernapasan. Ditambah dengan adanya ronki
basah halus, maka dari pemeriksaan fisik semakin menunjang diagnosa ke arah
bronkopneumonia aspirasi.
Penunjang : Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan
adanya leukositosis. Pada pemeriksaan foto thorax tampak infiltrat di perihiler dan
parakardial kanan kesan pneumonia.
Analisa : Salah satu tanda khas pneumonia aspirasi adalah
seringkali terjadi di paru kanan yang disebabkan oleh bentuk normal anatomis paru.
Diagnosa Banding
Bronkiolitis Bronkitis Pneumonia Aspirasi
Usia predisposisi 6 bulan 2 tahun 1 3 bulan
Patogen RSV Adenovirus Benda asing, paling
penyebab sering adalah susu
tersering
Patofisiologi / Invasi virus Invasi virus Pasien dengan resiko
patogenesis nekrosis epitel saluran respon endogen pada aspirasi aspirasi
28
napas pengeluaran kerusakan saluran benda asing iritasi
sitokin inflamasi napas akut saluran napas
inflamasi, edema, bronkospasme, reaksi inflamasi /
penumpukan debris batuk, edema, terjadi infeksi bakteri
air trapping di alveoli inflamasi, produksi sekunder
gejala obstruksi mukus
dan terjadi hiperinflasi
Anamnesa Tanda dan gejala Tanda dan gejala Adanya riwayat
infeksi saluran infeksi saluran tersedak tanda
pernapasan atas pernapasan atas dan gejala saluran
low grade fever perubahan warna napas bawah
sesak napas sekret hidung
batuk kasar yang
kemudian menjadi
produktif rasa
terbakar di dada dan
sesak
Pemeriksaan Wheezing, ekspirasi Wheezing Ronkhi basah halus
Fisik memanjang
Rontgen Toraks hiperaerasi/hiperinflas Seringkali normal Bercak infiltrat atau
i paru area lapang konsolidasi lobaris
paru akan terlihat unilateral dan
lebih hiperlusen seringkali di paru
kanan
Tatalaksana
o Inj Cefotaxime 3 x 150 mg IV : Cefotaxime adalah antibiotik beta
lactam yang termasuk golongan sefalosporin generasi ke-3. Cefotaxime
bersifat broad spectrum, sehingga dapat digunakan terhadap bakteri gram
negatif dan positif, namun tidak termasuk Pseudomonas dan Enterococcus.
Moa : Farmakologi: bersifat bakterisidal dengan efek antibakterial lebih
kuat dibandingkan sefalosporin dan penisilin tradisional. Farmakokinetik:
Didistribusikan secara luas ke jaringan tubuh dan cairan tubuh termasuk
cairan serebrospinal. Metabolisme di hepar dan ekskresi melalui urine.
29
Indikasi: infeksi parah yang disebabkan oleh organisme sensitif
cefotaxime, termasuk infeksi saluran napas, traktus urinarius, serta kulit
dan jaringan lunak. Patogen yang sensitif cefotaxime: Staphylococci,
aerobic and anaerobic streptococci, Streptococcus pneumoniae, Neisseria
sp, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Citrobacter, Salmonella and
Klebsiella spp, Enterobacter aerogenes, Serratia sp, indole-positive and
indole-negative Proteus sp, Yersinia enterocolitica, Clostridium and
Bacteroides spp.
Efek samping: trombositopenia, demam, ruam, diare, mual, dan muntah.
o Inj Gentamicin 2 x 10mg IV :
Moa: Merupakan kelompok antibiotik golongan aminoglycoside dengan
spectrum luas yang dapat mengatasi infeksi oleh Pseudomonas
aeruginosa. Diekskresikan melalui urine.
Efek samping: bersifat neurotoksik, nefrotoksik, dan ototoksik.
Prinsip dari pengobatan pneumonia anak pada pasien rawat inap adalah memberikan
antibiotik yang dapat membasmi baik kuman gram negatif maupun gram positif.
Seperti yang telah dijelaskan pada tinjauan pustaka di atas, pemberian antibiotik
awal, dibenarkan untuk diberikan secara empirik, setelah diketahui bakteri patogen
penyebab dapat diganti dengan antibiotik spesifik patogen. Sebenarnya, rekomendasi
terapi antibiotic empirik untuk pneumonia pada anak adalah golongan Ampicilin atau
Sefalosporin generasi 3 ditambah dengan Azithromycin.
Pada pasien ini, walaupun disebabkan oleh aspirasi susu, perlu tetap diberikan
antibiotik sebab susu bukanlah cairan steril, sehingga juga dapat mengandung bakteri
patogen dari luar. Selain itu, pasien dengan pneumonia aspirasi sangat rentan untuk
mengalami infeksi bakteri sekunder. Juga, karena koloni normal flora di mulut
kebanyakan adalah bakteri-bakteri anaerob, seharusnya perlu ditambahkan antibiotik
yang dapat mengatasi bakteri anaerob seperti metronidazole dengan dosis
30mg/kgbb/hari yang dibagi ke dalam 2 dosis.
o Inj Dexamethasone 3 x 2mg IV : Merupakan golongan steroid dengan
efek glukokortikoid yang poten dengan efek mineralocortikoid minimal.
Penggunaan steroid sistemik pada pneumonia masih merupakan suatu
kontroversi. Weiss, AK. Et all menyatakan berdasarkan penelitiannya bahwa
pasien pediatrik dengan pneumonia yang diberikan kortikosteroid sistemik
30
bersama dengan terapi antibiotik beta lactam memiliki lama rawat di rumah
sakit lebih singkat dibandingkan dengan yang tidak menerima kortikosteroid.
Sedangkan pada pasien yang henya menerima kortikosteroid namun tidak
menerima antibiotik golongan beta lactam memiliki lama rawat di rumah sakit
yang lebih panjang.
o Nebule Budesonide 0.7 cc :
Moa : Merupakan golongan kortikosteroid inhalasi. Memiliki aktivitas
glokokortikoid yang poten dan efek mineralokortikoid lemah.
Dimetabolisme di hati dan diekskresikan melalui urine dan feses.
Indikasi: Pemberian Budesnide adalah sebagai obat rumatan asma.
Dosis: Maksimum pemberian adalah 0.5 mg per hari. Sediaan yang ada
adalah 0.5mg/2cc Pada pasien diberikan 0.7cc sehingga dosis yang
diterima oleh pasien adalah 0.175mg, jadi dosis yang diterima pasien
masih dalam batas yang dianjurkan.
Efek samping: Infeksi saluran napas, rhinitis, kandidiasis oral, dan otitis
media.
o Nebule Salbutamol 0.8 cc :
Moa : Farmakologi: Merupakan golongan Short Acting Beta Agonist
(SABA) yang selektif pada reseptor -2. Farmakokinetik: diekskresikan di
urine.
Indikasi : Untuk menangani serangan asma.
Dosis : 2.5mg dapat diulang sampai 4x sehari. Sediaan 2.5mg/2.5cc. pada
pasien diberikan 0.8 cc, sehingga dosis yang diterima oleh pasien adalah
0.8 mg.
Efek samping : Tremor, sakit kepala.
Prognosis
Tanda-tanda vital pasien selain pernapasannya yang cepat masih terpantau dengan
baik. Adanya bukti pernapasan yang cepat menandakan bahwa usaha untuk bernapas
pasien masih adekuat dan pasien cepat mendapatkan penanganan di rumah sakit. Oleh
karena itu, prognosis quo ad vitam dari pasien adalah dubia ad bonam. Selama sakit,
pasien menjadi lebih tidak aktif, namun masih menunjukkan adanya aktivitas yang
cukup, pasien masih respon dengan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu prognosis
quo ad fungsionam pasien adalah dubia ad bonam. Tidak adanya kelainan kongenital
31
yang dilaporkan dari lahir dan pada hasil foto rontgen thorax pasien tidak ditemukan
kelainan, maka prognosis quo ad sanationam pasien adalah dubia ad bonam.
DAFTAR PUSTAKA
32
2. Shah S, Sharieff GQ. Pediatric Respiratory Infections. Emerg Med Clin North
Am. 2007;25(4):961-974.
4. Browne LR, Gorelick MH. Asthma and Pneumonia. Pediatr Clin North Am.
2010;57(6):1347-1356.
6. World Health Organization. Pneumonia. Fact sheet No. 331. April 2013.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs331/en/
33