Anda di halaman 1dari 43

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Selama ini upaya kesehatan masih kurang mengutamakan atau


memprioritaskan masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat. Selain itu
permasalahan kesehatan yang diderita oleh masyarakat banyak masih belum
diikuti dengan pembiayaan kesehatan yang memadai. Disadari bahwa
keterbatasan dana pemerintah dan masyarakat merupakan ancaman yang besar
bagi kelangsungan program pemerintah serta ancaman pencapaian derajat
kesehatan yang optimal. Diperlukan upaya yang intensif untuk meningkatkan
sumber daya pembiayaan dari sektor publik yang diutamakan untuk kegiatan
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan serta pencegahan penyakit. Ketersediaan
sumber daya yang terbatas, mengharuskan adanya upaya untuk meningkatkan
peran serta sektor swasta khususnya dalam upaya yang bersifat penyembuhan dan
pemulihan. Upaya tersebut dilakukan melalui pemberdayaan sektor swasta agar
mandiri, peningkatan kemitraan yang setara dan saling menguntungkan antara
sektor publik dan swasta sehingga sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan
secara optimal.

Sementara itu, Untuk memelihara kesehatan perlu sekali pengawasan


terhadap pembuatan dan penyediaan bahan bahan makanan dan minuman agar
tidak membahayakan kesehatan masyarakat

Mutu sumber daya manusia kesehatan sangat menentukan keberhasilan


upaya dan manajemen kesehatan. Sumber daya manusia kesehatan yang bermutu
harus selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan
berusaha untuk mengusai IPTEK yang mutakhir. Disadari bahwa jumlah sumber
daya manusia kesehatan yang mengikuti perkembangan IPTEK dan menerapkan
nilai-nilai moral dan etika profesi masih terbatas. Adanya kompetisi dala era pasar

1
bebas sebagai akibat dari globalisasi harus diantisipasi dengan peningkatan mutu
dan profesionalisme sumber daya manusia kesehatan. Hal ini diperlukan tidak
saja untuk meningkatkan daya saing sektor kesehatan, tetapi juga untuk
membantu peningkatan daya saing sektor lain, antara lain pengamanan komoditi
bahan makanan dan makanan jadi.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana hubungan gizi dan kesehatan Masyarakat ?


2. Bagaimana masalah kesehatan masyarakat Indonesia ?
3. Bagaimana masalah gizi masyarakat Indonesia ?
4. Bagaimana usaha usaha yang dilakukan untuk perbaikan kesehatan Masyarakat?
5. Bagaimana Usaha usaha yang dilakukan untuk perbaikan gizi Masyarakat ?

1.3 TUJUAN

Dari latar belakang diatas dapat diambil tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
memecahkan masalah kesehatan dan gizi masyarakat Indonesia dengan usaha usaha
yang telah dicanangkan pemerintah Indonesia

2
BAB 2
KESEHATAN MASYARAKAT

2.1 PENGERTIAN KESEHATAN MASYARAKAT


2.1.1 Kesehatan

Menurut Undang undang no 9 tentang pokok pokok kesehatan,


dalam Bab I, pasal 2 :
Yang dimaksud dengan kesehatan dalam undang undang ini ialah yang
meliputi kesehatan badan, rohani ( mental ) dan sosial, da bukan hanya
keadaan yang bebas dari segala penyakit, cacat dan kelemahan.

Dalam Tambahan Lembaran Neraga RI no 2805, termuat


Penjelasan Undang Undang no 3 tahun 1960 tentang kesehatan jiwa
( rohani ), dalam pasal 1 :
Kesehatan jiwa ( mental health ) menurut faham ilmu kedokteran pada
waktu sekarang adalah satu kondisi yang memungkinkan perkembangan
fisik, intelektuil dan emosionil yang optimal dari seseorang dan
perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain.

Dalam Tambahan Lembaran Negara RI no 2068 termuat


Penjelasan Undang undang no 9 tahun 1960, tentang pokok pokok
Kesehatan dalam pasal 3 :
Yang dimaksud dengan kesehatan sosial ialah perikehidupan dalam
masyarakat; perikehidupan ini harus sedemikian rupa sehingga setiap
warga negara mempunyai cukup kemampuan untuk memelihara dan
memajukan kehidupannya sendiri serta kehidupan keluarganya dalam
masyarakat yang memungkinkannya bekerja, beristirahat, dan menikmati
hiburan pada waktunya.

3
2.1.2 Masyarakat

Menurut Linton : Masyarakat adalah setiap kelompok manusia


yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama, sehingga mereka itu dapat
mengorganisasikan dirinya dan berpikir tentang dirinya sebagai satu
kesatuan sosial dengan batas batas tertentu.
Jadi :
1. Keluarga adalah satu bentuk masyarakat yang terkecil. Kumpulan dari
keluarga keluarga menentukan gambaran keadaan masyarakat yang
lebih besar
2. Untuk Mempelajari keadaan masyarakat, kita harus pula mempelajari
tentang kehidupan seperti sosiologi, psikologi, anthropologi,
ethonologi, ekologi, ekonomi,dsb

2.1.3 Ilmu kesehatan masyarakat

Menurut Winslow : Ilmu kesehatan masyarakat adalah suatu ilmu dan seni
yang :
Bertujuan :
1. Mencegah timbulnya penyakit
2. Memperpanjang masa hidup
3. Mempertinggi nilai kesehatan

Dengan jalan: menimbulkan, menyatukan, menyalurkan, mengkoordinir


usaha usaha di dalam masyarakat kearah terlaksananya usaha usaha :
1. Memperbaiki kesehatan lingkungan
2. Mencegah dan memberantas penyakit penyakit infeksi yang
merajalela dalam masyarakat
3. Mendidik masyarakat dalam prinsip prinsip kesehatan perorangan

4
4. Mengkoordinir tenaga tenaga kesehatan agar mereka dapat
melakukan pengobatan dan perawatan dengan sebaik baiknya
5. Memperkembangkan usaha usaha masyarakat agar dapat mencapai
tingkatan hidup yang setinggi tingginya sehingga dapat memperbaiki
dan memelihara kesehatannya

2.2 MASALAH KESEHATAN MASYARAKAT

Ada tiga faktor yang mempengaruhi kesehatan seseorang yaitu:


a. Penyebab penyakit
Penyebab penyakit dapat dibagi dalam dua golongan yaitu:
1. Golongan exogen
Yaitu penyebab penyakit yang terdapat diluar tubuh manusia yang dapat
menyerang perorangan dan masyarakat.
Dibagi dalam :
a) Yang nyata dan hidup
Penyebab penyakit ini sering disebut bibit penyakit, berupa bakteri,
virus, rickettsia, jamur, protozoa, cacing dan sebagainya

b) Yang nyata tak hidup


Zat zat kimia seperti racun, asam atau alkali kuat,
logam, dsb
Trauma ( ruda paksa )
- Trauma elektrik seperti kena arus listrik
- Trauma mekanik seperti terpukul, tertabrak
- Trauma thermik seperti terbakar
Makanan misalnya kekurangan beberapa zat makanan
seperti protein, vitamin, atau kekurangan makanan secara keseluruhan
( kelaparan )

5
c) Yang abstrak
Bidang ekonomi : kemiskinan
Bidang sosial : sifat a- sosial ; anti sosial
Bidang mental ( kejiwaan ) : kesusahan, rasa cemas, rasa takut

2. golongan endogen
Yaitu penyebab penyakit yang terdapat didalam tubuh manusia yang dapat
menyerang perorangan dan masyarakat
Penyebab penyakit golongan ini terdiri atas komplex sifat
seseorang yang dasarnya sudah ditentukan sejak lahir, yang memudahkan
timbulnya penyakit penyakit tertentu.

Kedalam golongan ini termasuk antara lain :


Habitus ( perawakan ) misalnya habitus asthenicus yaitu perawakan
yang tinggi, kurus, dan berdadad sempit dikatakan mudah teserang
penyakit tuberculosa
Penyakit penyakit turunan misalnya asthma, buta warna, haemophili
Faktor usia misalnya daya tahan tubuh pada bayi, anak anak, orang
dewasa, dan pada usia lanjut berbeda beda

b. Manusia sebagai tuan rumah


Berbica tentang kesehatan, maka jelaslah manusia sebagai tuan rumah,
yaitu manusia yang dihinggapi penyakit merupakan faktor yang sangat penting.
Bila seseorang dikenai sesuatu penyebab penyakit atu ditulari bibit penyakit,
belum tentu akan menjadi sakit, karena masih tergantung pada beberapa hal.
Salah satu diantaranya yaitu daya tahan tubuh orang tersebut. Daya tahan tubuh
yang tinggi baik jasmani, rohani maupun sosialnya dapat menghindarkan
manusia dari berbagai jenis penyakit.

6
Daya tahan tubuh ini dapat dipertinggi dengan :
Makanan yang sehat, cukup kualitas maupun kuantitasnya
Vaksinasi untuk mencegah penyakit infeksi tertentu
Pemeliharaan pembinaan kesehan jasmani dengan olahraga secara teratur.
Cara hidup teratur yakni dengan bekerja, beristirahat, berekreasi dan
menikmati hiburan pada waktunya
Menambah pengetahuan baik dengan menuntut ilmu dibangku sekolah,
membaca buku buku ilmu pengetahuan ataupun dari pengalaman
pengalaman hidup dalam masyarakat
Patuh pada ajaran agama

Daya tahan masyarakat tegantung pula pada daya tahan perorangan


yang membentuk masyarakat tersebut. Makin tinggi daya tahan perorangannya,
serta makn banyak perorangan meningkatkan daya tahan masyarakat, sehingga
kesehatan masyarakatnya akan lebih terjamin

c. Lingkungan Hidup

Lingkungan hidup adalah segala sesuatu baik benda maupun keadaan


yang berada disekitar manusia, yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia
dan masyarakat.
Lingkungan Hidup ini dapat dibagi dalam empat golongan yaitu :
1. Lingkungan Biologik
Terdiri atas organisme organisme hudup yang berada disekitar manusia.
Yang merugikan
- Bibit bibit penyakit seperti bakteri, virus, jamur, rickettsia, protozoa,
cacing, dsb
- Binatang penyebar penyakit seperti lalat, nyamuk, kutu kutu dan
sebagainya
- Organisme organisme sebagai hama tanaman atau pembunuh ternak

7
Yang berguna
- Tumbuh tumbuhan dan hewan sebagai sumber makanan
- Organisme yang berguna untuk industri misalnya pembuatan antibiotika
atau sebagai obat

2. Lingkungan fisik
Terdiri atas benda- benda yang tidak hiup yang berada disekitar manusia.
Termasuk kedalam golongan ini adalah udara, sinar matahari, tanah, air,
perumahan, sampah, dsb
Yang merugikan
- Udara yang berdebu, mengandung gas gas yang merugikan yang
berasal dari kendaraan bermotor maupun pabrik pabrik
- Iklim yang buruk
- Tanah yang tandus
- Air rumah tangga yang buruk
- Perumahan yang tidak memenuhi syarat kesehtan
- Pembuangan sampah dan kotoran yang tidak teratur

Yang berguna
- Udara yang bersih
- Tanah yang subur dengan iklim yang baik
- Makanan, pakaian, dan perumahan yang sehat

3. Lingkungan ekonomi
Lingkungan ekonomi merupakan lingkungan hidup yang abstrak
Yang Merugikan
- Kemiskinan
Kemiskinan merupakan lingkungan hidup yang sangat membahayakan
kesehatan manusia ( jasmani, rohai, dan sosial ). Karena miskin, orang

8
tidak dapat memenuhi kebutuhan akan makanan yang sehat, yang akan
melemahkan daya tahan tubuh sehingga mudah terserang sesuatu
penyakit. Bahkan karena kekurangan makanan itu sendiri dapat
menyebabakan orang menjadi sakit seperti :
Busung lapar pada orang dewasa
Kwashiorkor ( protein calori malnutrition ) pada
anak - anak
Penyakit penyakit karena kekurangan Vitamin
misalnya Xerophthalmi, scorbut, beri beri

Kemiskinan yang parah dapat meruntuhkan akhlak manusia secara total


sehingga tidak lagi menunaikan kewajiban kewajiban sosialnya.
Menjadikan manusia menjadi kurang / tidak bertanggung jawab.
Menumbuhkan sifat sifat egoistis ( mementingkan diri sendiri ) dan
munculnya berbagai jenis kejahatan baik yang dilakukan anak anak /
remaja maupun yang dilakukan orang dewasa. Karena itu perkembangan
dalam bidang kesehatn harus pula sejalan dengan perkembangan dalam
bidang sosio ekonomi. Usaha usaha kesehatan harus diselenggarakan
agar keadaan sosio ekonomi yang baiklah usaha usaha kesehatan
dapat berkembang dengan sebaik baiknya.

Yang menguntungkan
- kemakmuran yang merata pada setiap warga masyarakat

4. Lingkungan Mental sosial


Juga merupakan lingkungan hidup yang abstrak
Yang merugikan
- Sifat sifat a- sosial, anti sosial, kebiadaban, sifat mementingkan diri
sendiri

Yang menguntungkan

9
- Sifat gotong royong, patuh dan menghormati hukum hukum yang
berlaku dalam masyarakat, berperi kemanusiaan berdasarkan ke
Tuhanan Yang Maha Esa

Keempat macam lingkungan hidup diatas , saling pengaruh mempengaruhi


secara timbal balik. Kemiskinan bila disertai engan sifat sifat a- sosial dan
anti sosial, akan menyebabkan keruntuhan akhlak secara total . Bibit
penyakit akan bertambah banyak ditempat tempat dimana pembuangan
sampah dan kotoran yang tidak teratur
Gangguan keseimbangan antara ketiga faktor tersebut menyebabkan
timbulnya penyakit

10
BAB 3
SITUASI GIZI MASYARAKAT

3.1 PENGERTIAN GIZI

Kata gizi berasal dari bahasa arab yaitu Ghidza yang artinya
makanan.Makanan sendiri berarti bahan selain obat yang mengandung zat zat
gizi dan atau unsur unsur / ikatan kimia yang dapat diubah menjadi zat gizi oleh
tubuh, yang berguna bila dimasukkan dalam tubuh

Ilmu gizi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatau tentang makanan
dalam kaitannya dengan kesehatan.

Hubungan gizi sendiri dengan kesehatan tubuh adalah berfungsi dalam


menyediakan energi bagi tubuh, membangun dan memelihara jaringan tubuh,
serta mengatur proses proses kehidupan dalam tubuh. Selain itu gizi juga
berkaitan dengan potensi ekonomi seseorang, karena gizi berkaitan dengan
perkembangan otak, kemampuan belajar dan produktivitas kerja.

3.2 MASALAH GIZI MASYARAKAT

Masalah gizi di Indonesia merupakan masalah yang cukup berat. Pada


hakekatnya Berpangkal pada keadaan ekonomi yang kurang an kurangnya
pengetahuan tentang nilai gizi dai makanan makanan yang ada.

Penyakit penyakit karena kekurangan gizi di Indonesia terutama adalah


defisiensi protein kalori, defisiensi vitamin A, dan efisiensi Yodium ( gondok dan
cretinisme )

11
Wanita, terutama wanita usia subur/WUS, bayi dan anak balita adalah
kelompok rawan pada penduduk yang selalu harus menjadi perhatian. Indonesia
tidak mempunyai vital statistic yang dapat dilakukan untuk menghitung angka
kematian ibu. Biasanya dilakukan estimasi berdasarkan survei yang ada seperti
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) dan Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT). Dari analisis SDKI 1991, 1994 diperkirakan Angka Kematian
Ibu (AKI) adalah 390 per 100,000 kelahiran hidup untuk periode 1989-1994, dan
334 pada periode tahun 1992-1997. Sebelum tahun 1997, Pemerintah Indonesia
mentargetkan penurunan AKI ini dari 450 (1995) menjadi 225 (1999). Melihat
variasi AKI di lima provinsi dari analisis SKRT 1995 yang menunjukkan AKI
antara 1025 (Irian), 796 (Maluku), 686 (Jawa Barat), 554 (NTT) dan 248 (Jawa
Tengah), diasumsikan AKI masih sangat bermasalah memasuki milenium ketiga
ini (Sumantri, et.al, 1999).

Untuk kelompok bayi dan anak yang dipantau perkembangannya,


ada peningkatan yang cukup baik, akan tetapi angkanya masih cukup tinggi
dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Malaysia, Filipina dan Thailand.
Walaupun terjadi penurunan angka kematian bayi dan balita, masih diperkirakan
dari 4 juta anak yang lahir di Indonesia, 300.000 diantaranya meninggal sebelum
mencapai usia 5 tahun (Sumantri, 2000). Lihat figure 3. Angka kematian bayi
dan anak ini bervariasi cukup lebar antar provinsi. Dijumpai 23 kematian bayi per
1000 lahir hidup di Jogjakarta dan 111 kematian bayi per 1000 lahir hidup di
NTB, hal yang sama terjadi juga untuk kematian balita (Sumantri, 2000).

Masalah gizi kurang, terutama pada anak balita dikaji kecenderungannya


menurut Susenas. Pada tahun 1989, prevalensi gizi kurang pada balita adalah
37.5% menurun menjadi 24,7% tahun 2000. Walaupun terjadi penurunan
prevalensi gizi kurang, yang menjadi pusat perhatian adalah penderita gizi buruk
pada anak balita, yang terlihat tidak ada penurunan semenjak tahun 1989. Pada

12
tahun 1989, prevalensi gizi buruk anak balita adalah 6.3%. Prevalensi ini
meningkat menjadi 11,56% pada tahun 1995 dan menurun menjadi 7,53% pada
tahun 2000 (Direktorat Gizi, 2001). Berdasarkan hasil sementara SP 2000, maka
diperkirakan jumlah penderita gizi buruk pada balita adalah 1.520.000 anak, atau
4.940.000 anak menderita gizi kurang.

Masih tingginya prevalensi gizi kurang pada anak balita berhubungan


dengan masih tingginya bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR). Prevalensi
BBLR ini masih berkisar antara 7 sampai 14% pada periode 1990-2000. (Lihat
figure 5). Akibat dari BBLR dan gizi kurang pada balita berkelanjutan pada
masalah pertumbuhan anak usia masuk sekolah. Berdasarkan hasil pemantauan
tinggi badan anak baru masuk sekolah (TBABS), diketahui bahwa prevalensi
anak pendek tahun 1994 adalah 39,8%. Prevalensi ini turun menjadi 36,1% pada
tahun 1999. Anak yang terpantau dari TBABS adalah anak usia 5-9 tahun. Jika
jumlah anak 5-9 tahun menurut SP 2000 diperkirakan 21.777.000, maka
7.800.000 anak usia baru masuk sekolah mengalami hambatan dalam
pertumbuhan. Masalah gizi kurang pada anak berkelanjutan pada wanita usia
subur, yang akan melahirkan anak dengan risiko BBLR disertai dengan masalah
anemia dan gizi mikro lainnya. Dari kajian Susenas, proporsi wanita usia 15-49
tahun dengan Lingkar Lengan Atas (LILA <23.5 cm) adalah 24,9% tahun 1999
dan 21,5% pada tahun 2000 (Lihat Figure 6 dan 7). Proporsi ini sama dengan
13.316.561 wanita usia subur diperkirakan mempunyai risiko kurang energi
kronis. Terlihat juga bahwa wanita usia subur, khususnya pada kelompok yang
paling produktif: usia 15-19, 20-24 dan 25-29 tahun, mempunyai proprosi LILA
<23.5% yang tertinggi.

Masalah gizi lainnya yang cukup penting adalah masalah gizi mikro,
terutama untuk kurang yodium dan zat besi. Pada tahun 1980, prevalensi
gangguan akibat kurang yodium (GAKY) pada anak usia sekolah adalah 30%,
prevalensi ini menurun menjadi 9,8% pada tahun 1998. Walaupun terjadi
penurunan yang cukup berarti, masih dianggap masalah kesehatan masyarakat,

13
karena prevalensi di atas 5%. Prevalensi tersebut bervariasi antar kecamatan,
masih dijumpai kecamatan dengan prevalensi GAKY di atas 30% (daerah
endemik berat). Berdasarkan prevalensi tersebut, diperkirakan 10 juta penduduk
menderita GAKY, dan kemungkinan 9000 bayi lahir dengan kretin. Masalah
berikutnya adalah anemia gizi akibat kurang zat besi. Kajian Survei Kesehatan
Rumah Tangga (1995) menunjukkan bahwa prevalensi anemi pada ibu hamil
adalah 50,9%, pada wanita usia subur 39,5%, pada remaja putri 57,1%, dan pada
balita 40,5%.

Faktor penyebab dari tingginya kematian ibu, bayi dan anak ini tidak lain
disebabkan karena belum memadainya pelayanan kesehatan masyarakat dan
keadaan gizi, diluar faktor pencetus lainnya yang memperkuat masalah ini seperti
kemiskinan dan tingkat pendidikan. Akibat yang terlihat dari kemiskinan adalah
masih dijumpai hampir 50% rumah tangga mengkonsumsi makanan kurang dari
70% terhadap angka kecukupan gizi yang dianjurkan (2200 Kkal/kapita/hari; 48
gram protein/kapita/hari). Kita ketahui Human Development Index pada tahun
2000 yang dilaporkan oleh UNDP adalah 109 untuk Indonesia, tertinggal jauh
dari Malaysia, Filipina dan Thailand. Masih tingginya masalah gizi, akan
berpengaruh nyata terhadap tingkat pendidikan dan pendapatan per kapita.
Rendahnya kondisi gizi akan berakibat pada rawannya penyakit infeksi dan
semakin tinggi pengeluaran terhadap kesehatan. Krisis ekonomi yang
berkepanjangan akan berdampak lebih nyata pada masalah kesehatan dan gizi
penduduk.

Sekitar 37,3 juta penduduk hidup di bawah garis kemiskinan, separo dari
total rumah tangga mengonsumsi makanan kurang dari kebutuhan sehari-hari,
lima juta balita berstatus gizi kurang, dan lebih dari 100 juta penduduk berisiko
terhadap berbagai masalah kurang gizi.

Itulah sebagian gambaran tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia yang


perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh untuk diatasi. Apalagi Indonesia

14
sudah terikat dengan kesepakatan global untuk mencapai Millennium
Development Goals (MDG's) dengan mengurangi jumlah penduduk yang miskin
dan kelaparan serta menurunkan angka kematian balita menjadi tinggal separo
dari keadaan pada tahun 2000.

Perjalanan sejarah bangsa-bangsa di dunia menunjukkan bahwa kualitas


sumber daya manusia terbukti sangat menentukan kemajuan dan keberhasilan
pembangunan suatu negara-bangsa. Terbentuknya sumber daya manusia yang
berkualitas, yaitu sumber daya manusia yang sehat, cerdas, dan produktif
ditentukan oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang sangat esensial adalah
terpenuhinya kebutuhan pangan yang bergizi.

Permintaan pangan yang tumbuh lebih cepat dari produksinya akan terus
berlanjut. Akibatnya, akan terjadi kesenjangan antara kebutuhan dan produksi
pangan domestik yang makin lebar. Penyebab utama kesenjangan itu adalah
adanya pertumbuhan penduduk yang masih relatif tinggi, yaitu 1,49 persen per
tahun, dengan jumlah besar dan penyebaran yang tidak merata.

Dampak lain dari masalah kependudukan ini adalah meningkatnya


kompetisi pemanfaatan sumber daya lahan dan air disertai dengan penurunan
kualitas sumber daya tersebut. Hal ini dapat menyebabkan kapasitas produksi
pangan nasional dapat terhambat pertumbuhannya.

Rendahnya konsumsi pangan atau tidak seimbangnya gizi makanan yang


dikonsumsi mengakibatkan terganggunya pertumbuhan organ dan jaringan tubuh,
lemahnya daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit, serta menurunnya
aktivitas dan produktivitas kerja.

Pada bayi dan anak balita, kekurangan gizi dapat mengakibatkan


terganggunya pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan spiritual. Bahkan
pada bayi, gangguan tersebut dapat bersifat permanen dan sangat sulit untuk

15
diperbaiki. Kekurangan gizi pada bayi dan balita, dengan demikian, akan
mengakibatkan rendahnya kualitas sumber daya manusia.

Oleh karena itu pangan dengan jumlah dan mutu yang memadai harus
selalu tersedia dan dapat diakses oleh semua orang pada setiap saat. Bahasan
tersebut menggambarkan betapa eratnya kaitan antara gizi masyarakat dan
pembangunan pertanian. Keterkaitan tersebut secara lebih jelas dirumuskan dalam
pengertian ketahanan pangan (food security) yaitu tersedianya pangan dalam
jumlah dan mutu yang memadai dan dapat dijangkau oleh semua orang untuk
hidup sehat, aktif, dan produktif.

Masalah gizi adalah gangguan kesehatan seseorang atau masyarakat yang


disebabkan oleh tidak seimbangnya pemenuhan kebutuhannya akan zat gizi yang
diperoleh dari makanan. Masalah gizi yang dalam bahasa Inggris disebut
malnutrition, dibagi dalam dua kelompok yaitu masalah gizi-kurang (under
nutrition) dan masalah gizi-lebih (over nutrition), baik berupa masalah gizi-makro
ataupun gizi-mikro.

Gangguan kesehatan akibat masalah gizi-makro dapat berbentuk status


gizi buruk, gizi kurang, atau gizi lebih. Sedang gangguan kesehatan akibat
masalah gizi mikro hanya dikenal sebutan dalam bentuk gizi kurang zat gizi
mikro tertentu, seperti kurang zat besi, kurang zat yodium, dan kurang vitamin A.

Masalah gizi makro, terutama masalah kurang energi dan protein (KEP),
telah mendominasi perhatian para pakar gizi selama puluhan tahun. Pada tahun
1980-an data dari lapangan di banyak negara menunjukkan bahwa masalah gizi
utama bukan kurang protein, tetapi lebih banyak karena kurang energi atau
kombinasi kurang energi dan protein. Bayi sampai anak berusia lima tahun, yang
lazim disebut balita, dalam ilmu gizi dikelompokkan sebagai golongan penduduk
yang rawan terhadap kekurangan gizi termasuk KEP.

16
Berdasarkan data Susenas, prevalensi gizi buruk dan kurang pada balita
telah berhasil diturunkan dari 35,57 persen tahun 1992 menjadi 24,66 persen pada
tahun 2000.

Namun, terdapat kecenderung peningkatan kembali prevalensi pada tahun-tahun


berikutnya. Selain itu, jika melihat pertumbuhan jumlah penduduk dan proporsi
balita pada dari tahun ke tahun, sebenarnya jumiah balita penderita gizi buruk dan
kurang cenderung meningkat.

Kronisnya masalah gizi buruk dan kurang pada balita di Indonesia


ditunjukkan pula dengan tingginya prevalensi anak balita yang pendek (stunting
<-2 SD). Masih sekitar 30-40 persen anak balita di Indonesia diklasifikasikan
pendek. Tingginya prevalensi gizi buruk dan kurang pada balita, berdampak juga
pada gangguan pertumbuhan pada anak usia baru masuk sekolah. Pada tahun
1994 prevalensi gizi kurang menurut tinggi badan anak usia 6-9 tahun adalah 39,8
persen dan hanya berkurang sebanyak 3,7 persen, yaitu menjadi 36,1 persen pada
tahun 1999.

Masalah gizi lainnya yang cukup penting adalah masalah gizi mikro,
terutama untuk kurang vitamin A, kurang yodium, dan kurang zat besi. Meskipun
berdasarkan hasil survei nasional tahun 1992 Indonesia dinyatakan telah bebas
dari xerophthalmia, masih 50 persen dari balita mempunyai serum retinol <20
mcg/100 ml, yang berarti memiliki risiko tinggi untuk munculnya kembali kasus
xeropthalmia. Sementara prevalensi gangguan akibat kurang yodium (GAKY)
pada anak usia sekolah di Indonesia adalah 30 persen pada tahun 1980 dan
menurun menjadi 9,8 persen pada tahun 1998.

Walaupun terjadi penurunan yang cukup berarti, GAKY masih dianggap


masalah kesehatan masyarakat, karena secara umum prevalensi masih di atas 5
persen dan bervariasi antar wilayah, dimana masih dijumpai kecamatan dengan
prevalensi GAKY di atas 30 persen.

17
Diperkirakan sekitar 18,16 juta penduduk hidup di wilayah endemik
sedang dan berat; dan 39,24 juta penduduk hidup di wilayah endemis ringan.
Masalah berikutnya adalah anemia gizi akibat kurang zat besi. Hasil Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada
ibu hamil adalah 50,9 persen pada tahun 1995 dan turun menjadi 40 persen pada
tahun 2001, sedangkan pada wanita usia subur 15-44 tahun masing-masing
sebesar 39,5 persen pada tahun 1995 dan 27,9 persen pada 2001. Prevalensi
anemia gizi berdasarkan SKRT 2001 menunjukkan bahwa 61,3 persen bayi < 6
bulan, 64,8 persen bayi 6-11 bulan, dan 58 persen anak 12-23 bulan menderita
anemia gizi.

Penyebab Utama Masalah Gizi

Terdapat dua faktor yang terkait langsung dengan masalah gizi khususnya
gizi buruk atau kurang, yaitu intake zat gizi yang bersumber dari makanan dan
infeksi penyakit. Kedua faktor yang saling mempengaruhi tersebut terkait dengan
berbagai fakto penyebab tidak langsung yaitu ketahanan dan keamanan pangan,
perilaku gizi, kesehatan badan dan sanitasi lingkungan.

Ketahanan pangan merupakan salah satu isu utama upaya peningkatan status gizi
masyarakat yang paling erat kaitannya dengan pembangunan pertanian. Situasi
produksi pangan dalam negeri serta ekspor dan impor pangan akan menentukan
ketersediaan pangan yang selanjutnya akan mempengaruhi kondisi ketahanan
pangan di tingkat wilayah. Sementara ketahanan pangan pada tingkat
rumahtangga, akan ditentukan pula oleh daya daya beli masyarakat terhadap
pangan

Seperti yang tersaji dalam, ketahanan pangan sebagai isu penting dalam
pembangunan pertanian menuntut kemampuan masyarakat dalam menyediakan
kebutuhan pangan yang diperlukan secara sustainable (ketersediaan pangan) dan

18
juga menuntut kondisi yang memudahkan masyarakat memperolehnya dengan
harga yang terjangkau khususnya bagi masyarakat lapisan bawah (sesuai daya beli
masyarakat).

Menyeimbangkan antara ketersediaan pangan dan sesuai dengan daya beli


masyarakat dengan meminimalkan ketergantungan akan impor menjadi hal yang
cukup sulit dilaksanakan saat ini. Pada kenyataannya, beberapa produk pangan
penting seperti beras dan gula, produksi dalam negeri dirasa masih kalah dengan
produk impor karena tidak terjangkau oleh daya beli masyarakat kita.

Kebijakan yang ada pun tidak memberi kondisi yang kondusif bagi petani
sebagai produsen, untuk dapat meningkatkan produktivitasnya maupun
mengembangkan diversifikasi pertanian guna mengembangkan keragaman
pangan.

Perkembangan Konsumsi Pangan

Intake zat gizi yang berasal dari makanan yang dikonsumsi seseorang
merupakan salah satu penyebab langsung dari timbulnya masalah gizi. Rata-rata
konsumsi energi penduduk Indonesia tahun 2002 adalah sekitar 202 kkal/kap/hari
yang berarti sekitar 90.4 persen dari kecukupan yang dianjurkan. Sementara rata-
rata konsumsi protein sekitar 54,4 telah melebih kecukupan protein yang
dianjurkan baru mencapai 90,4 persendari kecukupan gizi yang dianjurkan
sebesar 2200 kkal/hari.

Selain masih rendahnya tingkat konsumsi energi, data pada Tabel 1


menunjukkan bahwa pola konsumsi pangan penduduk belum memenuhi kaidah
gizi baik dari segi kualitas maupun keragamannnya, dimana masih terjadi: (1)
kelebihan padi-padian; (2) sangat kekurangan pangan hewani; dan (3) kurang
umbi-umbian, sayur dan buah, kacang-kacangan, minyak dan lemak, buah/biji
berminyak serta gula. Kondisi tersebut mencerminkan tingginya ketergantungan

19
konsumsi pangan penduduk pada padi-padian terutama beras.

BAB 4
USAHA USAHA GIZI DAN KESEHATAN MASYARAKAT

Memasuki milenium ketiga, pelayanan kesehatan masih difokuskan pada


pelayanan pada orang sakit dan kurang gizi. Rendahnya alokasi yang diberikan untuk
pelayanan kesehatan masyarakat memperburuk situasi yang ada. Indonesia masih
dihadapi pada rendahnya rasio dokter dan tenaga kesehatan lainnya untuk memberikan
pelayanan kesehatan, ditambah fasilitas kesehatan (rumah sakit dan puskesmas) yang
juga masih jauh dari optimal.

Semenjak terjadi krisis ekonomi 1997, banyak upaya yang dilakukan untuk
mempertahankan situasi kesehatan dan gizi masyarakat, terutama pada kelompok rawan.
Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK) yang mulai dioperasionalkan tahun
1998 melakukan upaya pelayanan kesehatan dasar, kesehatan ibu/safemotherhood dan
gizi, terutama untuk penduduk miskin. Upaya yang telah dilakukan antara lain:

1. Mentargetkan dan memberikan pelayanan kesehatan khusus pada keluarga miskin


yang membutuhkan. Pemilihan keluarga miskin ini dilakukan menurut indikator yang
telah disepakati bersama.

2. Memberikan pelayanan khusus seperti pemberian makanan tambahan pada balita dan
ibu hamil kurang gizi.

3. Memberikan pelayanan kebidanan pada ibu hamil dengan memberdayakan bidan di


desa

4. Melakukan revitalisasi Posyandu agar pemantauan pertumbuhan pada bayi dan balita
tetap dilaksanakan.

20
5. Melakukan advokasi pada pemerintah daerah setempat untuk selalu mentargetkan
dengan alokasi yang memadai untuk lokasi yang berisiko tinggi masalah gizi dan
kesehatan.

6. Melakukan promosi untuk peningkatan pendidikan dan peningkatan pelayanan


kesehatan dasar.

7. Mengembangkan program jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat.

8. Mengembangkan dan memperkuat sistem monitoring dan evaluasi (surveilans) untuk


kepentingan daerah, terutama untuk memperbaiki kebijakan daerah terhadap
pelayanan kesehatan dan gizi.

Mempelajari permasalahan yang ada dan upaya yang telah dilakukan, Indonesia
mencanangkan Indonesia Sehat 2010, dengan menetapkan issue strategis yang menjadi
titik tolak kebijakan intervensi atau program yang diperlukan pada saat ini dan masa yang
akan datang. Issue strategisnya adalah sebagai berikut1:

1. Kerjasama lintas sektor

Perubahan perilaku masyarakat untuk hidup sehat dan peningkatan mutu


lingkungan sangat berpengaruh terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
Selain itu, masalah kesehatan dan gizi merupakan masalah nasional yang tidak dapat
terlepas dari berbagai kebijakan dari sektor lain. Peningkatan upaya dana manajemen
pelayanan kesehatan tidak dapat terlepas dari peran sektor yang membidangi
pembiayaan, pemerintahan dan pembangunan daerah, ketenagaan, pendidikan,
perdagangan dan social budaya. Dengan demikian kerja sama lintas sektor yang masih
belum berhasil pada masa lalu perlu lebih ditingkatkan.

2. Sumber daya manusia kesehatan

21
Mutu sumber daya manusia kesehatan sangat menentukan keberhasilan upaya dan
manajemen kesehatan. Sumber daya manusia kesehatan yang bermutu harus selalu
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan berusaha untuk mengusai
IPTEK yang mutakhir. Disadari bahwa jumlah sumber daya manusia kesehatan yang
mengikuti perkembangan IPTEK dan menerapkan nilai-nilai moral dan etika profesi
masih terbatas. Adanya kompetisi dala era pasar bebas sebagai akibat dari globalisasi
harus diantisipasi dengan peningkatan mutu dan profesionalisme sumber daya manusia
kesehatan. Hal ini diperlukan tidak saja untuk meningkatkan daya saing sektor kesehatan,
tetapi juga untuk membantu peningkatan daya saing sektor lain, antara lain pengamanan
komoditi bahan makanan dan makanan jadi.
3. Mutu dan keterjangkauan pelayanan kesehatan

Dipandang dari segi fisik persebaran sarana pelayanan kesehatan baik Puskesmas,
Rumah sakit, maupun sarana kesehatan lainnya termasuk sarana penunjang upaya
kesehatan telah dapat dikatakan merata keseluruh wilayah Indonesia. Akan tetapi
persebaran fisik tersebut masih belum diikuti sepenuhnya dengan peningkatan mutu
pelayanan dan keterjangkauan oleh seluruh lapisan masyarakat. Mutu pelayanan
kesehatan sangat dipengaruhi oleh kualitas sarana fisik, jenis tenaga yang tersedia, obat,
alat kesehatan dan sarana penunjang lainnya, proses pemberian pelayanan, dan
kompensasi yang diterima serta harapan masyarakat pengguna. Faktor-faktor tersebut di
atas merupakan prakondisi yang harus dipenuhi untuk peningkatan mutu dan
keterjangkauan pelayanan kesehatan. Peningkatan pelayanan dilakukan melalui
peningkatan mutu dan profesionalisme sumber daya kesehatan. Sedangkan harapan
masyarakat pengguna dilakukan melalui peningkatan pendidikan umum, penyuluhan
kesehatan, serta komunikasi yang baik antara pemberi pelayanan kesehatan dan
masyarakat.

4. Prioritas, sumber daya pembiayaan, dan pemberdayaan masyarakat

Selama ini upaya kesehatan masih kurang mengutamakan atau memprioritaskan


masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat. Selain itu permasalahan kesehatan yang

22
diderita oleh masyarakat banyak masih belum diikuti dengan pembiayaan kesehatan yang
memadai. Disadari bahwa keterbatasan dana pemerintah dan masyarakat merupakan
ancaman yang besar bagi kelangsungan program pemerintah serta ancaman pencapaian
derajat kesehatan yang optimal. Diperlukan upaya yang intensif untuk meningkatkan
sumber daya pembiayaan dari sektor publik yang diutamakan untuk kegiatan
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan serta pencegahan penyakit. Ketersediaan
sumber daya yang terbatas, mengharuskan adanya upaya untuk meningkatkan peran serta
sektor swasta khususnya dalam upaya yang bersifat penyembuhan dan pemulihan. Upaya
tersebut dilakukan melalui pemberdayaan sektor swasta agar mandiri, peningkatan
kemitraan yang setara dan saling menguntungkan antara sektor publik dan swasta
sehingga sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal.

Sementara itu, issue strategis bidang gizi, karena berhubungan dengan pangan,
keluarga dan anak, maka hal yang berkaitan dengan:

1. Ketahanan pangan tingkat rumah tangga


2. Pengembangan agribisnis
3. Pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan yang berkaitan erat dengan
upaya peningkatan daya beli dan akses terhadap pangan.
4. Pola pengasuhan yang tepat dan bermutu untuk anak

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka strategi pembangunan kesehatan untuk


mewujudkan Indonesia Sehat 2010 adalah:

1. Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan


2. Profesionalisme
3. Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat
4. Desentralisasi

Strategi program gizi mengikuti strategi pembangunan kesehatan dan juga


memfokuskan pada:

23
1. Pemberdayaan keluarga dan masyarakat
2. Pemantapan kelembagaan pangan dan gizi
3. Pemantapan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi
4. Advokasi dan mobilisasi social
5. Peningkatan mutu dan cakupan pelayanan gizi melalui penerapan paradigma sehat

Berdasarakan strategi tersebut, maka tujuan pembangunan kesehatan adalah


meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatan mayarakat yang optimal. Dan kebijaksanan pembangunan
kesehatan untuk mewujudkan tujuan tesebut adalah:

1. Pemantapan kerja sama lintas sektoral


2. Peningkatan kemandirian masyarakat dan kemitraan swasta
3. Peningkatan perilaku hidup sehat
4. Peningkatan lingkungan sehat
5. Peningkatan upaya kesehatan
6. Peningkatan sumber daya kesehatan
7. Peningkatan kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan
8. Peningkatan IPTEK
9. Peningkatan derajat kesehatan

Sejalan dengan kebijakan pembangunan kesehatan, telah dibuat pula rencana


program aksi pangan dan gizi yang juga merupakan penjabaran Propenas, yaitu:

1. Pengembangan kelembagaan pangan dan gizi


2. Pengembangan tenaga pangan dan gizi
3. Peningkatan ketahanan pangan
4. Kewaspadaan pangan dan gizi
5. Pencegahan dan penanggulangan gizi kurang dan gizi lebih

24
6. Pencegahan dan penanggulangan kurang zat gizi mikro
7. Peningkatan perilaku sadar pangan dan gizi
8. Pelayanan gizi di Institusi
9. Pengembangan mutu dan keamanan pangan
10. Penelitian dan pengembangan
Indonesia Sehat 2010 merupakan goal yang akan dicapai. Hal ini tidak mungkin
dicapai jika peningkatan kualitas dan akses masyarakat terhadap kesehatan dan gizi tidak
menjadi perhatian utama. Alokasi kesehatan yang masih sekitar 3% tentunya tidak berarti
untuk mencapai tujuan ini. Goal ini juga mengarahkan kita semua untuk mendukung
upaya berkaitan dengan peningkatan sumber daya manusia melalui pendidikan dan
kualitas hidup. Diperlukan penjabaran Propenas dan Propeda kedalam bentuk program
aksi yang lebih konkrit. Fokus perhatian diutamakan pada keluarga miskin di wilayah
kumuh perkotaan dan pedesaan. Selain itu peningkatan kesehatan dan gizi masyarakat
tidak akan terlepas juga dari kontribusi komprehensif dan pelayanan profesional yang
melibatkan partisipasi aktif masyarakat secara keseluruhan.

Rekomendasi yang diperlukan tentunya berkaitan dengan:

1) paradigma sehat yang berlandaskan pada visi dan misi pembangunan


kesehatan nasional;
2) revitalisasi pada infrastruktur yang berkaitan dengan upaya desentralisasi;
3) alokasi kesehatan dan gizi yang optimal;
4) memperkuat aspek teknologi bidang kesehatan dan gizi;
5) memperkuat aspek pelayanan kesehatan dan gizi secara profesional;
6) mengembangkan JPKM;
7) memperkuat sistem pemantauan dan evaluasi program.

Pada akhirnya kajian terus menerus berkaitan dengan kependudukan sangat


diperlukan, terutama pada kelompok sasaran yang menjadi prioritas dalam pembangunan
kesehatan dan gizi. Peningkatan derajat kesehatan dan gizi penduduk merupakan
investasi yang besar bagi negara.

25
Proporsi penduduk menurut kelompok umur
(Hasil sementara SP 2000)

Umur (tahun) Laki-laki Perempuan Total


0-4 9.16 8.59 8.88
5-9 10.56 10.18 10.37
10-14 10.93 10.22 10.58
15-19 10.89 10.17 10.53
20-24 8.71 8.93 8.82
25-29 8.27 9.05 8.66
30-34 7.59 7.96 7.77
35-39 7.39 7.83 7.61
40-44 6.49 6.35 6.42
45-49 5.52 4.99 5.26
50-54 3.97 4.37 4.17
55-59 3.25 3.30 3.28
60-64 2.80 3.09 2.94
65-69 1.92 2.16 2.04
70-74 1.44 1.45 1.45
75+ 1.12 1.35 1.24
0-49 85.51 84.27 84.90
15-49 54.86 55.28 55.07
Sumber: Hasil Sementara SP 2000, BPS

Figure 1
Kecenderungan GNP per capita ($US dollars)

26
1988-2000

1200

1000

800
$US

600

400

200 GNP/Cap($US)

0
1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002
Tahun

Sumber: World Bank Report, 2000


Figure 2
Persen Penduduk Miskin 1976-1999

45

40
Kota
35
Desa
Kota+Desa
Persen Penduduk Miskin

30

25

20

15

10

0
1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005
Tahun

Sumber: BPS, 2000

27
Figure 3
Angka Kematian Bayi (IMR) dan Balita (U5MR)
SDKI 1991, 1994 dan 1997

100.0

80.0
Kematian/1000 LH

60.0 SDKI-91
97.4 SDKI-94
40.0 81.3 SDKI-97
67.8
57.0 58.2
45.7
20.0

0.0
IMR U5MR

Sumber: Sumantri, et.al 2000


Figure 4
Keadaan gizi kurang dan gizi buruk pada Balita, Susenas 1989-2000

40.00

35.00
persen menurut BB/U

30.00

25.00
31.17 28.34 20.02
19.00
20.00
18.25 17.13
15.00

10.00
11.56 10.51
5.00 6.30 7.23 8.11 7.53

0.00
1989 1992 1995 1998 1999 2000
Tahun Survei

Gizi Buruk Gizi Kurang

Sumber: Direktorat Gizi Masyarakat, 2001

28
Figure 5
Proporsi BBLR dari beberapa sumber: 1990-2000
18

16 16.1
WSC Goal
15.0
14 Repelita Goal
12
12.6 Studi di Jakarta
Proporsi BBLR (%)

11.4
10.4
Studi di Sulsel
10 9.9 10
9.2 9.4
9
Studi di U. Pandang
8.4
8 7.3 7.3 7.7 7.9 Studi di Jabar
7.1 6.6
6 6.8 SKRT
Studi Long. Ciawi
4
Studi Long, Indramayu
2
SDKI
0 SDKI,Kota
198 198 198 199 199 199 199 199 199 199 199 199 199 200
7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 SDKI,Desa

Sumber: End Decade Goal Report, 2000

Figure 6
Proporsi Wanita Usia Subur (15-49 tahun) dengan LILA <23.5 cm: Susenas 1999-2000

60%

50%
1999
2000
% LILA <23.5 cm

40%

30%

20%

10%

0%
10 15 20 25 30 35 40 45 50
Umur (tahun)

29
Figure 7
Proporsi Wanita Usia Subur (15-49 tahun) dengan LILA <23.5 cm: Susenas 1999-2000

50%

45%
1999
40%
2000
% LILA <23.5 cm

35%

30%
25%

20%

15%

10%

5%

0%
15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49
Kelompok Umur

Sumber: Analisis Susenas 1999 dan 2000 untuk LILA pada Wanita Usia Subur,
Direktorat Gizi Masyarakat, 2001.

Sistem kesehatan dapat diidentifikasi dalam berbagai komponen yaitu:


pemerintah, masyarakat, pihak ketiga yang menjadi sumber pembiayaan seperti PT Askes
Indonesia, JPKM; Penyedia pelayanan, termasuk industri obat dan tempat-tempat
pendidikan tenaga kesehatan, serta berbagai lembaga pemberi hutan dan grant untuk
pelayanan kesehatan.

Pemerintah

Kovner menyatakan bahwa peran pemerintah ada 3, yaitu (1) regulator, (2)
pemberi biaya; dan (3) pelaksana kegiatan. Peran pemerintah sebagai regulator
merupakan hal penting. Rumahsakit dan berbagai lembaga pelayanan kesehatan termasuk
perusahaan asuransi kesehatan dalam konsep ini merupakan lembaga jasa pelayanan
kesehatan pemerintah maupun swasta yang perlu diawasi mutunya oleh pemerintah dan
juga oleh masyarakat.

30
Oleh karena itu timbul berbagai mekanisme pengawasan, termasuk adanya
lembaga bantuan hukum untuk kesehatan, lembaga pengawas mutu pelayanan kesehatan,
sampai ke sistem akreditasi rumahsakit. Di dalam PP 25 tahun 2000 yang mengacu pada
UU no 22 tahun 1999, terlihat mencolok peran pemerintah dalam regulasi. Pemerintah
pusat berperan sebagai regulator dengan berbagai fungsi antara lain: Penerapan standar
nilai gizi dan pedoman sertifikasi teknologi kesehatan dan gizi; Penetapan pedoman
pembiayaan pelayanan kesehatan; Penetapan standar akreditasi sarana dan prasarana
kesehatan; Penetapan pedoman standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan;
Penetapan pedoman penggunaan, konservasi, pengembangan dan pengawasan tanaman
obat; Penetapan pedoman penapisan, pengembangan dan penerapan teknologi kesehatan,
dan standar etika penelitian kesehatan; Pemberian ijin dan pengawasan peredaran obat
serta pengawasan industri farmasi; Penetapan persyaratan penggunaan bahan tambahan
(zat aditif) tertentu untuk makanan dan penetapanpedoman pengawasan peredaran
makanan; Penetapan kebijakan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat.
Kewenangan Propinsi sebagai regulator adalah: Penetapan pedoman penyuluhan dan
kampanye kesehatan; Pengelolaan dan pemberian ijin sarana dan prasarana kesehatan
khusus seperti rumahsakit jiwa, rumahsakit kusta, dan rumahsakit kanker; dan sertifikasi
teknologi kesehatan dan gizi. Aspek tata hukum yang kuat dalam konsep good-
governance ini akan mempengaruhi rumahsakit sebagai lembaga usaha untuk
memperkuat sistem manajemennya sehingga dapat menjadi efektif, bermutu, transparan
dan dapat dipertanggung-jawabkan.

Peran pemerintah sebagai pembayar di sektor kesehatan tergantung pada kekuatan


dan situasi ekonomi negara. Dalam hal ini negara-negara sedang berkembang relatif
mempunyai kemampuan ekonomi rendah sehingga pembiayaan pelayanan kesehatan
cenderung dibiayai oleh masyarakat. Hal ini berarti sistem pelayanan kesehatan bertumpu
pada kemampuan untuk membeli atau sistem pasar. Tabel 1 menunjukkan bahwa di
negara-negara sedang berkembang peranan pemerintah lebih rendah dibanding swasta,
kecuali di Kuba yang merupakan negara sosialis. China sebagai negara komunis peranan
swasta meningkat karena mulai menggunakan ekonomi pasar. Sebaliknya di negara maju

31
peranan pemerintah sangat besar, kecuali di Amerika Serikat yang mengandlkan pada
kekuatan masyarakat.

Krisis ekonomi yang dimulai tahun 1997 menyebabkan berbagai negara di Asia
Timur, terutama negara sedang berkembang semakin kekurangan kemampuan untuk
membiayai pembangunan di berbagai sektor. Indonesia merupakan negara yang paling
parah keadaannya, termasuk dalam penurunan mata uang terhadap dollar. Sebagai
gambaran, dibanding dengan negara-negara lain, pengeluaran perkapita Indonesia untuk
kesehatan sangat rendah, terutama setelah krisis ekonomi. Apabila negara-negara lain
pengeluaran kesehatan (diukur dengan dollar) meningkat, maka Indonesia justru
menurun. Satu catatan penting untuk peran pemerintah adalah bahwa dalam tahun-tahun
krisis anggaran Departemen Kesehatan RI banyak dibiayai oleh hutang. Pada tahun 1996,
23% anggaran pembangunan berasal dari hutang luarnegeri. Angka ini naik terus menjadi
48% di tahun 2000. Persentase yang cukup besar ini menimbulkan keadaan bahwa peran
pemerintah sebagai pembayar pelayanan kesehatan menjadi semakin tergantung pada
lembaga-lembaga pemberi hutang seperti Bank Dunia ataupun ADB.

Peran Pemerintah Sebagai Pelaksana

Peran pemerintah sebagai pelaksana di sektor rumahsakit dilakukan terutama oleh


rumahsakit pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Di sektor rumahsakit Indonesia,
jumlah rumahsakit milik pemerintah sejak tahun 1995 berkurang sedikit. Sebaliknya di
sektor swasta antara 1995 2000 tercatat pendirian73 rumahsakit swasta baru.
Pertumbuhan ini berarti kenaikan 15%. Krisis ekonomi terlihat tidak mempengaruhi
kenaikan jumlah rumahsakit swasta.

Terlihat bahwa fungsi pemerintah sebagai pelaksana kegiatan relatif berkurang.


Sektor swasta berkembang, namun di Indonesia tidak terjadi proses privatisasi
rumahsakit pemerintah. Pemerintah tetap menjadi pemilik rumahsakit. Akan tetapi ada
proses otonomi manajemen rumahsakit dimana terjadi semacam pemisahan antara fungsi
pemerintah sebagai pemberi biaya atau regulator dengan fungsi pelayanan. Kebijakan-

32
kebijakan tersebut antara lain adanya perubahan RSUP menjadi Perjan, atau RSD
menjadi BUMD.

4.1 USAHA KESEHATAN PRIBADI DAN KESEHATAN MASYARAKAT

4.1.1 Usaha kesehatan Pribadi

Usaha kesehatan pribadi adalah daya upaya dari seseorang demi


seorang untuk memelihara dan mempertinggi derajat kesehatannya sendiri.

Usaha usaha itu adalah :

a. Memelihara kebersihan

- Badan : mandi, gosok gigi, cuci tangan, dsb

- Pakaian : dicuci, disetrika

- Rumah dan lingkungannya : disapu, buang sampah, buang


kotoran dan air limbah pada tempatnya

b. Makanan yang sehat

- Bersih, bebas dari penyakit, cukup kualitas dan kuantitasnya

c. Cara hidup yang teratur

- Makan, tidur, bekerja, dan beristirahat secara teratur

- Rekreasi dan menikmati hiburan pada waktunya

d. Meningkatkan daya tahan tubuh dan kesemaptaan jasmani

- Vaksinasi untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit


penyakit tertentu

- Olahraga, aerobik secara teratur

e. Menghindari terjadinya penyakit

- Menghindari kontak dengan sumber penularan penyakit baik


yang berasal dari penderita maupun sumber sumber yang lain

33
- Menghindari pergaulan yang tidak baik

- Selalu berpikir dan berbuat baik

- Membiasakan diri untuk mematuhi aturan aturan kesehatan

f. Meningkatkan taraf kecerdasan dan rohaniah

- Patuh pada ajaran agama

- Cukup santapan rohani

- Meningkatkan pengetahuan baik dengan membaca buku buku


ilmu pengetahuan, menuntut ilmu dibangku sekolah ataupun
dengan belajar dari pengalaman hidup

g. Melengkapi rumah dengan fasilitas fasilitas yang menjamin hidup sehat

- Adanya sumber air yang baik

- Adanya kaskus yang sehat

- Adanya tempat buang sampah dan air limbah yang baik

- Adanya perlengkapan PPPK untuk menanggulangi kecelakaan /


sakit yang mendadak

h. Pemeriksaan kesehatan

- Secara periodik, pada waktu waktu tetentu walaupun merasa


sehat

- Segera memeriksa diri bila merasa sakit

Guna kesehatan pribadi untuk diri sendiri adalah bahwa setiap


orang ingin selalu sehat mudahlah dimaklumi. Betapapun kayanya seseorang,
bila jatuh sakit pastilah tidak akan merasa senang. Orang yang sangat pandai,
tidak dapat mengamalkan kepandaiannya bila kesehatannya terganggu.
Keadaan sakit merupakan penghambat bagi kemajuan karier seseorang. Untuk
menempati sesuatu jabatan dalam pekerjaan semuanya memerlukan orang
sehat. Karena orang hanya dapat bekerja dengansebaik baiknya pada

34
keadaan kesehatan. Bahkan untuk jabatan / pekerjaan tertentu memerlukan
derajat kesehatan yang sangat tinggi, lebih dari pada orang orang
kebanyakan, misalnya ; astronaut

Orang yang sakit merugikan masyarakat. Penderita adalah beban


bagi keluarga dan masyarakat. Disamping dia sendiri tidak produktif, juga
memerlukan pengeluaran biaya yang tidak sedikit baik untuk perawatan
maupun pengobatan. Dari segi epidemiologi, penderita adalah sumber
penularan penyakit, yang mengancam kesehatan warga masyarakat yang
lainnya.

Orang yang immun ( kebal ) yang terdapat dalam masyarakat


merupakan penghalang untuk terjadinya penyebaran penyakit. Karena itu
vaksinasi disamping berguna untuk diri sendiri, juga melindungi orang lain
terhadap penularan penyakitnya. Dan bila semua orang didalam masyarakat
kebal terhadap penyakit tersebut, maka penyakit ini akan hilang dimuka bumi.
Sebagai contoh :dengan vaksinasi yang teratur, penyakit cacar hilang dari
bumi Indonesia sejak tahun 1974

Dengan tidak adanya orang sakit berarti tidak adanya beban


masyarakat serta hilangnya sumber penularan penyakit. Orang sehat
disamping dapat mengurus kebutuhan dirinya sendiri juga berguna bagi
masyarakat karena dapat menyumbangkan tenaga dan pikirannya dalam
pembangunan bangsa dan negara

4.1.2 Usaha kesehatan Masyarakat

Usaha kesehatan pokok ( basic health services ) yang diajukan


Organisasi Kesehatan Sedunia ( W.H.O = World Health Organization ) ,
sebagai dasar pelayanan kesehatan kepada masyarakat adalah :

1. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular

2. Kesejahteraan Ibu dan anak

3. Hygiene dan sanitasi lingkungan

35
4. Pendidikan kesehatan kepada masyarakat

5. Pengumpulan data data untuk perencanaan dan penilaian ( statistik


kesehatan )

6. Perawatan kesehatan masyarakat

7. Pemeriksaan, pengobatan dan perawatan

Dalam program Kesehatan Nasional tercantum 17 macam usaha /


kegiatan kesehatan masyarakat yaitu :

1. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular

2. Kesejahtearaan Ibu dan Anak

3. Hygiene dan sanitasi lingkungan

4. Usaha kesehatan sekolah

5. Usaha kesehatan gigi

6. Usaha kesehatan mata

7. Usaha kesehatan jiwa

8. Pendidikan kesehatan kepada masyarakat

9. Usaha gizi

10. Pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan

11. Perawatan kesehatan masyarakat

12. Keluarga berencana

13. Rehabilitasi

14. Usaha usaha farmasi

15. Laboratorium

16. Statistik Kesehatan

17. Administrasi usaha kesehatan masyarakat

36
Kesehatan pribadi dan kesehatan masyarakat, saling pengaruh
mempengaruhi secara timbal balik.

Makin banyak orang yang memperhatikan pemeliharaan dan


peningkatan kesehatan dirinya, makin baik pulalah kesehatan masyarakat.
Sebaliknya makin jelek keadaan kesehatan masyarakat makin banyak
sumber penularan penyakit makin terancam pulalah kesehatan pribadi warga
masyarakatnya.

Kareba itu agar kesehatan pribadi kita terjamin, kita segenap warga
masyarakat harus turut serta secara aktif berpartisipasi dalam setiap usaha
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat

Sudah selayaknya setiap warga negara yang baik untuk selalu


memelihara dan meningkatkan kesehatan dirinya ( badan, mental, dan
sosialnya ) dengan sebaik baiknya untuk kepentingan diri sendiri dan
inipun merupakan sumbangan yang besar sekali terhadap usaha pemeliharaan
dan peningkatan kesehatan masyarakat

4.2 USAHA GIZI

Masalah gizi di Indonesia masih merupakan masalah yang cukup berat.


Pada hakekatnya berpangkal pada keadaan ekonomi yang kurang dan kurangnya
pengetahuan tentang nilai gizi dari makanan makanan yang ada.

Penyakit penyakit karena kekuranagn gizi di Indonesia terutama adalah


defisiensi protein kalori, defisiensi vitamin A, dan defisiensi jodium ( gondok dan
cretinisme ).

37
Untuk mengatasi masalah gizi, pemerintah menjalankan usaha :

a. Penelitian dan Survei gizi

b. Perbaikan gizi dan proyek gizi ( Usaha perbaikan gizi keluarga =


U.P.G.K )

c. Penyuluhan gizi dan training

U.P.G.K adalah usaha pendidikan yang terkoordinasi antara pertanian,


kesehatan, pendidikan dan dinas dinas lainnya yang bersangkutan, dengan tujuan
untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat, terutama ibu ibu dan anak anak
di pedesaan

Direktorat gizi Departemen Kesehatan R.I telah menetapkan satu pedoman


sebagai penuntun dalam menyusun makanan sehari hari yang disebut Pedoman
Susunan Makanan Seimbang

Dalam pedoman ini semua unsur yang dibutuhkan tubuh dibagi dalam 3
golongan yaitu :

a. Golongan unsur pemberi tenaga

- Hidrat arang : beras, jagung, ubi kayu, ubi rambat, kentang, sagu, gandum,
dsb

- Protein : putih telur

- Lemak : lemak hewan, minyak ikan, minyak kelapa, minyak kemiri,


minyak kacang, minyak sawit, minyak wijen, dsb

b. Golongan unsur yang diperlukan untuk membangun sel sel jaringan tubuh

- Protein : Protein hewani misalnya daging, ikan , telur

Protein nabati misalnya kacang kedelai, kacang merah, kacang


hijau, kacang tanah

38
- Mineral : garam kapur, garam phospor ( ikan teri, telur ayam, bayam, daun
kacang panjang, sawi ) , garam besi ( kuning telur, hati, ginjal, bayam,
kacang hijau ), garam jodium ( garam dapur )

- Air : air yang diminum, air yang terdapat dalam bahn bahan makanan,
air sebagai sisa pembakaran hidrat arang, lemak, dan protein

c. Golongan unsur yang diperlukan untuk mengatur pekerjaan jaringan


jaringan tubuh

- Vitamin Vitamin

Vitamin A : hati, minyak ikan, lemak hewan, buah buahan dan sayuran
yang berwarna

Vitamin B komplek

Vitamin C : buah buhan yang segar

Vitamin D :

Vitamin E : biji bijian yang sedang tumbuh

Vitamin K : sayur sayuran, hati, dsb

- Mineral - mineral

Dalam susunan makanan yang sehat, ketiga golongan unsur makanan


tersebut harus terdapat dalam jumlah yang seimbang.

Dalam pedoman makanan SEIMBANG ini tidak dipergunakan istilah


makanan POKOK seperti pada pedoman EMPAT SEHAT LIMA SEMPURNA
karena istilah makanan POKOK seringkali menimbulkan salah paham seolah olah
bahan bahan makanan itulah yang paling penting ( pokok ), sedangkan yang
lainnya dianggap sebagai penambah saja, dimana pengertian itu adalah salah

39
Ketiga golongan unsur makanan itu didalam maknan kita sama
pentingnya, karena masing masing sudah mempunyai guna sendiri sendiri, tidak
dapat yang satu digantikan oleh yang lainnya

Makanan yang sehat harus memenuhi syarat kwalitas maupun kwantitas,


disamping jangan mengandung zat zat / organisme organisme yang dapat
menimbulkan penyakit

Jumlah kebutuhan makanan tidaklah sama pada setiap orang. Hal ini
tergantung pada umur, jenis kelamin, tinggi dan berat badan, jenis pekerjaan dan
keadaan kesehatan orang itu sendiri.

Dalam menyusun menu sehari hari disamping harus disesuaikan dengan


kebutuhan gizi, perlu pula keahlian dalam seni memasak dan menyajikannya

40
BAB 5

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Memasuki milenium ketiga, pelayanan kesehatan masih difokuskan pada


pelayanan pada orang sakit dan kurang gizi. Rendahnya alokasi yang diberikan untuk
pelayanan kesehatan masyarakat memperburuk situasi yang ada. Indonesia masih
dihadapi pada rendahnya rasio dokter dan tenaga kesehatan lainnya untuk memberikan
pelayanan kesehatan, ditambah fasilitas kesehatan (rumah sakit dan puskesmas) yang
juga masih jauh dari optimal.

Upaya yang telah dilakukan antara lain:

1. Mentargetkan dan memberikan pelayanan kesehatan khusus pada keluarga miskin


yang membutuhkan. Pemilihan keluarga miskin ini dilakukan menurut indikator
yang telah disepakati bersama.

2. Memberikan pelayanan khusus seperti pemberian makanan tambahan pada balita


dan ibu hamil kurang gizi.

3. Memberikan pelayanan kebidanan pada ibu hamil dengan memberdayakan bidan


di desa

4. Melakukan revitalisasi Posyandu agar pemantauan pertumbuhan pada bayi dan


balita tetap dilaksanakan.

5. Melakukan advokasi pada pemerintah daerah setempat untuk selalu mentargetkan


dengan alokasi yang memadai untuk lokasi yang berisiko tinggi masalah gizi dan
kesehatan.

6. Melakukan promosi untuk peningkatan pendidikan dan peningkatan pelayanan


kesehatan dasar.

7. Mengembangkan program jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat.

41
8. Mengembangkan dan memperkuat sistem monitoring dan evaluasi (surveilans)
untuk kepentingan daerah, terutama untuk memperbaiki kebijakan daerah
terhadap pelayanan kesehatan dan gizi.

5.2 KRITIK DAN SARAN

Kita sebagai umat manusia harus menjaga dan memelihara kesehatan kita
diawali dari diri sendiri dengan membiasakan hidup bersih, makan makanan
bergizi secara teratur dan berimbang, dll

Pemerintah harus memperhatikan masalah gizi dan kesehatan masyarakat


secara intensif, karena ini merupakan syarat bagi sebuah negara yang ingin maju.

Diharapkan disini nilai nilai pancasila dapat terlaksana dengan baik


terutama pada sila ke 5 keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia .
Pemerintah harus memberikan pemerataan pelayanan kesehatan bagi masyarakat
Indonesia

42
DAFTAR PUSTAKA

Entjang, Indan Dr, 1997, ILMU KESEHTAN MASYARAKAT, Bandung ; PT. Citra
Aditya Bakti

http://www. Gizi.net

www.google.com

43

Anda mungkin juga menyukai