Anda di halaman 1dari 31

KAPITA SELEKTA

CARDIOVASCULAR SURGERY

SCOME CIMSA UNSYIAH

DAFTAR ISI

Halaman

Atrial Septal Defek 2

Perikarditis 7

Tetralogi Fallot 11

Ventricular Septal Defect 19

Aneurisma Aorta 23

Pulmonary Atresia 28

Referensi 31

1
ATRIAL SEPTAL DEFEK

A. Definisi

Atrial Septal Defek adalah keadaan dimana terjadi defek pada bagian septum antar atrium
sehingga terjadi komunikasi langsung antara atrium kanan dan kiri.

Menurut lokasi defek,ASD dikelompokkan menjadi:

Defek septum atrium sekundum

Defek terjadi pada fosa ovalis dan sering disertai dengan aneurisma fosa ovalis.

Defek septum atrium dengan defek sinus venosus superior

Defek terjadi dekat muara vena kava superior sehingga terjadi koneksi biatrial.Sering
vena pulmonalis dari paru-paru kanan juga mengalami anomali.Dapat juga terjadi defek
sinus venosus tipe vena kava inferior,dengan lokasi di bawah foramen ovale dan
bergabung dengan dasar vena kava inferior.

Defek septum atrium primum

Bagian dari defek septum atrioventrikular dan pada bagian atas berbatas dengan fosa
ovalis sedangkan bagian bawah dengan katup atrioventrikular.

B. Etiologi

Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga
mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD.

Faktor-faktor tersebut diantaranya :

1. Faktor Prenatal

a. Ibu menderita infeksi Rubella


b. Ibu alkoholisme
c. Umur ibu lebih dari 40 tahun.
d. Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu

2
2. Faktor genetik

a. Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB


b. Ayah atau ibu menderita PJB
c. Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down
d. Lahir dengan kelainan bawaan lain

C. Patofisiologi

Penyakit dari penyakit jantung kongentinal ASD ini belum dapat dipastikan banyak kasus
mungkin terjadi akibat aksi trotogen yang tidak diketahui dalam trisemester pertama kehamilan
saat terjadi perkembangan jantung janin. Pertama kehidupan status, saat struktur kardiovaskuler
terbentuk kecuali duktus arteriosis paten yaitu saluran normal untuk status yang harus menututp
dalam beberapa hari pertama.

Darah artenal dari atrium kiri dapat masuk ke atrium kanan melalui defek sekat ini.
Aliran ini tidak deras karena perbedaan tekanan pada atrium kiri dan kanan tidak begitu besar
(tekanan pada atrium kiri 6 mmHg sedang pada atrium kanan 5 mmHg) . Adanya aliran darah
menyebabkan penambahan beban pada ventrikel kanan, arteri pulmonalis, kapiler paru-paru dan
atrium kiri. Bila shunt besar, maka volume darah yang melalui arteri pulmonalis dapat 3-5 kali
dari darah yang melalui aorta.

Dengan bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel kanan dan arteri pulmonalis.
Maka tekanan pada alatalat tersebut naik., dengan adanya kenaikan tekanan, maka tahanan
katup arteri pulmonalis naik, sehingga adanya perbedaan tekanan sekitar 15 -25 mmHg. Akibat
adanya perbedaan tekanan ini, timbul suatu bising sistolik ( jadi bising sistolik pada ASD
merupakan bising dari stenosis relatif katup pulmonal ). Pada valvula trikuspidalis juga ada
perbedaan tekanan, sehingga disini juga terjadi stenosis relatif katup trikuspidalis sehingga
terdengar bising diastolik.

Karena adanya penambahan beban yang terus menerus pada arteri pulmonalis, maka lama
kelamaan akan terjadi kenaikan tahanan pada arteri pulmunalis dan akibatnya akan terjadi
kenaikan tekanan ventrikel kanan yang permanen. Tapi kejadian ini pada ASD terjadinya sangat

3
lambat ASD I sebagian sama dengan ASD II. Hanya bila ada defek pada katup mitral atau katup
trikuspidal, sehingga darah dari ventrikel kiri atau ventrikel kanan mengalir kembali ke atrium
kiri dan atrium kanan pada waktu systole. Keadaan ini tidak pernah terjadi pada ASD II.

Arah shunt pun bisa berubah menjadi dari kanan kekiri sehingga sirkulasi darah sistemik
banyak mengandung darah yang rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi dan sianosis.

D. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang.

Pemeriksaan dengan stetoskop menunjukkan bunyi jantung yang abnormal (murmur).


Murmur mungkin hanya bisa terdengar pada posisi tubuh tertentu, dan terkadang murmur
bisa tidak terdengar. Murmur menandakan bahwa darah tidak mengalir dengan lancar
(mengalami turbulensi).
Tanda-tanda gagal jantung.

Jika shuntnya besar, murmur juga bisa terdengar akibat peningkatan aliran darah
yang mengalir melalui katup trikuspidalis.

Pemeriksaan fisik

Ditemukan pulsasi ventrikel kanan pada daerah parasternal kanan.


Wide fixed splitting bunyi jantung kedua (S2) walaupun tidak selalu ada.
Bising sistolik tipe ejeksi pada daerah pulmonal pada garis sternal kiri atas.
Bising mid diastolik pada daerah trikuspid,dapat menyebar ke apeks.
Bunyi jantung kedua (S2) mengeras di daerah pulmonal akibat kenaikan tekanan
pulmonal.
Bising-bising yang terjadi pada ASD merupakan bising fungsional akibat adanya beban
volume yang besar pada jantung kanan.
Sianosis jarang ditemukan kecuali bila defek besar ,defek sinus koronarius,kelainan
vaskular paru,stenosis pulmonal,atau bila disertai anomali Ebstein.

4
Pemeriksaan Penunjang

Elektrokardigrafi

Menunjukkan aksis ke kanan akibat defek ostium primum,blok bundel kanan,hipertrofi


ventrikel kanan,interval PR memanjang,aksis gelombang P abnormal.

Foto Rontgen Dada


a. Pada foto lateral terlihat daerah retrosternal terisi,akibat pembesaran ventrikel kanan.
b. Dilatasi atrium kanan.
c. Segmen pulmonal menonjol,corakan vaskular paru prominen.
Ekokardiografi
a. Dengan menggunakan ekokardiografi transtorakal(ETT) dan doppler berwarna dapat
ditentukan lokasi defek septum ,arah pirau,ukuran atrium dan ventrikel
kanan,keterlibatan katup mitral misalnya prolaps yang memang sering terjadi pada
ASD.
b. Ekokardiografi transesofageal(ETE) dapat dilakukan pengukuran besar defek secara
presisi sehingga dapat membantu dalam tindakan penutupan ASD perkutan,juga
kelainan yang menyertai.
Kateterisasi Jantung

Pemeriksaan ini diperlukan guna:

a. Melihat adanya peningkatan saturasi oksigen di atrium kanan.


b. Mengukur rasio besarnya aliran pulmonal dan sistemik.
c. Menetapkan tekanan dan resistensi arteri pulmonalis.
d. Evaluasi anomali aliran vena pulmonalis.
e. Angiografi koroner selektif pada kelompok umur yang lebih tua,sebelum tindakan
operasi penutupan ASD.
Magnetic Resonance Imaging
a. Sebagai tambahan dalam menentukan adanya dan lokasi ASD.
b. Evaluasi anomali aliran vena,bila belum bisa dibuktikan dengan modalitas lain.
c. Estimasi Qp/Qs
E. Penatalaksanaan

Pada dewasa sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk keluhan,umur,ukuran dan
anatomi defek,adanya kelainan yang menyertai,tekanan arteri pulmonal serta resistensi vaskular
paru.

Indikasi Penutupan ASD:

5
Pembesaran jantung pada foto toraks,dilatasi ventrikel kanan,kenaikan tekanan arteri
pulmonalis 50% atau kurang dari tekanan aorta,tanpa pertimbangkan keluhan.Prognosis
penutupan ASD akan sangat baik dibandingkan dengan pengobatan medikamentosa.Pada
kelompok umur 40 tahun ke atas harus dipertimbangkan terjadinya aritmia atrial,apalagi
kalau sebelumnya sudah ditemui gangguan irama.Pada kelompok ini perlu
dipertimbangkan ablasi perkutan atau ablasi operatif saat penutupan ASD.
Adanya riwayat iskemik transient atau strok pada ASD atau foramen ovale persisten.
Operasi merupakan kontraindikasi bila terjadi kenaikan resistensi vaskular paru 7-8
unit,atau ukuran defek kurang dari 8mm tanpa adanya keluhan dan pembesaran jantung
kanan.
Tindakan penutupan dapat dilakukan dengan operasi terutama untuk defek yang sangat
besar lebih dari 40mm,atau tipe ASD selain tipe sekundum.Sedangkan untuk ASD
sekundum dengan ukuran defek lebih kecil dari 40mm harus dipertimbangkan penutupan
dengan kateter dengan meggunakan amplatzer septal occluder.Masih dibutuhkan evaluasi
jangka panjang untuk menetukan kejadian aritmia dan komplikasi tromboemboli.

Pemantauan pasca penutupan ASD

Pada anak-anak tidak perlu pemantauan.


Pada dewasa perlu evaluasi periodik terutama bila saat operasi telah ada kenaikan tekanan
arteri pulmonal,gangguan irama atau disfungsi ventrikel.
Profilaksis untuk endokarditis perlu pada ASD primum,regurgitasi katup,juga dianjurkan
pemakaian antibiotik selama 6 bulan pada kelompok yang menjalani penutupan perkutan.

PERIKARDITIS

A. Definisi

Perikarditis adalah peradangan perikardium parietalis, viseralis dan keduanya. Respons


perikardium terhadap peradangan bervariasi dari akumulasi cairan atau darah (efusi perikard),
deposisi fibrin, proliferasi jaringan fibrosa, pembentukan granuloma (lesi makrofak yang terjadi
dari reaksi peradangan lokal dari suatu jaringan tubuh) ataukalsifikasi (pengapuran). Itulah

6
sebabnya manifestasi klinis perikarditis sangat bervariasi dari yang tidak khas sampai yang khas
(Sudoyo,2009). Jadi kesimpulannya perikarditis adalah peradangan lapisan paling luar jantung
baik pada parietal maupun viseral.

Perikarditis dibagi tiga yaitu perikarditis akut, dan perikarditis kronis, dan perikarditis
kronis konstriktif. Perikarditis akut adalah peradangan pada perikardium (kantung selaput
jantung) yang dimulai secara tiba-tiba dan sering menyebabkan nyeri. Peradangan tersebut dapat
menyebabkan cairan dan menghasilkan darah (fibrin, sel darah merah dan sel darah putih) yang
akan memenuhi rongga pericardium. Perikarditis kronis (Chronic Pericarditis) adalah suatu
peradangan perikardium (kantung jantung) yang menyebabkan penimbunan cairan atau
penebalan dan biasanya terjadi secara bertahap serta berlangsung lama.
Perikarditis kronis konstriktif adalah suatu penyakit yang terjadi karena ada penebalan pada
perikardium akibat adanya inflamasi yang terjadi sebelumnya sehingga luas ruangan jantung
berkurang. Akibatnya curah jantung menurun dan tekanan pengisian berkurang. Perikarditis akut
terjadi kurang dari 6 minggu, sedangkan pada perikarditis subakut dan perikarditis kronis
lebih dari enam 6 bulan.

B. Etiologi

Etiologi perikarditis akut, kronis dan kronik konstruktif adalah sebagai berikut.

1. Perikarditis Akut
Perikarditis akut dapat disebabkan oleh infeksi virus maupun infeksi bakteri.
Berdasarkan studi pada anak-anak dari tahun 1960-an, virus patogen yang paling umum
adalah Coxsackie, tetapi data terakhir menunjukkan bahwa pada orang dewasa yang
paling sering terpengaruh adalah virus Sitomegalo, virus Herpes, dan HIV. Adapun
bakteri paling umum yang dapat menyebabkan penyakit perikarditis yaitu
bakteriPneumococcus dan Tuberculosis. Di Afrika dan India, tuberkulosis masih
merupakan penyebab tersering dari semua bentuk perikarditis. Selain itu penyebab
perikarditis akut lain yaitu sebagai berikut:
Idiopatik (biduran);
trauma;
sindrom paska infark miokard;

7
uremia (kondisi yang terkait dengan penumpukan urea dalam darah karena ginjal
tidak bekerja secara efektif);
sindrom paska perikardiotomi;
neoplasma (neoplasma adalah massa abnormal dari jaringan yang terjadi ketika sel-
sel membelah lebih dari yang seharusnya atau tidak mati ketika mereka seharusnya)

2. Perikarditis kronis
Pada umumnya penyebab perikarditis kronis tidak diketahui, tetapi mungkin
disebabkan oleh kanker, tuberkulosis atau penurunan fungsi tiroid. Sebelumnya
tuberkulosis adalah penyebab terbanyak dari perikarditis kronis di Amerika Serikat, tetapi
saat ini kasusu tersebut hanya tinggal 2%. Selain itu penyebab perikarditis kronis yang
lain yaitu sebagai berikut:
operasi jantung sebelumnya;
radiasi dada;
pasca infark yang luas;
sarkoidosis (Sarkoidosis adalah suatu penyakit peradangan yang ditandai dengan
terbentuknya granuloma pada kelenjar getah bening, paru-paru, hati, mata, kulit dan
jaringan lainnya);
trauma dada;
infeksi virus akut (Adenovirus dan Coxsackie virus) atau kronis (Tuberculosis).

C. Patofisiologi

Patofisiologi perikarditis bermula dari adanya proses peradangan yang diakibatkan oleh infeksi
virus dan infeksi bakteri yang dapat menimbulkan penumpukan cairan efusi dalam rongga
perikardium dan dapat menimbulkan kenaikan tekanan intrakardial. Kenaikan tekanan tersebut
akan mempengaruhi daya kontraksi jantung, sehingga akhirnya dapat menimbulkan proses
fibrotik dan penebalan perikardial, setelah lama kelamaan maka akan terjadi kontriksi perikardial
dengan pembentukan cairan, jika berlangsung secara kronis maka akan menyebabkan fibrosis
(pembentukan jaringan ikat fibrosa yang berlebihan dalam suatu organ atau jaringan dalam
sebuah proses reparatif atau reaktif).

D. Diagnosis

8
Produser diagnostik perikarditis akut, kronis, dan kronik konstruktif adalah sebagai
berikut.

1. Perikarditis Akut
Pada perikarditis akut, pemeriksaan EKG ditemukan elevasi segmen ST, depresi
segmen PR dan sinus takikardia, dan setelah beberapa waktu dapat ditemukan inversi
gelombang T. Sebagai komplikasi dapat ditemukan aritmia supraventrikular, termasuk
vibrilasi atrium. Foto thoraks tampak normal bila efusi perikard hanya sedikit, tetapi bila
banyak dapat terlihat bayangan jantung membesar seperti botol air. Adanya inflamasi
dapat diketahui dari peningkatan LED dan leukositosis. Pemeriksaan lain dilakukan atas
dasar indikasi bila terdapat kecurigaan mengenai etiologinya, misalnya test tuberkulin.

2. Perikarditis Kronis
Untuk memperkuat diagnosis perikarditis kronis dilakukan 2 prosedur. Dua
prosedur tersebut adalah sebagai berikut.
a. Kateterisasi jantung
Katerisasi jantung digunakan untuk mengukur tekanan darah di dalam bilik
jantung dan pembuluh darah utama.
b. MRI scan atau CT scan
CT scan digunakan untuk mengukur ketebalan perikardium. Dalam keadaan
normal, tebal perikardium kurang dari 0,3 cm, tetapi pada perikarditis
konstriktif kronis tebalnya mencapai 0,6 cm atau lebih.

3. Perikarditis Kronik Konstriktif


Pada perikarditis konstruktif, pemeriksaan EKG memperlihatkan penurunan
voltase pada lead di ekstremitas. Foto thoraks menunjukkan klasifikasi perikardium,
kadang dapat terlihat kardiomegali. Dengan Ekokardigrafi dapat dideteksi penebalan
yang terjadi namun sulit. Untuk memastikan diagnosis dapat dilakukan kateterisasi
jantung kiri dan kanan.

9
E. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan medis perikarditis akut, kronis, dan kronik konstruktif adalah sebagai
berikut.

1. Penatalaksanan Medis Perikarditis Akut


Terapi pada perikarditis akut bergantung dari penyebabnya. Misalnya diberikan
salisilat atau obat anti-inflamasi non-steroid lain bila penyebabnya virus atau idiopatik.
Bila gejala tidak membaik, dapat diberikan kortikosteroid. Sebagian besar kasus sembuh
sendiri dalam beberapa minggu. Sebagian kambuh kembali dan hanya sedikit yang
menjadi kronik serta jarang yang menjadi perikarditis kronik konstriktif bila berasal dari
virus atau idiopatik.

2. Penatalaksanan Medis Perikarditis Kronis


Pemberian obat diuretik (obat yang membuang kelebihan cairan) bisa memperbaiki
gejala, tetapi penyembuhan hanya mungkin terjadi jika dilakukan
pembedahanperikardiektomi untuk mengangkat perikardium.

3. Penatalaksanan Medis Perikarditis Kronis Konstriktif


Perikardioektomi adalah satu-satunya pengobatan yang dapat dilakukan untuk
mengatasi perikarditis kronik konstruktif. Perikardiektomi dilakukan untuk memperbaiki
hemodinamik yang abnormal dan terbukti menghasilkan perbaikan klinis. Operasi
perikardioektomi dapat dilakukan melalui 2 insisi yaitu sebagai berikut.
a. Sternotomi mediana yaitu insisi sternotomi memberikan paparan yang lebih baik
untuk membebaskan ventrikel kanan dan merupakan pilihan bila akan dilakukan
cardiopulmonary bypass.
b. Torakotomi (torakotomi anterolateral kiri atau torakotomi anterior bilateral) yaitu
memberikan paparan yang lebih baik untuk membebaskan ventrikel kiri dan
diafragma.

TETRALOGI FALLOT

A. Definisi

10
Tetralogi Fallot adalah penyakit jantung bawaan tipe sianotik. Kelainan yang terjadi
adalah kelainan pertumbuhan dimana terjadi defek atau lubang dari bagian infundibulum septum
intraventrikular (sekat antara rongga ventrikel) dengan syarat defek tersebut paling sedikit sama
besar dengan lubang aorta. Sebagai konsekuensinya, didapatkan adanya empat kelainan anatomi
sebagai berikut :

Defek Septum Ventrikel (VSD) yaitu lubang pada sekat antara kedua rongga ventrikel
Stenosis pulmonal terjadi karena penyempitan klep pembuluh darah yang keluar dari
bilik kanan menuju paru, bagian otot dibawah klep juga menebal dan menimbulkan
penyempitan
Aorta overriding dimana pembuluh darah utama yang keluar dari ventrikel kiri
mengangkang sekat bilik, sehingga seolah-olah sebagian aorta keluar dari bilik kanan
Hipertrofi ventrikel kanan atau penebalan otot di ventrikel kanan karena peningkatan
tekanan di ventrikel kanan akibat dari stenosis pulmonal

Tetralogi Fallot adalah kelainan jantung sianotik paling banyak yang tejadi pada 5 dari
10.000 kelahiran hidup. TF umumnya berkaitan dengan kelainan jantung lainnya seperti defek
septum atrial.

Berdasarkan diagnosis Tetralogi Fallot dibagi menjadi 4 klasifikasi : tetralogi fallot


dengan tidak adanya katup pulmonal (3-5%), tetralogi fallot dengan kanal pada atrioventrikular
(2 %), tetralogi fallot dengan atresia pulmonal, dan tetralogi fallot dengan stenosis pulmonal
(paling banyak).

B. Etiologi

Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak diketahui secara
pasti. Diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen. Faktor factor tersebut antara lain:

1. Faktor Endogen :
Berbagai jenis penyakit genetik : Kelainan kromosom
Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus, hipertensi,
penyakit jantung atau kelainan bawaan
2. Faktor eksogen : Riwayat kehamilan ibu

11
Sebelumnya ikut program KB oral atau suntik, minum obat-obatan tanpa resep
dokter, (thalidmide, dextroamphetamine, aminopterin, amethopterin, jamu)
Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella
Ibu mengonsumsi alcohol dan merokok saat mengandung.
Efek radiologi ( paparan sinar-X )

C. Patofisiologi

Tetralogi fallot merupakan kelainan Empat Sekawan Karena pada tetralogi fallot
terdapat empat macam kelainan jantung yang bersamaan, maka:

Darah dari aorta berasal dari ventrikel kanan bukan dari kiri, atau dari sebuah lubang
pada septum, seperti terlihat dalam gambar, sehingga menerima darah dari kedua
ventrikel.
Arteri pulmonal mengalami stenosis, sehingga darah yang mengalir dari ventrikel
kanan ke paru-paru jauh lebih sedikit dari normal; malah darah masuk ke aorta.
Darah dari ventrikel kiri mengalir ke ventrikel kanan melalui lubang septum ventrikel
dan kemudian ke aorta atau langsung ke aorta, mengaabaikan lubang ini.
Karena jantung bagian kanan harus memompa sejumlah besar darah ke dalam aorta
yang bertekanan tinggi, otot-ototnya akan sangat berkembang, sehingga terjadi
pembesaran ventrikel kanan.

Kesulitan fisiologis utama akibat Tetralogi Fallot adalah karena darah tidak melewati paru
sehinggatidak mengalami oksigenasi. Sebanyak 75% darah vena yang kembali ke jantung dapat
melintas langsung dari ventrikel kanan ke aorta tanpa mengalami oksigenasi yang terdiri dari
defek septum ventrikel, overriding aorta, stenosis infundibuler dan hipertrofi ventrikel kanan.
Secara anatomis sesungguhnya tetralogi fallot merupakan suatu defek ventrikel subaraortik yang
disertai deviasi ke anteriol septum infundibuler (bagian basal dekat dari aorta). Devisiasi ini
menyebabkan akar aorta bergeser ke depan (dekstroposisi aorta), sehinnga terjadi overriding
aorta terhadap septum interventrikuler, stenosis pada bagian infundibuler ventrikel kanan dan
hipoplasia arteri pulmonal. Pada tetralogi fallot, overriding aorta biasanya tidak melebihi 50%.
Apabila overriding aorta melebihi 50 %, hendaknya dipikirkan kemungkinan adanya suatu
outlet ganda ventrikel kanan.

12
Devisiasi septum infindibuler ke arah anteriol ini sesungguhnya merupakan bagian yang
paling esensial pada tetralogi fallot.Itulah sebabnya suatu defek septum ventrikel dan overriding
aorta yang disertai stenosis pulmonal valvuler misalnya, tidak bisa disebut sebagai tetralogi fallot
apabila tidak terdapat devisiasi septum infundibuler ke anteriol. Kadang-kadang tetralogi fallot
disertai pada adanya septum antrium sekunder dan kelompok kelainan ini disebut sebagai
tetralogi fallot.

Betapapun tekanan dalam ventrilel kanan meninggi karena obstruksi infundibuler, tapi
dengan adanya defek septum ventrikel pada tetralogi fallot, daerah didorong ke kiri masuk ke
aorta, sehingga tekanan dalam ventrikel kanan, ventrikel kiri dan aorta relative menjadi sama.
Itulah sebabnya mungkin mengapa pada tetralogi fallot jarang terjadi gagal jantung kongestif,
berbeda dengan stenosis pulmonal yang berat tanpa disertai defek septum ventrikel, gagal
jantung kongestif bisa saja melebihi tekanan sistemik.

Sianosis merupakan gejala tetralogi fallot yang utama.Berat ringanya sianosis ini
tergantung dari severitas stenosis infindibuler yang terjadi pada tetralogi fallot dan arah pirau
interventrikuler.Sianosis dapat timbul semenjak lahir dan ini menandakan adanya suatu stenosis
pulmonal yang berat atau bahkan atresia pulmonal atau bisa pula sianosois timbul beberapa
bulan kemudian pada stenosis pulmonal yang ringan. Sianosis biasanya berkembang perlahan-
lahan dengan bertambahnya usia dan ini menandakan adanya peningkatan hipertrofi infindibuler
pulmonal yang memperberat obstruksi pada bagian itu.

Stenosis infindibuler merupakan beban tekanan berlebih yang kronis bagi ventrkel kanan,
sehingga lama-lama ventrikel kanan mengalami hipertrofi. Disamping itu, dengan meningkatnya
usia dan meningkatnya tekanan dalam ventrikel kanan, kolateralisasi aorta pulmonal sering
tumbuh luas pada tetralogi fallot, melalui cabang-cabang mediastinal, brokhial, esophageal,
subklavika dan anomaly arteri lainya. Kolateralisasi ini disebut MAPCA ( major aorta pulmonary
collateral arteries ).

D. Diagnosis
1. Anamnesis
Riwayat kehamilan :

13
Ditanyakan sesuai dengan yang terdapat pada etiologi (faktor endogen dan
eksogen yang mempengaruhi).

Riwayat keluarga :

Apakah saudara dekatnya ada yang terkena blue babies, lahir dalam keadaan
meninggal karena penyakit jantung kongenital. Dan ditanyakan apakah terdapat
anggota keluarga yang lain mengalami penyakit jantung, seperti hipertensi,
arterosklerosis, stroke, PJB, aritmia, dll.

Riwayat Anak

Biasanya anak cenderung mengalami keterlambatan pertumbuhan karena sulit


untuk makan (ketika makan terasa sesak) sehingga asupan kalorinya sangat
sedikit. Apakah saat beraktifitas mengalami dispneu atau takipneu (karena
inadekuat O2 ke jaringan). Ortopneu biasanya diakibatkan kongesti vena
pulmonary. Berkeringat secara abnormal biasanya disebabkan oleh gagal jantung
kongesti. Nyeri pada dada yang disebabkan karena iskemia pada otot jantung.
Pernah mengalami sincope atau tidak (karena stenosis aorta, hipertensi
pulmonal, heart rate yang sangat tinggi/sangat rendah).

2. Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi
Pada awal bayi baru lahir biasanya belum ditemukan sianotik,bayi tampak
biru setelah tumbuh.
Clubbing finger tampak setelah usia 6 bulan.
Skoliosis (ke arah kanan)
Serang sianotik mendadak (blue spells/cyanotic spells/paroxysmal
hiperpnea,hypoxic spells) ditandai dengan dyspnea, napas
kusmaul,lemas,kejang,sinkop bahkan sampai koma dan kematian.
Anak akan sering Squatting (jongkok) setelah anak dapat berjalan, setelah
berjalan beberapa lama anak akan berjongkok dalam beberapa waktu
sebelum ia berjalan kembali.
Bentuk dada bayi masih normal, namun pada anak yang lebih besar
tampak menonjol akibat pelebaran ventrikel kanan
b) Palpasi

14
Teraba getaran bising sepanjang tepi sternum kiri
c) Auskultasi

Pada auskultasi terdengar bising sistolik yang keras didaerah pulmonal


yang semakin melemah dengan bertambahnya derajat obstruksi. Bising ini
adalah bising stenosis pulmonal, bukan bising defek septum ventrikel. Darah
dari ventrikel kanan yang menuju ventrikel kiri dan aorta tidak mengalami
turbulensi karena tekanan sistolik antara ventrikel kanan dan kiri hampir sama.
Pada serangan anoksia bising menghilang (aliran darah ke paru sangat
sedikit/tidak ada)

Bunyi jantung I keras (penutupan trikuspid yang kuat).


Bunyi jantung II terpisah dengan komponen pulmonal yang lemah
d) Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium

Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit


(Ht) akibat saturasi oksigen yang rendah. Nilai AGD menunjukkan
peningkatan tekanan partial karbondioksida (PCO2), penurunan tekanan
parsial oksigen (PO2) dan penurunan pH. Pasien dengan Hb dan Ht normal
atau rendah mungkin menderita defisiensi besi. Nilai juga faktor
pembekuan darah (trombosit, protombin time)

2) Radiologis

Sinar X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal,


tidak ada pembesaran jantung . Tampak pembesaaran aorta asendens.
Gambaran khas jantung tampak apeks jantung terangkat sehingga seperti
sepatu.

3) Elektrokardiogram

Pada neonatus EKG tidak berbeda dengan anak normal. Pada anak
mungkin gelombang T positif di V1, EKG sumbu QRS hampir selalu
berdeviasi ke kanan. Tampak pula hipertrofi ventrikel kanan.
Gelombang P di hantaran II tinggi (P pulmonal)

15
4) Ekokardiografi

Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi


ventrikel kanan,penurunan ukuran arteri pulmonalis & penurunan aliran
darah ke paru-paru.

5) Kateterisasi

Diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui defek


septum ventrikel multiple, mendeteksi kelainan arteri koronari dan
mendeteksi stenosis pulmonal perifer. Melihat ukuran a.pulmonalis.
Mendeteksi adanya penurunan saturasi oksigen, peningkatan tekanan
ventrikel kanan, dengan tekanan pulmonalis normal atau rendah.

3. Diagnosis kerja

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang didapatkan maka diagnosis


kerjanya Tetralogi Fallot

4. Diagnosis banding
Defek septum ventrikel (DVS)

Defek septum ventrikel (DVS) merupakan Penyakit jantung bawaan


(PJB) yang paling sering ditemukan, sekitar 30% dari semua jenis PJB.
Pada sebagian kasus, diagnosis kelainan ini ditegakkan setelah melewati
masa neonatus, karena pada minggu-minggu pertama bising yang
bermakna biasanya belum terdengar karena resistensi vascular paru masih
tinggi dan akan menurun setelah 8-10 minggu. Pada DVS kecil hanya
terjadi pirai dari kiri ke kanan yang minimal sehingga tidak terjadi
gangguan hemodinamik yang berarti. Pada defek sedang dan besar terjadi
pirau yang bermakna dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan.

Duktus Arteriosus Persisten

16
Duktus Arteriosus Persisten (DPA) adalah duktus arteriosus yang tetap
terbuka setelah bayi lahir. Kelainan ini merupakan 7% dari seluruh PJB.
DPA sering dijumpai pada bayi premature, insidensnya bertambah dengan
berkurangnya masa gestasi. Sebagian besar DAP persisten
menghubungkan aorta dengan a.pulmonalis kiri. Pada bayi baru lahir,
duktus arteriosus yang semula mengalirkan darah dari a.pulmonalis ke
aorta akan berfungsi sebaliknya karena resistensi vascular paru menurun
dengan tajam dan secara normal mulai menutup. Maka, dalam beberapa
jam secara fungsional tidak terdapat arus darah dari aorta ke a.pulmonalis.
Bila duktus tetap terbuka, terjadi keseimbangan antara aorta dan
a.pulmonalis. dengan semakin berkurangnya resistensi vascular paru maka
pirai dari aorta ke arah a.pulmonalis (kiri ke kanan) makin meningkat.

E. Penatalaksanaan

Pada penderita yang mengalami serangan sianosis maka terapi ditujukan untuk memutus
patofisiologi serangan tersebut, antara lain dengan cara :

1. Medika Mentosa
Morphine sulfat 0,1-0,2 mg/kg SC, IM atau IV untuk menekan pusat
pernafasan dan mengatasi takipneu.
Natrium Bikarbonat 1 Meq/kg BB IV untuk mengatasi asidosis
Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian disini tidak begitu tepat
karena permasalahan bukan karena kekuranganoksigen, tetapi karena
aliran darah ke paru menurun. Dengan usaha diatas diharapkan anak tidak
lagi takipnea, sianosis berkurang dan anak menjadi tenang. Bila hal ini
tidak terjadi dapat dilanjutkan dengan pemberian :
Propanolol 0,01-0,25 mg/kg IV perlahan-lahan untuk menurunkan denyut
jantung sehingga serangan dapat diatasi. Dosis total dilarutkan dengan 10
ml cairan dalam spuit, dosis awal/bolus diberikan separohnya, bila
serangan belum teratasi sisanya diberikan perlahan dalam 5-10 menit
berikutnya.
Berikan transfusi darah bila kadar hemoglobin kurang dari 15 g/dl, sekali
pemberian 5 ml/kgBB

17
Propanolol oral 1 mg/kg/hari dalam 4 dosis dapat digunakan untuk
serangan sianotik
Bila ada defisiensi zat besi segera diatasi
Pemberian Prostaglandin E1 untuk sianosis atau pada keadaan akut
(vasodilator arteriol dan menghambat agregasi trombosit)
Pemberian Vasopressor pada awal serangan atau jika terapi lain gagal
(methoxamine, phenylephrine)
2. Non Medika Mentosa
Posisi lutut ke dada agar aliran darah ke paru bertambah
Perhatikan kebersihan mulut dan gigi untuk meniadakan sumber infeksi
terjadinya endokarditis infektif atau abses otak.
Hindari dehidrasi
3. Pembedahan
1) Bedah paliatif

Bedah paliatif yang biasa dilakukan adalah operasi B-T (Blalock-Taussig)


Shunt yang bertujuan meningkatkan sirkulasi pulmonal dengan
menghubungkan a.subklavia dengan a.pulmonalis yang ipsilateral. Umumnya
operasi paliatif dilakukan pada bayi kecil atau dengan hipoplasia a.pulmonalis
dan pasien yang sering mengalami sianotik. Selain BT Shuntterdapat pula
Potts Shunt, Waterston Shunt, dan Glenn Shunt. Tetapi BT Shunt merupakan
yang paling sering digunakan karena memberikan hasil yang paling baik.
Tetapi BT Shunt juga menimbulkan beberapa komplikasi walaupun angka
kejadiannya sangat kecil. Komplikasi yang mungkin terjadi antara lain :
hipoplasia pada lengan, gangren pada digitalis, cedera nervus frenikus,
stenosis a.pulmonal.

2) .Bedah Korektif

Pada bedah korektif dilakukan koreksi total yang dapat didahului atau
tanpa bedah paliatif. Bila arteri pulmonalis tidak terlalu kecil, umumnya
koreksi total dilakukan pada pasien tetralogi Fallot di bawah usia 2 tahun.

VENTRICULAR SEPTAL DEFECT

A. Definisi

18
VSD adalah kelainan jantung berupa tidak sempurnanya penutupan dinding pemisah
antara kedua ventrikel sehingga darah dari ventrikel kiri ke kanan, dan sebaliknya. Umumnya
congenital dan merupakan kelainan jantung bawaan yang paling umum ditemukan (Junadi, 1982)

Jadi VSD merupakan kelainan jantung bawaan (kongenital) berupa terdapatnya lubang
pada septum interventrikuler yang menyebabkan adanya hubungan aliran darah antara ventrikel
kanan dan kiri

B. Etiologi

Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti, tetapi
ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian
penyakit jantung bawaan (PJB) yaitu :

1. Faktor prenatal (faktor eksogen)


Ibu menderita penyakit infeksi : Rubela
Ibu alkoholisme
Umur ibu lebih dari 40 tahun
Ibu menderita penyakit DM yang memerlukan insulin
Ibu meminum obat-obatan penenang
2. Faktor genetic (faktor endogen)
Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
Ayah/ibu menderita PJB
Kelainan kromosom misalnya sindrom down
Lahir dengan kelainan bawaan yang lain

Kelainan ini merupakan kelainan terbanyak, yaitu sekitar 25% dari seluruh kelainan
jantung. Dinding pemisah antara kedua ventrikel tidak tertutup sempurna. Kelainan ini umumnya
congenital, tetapi dapat pula terjadi karena trauma. Kelainan VSD ini sering bersama-sama
dengan kelainan lain misalnya trunkus arteriosus, Tetralogi Fallot.

C. Patofisiologi

Defek septum ventricular ditandai dengan adanya hubungan septal yang memungkinkan
darah mengalir langsung antar ventrikel, biasanya dari kiri ke kanan. Diameter defek ini
bervariasi dari 0,5 3,0 cm. Perubahan fisiologi yang terjadi dapat dijelaskan sebagai berikut :

19
1. Tekanan lebih tinggi pada ventrikel kiri dan meningklatkan aliran darah kaya oksigen
melalui defek tersebut ke ventrikel kanan.
2. Volume darah yang meningkat dipompa ke dalam paru, yang akhirnya dipenuhi darah,
dan dapat menyebabkan naiknya tahanan vascular pulmoner.
3. Jika tahanan pulmoner ini besar, tekanan ventrikel kanan meningkat, menyebabkan piarau
terbalik, mengalirkan darah miskin oksigen dari ventrikel kanan ke kiri, menyebabkan
sianosis.

Keseriusan gangguan ini tergantung pada ukuran dan derajat hipertensi pulmoner. Jika
anak asimptomatik, tidak diperlukan pengobatan; tetapi jika timbul gagal jantung kronik atau
anak beresiko mengalami perubahan vascular paru atau menunjukkan adanya pirau yang hebat
diindikasikan untuk penutupan defek tersebut. Resiko bedah kira-kira 3% dan usia ideal untuk
pembedahan adalah 3 sampai 5 tahun.

D. Diagnosis
1. Pemeriksaan fisik
VSD kecil

- Palpasi:

Impuls ventrikel kiri jelas pada apeks kordis. Biasanya teraba

getaran bising pada SIC III dan IV kiri.

- Auskultasi:

Bunyi jantung biasanya normal dan untuk defek sedang bunyi

jantung II agak keras. Intensitas bising derajat III s/d VI.

VSD besar

- Inspeksi:

Pertumbuhan badan jelas terhambat,pucat dan banyak kringat

bercucuran. Ujung-ujung jadi hiperemik. Gejala yang menonjol

ialah nafas pendek dan retraksi pada jugulum, sela intercostal

20
dan regio epigastrium.

- Palpasi:

Impuls jantung hiperdinamik kuat. Teraba getaran bising pada

dinding dada.

- Auskultasi:

Bunyi jantung pertama mengeras terutama pada apeks dan

sering diikuti click sebagai akibat terbukanya katup pulmonal

dengan kekuatan pada pangkal arteria pulmonalis yang

melebar. Bunyi jantung kedua mengeras terutama pada sela iga

II kiri.

2. Pemeriksaan penunjang dan diagnostik

Kateterisasi jantung menunjukkan adanya hubungan abnormal antar ventrikel


EKG dan foto toraks menunjukkan hipertropi ventrikel kiri
Hitung darah lengkap adalah uji prabedah rutin
Uji masa protrombin ( PT ) dan masa trombboplastin parsial ( PTT ) yang dilakukan
sebelum pembedahan dapat mengungkapkan kecenderungan perdarahan

E. Penatalaksanaan
Pada VSD kecil: ditunggu saja, kadang-kadang dapat menutup secara spontan.
Diperlukan operasi untuk mencegah endokarditis infektif.
Pada VSD sedang: jika tidak ada gejala-gejala gagal jantung, dapat ditunggu
sampai umur 4-5 tahun karena kadang-kadang kelainan ini dapat mengecil. Bila
terjadi gagal jantung diobati dengan digitalis. Bila pertumbuhan normal, operasi
dapat dilakukan pada umur 4-6 tahun atau sampai berat badannya 12 kg.

21
Pada VSD besar dengan hipertensi pulmonal yang belum permanen: biasanya
pada keadaan menderita gagal jantung sehingga dalam pengobatannya
menggunakan digitalis. Bila ada anemia diberi transfusi eritrosit terpampat
selanjutnya diteruskan terapi besi. Operasi dapat ditunda sambil menunggu
penutupan spontan atau bila ada gangguan dapat dilakukan setelah berumur 6
bulan.
Pada VSD besar dengan hipertensi pulmonal permanen:operasi paliatif atau
operasi koreksi total sudah tidak mungkin karena arteri pulmonalis mengalami
arteriosklerosis. Bila defek ditutup, ventrikel kanan akan diberi beban yang berat
sekali dan akhirnya akan mengalami dekompensasi. Bila defek tidak ditutup,
kelebihan tekanan pada ventrikel kanan dapat disalurkan ke ventrikel kiri melalui
defek.

ANEURISMA AORTA

A. Definisi

Aneurisma Aorta merupakan dilatasi dinding aorta yang sifatnya patologis, terlokalisasi,
dan permanen (irreversible).

Dinding aorta yang mengalami aneurisma lebih lemah daripada dinding aorta yang
normal. Oleh karena itu, karena tekanan yang begitu besar dari darah menyebabkan dinding
aorta menjadi melebar.

B. Etiologi

Abdominal aortic aneurysm paling sering disebabkan oleh aterosklerosis. Namun pada
dasarnya, penyebab abdominal aortic aneurysm dapat dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Penyebab yang tidak dapat dikontrol seperti penyakit genetik (Marfan syndrome, Ehlers-
Danlos syndrome, congenital defect) dan enzyme destruction.

22
2. Penyebab yang dapat dikontrol yaitu kondisi yang dipengaruhi oleh gaya hidup
(aterosklerosis, tekanan darah tinggi, kolesterol yang tinggi, dan trauma benda tumpul).

Sama dengan abdominal aortic aneurysm, aneurisma pada toraks juga sering disebabkan
oleh aterosklerosis. Selain itu thoracic aortic aneurysm juga disebabkan oleh congenital
defect pada dinding aorta, hipertensi, merokok, infeksi, dan trauma dada. Trauma dada
biasanya pada kecelakaan kendaraan bermotor, dapat menyebabkan ruptur tunika intima dan
media aorta desendens pada ligamentum arteriosus. Ligamentum arteriosus mengikat aorta
pada suatu titik tertentu, sehingga pada saat laju kendaraan berhenti mendadak, struktur-
struktur dalam toraks masih bergerak ke depan, sedangkan aorta yang diikat oleh ligamentum
arteriosus tetap pada tempatnya, hal ini dapat menyebabkan terjadinya robekan pada tunika-
tunika pembuluh darah. Akibatnya, tipe cedera ini dikenal sebagai trauma karena
perlambatan. Tunika adventisia dapat tetap utuh, walaupun dapat pula terjadi ruptur atau
berkembang menjadi aneurisma palsu. Penyakit pada arkus biasanya disebabkan oleh
aterosklerosis. Nekrosis media kistik seperti sindroma Marfan, paling berat pada aorta
asendens dan sering kali menyebabkan pembentukan aneurisma.

Sedangkan pada aneurisma torakoabdominalis, paling sering disebabkan oleh proses


degeneratif (degenerasi miksomatosa, aorta senile). Penyebab lainnya yaitu diseksi, Marfan
syndrome (cystic medial necrosis), Ehlers-Danlos syndrome, infeksi jamur, aortitis
(Takayasu), dan trauma.

C. Patofisiologi

Aneurisma terjadi karena pembuluh darah kekurangan elastin, kolagen, dan matriks
ekstraseluler yang menyebabkan melemahnya dinding aorta. Kekurangan komponen tersebut
bisa disebabkan oleh faktor inflamasi (aterosklerosis). Sel radang pada dinding pembuluh
darah yang mengalami aterosklerosis mengeluarkan matriks metalloproteinase. Matriks
metalloproteinase akan menghancurkan elastin dan kolagen, sehingga persediaannya menjadi
berkurang. Selain matriks metalloproteinase, faktor lain yang berperan terjadinya aneurisma
adalah plasminogen activator, serin elastase, dan katepsin.

23
Aneurisma akan mengakibatkan darah yang mengalir pada daerah tersebut mengalami
turbulensi. Keadaan itu menyebabkan deposit trombosit, fibrin, dan sel-sel radang.
Akibatnya, dinding aneurisma akan dilapisi trombus. Lama kelamaan trombus berlapis
tersebut akan membentuk saluran yang sama besar dengan saluran aorta bagian proksimal
dan distal.

Selain itu, interaksi dari banyak faktor lain dapat menjadi predisposisi pembentukan
aneurisma pada dinding aorta. Aliran turbulen pada daerah bifurkasio dapat ikut
meningkatkan insiden aneurisma di tempat-tempat tertentu. Suplai darah ke pembuluh darah
melalui vasa vasorum diduga dapat terganggu pada usia lanjut, memperlemah tunika media
dan menjadi faktor predisposisi terbentuknya aneurisma.

Apapun penyebabnya, perkembangan aneurisma akan selalu progresif. Tegangan atau


tekanan pada dinding berkaitan langsung dengan radius pembuluh darah dan tekanan
intraarteri. Dengan melebar dan bertambahnya radius pembuluh darah, tekanan dinding juga
meningkat sehingga menyebabkan dilatasi dinding pembuluh darah. Sehingga angka kejadian
ruptur aneurisma juga meningkat seiring meningkatnya ukuran aneurisma. Selain itu,
sebagian besar individu yang mengalami aneurisma juga menderita hipertensi sehingga
menambah tekanan dinding dan pembesaran aneurisma.

D. Diagnosis

1. Abdominal aortic aneurysm

Pada dinding perut bagian bawah dapat terlihat massa yang berdenyut mengikuti irama
nadi. Ketika dipalpasi, akan teraba bifurkasio aorta beranjak naik, pada posisi duduk setinggi
pusat, sedangkan batas atas aneurisma sampai di arkus iga. Teraba pula pulsasi yang kuat
kecuali pada trombosis total. Melalui stetoskop, terdengar bising sistolik setinggi lumbal 2.

Pemeriksaan fisik sebenarnya sudah mampu hampir 100% mendiagnosis abdominal


aortic aneurysm, apalagi bila palpasi abdomen dikerjakan dengan seksama. Sensitivitas
palpasi abdomen bertambah dengan semakin lebarnya diameter aneurisma. Untuk menunjang

24
diagnosis, dilakukan foto polos abdomen. Tapi foto polos hanya mampu menunjukkan
kalsifikasi dinding abdominal aortic aneurysm pada sebagian kecil kasus.

Alat penunjang lain yang dapat menunjukkan diameter dan ukuran aneurisma adalah
USG B-mode atau Dupleks Sonografi berwarna. Untuk lebih akurat menentukan letak
aneurisma, apakah di daerah visceral atau ginjal, CT-Scan atau MRI pilihannya. Akan tetapi,
spesifisitas CT-Scan dalam menilai ada tidaknya ruptur agak rendah, yakni 75%.

Di balik kelebihannya, CT-Scan kurang akurat dalam mengevaluasi aorta yang berkelok-
kelok (tortuous). Dalam penerapannya, CT-Scan membutuhkan zat kontras intravena dan
alatnya menggunakan sumber radiasi. Dengan segala kekurangan itu, CT-Scan tidak
disarankan sebagai alat screening abdominal aortic aneurysm.

Di sisi lain, kekurangan CT-Scan tidak ditemui bila menggunakan MRI. MRI tidak
menggunakan kontras dan radiasi. Selain itu, MRI dapat memberi gambaran transversal,
koronal, dan sagital dari aorta sehingga gambaran aorta yang berkelok-kelok dapat dicitrakan
dengan baik. Tetapi, MRI sangat mahal dan hanya ada di beberapa institusi kesehatan tertentu

2. Thoracic aortic aneurysm

Untuk mendiagnosis aneurisma ini dapat dilakukan pemeriksaan foto rontgen. Pada
pemeriksaan foto rontgen akan memperlihatkan pelebaran mediastinum, pembesaran aortic
knob, atau tertariknya trakea. Namun pada aneurisma yang kecil khususnya pada saccular
aneurysm, foto rontgen akan sulit memperlihatkan adanya aneurisma.

Aortografi dapat digunakan untuk mengevaluasi anatomi dari aneurisma dan pembuluh darah
besar. Sedangkan CT-scan sangat akurat digunakan untuk mendeteksi dan mengetahui ukuran
dari aneurisma torakalis. MRI juga digunakan untuk mendeteksi aneurisma dan melihat
anatominya.

MR Angiografi digunakan untuk melihat anatomi cabang-cabang dari pembuluh darah aorta,
tapi bisa juga digunakan untuk mengevaluasi aneurisma aorta torakalis.

3. Thoracoabdominalis aortic aneurysm

25
Pemeriksaan foto rontgen akan memperlihatkan pelebaran dari bayangan aorta torakalis.
Pemeriksaan TEE tidak dapat dipergunakan pada pemeriksaan aorta desendens. Sedangkan
USG hanya dapat memeriksa aneurisma di distal dari arteri renalis, oleh karena daerah
suprarenal dan torakal tertutup oleh jaringan paru. Pemeriksaan CT-scan terutama spiral CT-
scan merupakan pemeriksaan penting dalam mendiagnosis aneurisma aorta, dan dapat
menjadi pengganti pemeriksaan aortografi bila terdapat kontraindikasi penggunaan zat
kontras.

Pemeriksaan aortografi sampai saat ini masih menjadi gold standard pemeriksaan dalam
mendiagnosis thoracoabdominalis aortic aneurys.

E. Penatalaksanaan
1. Operatif

Bedah elektif. Keputusan untuk melakukan operasi pada pasien aneurisma asimtomatik
bergantung dari risiko aneurisma tersebut mengalami ruptur. Pembedahan elektif dilakukan
bila diameter lebih dari 50 mm.

Komplikasi dini yang terjadi setelah operasi elektif meliputi iskemia jantung, aritmia, dan
gagal jantung kongestif (15%), insufisiensi pulmonal (8%), kerusakan ginjal (6%),
perdarahan (4%), tromboemboli distal (3%), dan infeksi luka (2%).

Bedah darurat. Pasien dengan dugaan ruptur aneurisma perlu dipertimbangkan dilakukan
bedah darurat. Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan kematian selama
pembedahan adalah usia lebih dari 80 tahun, kesadaran menurun, konsentrasi Hb rendah,
cardiac arrest, penyakit kardiorespiratori parah.

Bedah Konvensional. Bedah konvensional adalah dengan menggunakan graft prosthetic.


Pemasangan graft dinilai efektif, dan kematian 30 harinya hanya 5%. Risiko kematian paska
pemasangan graft bergantung dari status kesehatan pasien.

Endovaskular stent atau endoprotesis. Merupakan alat yang dimasukkan secara


endovaskular melalui arteri femoralis. Endoprotesis ini seperti selang yang diameternya
dapat dibuat sedimikian rupa hingga menyerupai diameter arteri normal. Dengan adanya

26
selang ini, darah hanya mengalir melalui selang tersebut, tidak lagi melalui kantung
aneurisma. Akibatnya, risiko trombosis dan ruptur berkurang. Untuk menjaga agar diameter
selang tidak berubah, maka pada selang digunakan stent.

Masalah yang sering ditemui saat pemasangan stent diantaranya pemasangan yang tidak
mudah. Diperlukan dokter yang kompeten untuk melakukannya. Sering pula stent sulit
diarahkan ke pembuluh darah yang menjadi tujuan karena biasanya pembuluh darah teroklusi
oleh trombus. Pada bebarapa kasus, aorta ditemukan tidak lurus melainkan berkelok-kelok.
Hal itu makin menambah daftar masalah pemasangan stent. Keuntungan endovaskular stent
daripada bedah konvensional yaitu : tidak memerlukan insisi abdomen, tidak perlu diseksi
retroperitoneal, meningkatkan fungsi perioperatif kardiorespiratorik, mengurangi respon
stress metabolik selama operasi, meningkatkan fungsi ginjal dan gastrointestinal, dan
mengurangi waktu rawat inap

2. Kendalikan faktor risiko

Terapi non-operatif atau obat-obatan dapat diberikan berupa beta bloker, dimana obat ini
diperkirakan mampu menurunkan laju pelebaran dan risiko ruptur dari abdominal aortic
aneurysm.

Yang tidak kalah pentingnya adalah mengendalikan faktor risiko seperti


hiperkolesterolemia dan hipertensi. Merokok sebisa mungkin dihentikan. Aneurisma yang
terlalu kecil untuk dibedah sebaiknya dipantau secara bertahap untuk menilai perkembangan
diameternya.

PULMONARY ATRESIA

A. Definisi
Pulmonary atresia (PA) adalah penyakit bawaan (hadir sejak lahir) cacat yang
terjadi bila katuppulmonal, terletak antara ventrikel kanan dan arteri paru, tidak terbentuk
dengan baik.

B. Etiologi

27
Seperti kebanyakan penyakit jantung bawaan, tidak diketahui penyebab atresia
paru. Kondisi initerkait dengan jenis cacat jantung kongenital yang disebutductus
arteriosus paten(PDA).Orang dengan atresia paru mungkin juga memiliki katup trikuspid
kurang berkembang. Mereka juga mungkin memiliki ventrikel kanan terbelakang dan
pembuluh darah jantung yangabnormal.atresia paru dapat terjadi dengan atau tanpacacat
septum ventrikel (VSD)Jika orang tersebuttidak memiliki suatu VSD, kondisi ini disebut
atresia pulmonal dengan septum ventrikel utuh(PA / IVS). Jika orang tersebut memiliki
kedua masalah, kondisi ini disebut atresia paru denganVSD. Ini adalah bentuk ekstrem
daritetralogi FallotMeskipun kedua kondisi ini disebutpulmonary atresia.

C. Patofisiologi
Tidak terdapat hubungan langsung antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis.
Patent Ductus Arteriosus(PDA) dan atau arteri kolateral menjadi sumbe utama aliran
darah ke paru paru. Aliran darah sistemik yang masuk ke dalam atrium kanan harus
masuk ke dalam atrium kiri melalui defek septum atrium sehingga atrium kanan
mengalami pelebaran dan hipertrofi untuk mempertahanakan shunt dari kanan ke kiri.
Ventrikel kanan biasanya mengalami hipoplasia dengan dinding yang sangat tipis tetapi
dapat juga normal, pada keadaan yang lanjut dapat terjadi regurgitasi dari katup tricuspid.
Aliran darah yang berasal dari sistemik akan bercampur dengan darah yang berasal dari
vena pulmonalis di atrium kiri lalu masuk ke ventrikel kiri dan mensupllai darah ke
sistemik dan ke paru paru. Karena PDA merupakan sumber aliran darah ke paru paru ,
amka pada saat lahir dan terjadi penutupan dari PDA, maka akan terjadi penurunan aliran
darah pulomonal sehingga aliran darah pulmonal sangat tergantung padsa aloramn darah
kolateral yang tidak adekuat .

D. Diagnosis
Sianosis terlihat lebih dini dibandingkan dengan tetralogi of fallot, yaitu dalam
hatri hari pertama pasca lahir. Pada pemeriksaan fisik tidaj terdengar bising di daerah
jalan keluar ventrikel kanan , namun mungkin terdengar bising di daearh anterior atau
daerah posterior, yang menunjukan terdapatnya aliran kolateral. Apabila kolateral banyak
maka pasien mungkin tifak terlihat sianosis. Jantung dapat membesar dan hiperaktif dan

28
terjadi gagal jantung pada saat bayi. Terdapatnya hipertfofi ventrikel kanan pada EKG
serta adanya sianosis dapat menyingkirka diagnosis duktus arterious paersisten

E. Penatalaksaan
Kelainan ini merupakan salah satu jenis duct-dependent lesion; neonates dapat
bertahan hidup selama duktus terbuka dan bila duktus menutup pasien akan meninggal.
Karena itu harus dilakukan usaha untuk tetap membuka duktud baik dengan obat
(pemberian prostaglandin) atau dengan operasi paliatif .prostaglandin E1 dan E2
diberiakan intavena dengan dosis 0,1 mg/kg BB/menit. Tindakan ini sangat bermanfaat
dan menjadi prosedur utama dan prosedur standar di Negara maju. Tersedia pula
prostaglandin E2 oral dengn dosis 62,5-250 mg/kg tiap 1-3 jam

29
REFERENSI

Anonymous . (2008 ). Asuhan Keperawatan pada Anak, Retreived Selasa, 6 April 2010 from:
Http://askep.blogspot.com/2008/04/asuhan-keperawatan-pada-anak-dengan.html

Anonim (2008-last update), Aneurisma Aorta Abdominalis, (Mentorhealthcare),


Available :http://www.mentorhealthcare.com/news.php?nID=173&action=detail
(Accessed : 28 Juli 2008)

Anonim (2008-last update), Aneurisma Aorta Torako-Abdominal, (Website Bedah Toraks


Kardiovaskular Indonesia), Available :http://www.bedahtkv.com/index.php?/e-
Education/Vaskular/Aneurisma-Aorta-Torako-Abdominal.html-index (Accessed : 28 Juli
2008)

Braunwald, Eugene.1996.Textbook of Heart Disease,5thed, McGraw-Hill Companies, USA

Carpenito, Lynda Juall.1998.Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis. Jakarta: EGC

D, David C. Atrial Septal Defect. Medline Plus.


2012.Available :http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000157.htm
Doengoes, E.M,dkk.2002.Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Guyton, Arthur C. 2006. BukuAjar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

30
Junadi dkk, Kapita SElekta kedokteran, Ed2, Media Aesculapius, FKUI, 1982

Mansjoer, Arief, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapicus FKUI.

Mayo Clinic. Atrial Septal Defect. 2011.Available :

http://www.mayoclinic.com/health/atrial-septal-defect/DS00628

Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam Indonesia.2006.Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta:FKUI

Price & Wilson. 1995. Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed.4. Jakarta:EGC

Sastroasmoro S, madyino B buku ajar kardologi anak. Ikatan dokter anak indonesia. Binarupa
aksara, Jakarta 1994
Sidney,Darren. 2012. Constrictive pericarditis .(http://emedicine.medscape.com/article/157096-
overview). Diakses tanggal 12 November 2012 pukul 7:57 WIB.
Sudoyo, Aru W.,dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Interna
Publishing.
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Topol, Eric J.2002.Textbook of Cardiovascular Medicine, 2nded, Philadelphia

31

Anda mungkin juga menyukai