option=com_content&view=article&id=276:keputihan-
saat-hamil&catid=40:monthly-guide&Itemid=34
Wanita lebih rentan mengalami keputihan pada saat hamil karena pada saat
hamil terjadi perubahan hormonal yang salah satu dampaknya adalah
peningkatan jumlah produksi cairan dan penurunan keasaman vagina serta
terjadi pula perubahan pada kondisi pencernaan. Semua ini berpengaruh
terhadap peningkatan terjadinya keputihan.
Keputihan dapat bersifat normal (fisiologis) dan tidak normal (patologis). Dalam keadaan
normal, cairan yang keluar cenderung jernih atau sedikit kekuningan dan kental seperti lendir
serta tidak disertai bau atau rasa gatal. Namun bila cairan yang keluar disertai bau, rasa gatal,
nyeri saat buang air kecil atau warnanya sudah kehijauan atau bercampur darah, maka ini
dapat dikategorikan tidak normal.
Setiap cairan/lendir memiliki warna dan bau yang berbeda, apabila cairan/lendir
tersebut berbau busuk darah- dengan warna biruan, dengan rasa terbakar atau
gatal maka gejala ini harus dibicarakan dengan dokter/bidan Anda sehingga
bidan/dokter dapat mengetahui penyebab dari vagina infeksi.
Leukorrhea Abnormal biasanya disebabkan oleh infeksi vagina atau leher rahim,
untuk menandainya sangat mudah. Jika lendir berwarna kuning tebal dengan
rasa gatal biasanya ini berarti terdapat jamur pada vagina dan vulva.
Produksi lendir selama kehamilan pada trimester pertama terutama dipicu oleh
perubahan hormon yang terjadi dalam tubuh selama kehamilan dan keluarnya
lendir tebal adalah tanda kehamilan. Hal ini terutama akibat peningkatan kadar
estrogen. Peningkatan hormon estrogen juga menyebabkan peningkatan aliran
darah ke daerah panggul. Hal ini semakin meningkatkan kuantitas lendir selama
kehamilan. Lendir pada awal kehamilan mungkin sisertai bercak darah terjadi
pada saat implantasi. Hal ini terjadi karena telur yang dibuahi menempel di
dinding rahim.
Yang pasti jika wanita hamil mengalami keputihan, walaupun hal ini wajar namun
tetap saja musti harus hati-hati dan waspada. Dari bermacam keputihan, ada
tiga jenis yang dapat terjadi pada kondisi hamil. Yaitu kandidosis vulvovaginal,
vaginosis baterialis dan trikomoniasis.
1. Kandidosis vulvovaginal
Gejalanya: Munculnya cairan kental, berbau sangat tajam dan disertai dengan rasa gatal
akibat cairan keputihan sudah mengiritasi dan membuat lecet vulva. Ibu hamil juga akan
merasakan nyeri saat berkemih dan saat bersenggama.
Dampaknya: Jika dibiarkan dan tidak segera diatasi maka dapat menyebabkan kelahiran
prematur , ketuban pecah sebelum waktunya dan bayi berat lahir rendah tidak bertambah
pada keadaan ini
2. Vaginosis Bakterialis
Gejala: Munculnya cairan kental, berbau sangat tajam. Pada kondisi parah barulah
muncul rasa gatal.
Dampaknya: Jika dibiarkan dan tidak segera diatasi maka dapat menyebabkan kelahiran
prematur , ketuban pecah sebelum waktunya dan bayi berat lahir rendah tidak bertambah
pada keadaan ini
3. Trikomoniasis
Penyebab: Trichomonas Vaginalis, yaitu protozoa yang mempunyai flagel, pada manusia
biasanya terdapat di uretra (saluran kemih). Ditularkan pada umumnya melalui hubungan
seksual.
Gejala: Berupa iritasi pada area genital, rasa panas, gatal dan nyeri yang dapat terasa di
daerah vulva dan paha, perineum (kulit diantara vagina dan anus) , dapat pula disertai
nyeri saat berkemih dan senggama. Dapat juga terjadi perdarahan bercak setelah
senggama akibat kontak langsung dengan leher rahim yang meradang. keluar cairan
keputihan yang berbuih dan berwarna putih keabuan atau berwarna kuning kotor
kehijauan serta berbau busuk yang menusuk. Dalam kondisi parah, vagina dan leher
rahim dapat bengkak dan meradang kemerahan.
1. Gunakan selalu pakaian dalam dari bahan katun dan hindari pakaian dalam dari bahan
sintetis serta celana ketat.
3. Usai mandi usahakan area genital benar-benar kering. Gunakan pengering berupa handuk
yang bersih dan jangan menggunakan tissue yang beraroma wangi.
4. Bersihka area genita dari depan kebelakang setiap laki selesai berkemih atau buang air
besar karena dapat membantu mengurangi kontaminasi mikroorganisme dari saluran
kemih dan anus.
http://www.kesrepro.info/?q=node/309
Artikel
Trikomoniasis dapat menyebabkan seseorang kehilangan hari kerjanya karena adanya rasa yang
tidak enak yang disebabkannya, sehingga infeksi ini seharusnya tidak diabaikan begitu saja. Adanya
kejadian infeksi gabungan dengan PMS lain penting untuk diperhatikan pada saat membuat diagnosis
trikomoniasis. Trikomoniasis merupakan masalah bagi penderitanya karena gejala dan kemungkinan
komplikasi yang disebabkannya.
Patofisiologi: Pada gadis-gadis sebelum usia pubertas, dinding vagina yang sehat tipis dan
hypoestrogenic, dengan pH lebih besar dari 4,7, pemeriksaan dengan pembiakan (kultur) akan
menunjukkan beberapa mikroorganisma. Setelah gadis menjadi dewasa, dinding vagina menebal
dan laktobasilus menjadi mikroorganisma yang dominan, PH vagina menurun hingga kurang dari 4,5.
Laktobasilus penting untuk melindungi vagina dari infeksi, dan laktobasilus adalah flora dari vagina
yang dominan (walaupun bukan merupakan stau-satunya flora vagina). Masa inkubasi sebelum
timbulnya gejala setelah adanya infeksi bervariasi antara 3-28 hari. Selama terjadinya infeksi
protozoa Trichomonas vaginalis, trikomonas yang bergerak-gerak (jerky motile trichomonads) dapat
dilihat dari pemeriksaan dengan sediaan basah. PH vagina naik, sebagaimana halnya dengan jumlah
lekosit polymorphonuclear (PMN). Lekosit PMN merupakan mekanisme pertahanan utama dari
pejamu (host/manuasia), dan mereka merespon terhadap adanya substansi kimiawi yang dikeluarkan
trichomonas. T vaginalis merusak sel epitel dengan cara kontak langsung dan dengan cara
mengeluarkan substansi sitotoksik. T vaginalis juga menempel pada protein plasma pejamu,
sehingga mencegah pengenalan oleh mekanisme alternatif yang ada di pejamu dan proteinase
pejamu terhadap masuknya T vaginalis.
Frekuensi:
Di Amerika Serikat: Trikomoniasis adalah satu dari PMS yang paling sering terjadi, dengan
angka insiden sekitar 2-3 juta per tahun.
Internasional: Di seluruh dunia, angka insiden adalah sekitar 180 juta per tahun. Sementara
angka prevalensinya bervariasi dari 5% pada klien klinik KB sampai 75% pada pekerja seks.
Mortalitas/Morbiditas:
Trikomoniasis memiliki angka infeksi gabungan yang cukup tinggi dengan PMS lain. Sebuah
penelitian yang dilakukan oleh Wolner-Hanssen dkk, menemukan gonore berhubungan
secara signifikan dengan infeksi trikomonas. Trikomoniasis juga memfasilitasi penularan
human immunodeficiency virus (HIV).
Pada perempuan gejala adanya infeksi trikomoniasis dapat bervariasi dari tidak ada gejala
(asimptomatik) sampai adanya tanda radang seperti gatal-gatal pada vagina dan adanya duh
tubuh vagina (vaginal discharge/keputihan).
Pada perempuan hamil, trikomoniasis yang tidak diobati berhubungan dengan ketuban pecah
dini, bayi berat lahir rendah dan cellulites pasca histerektomi.
Jenis kelamin:
Trikomoniasis terdapat baik pada laki-laki maupun perempuan, namun lebih sering ditemukan
pada perempuan.
Pada laki-laki, gejala adanya trikomoniasis bervariasi dari tidak ada gejala
(asimtomatik/karier) sampai uretritis, prostatitis, atau epididymo-orchitis.
Perempuan juga dapat merupakan karier asimptomatis, namun umumnya gejala akan
menunjukkan adanya proses peradangan (lihat bagian klinis di bawah).
Umur: Trikomoniasis lebih sering terjadi pada laki-laki dan perempuan yang aktif seksual baik remaja maupun
dewasa.
Keluhan:
Perempuan
o Klien dengan trikomoniasis mungkin merasakan gatal-gatal atau rasa panas pada
vagina. Kemungkin juga ada keputihan yang berbau tidak normal (busuk).
o Rasa sakit sewaktu berhubungan seksual mungkin juga merupakan keluhan utama
yang dirasakan klien dengan trikomoniasis.
o Keputihan abnormal yang purulen, berbusa atau berdarah kemungkinan terjadi juga.
Keputihan yang berbusa yang dianggap sebagai tanda klasik dari trikomoniasis
hanya terjadi pada 12% dari klien yang mengalami infeksi ini.
Laki-laki
o Mungkin ada keluhan nyeri pada saat kencing, nyeri pada uretra, testis atau nyeri
perut bagian bawah.
Tanda Fisik:
Perempuan
o Sebagian besar dari gejala-gejala yang disebutkan di atas tidak spesifik untuk infeksi
trikomoniasis dan dapat terjadi pada berbagai infeksi vagina dan serviks yang lain.
Sehingga jika hanya bergantung pada pemeriksaan fisik saja banyak klien dengan
trikomoniasis akan tidak terdiagnosis. Diagnosis pasti trikomoniasis dapat
ditegakkan dengan adanya protozoa berflagel yang terlihat dari pemeriksaan sediaan
basah, Papanicolaou (Pap) smears, atau media kultur.
Laki-laki
o Pada beberapa kasus, laki-laki dengan infeksi ini mungkin menunjukkan adanya
discharge dari penis.
o Beberapa kasus yang lain mungkin ada tanda-tanda prostatitis atau epididymitis.
Bayi baru lahir perempuan: T vaginalis yang didapat pada saat melewati jalan lahir dapat
menyebabkan keputihan pada bayi pada minggu-minggu pertama kehidupannya.
Penyebab:
Rata-rata masa inkubasi adalah 1 minggu namun dapat bervariasi antara 4-28 hari.
Risiko untuk terkena infeksi ini tergantung pada aktifitas seksual klien.
pH vagina
o Penentuan pH vagina dengan cara menempelkan swab dengan sekresi vagina pada
kertas pH paper dengan nilai antara 3.5-5.5.
Tes Whiff
o Tes ini memeriksa adanya amine dengan menambahkan KOH pada discharge vagina
dan membaui adanya bau seperti bau ikan, tes ini berguna untuk menyingkirkan
kemungkinan vaginosis bakterial.
o Saat ini telah ada pemeriksaan pH Vagina dan tes whiff yang dikombinasikan dalam
satu bentuk tes dengan tanda negatif positif.
Pap smear
Pemeriksaan lain
o Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya trikomoniasis yaitu
pemeriksaan biakan (kultur) secret vagina, direct immunofluorescence assay, dan
Polymerase chain reaction (PCR)
o Jika ditemukan trikomoniasis maka harus dilakukan juga pemeriksaan untuk PMS
lain seperti sifilis, Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia trachomatis, HIV, hepatitis B,
dan hepatitis C.
Hal-hal lain:
Adanya T vaginalis pada populasi anak dapat untuk memprediksi kemungkinan adanya
kekerasan seksual pada anak.
Pengobatan trikomoniasis untuk klien dengan HIV positif sama dengan klien dengan
HIV negatif.
Referensi:
American Academy of Pediatrics: Trichomonas vaginalis infections. In: Red
Book. 2000: 588-589.
Centers for Disease Control and Prevention: 1998 guidelines for treatment of
sexually transmitted diseases. MMWR Morb Mortal Wkly Rep 1998 Jan 23;
47(RR-1): 1-111
Hammill HA: Trichomonas vaginalis. Obstet Gynecol Clin North Am 1989 Sep;
16(3): 531-40
Krieger JN, Tam MR, Stevens CE, et al: Diagnosis of trikomoniasis. Comparison
of conventional wet-mount examination with cytologic studies, cultures, and
monoclonal antibody staining of direct specimens. JAMA 1988 Feb 26; 259(8):
1223-7
Nyirjesy P: Vaginitis in the adolescent patient. Pediatr Clin North Am 1999 Aug;
46(4): 733-45, xi
Sobel JD: Vaginitis. N Engl J Med 1997 Dec 25; 337(26): 1896-903
Sobel JD: Vulvovaginitis in healthy women. Compr Ther 1999 Jun-Jul; 25(6-7):
335-46
Yule A, Gellan MC, Oriel JD, Ackers JP: Detection of Trichomonas vaginalis
antigen in women by enzyme immunoassay. J Clin Pathol 1987 May; 40(5): 566-
8