Gizi Dan Kesehatan Masyarakat
Gizi Dan Kesehatan Masyarakat
PENDAHULUAN
1
bebas sebagai akibat dari globalisasi harus diantisipasi dengan peningkatan mutu
dan profesionalisme sumber daya manusia kesehatan. Hal ini diperlukan tidak
saja untuk meningkatkan daya saing sektor kesehatan, tetapi juga untuk
membantu peningkatan daya saing sektor lain, antara lain pengamanan komoditi
bahan makanan dan makanan jadi.
1.3 TUJUAN
Dari latar belakang diatas dapat diambil tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
memecahkan masalah kesehatan dan gizi masyarakat Indonesia dengan usaha usaha
yang telah dicanangkan pemerintah Indonesia
2
BAB 2
KESEHATAN MASYARAKAT
3
2.1.2 Masyarakat
Menurut Winslow : Ilmu kesehatan masyarakat adalah suatu ilmu dan seni
yang :
Bertujuan :
1. Mencegah timbulnya penyakit
2. Memperpanjang masa hidup
3. Mempertinggi nilai kesehatan
4
4. Mengkoordinir tenaga tenaga kesehatan agar mereka dapat
melakukan pengobatan dan perawatan dengan sebaik baiknya
5. Memperkembangkan usaha usaha masyarakat agar dapat mencapai
tingkatan hidup yang setinggi tingginya sehingga dapat memperbaiki
dan memelihara kesehatannya
5
c) Yang abstrak
Bidang ekonomi : kemiskinan
Bidang sosial : sifat a- sosial ; anti sosial
Bidang mental ( kejiwaan ) : kesusahan, rasa cemas, rasa takut
2. golongan endogen
Yaitu penyebab penyakit yang terdapat didalam tubuh manusia yang dapat
menyerang perorangan dan masyarakat
Penyebab penyakit golongan ini terdiri atas komplex sifat
seseorang yang dasarnya sudah ditentukan sejak lahir, yang memudahkan
timbulnya penyakit penyakit tertentu.
6
Daya tahan tubuh ini dapat dipertinggi dengan :
Makanan yang sehat, cukup kualitas maupun kuantitasnya
Vaksinasi untuk mencegah penyakit infeksi tertentu
Pemeliharaan pembinaan kesehan jasmani dengan olahraga secara teratur.
Cara hidup teratur yakni dengan bekerja, beristirahat, berekreasi dan
menikmati hiburan pada waktunya
Menambah pengetahuan baik dengan menuntut ilmu dibangku sekolah,
membaca buku buku ilmu pengetahuan ataupun dari pengalaman
pengalaman hidup dalam masyarakat
Patuh pada ajaran agama
c. Lingkungan Hidup
7
Yang berguna
- Tumbuh tumbuhan dan hewan sebagai sumber makanan
- Organisme yang berguna untuk industri misalnya pembuatan antibiotika
atau sebagai obat
2. Lingkungan fisik
Terdiri atas benda- benda yang tidak hiup yang berada disekitar manusia.
Termasuk kedalam golongan ini adalah udara, sinar matahari, tanah, air,
perumahan, sampah, dsb
Yang merugikan
- Udara yang berdebu, mengandung gas gas yang merugikan yang
berasal dari kendaraan bermotor maupun pabrik pabrik
- Iklim yang buruk
- Tanah yang tandus
- Air rumah tangga yang buruk
- Perumahan yang tidak memenuhi syarat kesehtan
- Pembuangan sampah dan kotoran yang tidak teratur
Yang berguna
- Udara yang bersih
- Tanah yang subur dengan iklim yang baik
- Makanan, pakaian, dan perumahan yang sehat
3. Lingkungan ekonomi
Lingkungan ekonomi merupakan lingkungan hidup yang abstrak
Yang Merugikan
- Kemiskinan
Kemiskinan merupakan lingkungan hidup yang sangat membahayakan
kesehatan manusia ( jasmani, rohai, dan sosial ). Karena miskin, orang
8
tidak dapat memenuhi kebutuhan akan makanan yang sehat, yang akan
melemahkan daya tahan tubuh sehingga mudah terserang sesuatu
penyakit. Bahkan karena kekurangan makanan itu sendiri dapat
menyebabakan orang menjadi sakit seperti :
Busung lapar pada orang dewasa
Kwashiorkor ( protein calori malnutrition ) pada
anak - anak
Penyakit penyakit karena kekurangan Vitamin
misalnya Xerophthalmi, scorbut, beri beri
Yang menguntungkan
- kemakmuran yang merata pada setiap warga masyarakat
Yang menguntungkan
9
- Sifat gotong royong, patuh dan menghormati hukum hukum yang
berlaku dalam masyarakat, berperi kemanusiaan berdasarkan ke
Tuhanan Yang Maha Esa
10
BAB 3
SITUASI GIZI MASYARAKAT
Kata gizi berasal dari bahasa arab yaitu Ghidza yang artinya
makanan.Makanan sendiri berarti bahan selain obat yang mengandung zat zat
gizi dan atau unsur unsur / ikatan kimia yang dapat diubah menjadi zat gizi oleh
tubuh, yang berguna bila dimasukkan dalam tubuh
Ilmu gizi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatau tentang makanan
dalam kaitannya dengan kesehatan.
11
Wanita, terutama wanita usia subur/WUS, bayi dan anak balita adalah
kelompok rawan pada penduduk yang selalu harus menjadi perhatian. Indonesia
tidak mempunyai vital statistic yang dapat dilakukan untuk menghitung angka
kematian ibu. Biasanya dilakukan estimasi berdasarkan survei yang ada seperti
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) dan Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT). Dari analisis SDKI 1991, 1994 diperkirakan Angka Kematian
Ibu (AKI) adalah 390 per 100,000 kelahiran hidup untuk periode 1989-1994, dan
334 pada periode tahun 1992-1997. Sebelum tahun 1997, Pemerintah Indonesia
mentargetkan penurunan AKI ini dari 450 (1995) menjadi 225 (1999). Melihat
variasi AKI di lima provinsi dari analisis SKRT 1995 yang menunjukkan AKI
antara 1025 (Irian), 796 (Maluku), 686 (Jawa Barat), 554 (NTT) dan 248 (Jawa
Tengah), diasumsikan AKI masih sangat bermasalah memasuki milenium ketiga
ini (Sumantri, et.al, 1999).
12
tahun 1989, prevalensi gizi buruk anak balita adalah 6.3%. Prevalensi ini
meningkat menjadi 11,56% pada tahun 1995 dan menurun menjadi 7,53% pada
tahun 2000 (Direktorat Gizi, 2001). Berdasarkan hasil sementara SP 2000, maka
diperkirakan jumlah penderita gizi buruk pada balita adalah 1.520.000 anak, atau
4.940.000 anak menderita gizi kurang.
Masalah gizi lainnya yang cukup penting adalah masalah gizi mikro,
terutama untuk kurang yodium dan zat besi. Pada tahun 1980, prevalensi
gangguan akibat kurang yodium (GAKY) pada anak usia sekolah adalah 30%,
prevalensi ini menurun menjadi 9,8% pada tahun 1998. Walaupun terjadi
penurunan yang cukup berarti, masih dianggap masalah kesehatan masyarakat,
13
karena prevalensi di atas 5%. Prevalensi tersebut bervariasi antar kecamatan,
masih dijumpai kecamatan dengan prevalensi GAKY di atas 30% (daerah
endemik berat). Berdasarkan prevalensi tersebut, diperkirakan 10 juta penduduk
menderita GAKY, dan kemungkinan 9000 bayi lahir dengan kretin. Masalah
berikutnya adalah anemia gizi akibat kurang zat besi. Kajian Survei Kesehatan
Rumah Tangga (1995) menunjukkan bahwa prevalensi anemi pada ibu hamil
adalah 50,9%, pada wanita usia subur 39,5%, pada remaja putri 57,1%, dan pada
balita 40,5%.
Faktor penyebab dari tingginya kematian ibu, bayi dan anak ini tidak lain
disebabkan karena belum memadainya pelayanan kesehatan masyarakat dan
keadaan gizi, diluar faktor pencetus lainnya yang memperkuat masalah ini seperti
kemiskinan dan tingkat pendidikan. Akibat yang terlihat dari kemiskinan adalah
masih dijumpai hampir 50% rumah tangga mengkonsumsi makanan kurang dari
70% terhadap angka kecukupan gizi yang dianjurkan (2200 Kkal/kapita/hari; 48
gram protein/kapita/hari). Kita ketahui Human Development Index pada tahun
2000 yang dilaporkan oleh UNDP adalah 109 untuk Indonesia, tertinggal jauh
dari Malaysia, Filipina dan Thailand. Masih tingginya masalah gizi, akan
berpengaruh nyata terhadap tingkat pendidikan dan pendapatan per kapita.
Rendahnya kondisi gizi akan berakibat pada rawannya penyakit infeksi dan
semakin tinggi pengeluaran terhadap kesehatan. Krisis ekonomi yang
berkepanjangan akan berdampak lebih nyata pada masalah kesehatan dan gizi
penduduk.
Sekitar 37,3 juta penduduk hidup di bawah garis kemiskinan, separo dari
total rumah tangga mengonsumsi makanan kurang dari kebutuhan sehari-hari,
lima juta balita berstatus gizi kurang, dan lebih dari 100 juta penduduk berisiko
terhadap berbagai masalah kurang gizi.
14
sudah terikat dengan kesepakatan global untuk mencapai Millennium
Development Goals (MDG's) dengan mengurangi jumlah penduduk yang miskin
dan kelaparan serta menurunkan angka kematian balita menjadi tinggal separo
dari keadaan pada tahun 2000.
Permintaan pangan yang tumbuh lebih cepat dari produksinya akan terus
berlanjut. Akibatnya, akan terjadi kesenjangan antara kebutuhan dan produksi
pangan domestik yang makin lebar. Penyebab utama kesenjangan itu adalah
adanya pertumbuhan penduduk yang masih relatif tinggi, yaitu 1,49 persen per
tahun, dengan jumlah besar dan penyebaran yang tidak merata.
15
diperbaiki. Kekurangan gizi pada bayi dan balita, dengan demikian, akan
mengakibatkan rendahnya kualitas sumber daya manusia.
Oleh karena itu pangan dengan jumlah dan mutu yang memadai harus
selalu tersedia dan dapat diakses oleh semua orang pada setiap saat. Bahasan
tersebut menggambarkan betapa eratnya kaitan antara gizi masyarakat dan
pembangunan pertanian. Keterkaitan tersebut secara lebih jelas dirumuskan dalam
pengertian ketahanan pangan (food security) yaitu tersedianya pangan dalam
jumlah dan mutu yang memadai dan dapat dijangkau oleh semua orang untuk
hidup sehat, aktif, dan produktif.
Masalah gizi makro, terutama masalah kurang energi dan protein (KEP),
telah mendominasi perhatian para pakar gizi selama puluhan tahun. Pada tahun
1980-an data dari lapangan di banyak negara menunjukkan bahwa masalah gizi
utama bukan kurang protein, tetapi lebih banyak karena kurang energi atau
kombinasi kurang energi dan protein. Bayi sampai anak berusia lima tahun, yang
lazim disebut balita, dalam ilmu gizi dikelompokkan sebagai golongan penduduk
yang rawan terhadap kekurangan gizi termasuk KEP.
16
Berdasarkan data Susenas, prevalensi gizi buruk dan kurang pada balita
telah berhasil diturunkan dari 35,57 persen tahun 1992 menjadi 24,66 persen pada
tahun 2000.
Masalah gizi lainnya yang cukup penting adalah masalah gizi mikro,
terutama untuk kurang vitamin A, kurang yodium, dan kurang zat besi. Meskipun
berdasarkan hasil survei nasional tahun 1992 Indonesia dinyatakan telah bebas
dari xerophthalmia, masih 50 persen dari balita mempunyai serum retinol <20
mcg/100 ml, yang berarti memiliki risiko tinggi untuk munculnya kembali kasus
xeropthalmia. Sementara prevalensi gangguan akibat kurang yodium (GAKY)
pada anak usia sekolah di Indonesia adalah 30 persen pada tahun 1980 dan
menurun menjadi 9,8 persen pada tahun 1998.
17
Diperkirakan sekitar 18,16 juta penduduk hidup di wilayah endemik
sedang dan berat; dan 39,24 juta penduduk hidup di wilayah endemis ringan.
Masalah berikutnya adalah anemia gizi akibat kurang zat besi. Hasil Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada
ibu hamil adalah 50,9 persen pada tahun 1995 dan turun menjadi 40 persen pada
tahun 2001, sedangkan pada wanita usia subur 15-44 tahun masing-masing
sebesar 39,5 persen pada tahun 1995 dan 27,9 persen pada 2001. Prevalensi
anemia gizi berdasarkan SKRT 2001 menunjukkan bahwa 61,3 persen bayi < 6
bulan, 64,8 persen bayi 6-11 bulan, dan 58 persen anak 12-23 bulan menderita
anemia gizi.
Terdapat dua faktor yang terkait langsung dengan masalah gizi khususnya
gizi buruk atau kurang, yaitu intake zat gizi yang bersumber dari makanan dan
infeksi penyakit. Kedua faktor yang saling mempengaruhi tersebut terkait dengan
berbagai fakto penyebab tidak langsung yaitu ketahanan dan keamanan pangan,
perilaku gizi, kesehatan badan dan sanitasi lingkungan.
Ketahanan pangan merupakan salah satu isu utama upaya peningkatan status gizi
masyarakat yang paling erat kaitannya dengan pembangunan pertanian. Situasi
produksi pangan dalam negeri serta ekspor dan impor pangan akan menentukan
ketersediaan pangan yang selanjutnya akan mempengaruhi kondisi ketahanan
pangan di tingkat wilayah. Sementara ketahanan pangan pada tingkat
rumahtangga, akan ditentukan pula oleh daya daya beli masyarakat terhadap
pangan
Seperti yang tersaji dalam, ketahanan pangan sebagai isu penting dalam
pembangunan pertanian menuntut kemampuan masyarakat dalam menyediakan
kebutuhan pangan yang diperlukan secara sustainable (ketersediaan pangan) dan
18
juga menuntut kondisi yang memudahkan masyarakat memperolehnya dengan
harga yang terjangkau khususnya bagi masyarakat lapisan bawah (sesuai daya beli
masyarakat).
Kebijakan yang ada pun tidak memberi kondisi yang kondusif bagi petani
sebagai produsen, untuk dapat meningkatkan produktivitasnya maupun
mengembangkan diversifikasi pertanian guna mengembangkan keragaman
pangan.
Intake zat gizi yang berasal dari makanan yang dikonsumsi seseorang
merupakan salah satu penyebab langsung dari timbulnya masalah gizi. Rata-rata
konsumsi energi penduduk Indonesia tahun 2002 adalah sekitar 202 kkal/kap/hari
yang berarti sekitar 90.4 persen dari kecukupan yang dianjurkan. Sementara rata-
rata konsumsi protein sekitar 54,4 telah melebih kecukupan protein yang
dianjurkan baru mencapai 90,4 persendari kecukupan gizi yang dianjurkan
sebesar 2200 kkal/hari.
19
konsumsi pangan penduduk pada padi-padian terutama beras.
BAB 4
USAHA USAHA GIZI DAN KESEHATAN MASYARAKAT
Semenjak terjadi krisis ekonomi 1997, banyak upaya yang dilakukan untuk
mempertahankan situasi kesehatan dan gizi masyarakat, terutama pada kelompok rawan.
Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK) yang mulai dioperasionalkan tahun
1998 melakukan upaya pelayanan kesehatan dasar, kesehatan ibu/safemotherhood dan
gizi, terutama untuk penduduk miskin. Upaya yang telah dilakukan antara lain:
2. Memberikan pelayanan khusus seperti pemberian makanan tambahan pada balita dan
ibu hamil kurang gizi.
4. Melakukan revitalisasi Posyandu agar pemantauan pertumbuhan pada bayi dan balita
tetap dilaksanakan.
20
5. Melakukan advokasi pada pemerintah daerah setempat untuk selalu mentargetkan
dengan alokasi yang memadai untuk lokasi yang berisiko tinggi masalah gizi dan
kesehatan.
Mempelajari permasalahan yang ada dan upaya yang telah dilakukan, Indonesia
mencanangkan Indonesia Sehat 2010, dengan menetapkan issue strategis yang menjadi
titik tolak kebijakan intervensi atau program yang diperlukan pada saat ini dan masa yang
akan datang. Issue strategisnya adalah sebagai berikut1:
21
Mutu sumber daya manusia kesehatan sangat menentukan keberhasilan upaya dan
manajemen kesehatan. Sumber daya manusia kesehatan yang bermutu harus selalu
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan berusaha untuk mengusai
IPTEK yang mutakhir. Disadari bahwa jumlah sumber daya manusia kesehatan yang
mengikuti perkembangan IPTEK dan menerapkan nilai-nilai moral dan etika profesi
masih terbatas. Adanya kompetisi dala era pasar bebas sebagai akibat dari globalisasi
harus diantisipasi dengan peningkatan mutu dan profesionalisme sumber daya manusia
kesehatan. Hal ini diperlukan tidak saja untuk meningkatkan daya saing sektor kesehatan,
tetapi juga untuk membantu peningkatan daya saing sektor lain, antara lain pengamanan
komoditi bahan makanan dan makanan jadi.
3. Mutu dan keterjangkauan pelayanan kesehatan
Dipandang dari segi fisik persebaran sarana pelayanan kesehatan baik Puskesmas,
Rumah sakit, maupun sarana kesehatan lainnya termasuk sarana penunjang upaya
kesehatan telah dapat dikatakan merata keseluruh wilayah Indonesia. Akan tetapi
persebaran fisik tersebut masih belum diikuti sepenuhnya dengan peningkatan mutu
pelayanan dan keterjangkauan oleh seluruh lapisan masyarakat. Mutu pelayanan
kesehatan sangat dipengaruhi oleh kualitas sarana fisik, jenis tenaga yang tersedia, obat,
alat kesehatan dan sarana penunjang lainnya, proses pemberian pelayanan, dan
kompensasi yang diterima serta harapan masyarakat pengguna. Faktor-faktor tersebut di
atas merupakan prakondisi yang harus dipenuhi untuk peningkatan mutu dan
keterjangkauan pelayanan kesehatan. Peningkatan pelayanan dilakukan melalui
peningkatan mutu dan profesionalisme sumber daya kesehatan. Sedangkan harapan
masyarakat pengguna dilakukan melalui peningkatan pendidikan umum, penyuluhan
kesehatan, serta komunikasi yang baik antara pemberi pelayanan kesehatan dan
masyarakat.
22
diderita oleh masyarakat banyak masih belum diikuti dengan pembiayaan kesehatan yang
memadai. Disadari bahwa keterbatasan dana pemerintah dan masyarakat merupakan
ancaman yang besar bagi kelangsungan program pemerintah serta ancaman pencapaian
derajat kesehatan yang optimal. Diperlukan upaya yang intensif untuk meningkatkan
sumber daya pembiayaan dari sektor publik yang diutamakan untuk kegiatan
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan serta pencegahan penyakit. Ketersediaan
sumber daya yang terbatas, mengharuskan adanya upaya untuk meningkatkan peran serta
sektor swasta khususnya dalam upaya yang bersifat penyembuhan dan pemulihan. Upaya
tersebut dilakukan melalui pemberdayaan sektor swasta agar mandiri, peningkatan
kemitraan yang setara dan saling menguntungkan antara sektor publik dan swasta
sehingga sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal.
Sementara itu, issue strategis bidang gizi, karena berhubungan dengan pangan,
keluarga dan anak, maka hal yang berkaitan dengan:
23
1. Pemberdayaan keluarga dan masyarakat
2. Pemantapan kelembagaan pangan dan gizi
3. Pemantapan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi
4. Advokasi dan mobilisasi social
5. Peningkatan mutu dan cakupan pelayanan gizi melalui penerapan paradigma sehat
24
6. Pencegahan dan penanggulangan kurang zat gizi mikro
7. Peningkatan perilaku sadar pangan dan gizi
8. Pelayanan gizi di Institusi
9. Pengembangan mutu dan keamanan pangan
10. Penelitian dan pengembangan
Indonesia Sehat 2010 merupakan goal yang akan dicapai. Hal ini tidak mungkin
dicapai jika peningkatan kualitas dan akses masyarakat terhadap kesehatan dan gizi tidak
menjadi perhatian utama. Alokasi kesehatan yang masih sekitar 3% tentunya tidak berarti
untuk mencapai tujuan ini. Goal ini juga mengarahkan kita semua untuk mendukung
upaya berkaitan dengan peningkatan sumber daya manusia melalui pendidikan dan
kualitas hidup. Diperlukan penjabaran Propenas dan Propeda kedalam bentuk program
aksi yang lebih konkrit. Fokus perhatian diutamakan pada keluarga miskin di wilayah
kumuh perkotaan dan pedesaan. Selain itu peningkatan kesehatan dan gizi masyarakat
tidak akan terlepas juga dari kontribusi komprehensif dan pelayanan profesional yang
melibatkan partisipasi aktif masyarakat secara keseluruhan.
25
Proporsi penduduk menurut kelompok umur
(Hasil sementara SP 2000)
Figure 1
Kecenderungan GNP per capita ($US dollars)
26
1988-2000
1200
1000
800
$US
600
400
200 GNP/Cap($US)
0
1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002
Tahun
45
40
Kota
35
Desa
Kota+Desa
Persen Penduduk Miskin
30
25
20
15
10
0
1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005
Tahun
27
Figure 3
Angka Kematian Bayi (IMR) dan Balita (U5MR)
SDKI 1991, 1994 dan 1997
100.0
80.0
Kematian/1000 LH
60.0 SDKI-91
97.4 SDKI-94
40.0 81.3 SDKI-97
67.8
57.0 58.2
45.7
20.0
0.0
IMR U5MR
40.00
35.00
persen menurut BB/U
30.00
25.00
31.17 28.34 20.02
19.00
20.00
18.25 17.13
15.00
10.00
11.56 10.51
5.00 6.30 7.23 8.11 7.53
0.00
1989 1992 1995 1998 1999 2000
Tahun Survei
28
Figure 5
Proporsi BBLR dari beberapa sumber: 1990-2000
18
16 16.1
WSC Goal
15.0
14 Repelita Goal
12
12.6 Studi di Jakarta
Proporsi BBLR (%)
11.4
10.4
Studi di Sulsel
10 9.9 10
9.2 9.4
9
Studi di U. Pandang
8.4
8 7.3 7.3 7.7 7.9 Studi di Jabar
7.1 6.6
6 6.8 SKRT
Studi Long. Ciawi
4
Studi Long, Indramayu
2
SDKI
0 SDKI,Kota
198 198 198 199 199 199 199 199 199 199 199 199 199 200
7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 SDKI,Desa
Figure 6
Proporsi Wanita Usia Subur (15-49 tahun) dengan LILA <23.5 cm: Susenas 1999-2000
60%
50%
1999
2000
% LILA <23.5 cm
40%
30%
20%
10%
0%
10 15 20 25 30 35 40 45 50
Umur (tahun)
29
Figure 7
Proporsi Wanita Usia Subur (15-49 tahun) dengan LILA <23.5 cm: Susenas 1999-2000
50%
45%
1999
40%
2000
% LILA <23.5 cm
35%
30%
25%
20%
15%
10%
5%
0%
15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49
Kelompok Umur
Sumber: Analisis Susenas 1999 dan 2000 untuk LILA pada Wanita Usia Subur,
Direktorat Gizi Masyarakat, 2001.
Pemerintah
Kovner menyatakan bahwa peran pemerintah ada 3, yaitu (1) regulator, (2)
pemberi biaya; dan (3) pelaksana kegiatan. Peran pemerintah sebagai regulator
merupakan hal penting. Rumahsakit dan berbagai lembaga pelayanan kesehatan termasuk
perusahaan asuransi kesehatan dalam konsep ini merupakan lembaga jasa pelayanan
kesehatan pemerintah maupun swasta yang perlu diawasi mutunya oleh pemerintah dan
juga oleh masyarakat.
30
Oleh karena itu timbul berbagai mekanisme pengawasan, termasuk adanya
lembaga bantuan hukum untuk kesehatan, lembaga pengawas mutu pelayanan kesehatan,
sampai ke sistem akreditasi rumahsakit. Di dalam PP 25 tahun 2000 yang mengacu pada
UU no 22 tahun 1999, terlihat mencolok peran pemerintah dalam regulasi. Pemerintah
pusat berperan sebagai regulator dengan berbagai fungsi antara lain: Penerapan standar
nilai gizi dan pedoman sertifikasi teknologi kesehatan dan gizi; Penetapan pedoman
pembiayaan pelayanan kesehatan; Penetapan standar akreditasi sarana dan prasarana
kesehatan; Penetapan pedoman standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan;
Penetapan pedoman penggunaan, konservasi, pengembangan dan pengawasan tanaman
obat; Penetapan pedoman penapisan, pengembangan dan penerapan teknologi kesehatan,
dan standar etika penelitian kesehatan; Pemberian ijin dan pengawasan peredaran obat
serta pengawasan industri farmasi; Penetapan persyaratan penggunaan bahan tambahan
(zat aditif) tertentu untuk makanan dan penetapanpedoman pengawasan peredaran
makanan; Penetapan kebijakan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat.
Kewenangan Propinsi sebagai regulator adalah: Penetapan pedoman penyuluhan dan
kampanye kesehatan; Pengelolaan dan pemberian ijin sarana dan prasarana kesehatan
khusus seperti rumahsakit jiwa, rumahsakit kusta, dan rumahsakit kanker; dan sertifikasi
teknologi kesehatan dan gizi. Aspek tata hukum yang kuat dalam konsep good-
governance ini akan mempengaruhi rumahsakit sebagai lembaga usaha untuk
memperkuat sistem manajemennya sehingga dapat menjadi efektif, bermutu, transparan
dan dapat dipertanggung-jawabkan.
31
peranan pemerintah sangat besar, kecuali di Amerika Serikat yang mengandlkan pada
kekuatan masyarakat.
Krisis ekonomi yang dimulai tahun 1997 menyebabkan berbagai negara di Asia
Timur, terutama negara sedang berkembang semakin kekurangan kemampuan untuk
membiayai pembangunan di berbagai sektor. Indonesia merupakan negara yang paling
parah keadaannya, termasuk dalam penurunan mata uang terhadap dollar. Sebagai
gambaran, dibanding dengan negara-negara lain, pengeluaran perkapita Indonesia untuk
kesehatan sangat rendah, terutama setelah krisis ekonomi. Apabila negara-negara lain
pengeluaran kesehatan (diukur dengan dollar) meningkat, maka Indonesia justru
menurun. Satu catatan penting untuk peran pemerintah adalah bahwa dalam tahun-tahun
krisis anggaran Departemen Kesehatan RI banyak dibiayai oleh hutang. Pada tahun 1996,
23% anggaran pembangunan berasal dari hutang luarnegeri. Angka ini naik terus menjadi
48% di tahun 2000. Persentase yang cukup besar ini menimbulkan keadaan bahwa peran
pemerintah sebagai pembayar pelayanan kesehatan menjadi semakin tergantung pada
lembaga-lembaga pemberi hutang seperti Bank Dunia ataupun ADB.
32
kebijakan tersebut antara lain adanya perubahan RSUP menjadi Perjan, atau RSD
menjadi BUMD.
a. Memelihara kebersihan
33
- Menghindari pergaulan yang tidak baik
h. Pemeriksaan kesehatan
34
keadaan kesehatan. Bahkan untuk jabatan / pekerjaan tertentu memerlukan
derajat kesehatan yang sangat tinggi, lebih dari pada orang orang
kebanyakan, misalnya ; astronaut
35
4. Pendidikan kesehatan kepada masyarakat
9. Usaha gizi
13. Rehabilitasi
15. Laboratorium
36
Kesehatan pribadi dan kesehatan masyarakat, saling pengaruh
mempengaruhi secara timbal balik.
Kareba itu agar kesehatan pribadi kita terjamin, kita segenap warga
masyarakat harus turut serta secara aktif berpartisipasi dalam setiap usaha
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat
37
Untuk mengatasi masalah gizi, pemerintah menjalankan usaha :
Dalam pedoman ini semua unsur yang dibutuhkan tubuh dibagi dalam 3
golongan yaitu :
- Hidrat arang : beras, jagung, ubi kayu, ubi rambat, kentang, sagu, gandum,
dsb
b. Golongan unsur yang diperlukan untuk membangun sel sel jaringan tubuh
38
- Mineral : garam kapur, garam phospor ( ikan teri, telur ayam, bayam, daun
kacang panjang, sawi ) , garam besi ( kuning telur, hati, ginjal, bayam,
kacang hijau ), garam jodium ( garam dapur )
- Air : air yang diminum, air yang terdapat dalam bahn bahan makanan,
air sebagai sisa pembakaran hidrat arang, lemak, dan protein
- Vitamin Vitamin
Vitamin A : hati, minyak ikan, lemak hewan, buah buahan dan sayuran
yang berwarna
Vitamin B komplek
Vitamin D :
- Mineral - mineral
39
Ketiga golongan unsur makanan itu didalam maknan kita sama
pentingnya, karena masing masing sudah mempunyai guna sendiri sendiri, tidak
dapat yang satu digantikan oleh yang lainnya
Jumlah kebutuhan makanan tidaklah sama pada setiap orang. Hal ini
tergantung pada umur, jenis kelamin, tinggi dan berat badan, jenis pekerjaan dan
keadaan kesehatan orang itu sendiri.
40
BAB 5
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
41
8. Mengembangkan dan memperkuat sistem monitoring dan evaluasi (surveilans)
untuk kepentingan daerah, terutama untuk memperbaiki kebijakan daerah
terhadap pelayanan kesehatan dan gizi.
Kita sebagai umat manusia harus menjaga dan memelihara kesehatan kita
diawali dari diri sendiri dengan membiasakan hidup bersih, makan makanan
bergizi secara teratur dan berimbang, dll
42
DAFTAR PUSTAKA
Entjang, Indan Dr, 1997, ILMU KESEHTAN MASYARAKAT, Bandung ; PT. Citra
Aditya Bakti
http://www. Gizi.net
www.google.com
43