Case CVD Hemoragik
Case CVD Hemoragik
Stroke Hemoragik
Oleh:
Muhammad Iqbal Mahfud, S.Ked
04054821618016
Pembimbing:
dr. Alwi Shahab, Sp.S (K)
BAGIAN/DEPARTEMEN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. MOHAMMAD HOESIN
1
PALEMBANG
2017
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
Judul
Stroke Hemoragik
Oleh:
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian/Departemen Neurologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad
Hoesin Palembang.
2
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul Stroke
Hemoragik. Di kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
dr. Alwi Shahab, Sp.S (K) sebagai dosen pembimbing.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis kerjakan. Demikianlah
penulisan laporan ini, semoga bermanfaat. Aamiin
Penulis
3
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul i
Lembar Pengesahan ii
Kata Pengantar iii
Daftar Isi iv
Daftar Gambar v
Daftar Tabel vi
Bab I Pendahuluan 1
Bab II Status Pasien 2
Bab III Tinjauan Pustaka 15
Bab IV Analisis Kasus 36
Daftar Pustaka
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI
a. Nama : Tn. CF
b. Umur : 58 tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Alamat: Jl. Mayor Zen Kapling II, Sei Selayur,
Kalidoni, Kota Palembang
e. Pekerjaan : Wiraswasta
f. Agama : Islam
g. MRS Tanggal : 31 Desember 2016
h. No. RM/Register : 986517/RI16035928
6
III. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 31 Desember 2016)
STATUS PRESENS
Status Internus
Kesadaran : E4M6V5
Tekanan Darah : 170/110 mmHg
Nadi : 96 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Suhu Badan : 36,4 C
Pernapasan : 20 kali/menit
SpO2 : 99% dengan udara bebas
BB : 70 Kg
TB : 165 cm
Jantung : HR = 96 kali/menit, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru : Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, BU (+) normal
Anggota Gerak : edema (-), deformitas (-), atropi otot (-)
Genitalia : Tidak diperiksa
Status Psikiatrikus
Sikap : kooperatif Ekspresi Muka : wajar
Perhatian : adekuat Kontak Psikik : adekuat
Status Neurologikus
KEPALA
Bentuk : normocephali Deformitas : tidak ada
Ukuran : normal Fraktur : tidak ada
Simetris : simetris Nyeri fraktur : tidak ada
Hematom : tidak ada Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
Tumor : tidak ada Pulsasi : tidak ada kelainan
LEHER
Sikap : lurus, lemas Deformitas : tidak ada
Torticolis : tidak ada Tumor : tidak ada
7
Kaku kuduk : (-) Pembuluh darah : tidak ada kelainan
SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Anosmia Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Hiposmia Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Parosmia Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
8
Gerakan bola mata Tidak ada kelainan Tidak ada kelaianan
Pupil
- Bentuk bulat bulat
- Diameter 3 mm 3 mm
- Isokori/anisokor isokor isokor
- Midriasis/miosis tidak ada tidak ada
- Refleks cahaya
- Langsung ada ada
- Konsensuil ada ada
- Akomodasi tidak ada kelainan tidak ada kelainan
- Argyll Robertson tidak ada kelainan tidak ada kelainan
9
- Lakrimasi Tidak ada kelainan
- Chovsteks sign Tidak ada
N. Vestibulocochlearis
N. Cochlearis Kanan Kiri
Suara bisikan Tidak ada kelainan
Detik arloji Tidak ada kelainan
Tes Weber Tidak ada kelainan
Tes Rinne Tidak ada kelainan
N. Vestibularis
Nistagmus Tidak ada
Vertigo Tidak ada
Sensorik
- 1/3 belakang lidah Tidak ada kelianan
10
N. Hypoglossus Kanan Kiri
Mengulur lidah Deviasi ke kiri
Fasikulasi Tidak ada
Atrofi papil Tidak ada
Disartria Ada
MOTORIK
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan Cukup Kurang
Kekuatan 5 4
Tonus normal meningkat
Refleks fisiologis
- Biceps normal meningkat
- Triceps normal meningkat
- Radius normal meningkat
- Ulna normal meningkat
Refleks patologis
- Hoffman Tromner tidak ada
- Leri tidak ada
- Meyer tidak ada
11
Refleks patologis
- Babinsky tidak ada ada
- Chaddock tidak ada tidak ada
- Oppenheim tidak ada tidak ada
- Gordon tidak ada tidak ada
- Schaeffer tidak ada tidak ada
- Rossolimo tidak ada tidak ada
- Mendel Bechterew tidak ada tidak ada
FUNGSI VEGETATIF
Miksi : tidak ada kelainan
Defekasi : tidak ada kelainan
KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis : tidak ada
Lordosis : tidak ada
Gibbus : tidak ada
Deformitas : tidak ada
Tumor : tidak ada
Meningocele : tidak ada
Hematoma : tidak ada
Nyeri ketok : tidak ada
12
- Neck tidak ada
- Cheek tidak ada
- Symphisis tidak ada
- Leg I tidak ada tidak ada
- Leg II tidak ada tidak ada
GERAKAN ABNORMAL
Tremor : tidak ada
Chorea : tidak ada
Athetosis : tidak ada
Ballismus : tidak ada
Dystoni : tidak ada
Myocloni : tidak ada
FUNGSI LUHUR
Afasia motorik : tidak ada
Afasia sensorik : tidak ada
Apraksia : tidak ada
Agrafia : tidak ada
Alexia : tidak ada
Afasia nominal : tidak ada
Skor SIRIRAJ
13
Jenis Pemeriksaan Poin
Kesadaran (K) Kompos mentis 0 X 2,5
Somnolen dan stupor 1
Semikoma dan koma 2
Muntah dalam waktu 2 Tidak ada 0 X2
jam (M) Ada 1
Cephalgia dalam waktu Tidak ada 0 X2
2 jam (C) Ada 1
Atheroma (A) Tidak ada 0 X3
Ada 1
Tekanan Diastolik (D) 110 110 X 0,1
Konstanta -12 -12
Jumlah 3
Bila skor total > 1, berarti stroke perdarahan
Bila skor total < -1, berarti srtoke iskemi
Rumus = (2,5 X K) + (2 X M) + (2 X C) + (0,1 X D) (3 X A) 12
= (2,5 X 0) + (2 X 1) + (2 X 1) + (0,1 X 110) (3 X 0) 12
Pada pasien ini didapatkan skor SIRIRAJ sama dengan 3
PEMERIKSAAN PENUNJANG
14
DARAH (Tanggal 31 Desember 2016)
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 13,2 g/dL 12,5-17,4 g/dL
Eritrosit 4,71 juta 4,4-6,3 juta
Leukosit 6.100 4.700-11.000
Hematokrit 39 35-45 %
Trombosit 263.000 170.000-396.000
15
PEMERIKSAAN KHUSUS
1. EKG
Kesan:
Normal EKG
IV. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis : Hemiparese sinistra tipe sentral
Parese N. VII sinistra tipe sentral
Parese N. XII sinistra tipe sentral
Diagnosis Topik : Capsula interna
Diagnosis Etiologi : Susp. CVD Hemoragik
Diagnosis Tambahan : Hipertensi stage II
V. PENATALAKSANAAN
Non-Farmakologis
1. Head up 30, bed rest
2. O2 3L/menit via nasal kanul
3. Diet BBRG 1800 kkal
4. Cek laboratorium DK, elektrolit, BSS, faal hemostasis
5. Rontgen thoraks PA
6. CT scan kepala
7. Immobilisasi
Farmakologis
IVFD NaCl 0,9% gtt xx/m makro
Asam traneksamat 3x500 mg (iv)
Citicoline 2x250 mg amp (iv)
Ranitidine 2x50 mg amp (iv)
Neurobion 1x5000 mcg (im)
VI. PROGNOSA
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Suplai Darah Otak
Suplai darah otak dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri carotis interna
dan arteri vertebralis yang cabang-cabangnya beranastomosis membentuk sirkulus
willis. Arteri karotis interna dan eksterna merupakan cabang dari arteri karotis
komunis kira-kira setinggi kartilago tiroid. Arteri karotis komunis kiri merupakan
percabangan langsung dari lengkung aorta, tetapi arteri karotis kanan berasal dari
arteri brakiosefalika. Arteri karotis eksterna memperdarahi wajah, tiroid, lidah,
dan faring. Cabang dari arteri karotis eksterna yaitu arteri meningea media yang
memperdarahi struktur wajah dan salah satu cabang besarnya memperdarahi
duramater.
Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak setinggi kiasma optikum,
menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri media merupakan lanjutan
dari arteri karotis interna. Arteri karotis interna juga mempercabangkan jadi arteri
oftalmika yang masuk ke dalam ruang orbita dan memperdarahi mata dan isi
orbita.
Arteri serebri anterior memperdarahi nukleus kaudatus, dan putamen ganglia
basalis, bagian-bagian kapsula interna dan korpus kalosum, bagian (terutama
medial) lobus frontalis dan parietalis serebri termasuk korteks somestetik dan
korteks motorik. Apabila terjadi sumbatan pada cabang utama arteri serebri
anterior maka akan menyebabkan hemiplegia kontralateral yang lebih berat pada
bagian kaki dibandingkan tangan. Paralisis bilateral dan sensorik timbul bila
terjadi sumbatan total pada arteri serebri anterior, namun tetap bagian tubuh
bawah mengalami gangguan yang lebih berat.
Arteri serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus temporalis,
parietalis, dan frontalis korteks serebri. Arteri ini nerupakan sumber perdarahan
utama pada girus presentralis dan post sentralis. Korteks auditorius, somestetik ,
motorik, korteks asosiasi, dan pramotorik disuplai oleh arteri ini. Arteri serebri
media yang tersumbat di dekat percabangan kortikal dapat menimbulkan afasia
berat bila yang terkena hemisferium serebri dominan bahasa, selain itu juga dapat
menyebabkan hilangnya sensasi posisi, hemiplegia kontralateral yang berat
terutama ekstremitas atas dan wajah.
Selain arteri karotis, otak juga diperdarahi oleh arteri vertebralis. Arteri
vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteri subklavia sisi yang sama. Arteri
vertebralis maemasuki otak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons
dan medulla oblongata. Kedua arteri bersatu membentuk arteri basilaris. Arteri
basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah , dan kemudian bercabang
menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang sistem
vertebrobasilaris ini memperdarahi medulla oblongata, pons, serebellum, otak
tengah dan sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis,
aparatus koklearis, dan organ vestibular. Korteks pengelihatan primer diperdarahi
oleh cabang dari arteri serebri posterior. Apabila tersumbat dapat menyebabkan
hemianopsia homonym kontralateral. Namun, macula dapat tetap utuh karena
anastomosis arteri serebri posterior dan media pada lobus oksipitalis.
2.2. Epidemiologi
Di dunia, tahun 2010, prevalensi stroke 33 juta, dengan 16,9 juta orang
mengalami stroke pertamanya. 5,2 juta orang mengalami stroke pertama pada usia
< 65 tahun. Diestimasikan 11,6 juta mengalami stroke iskemik dan 5,3 juta orang
mengalami stroke hemoragik, 63% dan 80%, secara berturut-turut terjadi di
negara dengan penghasilan rendah dan menengah. Kematian akibat stroke
hemoragik menurun 19% di negara dengan penghasilan tinggi, sedangkan di
negara dengan penghasilan rendah dan menengah meningkat 22% dan 19%, pada
mereka yang berusia di bawah 75 tahun2,3,4.
Dari tahun 2001-2011, rata-rata relatif dari kejadian kematian akibat stroke
35,1% dan angka sebenernya dari kematian akibat stroke menurun sebanyak
21,2%. Namun setiap tahun, kurang lebih 795.000 orang per tahun tetap
mengalami stroke baru ataupun serangan ulang dari stroke. Pada tahun 2011,
stroke menyebabkan 1 dari 20 kematian di Amerika Serikat. Rata-ratanya, setiap
40 detik, seseorang di Amerika Serikat mengalami serangan stroke, dan seseorang
meninggal setiap 4 menit2,3,4.
Menurut data tahun 2013 BRFSS (CDC), 2,7% laki-laki dan 2,7% perempuan
diatas 18 tahun memiliki riwayat stroke; 2,5% kulit putih, dan tertinggi 4,0% pada
orang dengan multirasial. Stroke hemoragik dialami 10% dari seluruh penerita
stroke.
2.3. Etiologi
Hemoragik primer merupakan 80-85% dari seluruh penyebab perdarahan
otak dan paling umum disebabkan oleh hipertensi arteri dan angiopati amyloid
serebral. Sisanya disebabkan oleh perubahan hemostatis, misalnya disebabkan
oleh antikoagulan atau patologi serebral (tumor/malformasi vaskuler) atau
penyebab yang jarang terjadi seperti thrombosis vena sinus, vasculitis serebral,
eclampsia, dll1,5.
Penyebab utama dari ICH adalah perubahan degenerative pada struktur
pembuluh darah serebral akibat hipertensi, CAA, dan antikoagulan atau
koagulopati5,11.
1. Hipertensi
Patogenesis dari hipertensi-terkait ICH tidak sepenuhnya dimengerti,
namun diasumsikan bahwa hipertensi mengacu pada hyperplasia kronik dan
kerusakan terus menerus terhadap otot polos pembuluh darah, lalu akumulasi
kolagen tipe 4 yang menyebabkan dinding pembuluh darah kehilangan
kontratibilitasnya. Lalu hipertensi juga menyebabkan luka kronis dari
pembuluh darah ke subendotelium dengan nekrosis fibrinoid dan kerusakan
lamina elastis internal, dan akhirnya ruptur pembuluh darah pada arteriole
yang kecil dilanjutkan dengan perdarahan5.
2. Perdarahan Subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi
perdarahan di ruang subarakhnoid yang timbul secara primer.3 Perdarahan
subarakhnoid terjadi karena pecahnya aneurisma sakuler pada 80% kasus
SAH non traumatik. Sebagai penyebab lain SAH antara lain : aneurisma
fusiform/arteriosklerosis pembuluh arteri basilaris, aneurisma mikotik,
trauma, arteritis, neoplasma, dan penggunaan kokain berlebihan.
Keluarnya darah ke ruang subarakhnoid akan menyebabkan reaksi yang
cukup hebat berupa sakit kepala yang sangat hebat. Gejala ini ditemukan
pada sebagian besar kasus. Selanjutkan terjadi penurunan kesadaran (50%
kasus) disertai kegelisahan. Rangsang meningeal dengan gelisah
ditemukan pada 10% kasus. Gejala ini timbul di hari-hari pertama.
Gambar 1. Klasifikasi ICH berdasarkan lokasi anatomi dan CT-Scan non kontras, (a)
bagian kanan-dalam, perdarahan bangsal ganglia melibatkan kapsul internal dan
eksternal, putamen, dan thalamus posterior. Perdarahan telah menembus thalamus,
dinding lateral ventrikel 3 dan melebar ke ventrikel. (b) Perdarahan superfisial, lobus
pada lobus frontal kiri dan kompresi ipsilateral ventrikel. (c) Perdarahan massa ekstensif
dari basal ganglia kanan dan lobus frontal dengan perdarahan ekstensi intraventricular,
pergeseran garis midline lewat 1 cm, dan hidrocefalus obstruktif. (d) Perdarahan
pontin/mesensefalik dengan perembesan ke ventrikel 4. (e) perdarahan disebelah kanan
serebelum dengan kompresi konsekutif dari ventrikel ke 4 dan hidrosefalus obstruktif. (f)
Perdarahan intraventricular dengan hidrosefalus obstruktif.
2.6. Patofisiologi Stroke Hemoragik5,11
Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan perdarahan
subarachnoid. Insidens perdarahan intrakranial kurang lebih 20% adalah stroke
hemoragik. Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya
mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Pecahnya aneurisme
menyebabkan perdarahan dalam parenkim otak yang bisa mendorong struktur
otak dan merembas ke sekitarnya bahkan bisa masuk ke dalam ruang vetrikel atau
ke ruang intracranial. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga dapat
menyebabkan vasospasme pada arteri di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat
menyebar ke seluruh hemisfer dan sirkulus wills. Perdarahan tersebut
menyebabkan gangguan serabut saraf otak melalui penekanan struktur otak dan
juga oleh hematom yang menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya.
Peningkatan tekanan intrakranial pada gilirannya akan menimbulkan herniasi
jaringan otak dan menekan batang otak. Hal ini paling sering terjadi di daerah
subkortikal, serebelum, dan batang otak.
Perdarahan intraserebral dibagi menjadi tiga fase : 1) inisial hemoragik, 2)
ekspansi hematoma, dan 3) peri-hematoma edema. Inisial hematoma disebabkan
kerena pecahnya arteri akibat berbagai faktor. Ekspansi hematoma berlangsung
beberapa jam setelah inisial hematoma terjadi yang menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial yang mengakibatkan kerusakan integritas jaringan otak dan
brain-blood barrier setempat. Tersumbat dan berkurangnya aliran darah ke otak
akan menginduksi pengeluaran tromboplastin jaringan mengakibatkan koagulasi
lokal. Derajat dan ukuran inisial hematoma dan ekspansi hematoma akan
menentukan prognosis dan dan detardasi neurologi yang terjadi. Ukuran
hematoma >30 ml akan menyebabkan tingkat mortalitas yang tinggi.
Gambar 5. Aneurisme terbanyak
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100 400
mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah tersebut
berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard.
Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan
rupturnya aneurisma kecil. Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil membuat
efek penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler yang akhirnya membuat
pembuluh ini pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume perdarahan semakin
besar (Caplan, 2000).
2.8. Diagnosis
a. Anamnesis
Keluhan utama yang menyebabkan pasien datang berobat biasanya
diakibatkan oleh gangguan aktivitas sehari-hari yang terjadi secara tiba-
tiba. Keluhan yang sering ditemukan adalah kelumpuhan anggota gerak
sebelah badan, mulut mencong atau mengot, bicara pelo, dan tidak dapat
berkomunikasi dengan baik. Keluhan ini bias terjadi secara tiba-tiba dan
biasanya terjadi pada waktu pagi hari atau ketika baru bangun tidur,
ketika sedang bekerja maupun sedang istirahat. Perlu ditanyakan gejala
lain yang menyertai seperti kejang, penurunan kesadaran, sakit kepala
hebat, mual, muntah, gangguan sensorik, gangguan pengelihatan, adanya
trauma,dan lain-lain. Perlu dicari fator risiko yang terdapat pada pasien.
Harus diketahui perkembangan kesadaran pasien selama anamnesis
(Misbach J, Jannis J, 2011).
Harus diketahui onset kejadian, perkembangan gejala atau keluhan
pasien, pemakaian obat-obatan terutama kokain, dan obat-obat lain yang
dikonsumsi atau baru saja dihentikan (Hartwig M, 2012).
b. Pemeriksaan fisik
Hal yang perlu dilakukan adalah mengetahui kesadaran pasien
melalui GCS score yang dinilai dari eye, verbal, dan movement. Tanda
vital harus diperiksa, dan pemeriksaan neurologis harus dilakukan. Pada
pemeriksaan neurologis dilakukan pemeriksaan fungsi motorik, sensorik,
saraf kranialis, fungsi luhur, gerak rangsang meningeal, fungsi vegetatif,
gerakan abnormal, serta gait dan keseimbangan.
Pada pemeriksaan motorik perlu dinilai kekuatan, tonus, klonus,
refleks patologis, dan refleks fisiologis. Pada penderita yang tidak sadar
untuk mengetahui kekuatan maka dinilai dengan lateralisasi. Pada
penserita stroke, kelainan terdapat di otak yang merupakan system saraf
pusat, maka pada pemeriksaan klinis dapat ditemukan adanya kelemahan
atau kekuatan yang berkurang, rafleks fisiologis yang meningkat,
ditemukan refleks patologis.
Pada stroke atau CVD tidak ditemukan GRM positif kecuali pada
perdarahan subarachnoid. Gangguan fungsi luhur dapat terjadi seperti
afasia, gangguan sensorik juga dapat positif. Pada stroke saraf kranial
yang sering terkena adalah saraf unilateral seperti nervus VII dan XII.
Jika ditemukan parese NVII maka gambaran klinis yang terlihat adalah
plica nasolabialis mendatar atau tidak simetris, mulut mengot. Pada
parese NXII ditemukan adanya bicara pelo, deviasi lidah sebelum
dijulurkan ke arah lesi dan setelah di julurkan kearah kontralateral lesi.
Dapat pula ditemukan adanya gangguan pengelihatan seperti deviasi
konjugat bola mata, hemianopia, gangguan lapangan pandang tergantung
letak lesi.
Diagnosis pada stroke ditegakkan melalui gambaran klinis yang
didapat melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Beberapa sistem skoring
yang ada dapat digunakan untuk mendukung diagnosis yakni Skoring
Siriraj12 dan Algoritme Stroke Gajah Mada.
Cara penghitungan :
SSS = (2,5 x kesadaran)+(2 x muntah)+(2 x nyeri kepala)+(0,1 x tekanan
diastolik)-(3 x atheroma) 12
Nilai SSS Diagnosa
>1 Perdarahan otak
< -1 Infark otak
-1 < SSS < 1 Diagnosa meragukan (Gunakan kurva atau CT scan)
BAB IV
ANALISIS KASUS
Tn. CF, 58 tahun, dirawat di bagian Neurologi RSMH karena mengalami
kesulitan berjalan akibat kelemahan sesisi tubuh sebelah kiri yang terjadi secara
tiba-tiba.
14 jam SMRS penderita mengalami kelemahan pada sesisi tubuh sebelah
kiri secara tiba-tiba saat sedang beraktivitas tanpa disertai penurunan kesadaran.
Saat serangan penderita merasa sakit kepala yang disertai mual muntah, tanpa
disertai kejang. Penderita juga mengalami bicara pelo dan mulut mengot ke
sebelah kanan. Gangguan sensibilitas berupa rasa baal dan kesemutan pada sisi
tubuh sebelah kiri tidak ada. Penderita masih dapat mengungkapkan isi pikirannya
baik secara lisan, tulisan maupun isyarat. Penderita masih dapat mengerti isi
pikiran oranglain yang diungkapakn secara lisan, tulisan maupun isyarat.
Kelemahan sesisi tubuh yag dirasakan sama berat .
Riwayat darah tinggi ada sejak 8 tahun yang lalu, tidak teratur minum
obat. Riwayat kencing manis tidak ada. Riwayat sakit jantung tidak ada, riwayat
merokok ada 2 bungkus perhari sejak usia 20 tahun. Penyakit seperti ini diderita
untuk pertama kalinya.
Dari anamnesis penderita menunjukkan defisit neurologis berupa
kelemahan sesisi tubuh sebelah kiri terjadi secara tiba-tiba, hal ini mengarah
bahwa defisit neurologis yang terjadi disebabkan oleh gangguan vaskuler atau
aliran darah pada otak dengan onset mendadak. Dari gambaran klinis dan onset
yang terjadi, penyakit yang diderita Tn. CF mengarah pada diagnosa stroke.
Penderita juga mengalami sakit kepala dan muntah, gambaran klinis ini mengarah
pada stroke jenis hemoragik.
Pada pemeriksaan fisik, status generalisata didapatkan sensorium compos
mentis dengan GCS 15, tekanan darah 170/110 mmHg, nadi 96x/menit,
temperatur 36,4 C, pernapasan 20x/menit. Dari pemeriksaan neurologis
didapatkan hasil yaitu gerakan ekstremitas atas dan bawah kiri kurang dengan
kekuatan 4. Tonus otot ekstremitas atas dan bawah meningkat, tidak ditemukan
adanya klonus pada tungkai. Refleks fisiologi otot ekstremitas atas dan bawah
sebelah kiri meningkat, dan refleks patologis babinsky positif pada tungkai kiri.
Pemeriksaan nervi cranialis didapatkan kelainan berupa sudut mulut kiri
tertinggal, plica nasolabialis kiri datar, deviasi lidah ke arah kiri, dan disatria
positif. Pemeriksaan sensorik, vegetatif, fungsi luhur, gerak rangsang meningeal,
gait dan keseimbangan, gerakan abnormal tidak ditemukan adanya kelainan. Dari
hasil pemeriksaan fisik didapatkan diagnosis klinis berupa hemiparese sinistra tipe
spastik dan parese N. VII dan N. XII sinistra sentral.
Untuk membedakan jenis stroke yang terjadi dapat digunakan Siriraj stroke
Score
Jenis Pemeriksaan Poin
Kesadaran (K) Kompos mentis 0 X 2,5
Somnolen dan stupor 1
Semikoma dan koma 2
Muntah dalam waktu 2 Tidak ada 0 X2
jam (M) Ada 1
Cephalgia dalam waktu Tidak ada 0 X2
2 jm (C) Ada 1
Atheroma (A) Tidak ada 0 X3
Ada 1
Tekanan Diastolik (D) 110 110 X 0,1
Konstanta -12 -12
Jumlah 3
2 Gejala iritatif berupa kejang pada sisi yang Tidak ada kejang
lemah atau lumpuh
3 Gejala fokal berupa kelumpuhan lengan dan Kelemahan pada lengan dan
tungkai yang tidak sama berat tungkai sama berat
4 Defisit sensorik berupa gangguan pada sisi yang Tidak ada defisit sensorik
lemah/lumpuh
3. Lesi di Mesencephalon
No. Gejala pada lesi di mesensefalon Gejala pada penderita
4. Lesi di Pons
No. Gejala pada lesi di pons Gejala pada penderita
DAFTAR PUSTAKA