Anda di halaman 1dari 46

Laporan Kasus

Stroke Hemoragik

Oleh:
Muhammad Iqbal Mahfud, S.Ked
04054821618016

Pembimbing:
dr. Alwi Shahab, Sp.S (K)

BAGIAN/DEPARTEMEN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. MOHAMMAD HOESIN

1
PALEMBANG
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Judul

Stroke Hemoragik

Oleh:

Muhammad Iqbal Mahfud, S.Ked


04054821618016

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian/Departemen Neurologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad
Hoesin Palembang.

Palembang, Januari 2017

dr. Alwi Shahab, Sp.S (K)

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul Stroke
Hemoragik. Di kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
dr. Alwi Shahab, Sp.S (K) sebagai dosen pembimbing.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis kerjakan. Demikianlah
penulisan laporan ini, semoga bermanfaat. Aamiin

Palembang, Januari 2017

Penulis

3
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul i
Lembar Pengesahan ii
Kata Pengantar iii
Daftar Isi iv
Daftar Gambar v
Daftar Tabel vi
Bab I Pendahuluan 1
Bab II Status Pasien 2
Bab III Tinjauan Pustaka 15
Bab IV Analisis Kasus 36
Daftar Pustaka

4
BAB I
PENDAHULUAN

Menurut definisi World Health Organization (WHO), stroke adalah tanda-


tanda klinis dari gangguan fungsi serebri fokal atau global yang berkembang
dengan cepat atau tiba-tiba, berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan
kematian, dengan tidak tampaknya penyebab lain selain penyebab vaskular.
Stroke adalah sindroma klinis yang timbulnya mendadak, progesi cepat, berupa
defisit neurologis yang bersifat fokal dan atau global, yang berlangsung 24 jam
atau lebih, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non
traumatik.1 Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
neurologis yang utama. Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan
terhentinya suplai darah ke bagian otak sehingga dapat menyebabkan kelumpuhan
hingga kematian.
Berdasarkan American Heart Association (AHA) stroke ditandai sebagai
defisit neurologi yang dikaitkan dengan cedera fokal akut dari sistem saraf pusat
(SSP) yang disebabkan oleh pembuluh darah, termasuk infark sereberal,
pendarahan intracerebral (ICH) dan pendarahan subarachnoid (SAH).
Menurut Depkes (2011), stroke merupakan penyebab kematian tertinggi
dari seluruh penyebab kematian. Dengan proporsi angka kejadian yaitu 15,4%,
disusul hipertensi, diabetes, kanker, dan penyakit paru obstruksi kronis. Penyakit
stroke merupakan penyebab kematian ketiga tersering di negara maju setelah
penyakit jantung dan kanker. Penyakit stroke merupakan pembunuh nomor tiga di
Indonesia setelah penyakit infeksi dan jantung koroner. Sekitar 2,85% penderita
penyakit stroke di Indonesia meninggal dunia.
Dalam SKDI tahun 2012, kompetensi seorang dokter umum adalah dapat
mendiagnosis stroke dan memberi tatalaksana awal pada keadaan darurat dan
kemudian merujuk pasien ke layanan kesehatan yang lebih tinggi. Oleh karena itu
laporan kasus ini dibuat untuk mengetahui dasar diagnosis dan memberikan terapi
awal yang adekuat pada pasien stroke hemoragik.

5
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI
a. Nama : Tn. CF
b. Umur : 58 tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Alamat: Jl. Mayor Zen Kapling II, Sei Selayur,
Kalidoni, Kota Palembang
e. Pekerjaan : Wiraswasta
f. Agama : Islam
g. MRS Tanggal : 31 Desember 2016
h. No. RM/Register : 986517/RI16035928

II. ANAMNESA (Allo dan Auto Anamnesa tanggal 31 Desember 2016)


Penderita dirawat di bagian Neurologi RSMH karena mengalami kesulitan
berjalan akibat kelemahan sesisi tubuh sebelah kiri yang terjadi secara tiba-tiba.
14 jam SMRS penderita mengalami kelemahan pada sesisi tubuh sebelah
kiri secara tiba-tiba saat sedang beraktivitas tanpa disertai penurunan kesadaran.
Kelemahan yang dirasakan sama berat antara tangan dan kaki. Saat serangan
penderita merasa sakit kepala yang disertai mual muntah, tanpa disertai kejang.
Penderita juga mengalami bicara pelo dan mulut mengot ke sebelah kanan.
Gangguan sensibilitas berupa rasa baal dan kesemutan pada sisi tubuh sebelah kiri
tidak ada. Penderita masih dapat mengungkapkan isi pikirannya baik secara lisan,
tulisan maupun isyarat. Penderita masih dapat mengerti isi pikiran orang lain yang
diungkapkan secara lisan, tulisan maupun isyarat. Sehari-hari penderita
mengunakan tangan kanan sebagai tangan dominan.
Riwayat darah tinggi ada sejak 8 tahun yang lalu, tidak teratur minum
obat. Riwayat kencing manis tidak ada. Riwayat sakit jantung tidak ada, riwayat
merokok ada 2 bungkus perhari sejak usia 20 tahun.
Penyakit seperti ini diderita untuk pertama kalinya.

6
III. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 31 Desember 2016)
STATUS PRESENS
Status Internus
Kesadaran : E4M6V5
Tekanan Darah : 170/110 mmHg
Nadi : 96 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Suhu Badan : 36,4 C
Pernapasan : 20 kali/menit
SpO2 : 99% dengan udara bebas
BB : 70 Kg
TB : 165 cm
Jantung : HR = 96 kali/menit, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru : Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, BU (+) normal
Anggota Gerak : edema (-), deformitas (-), atropi otot (-)
Genitalia : Tidak diperiksa

Status Psikiatrikus
Sikap : kooperatif Ekspresi Muka : wajar
Perhatian : adekuat Kontak Psikik : adekuat

Status Neurologikus
KEPALA
Bentuk : normocephali Deformitas : tidak ada
Ukuran : normal Fraktur : tidak ada
Simetris : simetris Nyeri fraktur : tidak ada
Hematom : tidak ada Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
Tumor : tidak ada Pulsasi : tidak ada kelainan

LEHER
Sikap : lurus, lemas Deformitas : tidak ada
Torticolis : tidak ada Tumor : tidak ada

7
Kaku kuduk : (-) Pembuluh darah : tidak ada kelainan

SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Anosmia Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Hiposmia Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Parosmia Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

N. Oftalmikus Kanan Kiri


Visus Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Gerak Bola Mata V.O.D V.O.S
-
z- -

Anopsia Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan


Hemianopsia Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Fundus Okuli Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Papil edema Tidak ada Tidak ada
Papil atrofi
Tidak ada Tidak ada
Perdarahan retina
Tidak ada Tidak ada

Nn. Occulomotorius, Trochlearis dan Abducens


Kanan Kiri
Diplopia Tidak ada Tidak ada
Celah mata Simetris Simetris
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Sikap bola mata
- Strabismus Tidak ada Tidak ada
- Exophtalmus Tidak ada Tidak ada
- Enophtalmus Tidak ada Tidak ada
- Deviation conjugate Tidak ada Tidak ada

8
Gerakan bola mata Tidak ada kelainan Tidak ada kelaianan
Pupil
- Bentuk bulat bulat
- Diameter 3 mm 3 mm
- Isokori/anisokor isokor isokor
- Midriasis/miosis tidak ada tidak ada
- Refleks cahaya
- Langsung ada ada
- Konsensuil ada ada
- Akomodasi tidak ada kelainan tidak ada kelainan
- Argyll Robertson tidak ada kelainan tidak ada kelainan

N.Trigeminus Kanan Kiri


Motorik
Menggigit Tidak ada kelainan
- Trismus Tidak ada kelainan
- Refleks kornea ada ada
Sensorik
- Dahi Tidak ada kelianan Tidak ada kelaianan
- Pipi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Dagu Tidak ada kelianan Tidak ada kelaianan
N.Facialis Kanan Kiri
Motorik
Mengerutkan dahi simetris simetris
Menutup mata lagophtalmus (-) lagophtalmus (-)
Lipatan nasolabialis simetris datar
Lipatan mulut simetris tertinggal
Sensorik
2/3 depan lidah Tidak ada kelainan
Otonom
- Salivasi Tidak ada kelainan

9
- Lakrimasi Tidak ada kelainan
- Chovsteks sign Tidak ada
N. Vestibulocochlearis
N. Cochlearis Kanan Kiri
Suara bisikan Tidak ada kelainan
Detik arloji Tidak ada kelainan
Tes Weber Tidak ada kelainan
Tes Rinne Tidak ada kelainan
N. Vestibularis
Nistagmus Tidak ada
Vertigo Tidak ada

N. Glossopharingeus dan N. Vagus


Kanan Kiri
Arcus pharingeus Tidak ada kelainan
Uvula Tidak ada kelainan
Gangguan menelan Tidak ada kelainan
Suara serak/sengau Tidak ada
Denyut jantung Reguler
Refleks
- Muntah Tidak ada kelianan
- Batuk Tidak ada kelainan
- Okulokardiak Tidak ada kelainan
- Sinus karotikus Tidak ada kelainan

Sensorik
- 1/3 belakang lidah Tidak ada kelianan

N. Accessorius Kanan Kiri


Mengangkat bahu Tidak ada kelainan
Memutar kepala Tidak ada kelainan

10
N. Hypoglossus Kanan Kiri
Mengulur lidah Deviasi ke kiri
Fasikulasi Tidak ada
Atrofi papil Tidak ada
Disartria Ada
MOTORIK
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan Cukup Kurang
Kekuatan 5 4
Tonus normal meningkat
Refleks fisiologis
- Biceps normal meningkat
- Triceps normal meningkat
- Radius normal meningkat
- Ulna normal meningkat
Refleks patologis
- Hoffman Tromner tidak ada
- Leri tidak ada
- Meyer tidak ada

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan cukup kurang
Kekuatan 5 4
Tonus normal meningkat
Klonus
- Paha tidak ada tidak ada
- Kaki tidak ada tidak ada
Refleks fisiologis
- KPR normal meningkat
- APR normal meningkat

11
Refleks patologis
- Babinsky tidak ada ada
- Chaddock tidak ada tidak ada
- Oppenheim tidak ada tidak ada
- Gordon tidak ada tidak ada
- Schaeffer tidak ada tidak ada
- Rossolimo tidak ada tidak ada
- Mendel Bechterew tidak ada tidak ada

SENSORIK : tidak ada kelainan

FUNGSI VEGETATIF
Miksi : tidak ada kelainan
Defekasi : tidak ada kelainan

KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis : tidak ada
Lordosis : tidak ada
Gibbus : tidak ada
Deformitas : tidak ada
Tumor : tidak ada
Meningocele : tidak ada
Hematoma : tidak ada
Nyeri ketok : tidak ada

GEJALA RANGSANG MENINGEAL


Kanan Kiri
Kaku kuduk tidak ada
Kernig tidak ada tidak ada
Lasseque tidak ada tidak ada
Brudzinsky

12
- Neck tidak ada
- Cheek tidak ada
- Symphisis tidak ada
- Leg I tidak ada tidak ada
- Leg II tidak ada tidak ada

GAIT DAN KESEIMBANGAN


Gait Keseimbangan dan Koordinasi
Ataxia : belum dapat dinilai Romberg : belum dapat dinilai
Hemiplegic : belum dapat dinilai Dysmetri : belum dapat dinilai
Scissor : belum dapat dinilai Rebound phenomen : belum dapat dinilai
Limping : belum dapat dinilai Dysdiadochokinesis : belum dapat dinilai
Steppage : belum dapat dinilai Trunk Ataxia : belum dapat dinilai
Astasia-Abasia: belum dapat dinilai Limb Ataxia : belum dapat dinilai

GERAKAN ABNORMAL
Tremor : tidak ada
Chorea : tidak ada
Athetosis : tidak ada
Ballismus : tidak ada
Dystoni : tidak ada
Myocloni : tidak ada

FUNGSI LUHUR
Afasia motorik : tidak ada
Afasia sensorik : tidak ada
Apraksia : tidak ada
Agrafia : tidak ada
Alexia : tidak ada
Afasia nominal : tidak ada
Skor SIRIRAJ

13
Jenis Pemeriksaan Poin
Kesadaran (K) Kompos mentis 0 X 2,5
Somnolen dan stupor 1
Semikoma dan koma 2
Muntah dalam waktu 2 Tidak ada 0 X2
jam (M) Ada 1
Cephalgia dalam waktu Tidak ada 0 X2
2 jam (C) Ada 1
Atheroma (A) Tidak ada 0 X3
Ada 1
Tekanan Diastolik (D) 110 110 X 0,1
Konstanta -12 -12
Jumlah 3
Bila skor total > 1, berarti stroke perdarahan
Bila skor total < -1, berarti srtoke iskemi
Rumus = (2,5 X K) + (2 X M) + (2 X C) + (0,1 X D) (3 X A) 12
= (2,5 X 0) + (2 X 1) + (2 X 1) + (0,1 X 110) (3 X 0) 12
Pada pasien ini didapatkan skor SIRIRAJ sama dengan 3

Kriteria Gajah Mada untuk Stroke


a. Cephalgia
b. Penurunan kesadaran
c. Reflex Babinski positif
Berdasarkan Algoritma stroke Gajah Mada, pada pasien ini memenuhi 2
kriteri dari tiga kriteria yakni nyeri kepala positif dan reflex Babinski positif,
sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami stroke hemoragik.
Demikian pula berdasarkan Siriraj skor, pasien ini memiliki skor 2 sehingga
dapat disimpulkan bahwa pasien ini mengalami stroke hemoragik.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

14
DARAH (Tanggal 31 Desember 2016)
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 13,2 g/dL 12,5-17,4 g/dL
Eritrosit 4,71 juta 4,4-6,3 juta
Leukosit 6.100 4.700-11.000
Hematokrit 39 35-45 %
Trombosit 263.000 170.000-396.000

15
PEMERIKSAAN KHUSUS
1. EKG
Kesan:
Normal EKG

IV. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis : Hemiparese sinistra tipe sentral
Parese N. VII sinistra tipe sentral
Parese N. XII sinistra tipe sentral
Diagnosis Topik : Capsula interna
Diagnosis Etiologi : Susp. CVD Hemoragik
Diagnosis Tambahan : Hipertensi stage II

V. PENATALAKSANAAN
Non-Farmakologis
1. Head up 30, bed rest
2. O2 3L/menit via nasal kanul
3. Diet BBRG 1800 kkal
4. Cek laboratorium DK, elektrolit, BSS, faal hemostasis
5. Rontgen thoraks PA
6. CT scan kepala
7. Immobilisasi

Farmakologis
IVFD NaCl 0,9% gtt xx/m makro
Asam traneksamat 3x500 mg (iv)
Citicoline 2x250 mg amp (iv)
Ranitidine 2x50 mg amp (iv)
Neurobion 1x5000 mcg (im)

VI. PROGNOSA
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Suplai Darah Otak
Suplai darah otak dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri carotis interna
dan arteri vertebralis yang cabang-cabangnya beranastomosis membentuk sirkulus
willis. Arteri karotis interna dan eksterna merupakan cabang dari arteri karotis
komunis kira-kira setinggi kartilago tiroid. Arteri karotis komunis kiri merupakan
percabangan langsung dari lengkung aorta, tetapi arteri karotis kanan berasal dari
arteri brakiosefalika. Arteri karotis eksterna memperdarahi wajah, tiroid, lidah,
dan faring. Cabang dari arteri karotis eksterna yaitu arteri meningea media yang
memperdarahi struktur wajah dan salah satu cabang besarnya memperdarahi
duramater.
Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak setinggi kiasma optikum,
menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri media merupakan lanjutan
dari arteri karotis interna. Arteri karotis interna juga mempercabangkan jadi arteri
oftalmika yang masuk ke dalam ruang orbita dan memperdarahi mata dan isi
orbita.
Arteri serebri anterior memperdarahi nukleus kaudatus, dan putamen ganglia
basalis, bagian-bagian kapsula interna dan korpus kalosum, bagian (terutama
medial) lobus frontalis dan parietalis serebri termasuk korteks somestetik dan
korteks motorik. Apabila terjadi sumbatan pada cabang utama arteri serebri
anterior maka akan menyebabkan hemiplegia kontralateral yang lebih berat pada
bagian kaki dibandingkan tangan. Paralisis bilateral dan sensorik timbul bila
terjadi sumbatan total pada arteri serebri anterior, namun tetap bagian tubuh
bawah mengalami gangguan yang lebih berat.
Arteri serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus temporalis,
parietalis, dan frontalis korteks serebri. Arteri ini nerupakan sumber perdarahan
utama pada girus presentralis dan post sentralis. Korteks auditorius, somestetik ,
motorik, korteks asosiasi, dan pramotorik disuplai oleh arteri ini. Arteri serebri
media yang tersumbat di dekat percabangan kortikal dapat menimbulkan afasia
berat bila yang terkena hemisferium serebri dominan bahasa, selain itu juga dapat
menyebabkan hilangnya sensasi posisi, hemiplegia kontralateral yang berat
terutama ekstremitas atas dan wajah.
Selain arteri karotis, otak juga diperdarahi oleh arteri vertebralis. Arteri
vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteri subklavia sisi yang sama. Arteri
vertebralis maemasuki otak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons
dan medulla oblongata. Kedua arteri bersatu membentuk arteri basilaris. Arteri
basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah , dan kemudian bercabang
menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang sistem
vertebrobasilaris ini memperdarahi medulla oblongata, pons, serebellum, otak
tengah dan sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis,
aparatus koklearis, dan organ vestibular. Korteks pengelihatan primer diperdarahi
oleh cabang dari arteri serebri posterior. Apabila tersumbat dapat menyebabkan
hemianopsia homonym kontralateral. Namun, macula dapat tetap utuh karena
anastomosis arteri serebri posterior dan media pada lobus oksipitalis.

Gambar 4. Suplai darah otak


2. Penyakit Cerebrovascular (Stroke)
2.1. Definisi5
Menurut definisi World Health Organization (WHO), stroke adalah tanda-
tanda klinis dari gangguan fungsi serebri fokal atau global yang berkembang
dengan cepat atau tiba-tiba, berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan
kematian, dengan tidak tampaknya penyebab lain selain penyebab vascular.
Berdasarkan American Heart Association (AHA) stroke ditandai sebagai
defisit neurologi yang dikaitkan dengan cedera fokal akut dari sistem saraf pusat
(SSP) yang disebabkan oleh pembuluh darah, termasuk infark sereberal,
pendarahan intracerebral (ICH) dan pendarahan subarachnoid (SAH).

2.2. Epidemiologi
Di dunia, tahun 2010, prevalensi stroke 33 juta, dengan 16,9 juta orang
mengalami stroke pertamanya. 5,2 juta orang mengalami stroke pertama pada usia
< 65 tahun. Diestimasikan 11,6 juta mengalami stroke iskemik dan 5,3 juta orang
mengalami stroke hemoragik, 63% dan 80%, secara berturut-turut terjadi di
negara dengan penghasilan rendah dan menengah. Kematian akibat stroke
hemoragik menurun 19% di negara dengan penghasilan tinggi, sedangkan di
negara dengan penghasilan rendah dan menengah meningkat 22% dan 19%, pada
mereka yang berusia di bawah 75 tahun2,3,4.
Dari tahun 2001-2011, rata-rata relatif dari kejadian kematian akibat stroke
35,1% dan angka sebenernya dari kematian akibat stroke menurun sebanyak
21,2%. Namun setiap tahun, kurang lebih 795.000 orang per tahun tetap
mengalami stroke baru ataupun serangan ulang dari stroke. Pada tahun 2011,
stroke menyebabkan 1 dari 20 kematian di Amerika Serikat. Rata-ratanya, setiap
40 detik, seseorang di Amerika Serikat mengalami serangan stroke, dan seseorang
meninggal setiap 4 menit2,3,4.
Menurut data tahun 2013 BRFSS (CDC), 2,7% laki-laki dan 2,7% perempuan
diatas 18 tahun memiliki riwayat stroke; 2,5% kulit putih, dan tertinggi 4,0% pada
orang dengan multirasial. Stroke hemoragik dialami 10% dari seluruh penerita
stroke.
2.3. Etiologi
Hemoragik primer merupakan 80-85% dari seluruh penyebab perdarahan
otak dan paling umum disebabkan oleh hipertensi arteri dan angiopati amyloid
serebral. Sisanya disebabkan oleh perubahan hemostatis, misalnya disebabkan
oleh antikoagulan atau patologi serebral (tumor/malformasi vaskuler) atau
penyebab yang jarang terjadi seperti thrombosis vena sinus, vasculitis serebral,
eclampsia, dll1,5.
Penyebab utama dari ICH adalah perubahan degenerative pada struktur
pembuluh darah serebral akibat hipertensi, CAA, dan antikoagulan atau
koagulopati5,11.
1. Hipertensi
Patogenesis dari hipertensi-terkait ICH tidak sepenuhnya dimengerti,
namun diasumsikan bahwa hipertensi mengacu pada hyperplasia kronik dan
kerusakan terus menerus terhadap otot polos pembuluh darah, lalu akumulasi
kolagen tipe 4 yang menyebabkan dinding pembuluh darah kehilangan
kontratibilitasnya. Lalu hipertensi juga menyebabkan luka kronis dari
pembuluh darah ke subendotelium dengan nekrosis fibrinoid dan kerusakan
lamina elastis internal, dan akhirnya ruptur pembuluh darah pada arteriole
yang kecil dilanjutkan dengan perdarahan5.

2. CAA (Cerebral amyloid angiopathy)


CAA biasa berhubungan dengan perdarahan lobus dan korteks otak. CAA
lebih membutuhkan diagnosis histologi dibandingkan dengan radiological.
Signal hemosiderin pada korteks serebrum atau lobus pada MRI dapat
menyebabkan CAA pada pasien sebelum ICH. CAA didefinisikan sebagak
akumulasi patologis dari peptide beta amiloidpada dinding pembuluh darah
serebral, yang memberi hasil berupa kerusakan pada kekuatan struktur dan
akhirnya nekrosis fibrinoid di kapiler, arteriol, dan arteri kecil. CAA tampak
seperti penyakit degenerative karena biasa dialami oleh pasien dengan usia
tua. Gabungan dari hipertensi dan CAA memegang 88% dari penyebab ICH
dan stroke5.
3. Patologis/ Iatrogenik
Perubuhan patologis/iatrogenic dari pembentukan klot dan hemostasis
dapat menjadi faktor penyebab ICH. Penyakit yang paling umum terjadi pada
pasien dengan ICH adalah koagulopati genetic, seperti defisiensi faktor XIII
atau faktor IX, penyakit hemato-onkologi, leukemia, trombositopeni, atau
limfoma. Dengan penyakit yang mendasari, pasien dengan ICH akan memiliki
volume perdarahan lebih tinggi dan melebar seiring waktu. Hal ini juga sering
terjadi pada pengguna obat antikoagulan. Maka obat untuk membalikkan efek
antikoagulan atau normalisasi pembentukan klot penting pada pasien dengan
hemostasis terganggu5.

2.4. Faktor Resiko


Selain hipertensi, CAA, dan antikoagulan, penelitian epidemiologi
menemukan3
1. Nikotin/alkohol,
Rokok dan stroke memiliki hubungan yang relevan meskipun tidak
dapat dimengerti sepenuhnya. Sedangkan orang dengan kebiasaan
minum alcohol memiliki resiko yang meningkat untuk terkena stroke.
2. Usia
Semakin tua usia seseorang, peningkatan resiko untuk terjadinya
stroke juga meningkat. Hal ini juga terjadi karena peningkatan angka
usia harapan hidup.
3. Etnis
Insiden dari ICH nontrauma adalah 10-20 per 100.000 diantara
kaukasian, namun lebih tinggi lagi diantara afrika, latin, amerika,
jepang, dan cina.
4. Jenis kelamin
Insidensi ICH menunjukkan bahwa laki-laki lebih mudah terkena ICH
disbanding perempuan.
5. Edukasi, level pendidikan mungkin berkontribusi sebagai peningkatan
resiko ICH, yang mungkin berawal dari kesadaran untuk layanan
primer.
2.5. Klasifikasi Stroke Hemoragik
1. Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral primer (perdarahan intraserebral hipertensif)
disebabkan oleh hipertensi kronis yang menyebabkan vaskulopati serebral
dengan akibat pecahnya pembuluh darah otak. Sedangkan perdarahan
sekunder terjadi antara lain akibat anomali vaskuler kongenital,
koagulopati, tumor otak, vaskulopati nonhipertensif (amiloid serebral),
vaskulitis, moya-moya, post stroke iskemik, obat antikoagulan (fibrinolitik
atau simpatomimetik).
Stroke hemoragik merupakan salah satu bagian ICH. Pada bagian
bedah saraf, secara umum diklasifikasikan sebagai ICH menjadi lokasi
anatomis dan atau patogenesis primer/sekunder. Beberapa tipe ICH
berdasarkan lokasi anatomisnya adalah,
a. ICH Putaminal atau talamik, yang terjadi 37% dari semua ICH. 8
Hemaragik ini terjadi di dalam bangsal ganglia, seperti pada nucleus
kaudatus atau lenticular, thalamus, dan kapsul internal atau eksternal,
yang biasanya menyebabkan deficit neurologis yang tidak bisa kembali
dan parah. Hubungan antara bangsal ganglia dengan ventrikel ketiga
dan ventrikel lateral otak menyebabkan pendarahan juga menyebar ke
ventrikel dan menyebabkan akut atau permanen hidrocefalus.
Penyebab utama dari ICH ini adalah hipertensi.
b. ICH lobus merupakan mayoritas dari seluruh kejadian ICH (49%) dan
biasa disebabkan oleh cerebral amyloid angiopati (CAA). ICH lobus
terlokalisir di bagian frontal, temporal, parietalm dan oksipital, secara
umum berasal dari gray matter. 8
c. ICH infratentorial terjadi 7% dari ICH dan biasanya terlokalisir di
hemisfer cerebellum atau vermis namun juga di batang otak dan
mungkin terjadi obstruksi aliran cerebro-spinal-fluid melalui
akuaduktus mesencefalik atau ventrikel ke 4, menyebabkan
hidrosefalus.9 Perdarahan intraventrikular, perdarahan intraventrikular
primer langka dan kemungkinan 3% dari ICH. Insiden dari IVH primer
berhubungan dengan hipertensi dan penggunaan obat antikoagulan
oral. Bagaimanapun, pelebaran perdarahan ventricular dan menjadi
komplikasi ICH mencapai 40% dari semua ICH.
d. Perdarahan intraventrikular, perdarahan intraventrikular primer langka
dan kemungkinan 3% dari ICH. Insiden dari IVH primer berhubungan
dengan hipertensi dan penggunaan obat antikoagulan oral.
Bagaimanapun, pelebaran perdarahan ventricular dan menjadi
komplikasi ICH mencapai 40% dari semua ICH.

2. Perdarahan Subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi
perdarahan di ruang subarakhnoid yang timbul secara primer.3 Perdarahan
subarakhnoid terjadi karena pecahnya aneurisma sakuler pada 80% kasus
SAH non traumatik. Sebagai penyebab lain SAH antara lain : aneurisma
fusiform/arteriosklerosis pembuluh arteri basilaris, aneurisma mikotik,
trauma, arteritis, neoplasma, dan penggunaan kokain berlebihan.
Keluarnya darah ke ruang subarakhnoid akan menyebabkan reaksi yang
cukup hebat berupa sakit kepala yang sangat hebat. Gejala ini ditemukan
pada sebagian besar kasus. Selanjutkan terjadi penurunan kesadaran (50%
kasus) disertai kegelisahan. Rangsang meningeal dengan gelisah
ditemukan pada 10% kasus. Gejala ini timbul di hari-hari pertama.

Gambar 1. Klasifikasi ICH berdasarkan lokasi anatomi dan CT-Scan non kontras, (a)
bagian kanan-dalam, perdarahan bangsal ganglia melibatkan kapsul internal dan
eksternal, putamen, dan thalamus posterior. Perdarahan telah menembus thalamus,
dinding lateral ventrikel 3 dan melebar ke ventrikel. (b) Perdarahan superfisial, lobus
pada lobus frontal kiri dan kompresi ipsilateral ventrikel. (c) Perdarahan massa ekstensif
dari basal ganglia kanan dan lobus frontal dengan perdarahan ekstensi intraventricular,
pergeseran garis midline lewat 1 cm, dan hidrocefalus obstruktif. (d) Perdarahan
pontin/mesensefalik dengan perembesan ke ventrikel 4. (e) perdarahan disebelah kanan
serebelum dengan kompresi konsekutif dari ventrikel ke 4 dan hidrosefalus obstruktif. (f)
Perdarahan intraventricular dengan hidrosefalus obstruktif.
2.6. Patofisiologi Stroke Hemoragik5,11
Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan perdarahan
subarachnoid. Insidens perdarahan intrakranial kurang lebih 20% adalah stroke
hemoragik. Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya
mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Pecahnya aneurisme
menyebabkan perdarahan dalam parenkim otak yang bisa mendorong struktur
otak dan merembas ke sekitarnya bahkan bisa masuk ke dalam ruang vetrikel atau
ke ruang intracranial. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga dapat
menyebabkan vasospasme pada arteri di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat
menyebar ke seluruh hemisfer dan sirkulus wills. Perdarahan tersebut
menyebabkan gangguan serabut saraf otak melalui penekanan struktur otak dan
juga oleh hematom yang menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya.
Peningkatan tekanan intrakranial pada gilirannya akan menimbulkan herniasi
jaringan otak dan menekan batang otak. Hal ini paling sering terjadi di daerah
subkortikal, serebelum, dan batang otak.
Perdarahan intraserebral dibagi menjadi tiga fase : 1) inisial hemoragik, 2)
ekspansi hematoma, dan 3) peri-hematoma edema. Inisial hematoma disebabkan
kerena pecahnya arteri akibat berbagai faktor. Ekspansi hematoma berlangsung
beberapa jam setelah inisial hematoma terjadi yang menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial yang mengakibatkan kerusakan integritas jaringan otak dan
brain-blood barrier setempat. Tersumbat dan berkurangnya aliran darah ke otak
akan menginduksi pengeluaran tromboplastin jaringan mengakibatkan koagulasi
lokal. Derajat dan ukuran inisial hematoma dan ekspansi hematoma akan
menentukan prognosis dan dan detardasi neurologi yang terjadi. Ukuran
hematoma >30 ml akan menyebabkan tingkat mortalitas yang tinggi.
Gambar 5. Aneurisme terbanyak
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100 400
mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah tersebut
berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard.
Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan
rupturnya aneurisma kecil. Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil membuat
efek penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler yang akhirnya membuat
pembuluh ini pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume perdarahan semakin
besar (Caplan, 2000).

2.7. Manifestasi Klinis


Secara umum, manifestasi klinis dari pasien dengan stroke dapat sangat
berbeda dan dapat sama dengan stroke iskemik. Pada pasien dengan stroke
hemoragik, dengan riwayat perjalan penyakit yang lengkap, dapat dideskripsikan
kejadian prodromal yang sama dengan transcient ischemic attack, denga nada rasa
baal, tingling, atau kelemaha pada alat gerak. Bagaimanapun, manifestasi klinis
dari stroke hemoragik secara umum berbeda dari stroke iskemik/emboli,
mayoritas pasien (51-63%) dengan laporan stroke hemoragik dengan onset
progresif dari menit sampai jam, dikombinasikan dengan sakit kepala, nausea, dan
muntal serta tambahan dengan penurunan kesadaran.
Manifestasi klinis dari stroke hemoragik berhubungan dengan lokasi
hematoma dan ukuran, dapat digunakan untuk diferensiasi klinis antara gejala
yang berhubungan dengan lokasi hematoma dan gejala efek massa hematoma,
terutama berhubungan untuk manajemen terapi (konservatif vs pembedahan).
Gejala dari efek massa biasanya kurang spesifik dan biasanya berupa sakit kepala,
nausea, muntah, kekakuan pada leher, dan penurunan kesadaran. Gejala
hidrosefalus merupakan akibat dari pelebaran perdarahan dari perdarahan yang
dapat mirip dengan efek massa tersebut, namun jika onset dan deterioasi klinis
dapat mungkin lebih sering. Pasien dengan perdarahan berhubungan dengan
putamen, nucleus kaudal, atau thalamus dengan deficit kontralateral sensorik-
motorik dengan derajat keparahan yang berbeda-beda.
Pasien dengan perdarahan yang besar dapat secara cepat menyebabkan
penurunan kesadaran yang merupakan hasil dari peningkatan intrakranial dan
kompresi langsung pada sistem aktivasi thalamus dan reticular batang otak.
Perdarahan yang kecil juga menyebabkan perubahan pada kesadaran. Disfungsi
atau kehilangan fungsi kortikal menyebabkan afasia, disfasia, deficit hemisensori,
atau hemiparese ringan, dan hemianopia juga merupakan ciri khas dari perdarahan
hemoragik. Pasien dengan hematoma serebelar dapat menyebabkan reaksi yang
berbeda namun sangat berhubungan dengan volum hematoma.
Secara ringkas, perdarahan di serebelum memiliki gejala ataksia, nystagmus,
dan dismetria. Dengan peningkatan uukuran hematoma, tanda Babinski dan
penurunan kesadaran akibat obstruksi hidrosefalus dapat berkembang pada pasien
dengan perdarahan pada serebelum. Perdarahan dibatang otak mengakibatkan
adanya abnormalitas penglihatan, defisit nervus kranial, kegagalan
kardiopulmoner, dan atau defisit kontralateral.

2.8. Diagnosis
a. Anamnesis
Keluhan utama yang menyebabkan pasien datang berobat biasanya
diakibatkan oleh gangguan aktivitas sehari-hari yang terjadi secara tiba-
tiba. Keluhan yang sering ditemukan adalah kelumpuhan anggota gerak
sebelah badan, mulut mencong atau mengot, bicara pelo, dan tidak dapat
berkomunikasi dengan baik. Keluhan ini bias terjadi secara tiba-tiba dan
biasanya terjadi pada waktu pagi hari atau ketika baru bangun tidur,
ketika sedang bekerja maupun sedang istirahat. Perlu ditanyakan gejala
lain yang menyertai seperti kejang, penurunan kesadaran, sakit kepala
hebat, mual, muntah, gangguan sensorik, gangguan pengelihatan, adanya
trauma,dan lain-lain. Perlu dicari fator risiko yang terdapat pada pasien.
Harus diketahui perkembangan kesadaran pasien selama anamnesis
(Misbach J, Jannis J, 2011).
Harus diketahui onset kejadian, perkembangan gejala atau keluhan
pasien, pemakaian obat-obatan terutama kokain, dan obat-obat lain yang
dikonsumsi atau baru saja dihentikan (Hartwig M, 2012).
b. Pemeriksaan fisik
Hal yang perlu dilakukan adalah mengetahui kesadaran pasien
melalui GCS score yang dinilai dari eye, verbal, dan movement. Tanda
vital harus diperiksa, dan pemeriksaan neurologis harus dilakukan. Pada
pemeriksaan neurologis dilakukan pemeriksaan fungsi motorik, sensorik,
saraf kranialis, fungsi luhur, gerak rangsang meningeal, fungsi vegetatif,
gerakan abnormal, serta gait dan keseimbangan.
Pada pemeriksaan motorik perlu dinilai kekuatan, tonus, klonus,
refleks patologis, dan refleks fisiologis. Pada penderita yang tidak sadar
untuk mengetahui kekuatan maka dinilai dengan lateralisasi. Pada
penserita stroke, kelainan terdapat di otak yang merupakan system saraf
pusat, maka pada pemeriksaan klinis dapat ditemukan adanya kelemahan
atau kekuatan yang berkurang, rafleks fisiologis yang meningkat,
ditemukan refleks patologis.
Pada stroke atau CVD tidak ditemukan GRM positif kecuali pada
perdarahan subarachnoid. Gangguan fungsi luhur dapat terjadi seperti
afasia, gangguan sensorik juga dapat positif. Pada stroke saraf kranial
yang sering terkena adalah saraf unilateral seperti nervus VII dan XII.
Jika ditemukan parese NVII maka gambaran klinis yang terlihat adalah
plica nasolabialis mendatar atau tidak simetris, mulut mengot. Pada
parese NXII ditemukan adanya bicara pelo, deviasi lidah sebelum
dijulurkan ke arah lesi dan setelah di julurkan kearah kontralateral lesi.
Dapat pula ditemukan adanya gangguan pengelihatan seperti deviasi
konjugat bola mata, hemianopia, gangguan lapangan pandang tergantung
letak lesi.
Diagnosis pada stroke ditegakkan melalui gambaran klinis yang
didapat melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Beberapa sistem skoring
yang ada dapat digunakan untuk mendukung diagnosis yakni Skoring
Siriraj12 dan Algoritme Stroke Gajah Mada.

Cara penghitungan :
SSS = (2,5 x kesadaran)+(2 x muntah)+(2 x nyeri kepala)+(0,1 x tekanan
diastolik)-(3 x atheroma) 12
Nilai SSS Diagnosa
>1 Perdarahan otak
< -1 Infark otak
-1 < SSS < 1 Diagnosa meragukan (Gunakan kurva atau CT scan)

Algoritme Stroke Gajah Mada


Diagnosis radiologis harus dibedakan antara stroke iskemik dan hemoragik.
Kalkulasi hematoma juga harus dilakukan untuk membantu keputusan
tatalaksana, apakah bedah atau konservatif5. Kalkulasi hematoma dilakukan
dengan (panjang x lebar x banyak garis pada hematoma) / 2. Dataran dengan
hematoma terbesar, diidentifikasi untuk mengukur diameter terbesar di koronal
dan sagittal. Sebagai tambahan, ketebalan hematoma, dihitung dari diameter
aksial terbesar, yang diukur menggunakan angka dari potongan CT, yang
dimultifikasi dengan kelebaran potongan, atau dengan MRI, diukur bersamaan.
Modalitas yang digunakan untuk diagnosis dan diagnosis banding stroke
hemoragik5:
CT: CT scan merupakan diagnosis utama untuk mendeteksi ICH akut,
terutama karena waktu penunjukan yang cepat, sensitivitasnya, dan
availabilitas yang luas. Adanya perdarahan akut dapat dengan mudah
dideteksi dengan CCT scan dengan hiperdensitas dan/atau karena efek massa
dari perdarahan. Sebagai catatan, densitas dari perdarahan bervariasi antar
waktu dan dapat berhubungan dengan penggunaan antikoagulan atau inhibisi
platelet.5,11
MRI: merupakan pemeriksaan yang sama sensitive dengan CT untuk deteksi
ICH dan lebih sensitif untuk mikroperdarahan, yang dapat disebabkan oleh
CAA. Hasil yang muncul pada MRI berhubungan dengan variasi waktu
pengambilan foto. Kekurangan dari MRI untuk deteksi perdarahan memiliki
banyak waktu, kurangnya availabilitas, dan penggunaan yang kurang
fleksibel untuk pasien yang sakit kritis atau disedasi dan penggunaan
intubasi, dibandingkan dengan CT scan.5
Angiogram Catheter merupakan standar baku untuk menyingkirkan penyakit
patologi pembuluh darah, seperti malformasi arteriovena (AVM) atau fistula
(AVF). DSA harus dipertimbangkan pada pasien dengan perdarahan yang
terlokalisis tapi atipikal, seperti diluar basal ganglia atau dengan kontak
anatomis dengan pembuluh serebral mayor, pada pasien <45 tahun, dan/atau
pasien tanpa riwayat hipertensi/antikoagulan. Namun karena DSA merupakan
pemeriksaan infasif, maka disarankan pemeriksaan radiologis noninvasif, CT
atau MR angiografi, dapat digunakan untuk pasien yang lebih tua5.
CT/MR Angiografi: merupakan pemeriksaan yang digunakan untuk skrining
aneurisma serebral.5

2.9. Komplikasi Stroke Hemoragik1,5,11


Pelebaran hematoma
Pelebaran hematoma/perdarahan ulang didefinisikan sebagai peningkatan
volum 33-50% dan muncul di lebih dari 70% selama 24 jam pertama setelah
kemunculan awal ICH dan dapat muncul tanpa adanya korelasi klinis.
Pelebaran hematoma awal, selama 3 jam pertama, dapat muncul hingga 38%.
Gangguan pada blood brain barrier (BBB) dan disregulasi hemostasis lokal
karena aktivasi kaskade inflamasi.
Perihemoragik edema (PE)
Selama 24 jam pertama setelah ICH, terjadi perkembangan PE selama
minggu pertama. Peningkatan PE secara umum berhubungan dengan
gangguan klinis dan merupakan penanda keluaran fungsi yang buruk dan
peningkatan mortalitas. Kejadian PE di awal merupakan biasanya disebabkan
oleh efek vasogenik akibat pro-osmotik dari klot darah dan lebih jauh lagi
sebagai akumulasi protein sebagai hasil kebocoran serum protein dari
pembuluh darah disekitarnya menuju kavitas hematoma, dapat muncul
beberapa jam hari ke lima setelah ICH. PE dengan onset lambat muncul
akibat vasogenik, dan efek sitotoksik dari perdarahan akibat gangguan pada
BBB serta produksi thrombin serta produk toksik dari gangguan produksi
darah. PE memiliki volume yang berubah-ubah dan dapat menyebabkan
peningkatan intrakranial. Penggunaan kortikosteroid untuk mengurangi PE
selama ICH belum dapat dibuktikan.5
Hidrosefalus obstruktif
IVH dan hidrosefalus obstruktif akibat pelebaran intraventrikel muncul 30-
50% dari pasien dan merupakan prediktor untuk keluaran neurologis dan
kematian. Kematian pasien dengan IVH 43% versus 9% tanpa IVH. Insiden
IVH berhubungan dengan lokasi anatomi ICH. Sebagai tambahan,
perdarahan serebelum lebih besar dari 3 cm di diameter sering berhubungan
dengan hidrosefalus obstruktif. Mekanisme hidrosefalus kronis akibat IVH
dapat terjadi obstruksi dari cerebral spinal fluid (CSF) atau akibat gangguan
dari pleksus koroid atau granulasi Pacchioni, yang biasanya menyerap CSF.
Klasifikasi yang biasa digunakan untuk skoring IVH berdasarkan hasil CT
Scan adalah Skoring Graeb16. Skor Graeb >6 biasa menunjukkan adanya
hidrosefalus akut. Manajemen hidrosefalus ini dapat dilakukan dengan
mengubah aliran CSF menggunakan EVD atau pengeringan lumbar untuk
manajemen akut dan ventricular peritoneal/atrial shunts (VPS/VAS) untuk
manajemen jangka panjang atau penggunaan lisis klot menggunakan
trombolitik IV.
Kejang (seizures), pasien dengan ICH spontan memiliki resiko kejang lebih
tinggi dibandingkan pada pasien stroke iskemik. Epilepsi dapat nonkonfulsif
atau konfulsif dan dapat berhubungan dengan perparahan neurologis
sehingga meningkatkan pergeseran midline. Resiko epilepsy paling tinggi
pada tahun pertama setelah ICH dan muncul sekitar 8/100 pasien. Profilaksis
untuk kejang pada pasien ICH tidak digunakan lagi.
Komplikasi lain yang sering terjadi adalah thrombosis vena dan
tromboembolik (3-7%), demam (40%), hiperglikemia (60%), dan hipertensi
(70%).
2.10. Tatalaksana Stroke Hemoragik
Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
1. Evaluasi Cepat dan Diagnosis
2. Terapi Umum
a. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan
Pemantuan selama 72 jam untuk status neurologis, nadi, tekanan darah,
suhu tubuh dan saturasi oksigen. Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan
pipa orofaring pada pasien yang tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada
pasien yang mengalami penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan
gangguan jalan nafas. Pada pasien hipoksia diberikan suplai oksigen.
Pemberian oksigen dianjurkan jika saturasi oksigen <95%. Pasien stroke
iskemik akut yang non hipoksia, tidak memerlukan suplemen oksigen. Intubasi
Endo Trachel Tube (ETT) atau Laryngeal Mask Airway (LMA) diperlukan
pada pasien dengan hipoksia (p02 <60mmHg atau pCO2 > 50 mmHg), atau
syok, atau pada pasien yang beresiko untuk terjadi aspirasi. Pipa endotrakeal
diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu maka dianjurkan dilakukan
trakeostomi.
b Stabilisasi hemodinamik (sirkulasi)
Berikan cairan kristaloid atau kolloid intravena (hindari pemberian cairan
hipotonik seperti glukosa). Optimalisasi tekanan darah, Bila tekanan darah
sistolik dibawah 120 mmHg, dan cairan sudah mencukupi dapat diberikan
obat-obat vasopressor secara titrasi seperti dopamin dosis sedang/tinggi,
norepinerfrin atau epinerfin dengan target tekanan darah sistolik berkisar
140mmHg. Pemantauan jantung (Cardiac Monitoring) harus dilakukan selama
24 jam pertama setelah awitan serangan stroke iskemik, Bila terdapat adanya
penyakit jantung kongestif, segera atasi. Hipotensi arterial harus dihindari dan
dicari penyebabnya, hipovolemia harus dikoreksi dengan larutan salin normal
dan aritmia jantung yang mengakibatkan penurunan curah jantung sekuncup
harus dikoreksi
c Pemeriksaan awal fisik umum
Tekanan darah, pemeriksaan jantung, pemeriksaan neurologi umum awal,
meliputi : derajat kesadaran, pemeriksaan pupil dan okulomotor, keparahan
hemiparesis
d Pengendalian peninggian TIK
Pemantauan ketat terhadap penderita dengan resiko edema serebral harus
dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologik pada
hari-hari pertama setelah serangan stroke. Penatalaksanaan penderita dengan
peningkatan tekanan intra kranial meliputi : Tinggikan posisi kepala 20-300,
posisi pasien hendaklah menghindari penekanan vena jugulare, hindari
pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik, hindari hipertermia, jaga
normovolemia, osmoterapi atas indikasi :
o Manitol 0,25-0,50gr/kgbb, selam >20 menit, diulangi setiap 4-6 jam dengan
target 310 mOsm/L. Osmolalitas sebaiknya diperiksa 2 kali dalam sehari
selama pemberian osmoterapi
o Kalau perlu diberikan furosemide dengan dosis insial 1mg/KgBB iv
o Kortikosteroid tidak direkomendasi untuk mengatasi udem otak dan tekanan
tinggi intrakranial pada stroke iskemik, dapat diberikan kalau diyakini tidak
ada kontraindikasi
e Penanganan transformasi hemoragik
Terapi transformasi perdarahan simtomatik sama dengan terapi stroke
perdarahan, anrata lain dengan memperbaiki perfusi serebral dengan
mengendalikan tekanan darah arterial secara hati-hati
fPengendalian kejang
Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20 mg dan diikuti
oleh phenitoin loding dose 15-18 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50
mg/menit, bila kejang belum teratasi maka perlu dirawat di ICU
g Pengendalian suhu tubuh
Penderita stroke yang disertai febris harus diobati dengan antipiretika dan
diatasi penyebabnya. Berikan asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5 0 c.
Pada pasien febris atau beresiko terjadi infeksi , harus dilakukan kultur dan
hapusan (tracheal, darah dan urine) dan diberikan antibiotik.
h Pemeriksaan penunjang
EKG, Laboratorium : kimia darah, fungsi ginjal, hematologi dan faal
hemostasis, kadar gula darah, analisis urine, analisa gas darah dan elektrolit. Bila
perlu pada kecurigaan PSA lakukan punksi lumbal untuk pemeriksaan CSS.
Pemeriksaan radiologi : Rontgen dada dan CT scan.
Penatalaksanaan Stroke Pendarahan Intra Serebral (PIS)11
Terapi medik pada PIS akut:
Bila sistole >200 mmHg atau MAP >150mmHg, tekanan darah harus
diturunkan sedini dan secepat mungkin untuk membatasi pembentukan
edema vasogenik. Penurunan tekanan darah dilakukan dengan antihipertensi
intravena dengan evaluasi per 5 menit. Penurunan tekanan darah dapat
menurunkan resiko perdarahan yang terus menerus atau berulang..
Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala dan
tanda peningkatan tekanan intracranial, dilakukan pemantauan tekanan
intrakranial. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat
antihipertensi intravena secara kontinu atau intermiten dengan pemantauan
tekanan perfusi serebral 60 mmHg.
Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala dan
tanda peningkatan tekanan intracranial, tekanan darah diturunkan secara hati-
hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau
intermitten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP
110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg.
Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220 mmHg,
penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup aman.
Setelah kraniotomi, target MAP adalah 100 mmHg.
Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan fresh
frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.
Prothrombic-complex concentrates merupakan suatu konsentrat dari vitamin
K dependent coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR lebih
cepat dibandingkan FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga
aman untuk jantung dan ginjal.
Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low molecular weight
heparin diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan trombositopenia atau
adanya gangguan fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal Desmopressin,
transfusi platelet, atau keduanya.
Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka
pemberian obat dapat dimulai pada hari ke 7-14 setelah terjadinya
perdarahan.

Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM


Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap
kontroversial.
Tidak dioperasi bila:
Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis minimal.
Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan perdarahan
intraserebral disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life saving.
Dioperasi bila:
Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis atau
kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus
secepatnya dibedah.
PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau angioma
cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi
strukturnya terjangkau.
Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang hingga besar yang
memburuk.
Perdarahan >30 cc
Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda dengan
perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih menguntungkan.

Obat Parenteral untuk terapi hipertensi pada stroke akut11


1 Labetolol, dosis : 20-80 mg setiap 10 menit atau 2 mg per menit infus
kontinyu, onset : 5 - 10 menit, lama kerja 3 6 jam, efek samping mual,
muntah, hipotensi, blok atau gagal jantung, kerusakan hati, bronkospasme.
2 Nikardipin, 5 -15 mg per jam infus kontinyu, onset 5 15 menit, lama kerja
tergantung lamanya infus, efek samping takikardi, sakit kepala, fatigue
disebabkan penurunan tekanan darah, konstipasi.
3 Diltiazem, dosis : 5 40 mg/KgBB/menit infus, onset 5 10 menit, lama kerja
4 jam, efek samping : blok nodus A-V, denyut prematur atrium, terutama pada
usia lanjut.
4 Esmolol, dosis : 200 500 g/KgBB/menit untuk 4 menit, selanjutnya 50
300 g/KgBB/menit IV, onset 1 2 menit, lama kerja 10 20 menit, efek
samping : hipotensi, mual.
Terapi Tambahan:
a. Laksatif (pencahar) diperlukan untuk melembekkan feses secara regular.
b. Analgesik:
Asetaminofen -1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.
Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.
Tylanol dengan kodein.
Hindari asetosal.
Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:
Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam.
Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam.
Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam.
Propofol 3-10 mg/kg/jam.
c. Cegah terjadinya stress ulcer dengan memberikan:
Antagonis H2
Antasida
Inhibitor pompa proton selama beberapa hari.
Sucralfate 3 kali sehari
d. Bila kejang dapat diberikan anti konvulsan : Phenytoin 10-15 mg/kg IV
(loading dose), kemudian diturunkan menjadi 100 mg/8 jam atau
Phenobarbital 30-60 mg tiap 6-8 jam.
e. Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang
sering dipakai adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau
asam traneksamat dengan dosis 6-12 g/hari.

BAB IV
ANALISIS KASUS
Tn. CF, 58 tahun, dirawat di bagian Neurologi RSMH karena mengalami
kesulitan berjalan akibat kelemahan sesisi tubuh sebelah kiri yang terjadi secara
tiba-tiba.
14 jam SMRS penderita mengalami kelemahan pada sesisi tubuh sebelah
kiri secara tiba-tiba saat sedang beraktivitas tanpa disertai penurunan kesadaran.
Saat serangan penderita merasa sakit kepala yang disertai mual muntah, tanpa
disertai kejang. Penderita juga mengalami bicara pelo dan mulut mengot ke
sebelah kanan. Gangguan sensibilitas berupa rasa baal dan kesemutan pada sisi
tubuh sebelah kiri tidak ada. Penderita masih dapat mengungkapkan isi pikirannya
baik secara lisan, tulisan maupun isyarat. Penderita masih dapat mengerti isi
pikiran oranglain yang diungkapakn secara lisan, tulisan maupun isyarat.
Kelemahan sesisi tubuh yag dirasakan sama berat .
Riwayat darah tinggi ada sejak 8 tahun yang lalu, tidak teratur minum
obat. Riwayat kencing manis tidak ada. Riwayat sakit jantung tidak ada, riwayat
merokok ada 2 bungkus perhari sejak usia 20 tahun. Penyakit seperti ini diderita
untuk pertama kalinya.
Dari anamnesis penderita menunjukkan defisit neurologis berupa
kelemahan sesisi tubuh sebelah kiri terjadi secara tiba-tiba, hal ini mengarah
bahwa defisit neurologis yang terjadi disebabkan oleh gangguan vaskuler atau
aliran darah pada otak dengan onset mendadak. Dari gambaran klinis dan onset
yang terjadi, penyakit yang diderita Tn. CF mengarah pada diagnosa stroke.
Penderita juga mengalami sakit kepala dan muntah, gambaran klinis ini mengarah
pada stroke jenis hemoragik.
Pada pemeriksaan fisik, status generalisata didapatkan sensorium compos
mentis dengan GCS 15, tekanan darah 170/110 mmHg, nadi 96x/menit,
temperatur 36,4 C, pernapasan 20x/menit. Dari pemeriksaan neurologis
didapatkan hasil yaitu gerakan ekstremitas atas dan bawah kiri kurang dengan
kekuatan 4. Tonus otot ekstremitas atas dan bawah meningkat, tidak ditemukan
adanya klonus pada tungkai. Refleks fisiologi otot ekstremitas atas dan bawah
sebelah kiri meningkat, dan refleks patologis babinsky positif pada tungkai kiri.
Pemeriksaan nervi cranialis didapatkan kelainan berupa sudut mulut kiri
tertinggal, plica nasolabialis kiri datar, deviasi lidah ke arah kiri, dan disatria
positif. Pemeriksaan sensorik, vegetatif, fungsi luhur, gerak rangsang meningeal,
gait dan keseimbangan, gerakan abnormal tidak ditemukan adanya kelainan. Dari
hasil pemeriksaan fisik didapatkan diagnosis klinis berupa hemiparese sinistra tipe
spastik dan parese N. VII dan N. XII sinistra sentral.
Untuk membedakan jenis stroke yang terjadi dapat digunakan Siriraj stroke
Score
Jenis Pemeriksaan Poin
Kesadaran (K) Kompos mentis 0 X 2,5
Somnolen dan stupor 1
Semikoma dan koma 2
Muntah dalam waktu 2 Tidak ada 0 X2
jam (M) Ada 1
Cephalgia dalam waktu Tidak ada 0 X2
2 jm (C) Ada 1
Atheroma (A) Tidak ada 0 X3
Ada 1
Tekanan Diastolik (D) 110 110 X 0,1
Konstanta -12 -12
Jumlah 3

Berdasarkan skor Siriraj, pasien ini memiliki skor 3, dengan interpretasi


mengarah pada strok hemoragik. Selain skor SIRIRAJ, penentuan jenis strok
hemoragik atau non hemoragik dapat ditegakkan dengan skor gajah mada.
Berdasarkan Algoritma stroke Gajah Mada, pada pasien ini memenuhi 2 kriteri
tiga kriteria yakni nyeri kepala positif dan reflex babinski positif. Skor SIRIRAJ
dan Gajah Mada memiliki ketepatan pada 90% kasus, sehingga dapat disimpulkan
sementara bahwa pasien mengalami stroke hemoragik.
Untuk memastikan jenis stroke maka direncanakan untuk dilakukan
pemeriksaan penunjang berupa CT scan kepala. Selain itu dilakukan pemeriksaan
lab darah kimia, BSS, kolesterol darah dan juga rontgen thoraks untuk mengetahui
faktor risiko pada pasien ini.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang
dilakukan didapatkan hasil bahwa Os mengalami hemiparese sinistra tipe sentral,
disertai dengan parese N VII dan XII sinistra tipe sentral. Dengan diagnosa topik
capsula interna, diagnosa etiologi adanya CVD hemoragik.
Diagnosis Banding Topik

1. Lesi di Korteks Hemisferium Cerebri Deksta


No. Gejala pada lesi di korteks cerebri Gejala pada penderita

1 Defisit motorik berupa hemiparese/hemiplegi Hemiparese sinistra tipe sentral


kontralateral lesi (typical)

2 Gejala iritatif berupa kejang pada sisi yang Tidak ada kejang
lemah atau lumpuh

3 Gejala fokal berupa kelumpuhan lengan dan Kelemahan pada lengan dan
tungkai yang tidak sama berat tungkai sama berat

4 Defisit sensorik berupa gangguan pada sisi yang Tidak ada defisit sensorik
lemah/lumpuh

5 Afasia global Tidak ada afasia

Kesimpulan: kemungkinan lesi di korteks cerebri dapat disingkirkan.

1. Lesi di Capsula Interna Hemisferium Cerebri Dekstra


No. Gejala pada lesi di capsula interna Gejala pada penderita

1 Defisit motorik berupa hemiparese/hemiplegi Hemiparese sinistra tipe sentral


kontralateral lesi (typical)

2 Parese N. VII tipe sentral ada parese N. VII sentral

3 Parese N. XII tipe sentral ada parese N. XII sentral

4 Kelemahan/kelumpuhan pada lengan dan Kelemahan lengan dan tungkai


tungkai sama berat sama berat

Kesimpulan: kemungkinan lesi di capsula interna hemisferium cerebri dekstra


belum dapat disingkirkan

2. Lesi di Subkorteks Hemisferium Cerebri Dekstra


No. Gejala pada lesi di subkorteks cerebri Gejala pada penderita

1 Defisit motorik berupa hemiparese/hemiplegi Hemiparese sinistra tipe sentral


kontralateral lesi (typical)

2 Afasia motorik murni Tidak ada afasia


Kesimpulan: kemungkinan lesi di subkorteks hemisferium cerebri Dekstra dapat
disingkirkan

3. Lesi di Mesencephalon
No. Gejala pada lesi di mesensefalon Gejala pada penderita

1 Defisit motorik berupa hemiparese/hemiplegi Hemiparese sinistra tipe sentral


kontralateral lesi (alternans)

2 Parese N. III ipsilateral lesi Tidak ada parese N. III

Kesimpulan: kemungkinan lesi di mesensefalon dapat disingkirkan

4. Lesi di Pons
No. Gejala pada lesi di pons Gejala pada penderita

1 Defisit motorik berupa hemiparese/hemiplegi Hemiparese sinistra tipe sentral


kontralateral lesi (alternans)

2 Parese N. IV, V, VI, VII, VIII Parese N.VII

Kesimpulan: kemungkinan lesi di pons dapat disingkirkan

5. Lesi di Medula Oblongata


No. Gejala pada lesi di medula oblongata Gejala pada penderita

1 Defisit motorik berupa hemiparese/hemiplegi Hemiparese sinistra tipe sentral


kontralateral lesi (alternans)

2 Parese N. IX, X, XI, XII Parese N.XII

Kesimpulan: kemungkinan lesi di medula oblongata dapat disingkirkan

6. Lesi di Decussatio Piramidalis


No. Gejala pada lesi di medula oblongata Gejala pada penderita

1 Defisit motorik berupa monoparese (crusiata) Hemiparese dekstra tipe spastik

Kesimpulan: kemungkinan lesi di decussatio pyramidalis dapat disingkirkan


Tatalaksana yang diberikan yaitu IVFD NaCl 0,9% gtt xx/m makro, asam
traneksamat 3x500 mg (iv), Citicoline 2x250 mg amp (iv), Ranitidine 2x50 mg
amp (iv), Vit. B Komplek 1x1 tab (po)

DAFTAR PUSTAKA

1. Setyopranoto, Ismail. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. CDK


185/Vol.38 no.4/Mei-Juni 2011.
2. Pandian, Jeyaraj Durai, Paulin Sudhan. Stroke Epidemiology and Stroke
Care Services in India. Journal of Stroke 2013;15(3):128-134.
3. Mozzaffarian, et al. Heart Disease and Stroke Statistics-2015 Update.
Circulation. 2015;131:e29-e322. DOI: 10.1161/CIR.0000000000000152
4. Hanley, Daniel F., Hemorrhagic stroke: Introduction. Stroke.
2013;44[suppl 1]:S65-S66. DOI: 10 Aho K, Harmsen P, Hatano S,
Marquardsen J, Smirnov VE, Strasser T. Cerebrovascular disease in the
community: results of a WHO collaborative study. Bull World Health
Organ. 1980;58:11330.
5. Bamford, J. 1992. Clinical Examination in Diagnosis and Sub
Classification of Stroke. Lancet 339 (8790): 400-2.
6. Cumming, T.B., Marshall, R.S., and Lazar, R.M., 2013. Stroke, Cognitive
Deficits, and Rehabilitation: still an Incomplete Picture. International
Journal of Stroke; Vol 8, pp: 38-45.
7. Misbach J, Jannis J, Soertidewi L. 2011. Epidemiologi Stroke, dan
Anatomi Pembuluh Darah Otak dan Patofisiologi Stroke. Dalam Stroke
Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Kelompok Studi Stroke
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
1161/STROKEAHA.113.000856.
8. Bejot Y, Cordonnier C, Durier J, Aboa-Eboule C, Rouaud O, Giroud M,
Intracerebral haemorrhage profiles are changing: results from the Dijon
population-based study. Brain 136 (Pt 2):658664, 2013.
9. Misbach J, Lamsudin R, Aliah A, Basyiruddin, Suroto, Alfa AY. Guideline
stroke tahun 2011. Jakarta: PERDOSSI, 2011.
10. Priska Widiastuti, Anak Agung Bagus Ngurah Nuartha. Sistem Skoring
Diagnostik untuk Stroke: Skor Siriraj. CDK-233/ vol. 42 no. 10, th. 2015.
11. David Gunawan Umbas. Aplikasi Sistem Skor Stroke Dave dan Djoenaidi
(SSSDD) untuk Membedakan Stroke Hemoragik dan Stroke Iskemik. CDK-
232/ vol. 42 no. 9, th. 2015.
12. Dendy Dwi Ramadhani.SENSITIVITASAN SPESIFISITAS METODE ALG
ORITMA GADJAH MADA SKOR DIBANDING CTSCAN
DALAM MENDIAGNOSIS PASIEN STROKE PERDARAHAN ATAU
ISKEMIK. Surabaya, 2010.

Anda mungkin juga menyukai