Vaginosis Bakterialis
Oleh:
Preseptor:
2.1 Definisi
Bakterial Vaginosis adalah suatu sindrom perubahan ekosistem
vagina dimana terjadi pergantian dari laktobasillus yang normalnya
memproduksi Hidrogen Peroksida (H2O2) di vagina dengan bakteri anaerob
(seperti misalnya Prevotella Sp, Mobilincus Species, Gardnerella vaginalis
dan Mycoplasma hominis) yang menyebabkan peningkatan pH dari nilai
kurang 4,5 sampai 7,0. Hal itu biasa timbul dan remisi secara spontan pada
wanita dengan seksual aktif dengan wanita yang bukan seksual aktif. Jalur
yang pasti dari trasmisi seksual pada patogenesis vaginosis bakterialis belum
jelas.1
Awalnya infeksi pada vagina hanya disebut dengan istilah vaginitis, di
dalamnya termasuk vaginitis akibat Trichomonas vaginalis dan akibat bakteri
anaerob lain berupa Peptococcus dan Bacteroides, sehingga disebut vaginitis
nonspesifik. Setelah Gardner menemukan adanya spesies baru yang akhirnya
disebut Gardnerella vaginalis, istilah vaginitis nonspesifik pun mulai
ditinggalkan. Berbagai penelitian dilakukan dan hasilnya disimpulkan bahwa
Gardnerella melakukan simbiosis dengan berbagai bakteri anaerob sehingga
menyebabkan manifestasi klinis vaginitis, di antaranya termasuk dari golongan
Mobiluncus, Bacteroides, Fusobacterium, Veilonella, dan golongan
Eubacterium, misalnya Mycoplasma hominis, Ureaplasma urealyticum, dan
Streptococcus viridans.2,3
2.2 Etiologi
Ekosistem vagina normal sangat kompleks, flora bakterial yang
predominan adalah Laktobasili (95%), disamping itu terdapat pula sejumlah
kecil (5%) variasi yang luas dari bakteri erobik maupun anerobik.3,4
Genus Laktobasilus merupakan kuman yang mampu memproduksi
sejumlah asam laktat dari karbohidrat sederhana, dengan demikian
menciptakan suasana asam yang mampu mematikan kuman lain yang tidak
berspora. Secara morfologik, kuman ini berbentuk batang positif gram dan
tidak bergerak. Pada isolasi primer bersifat mikroaerofilik atau anaerob
(tumbuh baik pada keadaan sedikit sekali oksigen atau tanpa oksigen). Bakteri
ini pada dasarnya bersifat non patogen (tidak berbahaya).3,4,5
Pada saat vaginosis bakterial muncul, terdapat pertumbuhan berlebihan dari
beberapa spesies bakteri yang ditemukan, dimana dalam keadaan normal ada
dalam konsentrasi rendah. Vaginosis Bakterial disebabkan oleh
ketidakseimbangan flora alami bakteri (bakteri yang biasa ditemukan dalam
vagina wanita). Vagionosis bakterial tidak sama dengan kandidiasis (infeksi
jamur) atau Trichomonas vaginalis (trikomoniasis) yang tidak disebabkan oleh
bakteri.3,4
Sel epitel ditutupi oleh bakteri Gardnerella vaginalis (juga dikenal sebagai
vaginitis non-spesifik atau bacterial vaginosis) yang melekat pada preparat basah.
2.4 Patofisiologi
Bacterial vaginosis disebabkan oleh faktor faktor yang mengubah
lingkungan asam normal di vagina menjadi keadaan basa yang mendorong
pertumbuhan berlebihan bakteri bakteri penghasil basa. 8 Lactobacillus adalah
bakteri predominan di vagina dan membantu mempertahankan sekresi vagina
yang bersifat asam.3,4
Faktorfaktor yang dapat mengubah pH melalui efek alkalinisasi antara
lain adalah mucus serviks, semen, darah haid, mencuci vagina (douching),
pemakaian antibiotic dan perubahan hormone saat hamil dan menopause. 3,4,8
Faktorfaktor ini memungkinkan meningkatnya pertumbuhan Gardnerella
vaginalis, Mycoplasma hominis, dan bakteri anaerob. Metabolisme bakteri
anaerob menyebabkan lingkungan menjadi basa yang menghambat pertumbuhan
bakteri lain. Mencuci vagina (douching) sering dikaitkan dengan keluhan disuria,
keputihan, dan gatal pada vagina. Pada wanita yang beberapa kali melakukan
pencucian vagina (douching), dilaporkan terjadi perubahan pH vagina dan
berkurangnya konsentrasi mikroflora normal sehingga memungkinkan terjadinya
pertumbuhan bakteri pathogen yang oportunistik.8
Banyak penelitian telah menunjukkan hubungan Gardnerella vaginalis
dengan bakteri lain dalam menyebabkan vaginosis bakterialis. vaginosis
bakterialis dikenal sebagai infeksi polymicrobic sinergis. Beberapa bakteri yang
terkait termasuk spesies Lactobacillus, Prevotella, dan anaerob, termasuk
Mobiluncus, Bacteroides, Peptostreptococcus, Fusobacterium, Veillonella, dan
spesies Eubacterium. Mycoplasma hominis, Ureaplasma urealyticum, dan
Streptococcus viridans juga mungkin memainkan peran dalam vaginosis
bakterialis. Atopobium vaginae sekarang dikenal sebagai patogen yang
berhubungan dengan vaginosis bakterialis.
Rekurensi pada Bacterial vaginosis belum sepenuhnya dipahami namun
ada 4 kemungkinan, yaitu : 9
1. Infeksi berulang dari pasangan yang telah ada mikroorganisme penyebab
bacterial vaginosis. Lakilaki yang mitra seksualnya wanita terinfeksi G.
vaginalis mengandung G. vaginalis dengan biotipe yang sama dalam uretra
tetapi tidak menyebabkan uretritis pada laki laki (asimptomatik) sehingga
wanita yang telah mengalami pengobatan bacterial vaginosis cenderung untuk
kambuh lagi akibat kontak seksual yang tidak menggunakan pelindung.
2. Kekambuhan disebabkan oleh mikroorganisme bacterial vaginosis yang hanya
dihambat pertumbuhannya tetapi tidak dibunuh.
3. Kegagalan selama pengobatan untuk mengembalikan Lactobacillus sebagai
flora normal yang berfungsi sebagai protector dalam vagina.
4. Menetapnya mikroorganisme lain yang belum teridentifikasi faktor hostnya
pada penderita, membuatnya rentan terhadap kekambuhan.
Wanita dengan bakterial vaginosis dapat tanpa gejala. Gejala yang paling
sering pada bakterial vaginosis adalah adanya cairan vagina yang abnormal
(terutama setelah melakukan hubungan seksual) dengan adanya bau vagina yang
khas yaitu bau amis/bau ikan (fishy odor). Bau tersebut disebabkan oleh adanya
amin yang menguap bila cairan vagina menjadi basa. Cairan seminal yang basa
(pH 7,2) menimbulkan terlepasnya amin dari perlekatannya pada protein dan amin
yang menguap menimbulkan bau yang khas. Walaupun beberapa wanita
mempunyai gejala yang khas, namun pada sebagian besar wanita dapat
asimptomatik. 9,10
3. Tes amin yang positif, yang mana sekret vagina yang berbau amis sebelum
atau setelah penambahan koh 10% (whiff test).
4. Adanya clue cells pada sediaan basah (sedikitnya 20 dari seluruh epitel)
Pertumbuhan berlebih dari beberapa anaerob menghasilkan bentuk vaginosis. A, Salah satu gejala
utama adanya keputihan homogen yang berbau busuk. B, Karakteristik "clue cell" yang terdiri dari
sel-sel epitel vagina ditutupi dengan bakteri refractile. Karena organisme noninvasif, leukosit tidak
meningkat.
2) Whiff test
Whiff test dinyatakan positif bila bau amis atau bau amin terdeteksi dengan
penambahan satu tetes KOH 10-20% pada sekret vagina. Bau muncul sebagai
akibat pelepasan amin dan asam organik hasil alkalisasi bakteri anaerob. Whiff
test positif menunjukkan bakterial vaginosis.3,4
5) Kultur vagina
Kultur Gardnerella vaginalis kurang bermanfaat untuk diagnosis bakterial
vaginosis. Gardnerella vaginalis dapat ditemukan pada hampir seluruh penderita
bakterial vaginosis, tapi juga dapat ditemukan lebih dari 58% pada perempuan
tanpa bakterial vaginosis.11
Efek samping obat ini meliputi mual, rasa logam pada lidah,
sakit kepala, dan keluhan gastrointestinal. Konsumsi alkohol
seharusnya dihindari selama pengobatan dan 48 jam setelah terapi
karena akan mengurangi absorpsi obat.
Klindamisin
Kindamisisn 300mg, 2x sehari selama 7 hari sama efektifnya dengan
metronidazol untuk pengobatan vaginosis bakterialis dengan angka
kesembuhan 94%. Aman diberikan pada wanita hamil. Sejumlah
kecil klindamisin dapat menembus air susu ibu (ASI), oleh karena
itu, untuk wanita menyusui sebaiknya digunakan pengobatan
intravagina.
Augmentin
Augmentin (500 mg amoksilin dan 125 asam klavunat ) 3x sehari
selama 7 hari. Obat ini cukup efektif sebagai cadangan terapi
untuk wanita hamil dan pasien dengan intoleransi terhadap
metronidazol
Terapi lain:
1. Metronidazol gel intravagina (0,75%) 5 gram, 1x sehari selama 5 hari.
2. Klindamisisn krim (2%) 5 gram, 1x sehari selama 7 hari.
3. Tetrasiklin intravagina 100 mg, 1x sehari. Sangat efektif mengobati
vaginosis bakterialis, tetapi menginduksi kandidiasis vagina dan lesi
ulseratif vagina.
4. Triple sulfonamid krim atau tablet (Sulfacetamid 2,86%, Sulfabenzamide
3,7% dan Sulfathiazole 3,42%) 1 tablet atau 1 aplikator penuh krim ke
dalam vagina 2x sehari selama 10 hari. Tetapi akhir-akhir ini dilaporkan
angka penyembuhan hanya 15-45%.6
2.10 Komplikasi
Angka kejadian vaginosis bakterialis tinggi dengan wanita dengan
penyakit radang panggul. Meskipun belum ada penelitian menunjukkan
bahwa pengobatan vaginosis bakterialis mengurangi resiko penyakit radang
panggul di kemudian hari. Komplikasi vaginosis bakterialis yang lainnya
adalah seperti berikut:
1) Vaginosis bakterialis disertai endometritis dan penyakit
radang panggul setelah terminasi kehamilan
2) Vaginosis bakterialis selama kehamilan disertai dengan komplikasi
kehamilan termasuk kelahiran prematur, ketuban pecah dini dan
endometritis post-partum.
3) Vaginosis bakterialis disertai peningkatan resiko infeksi traktus urinarius.
4) Terjadi peningkatan infeksi traktus genitalis atau berhubungan dengan
vaginosis bakterialis. Konsentrasi tinggi mikroorganisne pada suatu tempat
cenderung meningkatkan frekuensi infeksi di tempat yang berdekatan.
2.11 Prognosis
Prognosis bakterial vaginosis dapat timbul kembali pada 20-30% wanita
walaupun tidak menunjukkan gejala. Pengobatan ulang dengan antibiotik yang
sama dapat dipakai. Prognosis bakterial vaginosis sangat baik, karena infeksinya
dapat disembuhkan. Dilaporkan terjadi perbaikan spontan pada lebih dari 1/3
kasus. Dengan pengobatan metronidazol dan klindamisin memberi angka
kesembuhan yang tinggi (84-96%).1
2.12 Kesimpulan
Bakterial vaginosis adalah suatu keadaan yang abnormal pada vagina yang
disebabkan oleh pertumbuhan bakteri anaerob dalam konsentrasi tinggi
(Bacteroides Spp, Mobilincus Spp, Gardnerella vaginalis, Mycoplasma hominis)
menggantikan flora normal vagina (Lactobacillus Spp) yang menghasilkan
hidrogen peroksida sehingga vagina yang tadinya bersifat asam (pH normal
vagina 3,8 4,2) berubah menjadi bersifat basa.
Menurut Amsel, untuk menegakkan diagnosa dengan ditemukannya tiga dari
empat gejala, yakni : sekret vagina yang homogen, tipis, putih dan melekat, pH
vagina > 4,5, tes amin yang positif; adanya clue cells pada sediaan basah
(sedikitnya 20% dari seluruh epitel) yang merupakan penanda bakterial vaginosis.
Pengobatan bakterial vaginosis biasanya menggunakan antibiotik seperti
metronidazol dan klindamisin. Untuk keputihan yang ditularkan melalui
hubungan seksual terapi juga diberikan kepada pasangan seksual dan dianjurkan
tidak berhubungan selama masih dalam pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
p.143-147.
4. Amsel R., Totten P.A., Spiegel C.A., Chen K.C., et al. "Nonspecific
5. Ocviyanti D., Yeva R., Shanty O., et al. Risk Factors For Bacterial
2011. p.203-6.
12. Goldsmith, Lowel A.,Stephen I., Barbara A., et al. Bacterial vaginosis. In:
2524-25.
13. Hakimi, M. 2011 Radang dan Beberapa Penyakit Lain pada Alat Genital.
Universitas Indonesia.
66-8.
15. British Association for sexual health and HIV. National guideline