1. Elemen fisik
- Elemen fisik statis meliputi geometri cekungan(Basin); material yang diendapkan seperti kerakal
silisiklastik, pasir, dan lumpur; kedalaman air; suhu; dan kelembapan.
- Elemen fisik dinamik adalah faktor seperti energy dan arah aliran dari angin, air dan es; air hujan;
dan hujan salju.
2. Parameter kimia termasuk salinitas, pH, Eh, dan karbondioksida dan oksigen yang merupakan
bagian dari air yang terdapat pada lingkungan pengendapan.
3. Parameter biologi dari lingkungan pengendapan dapat dipertimbangkan untuk meliputi kedua-
duanya dari aktifitas organism, seperti pertumbuhan tanaman, penggalian, pengeboran, sedimen hasil
pencernaan, dan pengambilan dari silica dan kalsium karbonat yang berbentuk material rangka. Dan
kehadiran dari sisa organism disebut sebagai material pengendapan.
Transportasi
Proses transprtasi adalah proses perpindahan / pengangkutan material yang diakibatkan oleh
tenaga kinetis yang ada pada sungai sebagai efek dari gaya gravitasi. Sungai mengangkut material
hasil erosinya dengan berbagai cara, yaitu
a. Traksi, yaitu material yang diangkut akan terseret pada dasar sungai.
b. Rolling, yaitu material akan terangkut dengan cara menggelinding pada dasar sungai.
c. Saltasi, yaitu material akan terangkut dengan cara meloncat pada dasar sungai.
d. Suspensi, yaitu proses pengangkutan material secara mengambang dan bercampur dengan air
sehingga menyebabkan air sungai menjadi keruh.
e. Solution, yaitu pengangkutan material larut dalam air dan membentuk larutan kimia.
Sedimentasi
Proses sedimentasi adalah proses pengendapan material karena aliran sungai tidak mampu
lagi mengangkut material yang dibawanya. Apabila tenaga angkut semakin berkurang, maka material
yang berukuran besar dan lebih berat akan terendapkan terlebih dahulu, baru kemudian material yang
lebih halus dan ringan. Bagian sungai yang paling efektif untuk proses pengendapan ini adalah bagian
hilir atau pada bagian slip of slope pada kelokan sungai, karena biasanya pada bagian kelokan ini
terjadi pengurangan energi yang cukup besar. Ukuran material yang diendapkan berbanding lurus
dengan besarnya energi pengangkut, sehingga semakin ke arah hilir, energi semakin kecil, material
yang diendapkanpun semakin halus.
Sedimentasi adalah terbawanya material hasil dari pengikisan dan pelapukan oleh air, angin atau
gletser ke suatu wilayah yang kemudian diendapkan. Semua batuan hasil pelapukan dan pengikisan
yang diendapkan lama kelamaan akan menjadi batuan sedimen. Hasil proses sedimentasi di suatu
tempat dengan tempat lain akan berbeda.
Walaupun para ahli geologi setuju pada hasil pengertian dari lingkungan pengendapan,
mereka ternyata menemukan kesulitan dalam penyusunan pengertian yang tepat dari lingkungan
pengendapan ini. Sebagai ilustrasinya, lingkungan sedimen telah digambarkan dalam beberapa variasi
yaitu :
1.Tempat pengendapan dan kondisi fisika, kimia, dan biologi yang menunjukkan sifat khas dari
setting pengendapan [Gould, 1972].
2. Kompleks dari kondisi fisika, kimia, dan biologi yang tertimbun [Krumbein dan Sloss, 1963].
3. Bagian dari permukaan bumi dimana menerangkan kondisi fisika, kimia, dan biologi dari daerah
yang berdekatan [Selley, 1978].
4. Unit spasial pada kondisi fisika, kimia, dan biologi scara eksternal dan mempengaruhi pertumbuhan
sedimen secara konstan untuk membentuk pengendapan yang khas [Shepard dan Moore, 1955].
Definisi tersebut memang berbeda, tetapi pada umumnya memberikan tekanan pada kondisi
fisika, kimia, dan biologi. Pada konteks ini, lingkungan pengendapan mengarah pada unit geomorfik
dimana terjadi pengendapan. Lingkungan ini dibentuk dari parameter khusus fisika, kimia, dan biologi
yang sesuai terhadap unit geomorfik dari geometri dan ukuran partikular. Proses ini akan
mengoperasikan tingkat dan ntensitas yang menghasilkan tekstur khas, struktur, dan sifat lainnya,
sehingga pengendapan yang khusus akhirnya terbentuk. Sebagai contohnya, pantai akan
mempertimbangkan unit geomorfik dari ukuran dan bentuk tertentu, proses fisika tertentu [gelombang
dan aktivitas arus], proses kimia [solusi dan presipitasi], dan proses biologi [penggalian, sedimen
ingestion, dan aktivitas serupa] yang terjadi untuk menghasilkan badan pasir pantai yang khas oleh
partikular geometri, tekstur dan struktur sedimen, dan mineralogi.
Fasies menunjukkan unit stratigrafi yang mengacu pada aspek litologi, struktural, dan
karakter organisme yang dapat dikenali di lapangan.
Tiap lingkungan sedimen memiliki karakteristik akibat parameter fisika, kimia, dan
biologi dalam fungsinya untuk menghasilkan suatu badan karakteristik sedimen oleh tekstur khusus,
struktur, dan sifat komposisi. Hal tersebut biasa disebut sebagai fasies. Istilah fasies sendiri akan
mengarah kepada perbedaan unit stratigrafi akibat pengaruh litologi, struktur, dan karakteristik
organik yang terdeteksi di lapangan. Fasies sedimen merupakan suatu unit batuan yang
memperlihatkan suatu pengendapan padalingkungan.
Interpretasi lingkungan umumnya menghambat karena adanya suatu kenyataan mengenai
kecenderungan fasies yang sama yang dihasilkan pada setting lingkungan yang berbeda. Hal tersebut
sering terjadi sehingga akan membuat suatu penyajian lingkungan yang khas pada suatu dasar fasies
pengendapan tunggal. Sebagai contohnya, perlapisan silang siur dari batupasir dapat dibentuk karena
transportasi angin dan air. Jika terendap pada air, mereka akan terbentuk pada suatu pantai, sungai,
pada saluran pasang surut, pada dangkalan samudera, atau pada lingkungan yang lain dimana proses
traksi dapat berlangsung. Interpretasi lingkungan akan dapat kita kuasai jika kita mampu mempelajari
hubungan fasies dengan urutan yang benar dibandingkan dengan fasies tunggal. Hubungan suatu
fasies dapat digagaskan dalam pembagian grup fasies yang terjadi secara bersama sama yang
selanjutnya akan berkaitan dengan lingkungan. Sebagai contohnya, jika pada perlapisan silang siur
batupasir asosiasi terdekatnya adalah dengan terkandungnya tanah, batubara, atau serpih lanauan yang
mengandung akar, daun, dan batang, kita bisa membuat interpretasi pengendapannya pada sistem
sungai.
Dalam mempelajari hubungan fasies dan urutannya, kita harus benar benar memperhatikan
keadaan alami dari kontak hubungan antara fasies dan derajat urutan baik acak maupun tidak. Dengan
adanya aplikasi dari prinsip stratigrafi, kita dapat menduga hubungan dari dua fasies karena kontak
derajat atau penggambaran batas dari pendekatan lateral. Sementara itu, hubungan fasies karena
kenaikan atau akibat erosi perbatasan yang mungkin dapat menggambarkan lingkungannya ataupun
tidak, pada pendekatan lateral. Pada kenyataannya, fasies karena kontak erosi umumnya menandakan
perubahan dari kondisi pengendapan dan menjadi permulaan siklus sedimentasi yang baru. Fasies di
dalam hubungan partikular akan tersebar vertikal pada suatu cara pengacakan yang nyata atau
mungkin menunjukkan pola tertentu dari perubahan vertikal. Dua tipe umum dari perubahan fasies
vertikal yaitu Coarsening Upward Sequence dan Fining Upward Sequence.
Coarsening-upward sequences menunjukkan adanya penambahan kenaikan ukuran butir dari dasar
erosi atau kenaikannya. Hal ini menunjukkan peningkatan energi arus pengendapan.
fining-upward sequences sendiri merupakan kebalikannya, yaitu ukuran butir akan semakin halus
dari puncak erosinya. Menunjukkan penurunan energi arus pengendapan
granulometri merupakan suatu ukuran butir sedimen. Analisis ini dilakukan untuk
mengetahui tingkat resistensi butiran sedimen terhadap proses-proses eksogenik seperti
pelapukan erosi dan abrasi dari provenance, serta proses transportasi dan deposisinya. Hal-hal
tersebut merupakan variabel penting dalam melakukan suatu interpretasi.
Tingkat resistensi suatu batuan dapat dilihat dari ukuran butirnya. Proses-proses
eksogenik akan mengubah bentuk dan ukuran suatu partikel sedimen .bentuk awal yang
kemungkinan runcing-runcing, atau ukuran butirnya masih bear -besar, lama kelamaan kan
seiring waktu akan berubah karena proses eksogenik itu. Sedangkan proses transportasi dan
deposisi memperlihatkan proses bagaimana agen utama seperti air menggerakkan dan
mengendapkan butiran sedimen.
Menurut Boggs (1987), ada 3 faktor yang mempengaruhi ukuran butir batuan sedimen, yaitu
variasi ukuran butir sedimen asal, proses transportasi, dan energi pengendapan. Data-data
hasil analisis ukuran butir sedimen tersebut digunakan untuk mengetahui 3 faktor tersebut
secara jelas.
nilai positif dan nilai negatif. Semakin besar ukuran butir dalam mm, maka nilai phi akan
semakin negatif. Sebaliknya, semakin kecil ukuran butir dalam mm, maka nilai phi akan
semakin positif. Krumbein memilih logaritma negatif dari ukuran butir (mm) karena ukuran
pasir dan butiran halus lebih sering dijumpai pada batuan sedimen.
Analisis distribusi ukuran sedimen dapat dilakukan dengan cara melakukan
pengukuran langsung terhadap material sedimen berukuran gravel, dan pengayakan kering
pada material sedimen berukuran pasir dan lempung. Untuk mendapatkan sampel yang
mampu mewakili semua sampel itu sendiri, maka dilakukan splitting. Metode splittingyang
digunakan dalam praktikum adalah quartering. Quartering dilakukan dengan cara
menuangkan sampel melalui suatu corong di atas karton yang disilangkan saling tegak lurus
sehingga sampel akan terbagi dalam 4 kuadran. Proses ini diulang-ulang hinggai diperoleh
berat sampel yang diinginkan.
Ada beberapa metode atau cara yang dilakukan untuk menganalisis distribusi ukuran
butir, yaitu cara grafis dan cara matematis. Analisis yang dilakukan bertujuan untuk
mendapatkan beberapa parameter. Parameter nilai pada pengukuran butir sedimen antara lain
ukuran butir rata-rata (mean), keseragaman butir (sorting), skewness, dan kurtosis. Parameter
tersebut dapat ditentukan nilainya berdasarkan perhitungan secara grafis maupun secara
matematis. Perhitungan secara grafis menggunakan persamaan yang berdasarkan nilai phi
pada sumbu horizontal kurva prosentase frekuensi kumulatif. Sedangkan perhitungan
matematis menggunakan rumus umum momen pertama dengan asumsi bahwa kurva
distribusi frekuensinya bersifat normal (Gaussian).
Cara Grafis
Cara grafis dilakukan setelah melakukan pengayakan dan penimbangan terhadap
butiran sedimen. Butiran sedimen yang diayak dan ditimbang berukuran pasir halus hingga
pasir kasar. Setelah dilakukan pengayakan dan penimbangan, data-data tersebut diplot dalam
beberapa grafik dan histogram. Salah satunya adalah kurva frekuensi kumulatif yang
digunakan untuk menentukan nilai phi pada persentil tertentu yang kemudian dimasukkan
dalam rumus moment. Rumus-rumus yang digunakan dalam cara grafis adalah:
Median
Median adalah ukuran butir partikel tepat pada tengah-tengah populasi, yang berarti
separuh dari berat keseluruhan partikel adalah lebih halus sedangkan separuh lainnya lebih
kasar dari ukuran butir tersebut. Median dapat dilihat secara langsung dari kurva komulatif,
yaitu nilai phi pada titik dimana kurva komulatif memotong nilai 50%.
Mode
Mode merupakan ukuran butir yang frekuensi kemunculannya paling sering (paling
banyak). Nilai mode adalah nilai phi pada titik tertinggi kurva frekuensi.
Mean
Mean adalah nilai rata-rata ukuran butir. Pada umumnya ukuran butir ini dinyatakan dalam
phi ataupun dalam satuan mm.
Sortasi
Sortasi adalah nilai standar deviasi distribusi ukuran butir (sebaran nilai di sekitar mean).
Parameter ini menunjukkan tingkat keseragaman butir.
Skewness (Sk)
Skewness menyatakan derajat ketidaksimetrian suatu kurva. Bila Sk berharga positif maka
sedimen yang bersangkutan mempunyai jumlah butir kasar lebih banyak dari jumlah butir
yang halus dan sebaliknya jika berharga negatif maka sedimen tersebut mempunyai jumlah
butir halus lebih banyak dari jumlah butir yang kasar.
Kurtosis
Kurtosis dapat menunjukan harga perbandingan antara pemilahan bagian tengah terhadap
bagian tepi dari suatu kurva. Untuk menentukan harga K digunakan rumus yang diajukan
oleh Folk (1968)
Cara Matematis
Cara matematis menggunakan perhitungan rumus matematis dan sangat berbeda dengan cara
grafis. Cara ini lebih teliti karena tidak perlu melakukan pembacaan kurva kumulatif yang
kemungkinan besar dapat mengalami kesalahan dalam pembacaannya. Rumus-rumus yang
dipakai dalam perhitungan adalah
Daftar Pustaka
Boggs, Sam.2006. Principles of Sedimentary and Stratigraphy 4 Edition. New Jersey
th
Obyek Wisata adalah segala sesuatu yang ada di daerah tujuan wisata yang
merupakan daya tarik agar orang-orang mau datang berkunjung ke tempat tersebut. Menurut
SK. MENPARPOSTEL No.: KM. 98 / PW.102 / MPPT-87, Obyek Wisata adalah semua
tempat atau keadaan alam yang memiliki sumber daya wisata yang dibangun dan
dikembangkan sehingga mempunyai daya tarik dan diusahakan sebagai tempat yang
dikunjungi wisatawan.[1].
Obyek wisata dapat berupa wisata alam seperti gunung, danau, sungai, pantai, laut, atau
berupa objek bangunan seperti museum,benteng, situs peninggalan sejarah, dan lain-lain.
Suatu tempat/daerah agar dapat dikatakan sebagai objek wisata harus memenuhi hal pokok
berikut.
1. Adanya sesuatu untuk di lihat. Maksudnya adalah sesuatu yang menarik untuk dilihat.
2. Adanya sesuatu untuk di beli. Maksudnya adalah sesuatu yang menarik dan khas untuk
dibeli.
3. Adanya sesuatu untuk dilakukan. Maksudnya adalah sesuatu aktivitas yang dapat
dilakukan di tempat itu.
Umumnya di beberapa daerah atau negara, untuk memasuki suatu Objek Wisata para
wisatawan diwajibkan untuk membayar biaya masuk atau karcis masuk yang merupakan
biaya retribusi untuk pengemabangan dan peningkatan kualitas Objek Wisata tersebut.
Beberapa Objek Wisata ada yang dikelola oleh Pemerintah dan adapula yang dikelola oleh
pihak swasta. Objek Wisata yang dikelola oleh pihak swasta dapat berupa Objek Wisata alami
maupun buatan