Anda di halaman 1dari 22

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Dan Fisiologi Apendiks

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira


10 cm (kisaran 3-15), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di
bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada
bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit
kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insidens
apendisitis pada usia itu (Soybel, 2001 dalam Departemen Bedah UGM,
2010).
Apendiks adalah ujung seperti jari-jari yang kecil panjangya kira-
kira 10 cm (4 inc), melekat pada sekum tepat dibawah katup ileosekal.
Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam
sekum. Karena pengosonganya tidak efektif, dan lumenya kecil, apendiks
cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi
(apendisitis). Apendisitis, penyebab paling umum inflamasi akut pada
kuadran bawah kanan dari rongga abdomen, adalah penyebab paling
umum untuk bedah abdomen darurat.

B. Apendisitis
Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat
atau tersumbat, kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feses), tumor,
atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal,
menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif,
dalam beberapa jam terlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen.
Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus.

Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vemiformis.


Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada
kuadran kanan bawah rongga abdomen, penyebab paling umu untuk bedah
abdomen darurat (Smeltzer,2001 dalam Dostoc, 2010)
4

Apendisitis merupakan radang pada apendiks yang merupakan


proyeksi dari apeks sekum. Apendisitis akut merupakan suatu emergensi
bedah abdomen yang umum terjadi dan mengenai tujuh sampai dua belas
persen dari populasi. Kelompok usia yang umumnya penyakit ini juga
dapat terjadi pada segala usia.

C. Klasifikasi

Klasifikasi apendisitis dapat dibagi menjadi lima berdasarkan


gejala dan penyebab. Klasifikasinya yaitu apendisitis akut, apendisitis
perforata, apendisitis rekurens, apendisitis kronik, dan mukokel apendiks
(Sjamsuhidayat, 2010).
1. Apendisitis akut terjadi karena peradangan mendadak pada umbai cacing
yang memberikan tanda setempat. Gejalanya nyeri samar-samar dan
tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar
umbilikus. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney,
disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga
merupakan nyeri somatik setempat. Sering disertai mual, muntah dan
nafsu makan berkurang.
2. Apendistis Perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah gangren yang
menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi
peritonitis umum.
3. Apendisitis rekurens dapat didiagnosa jika adanya riwayat serangan nyeri
berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukannya
apendektomi dan hasil patologi menunjukkan peradangan akut. Kelainan
ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan.
Pada apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi karena
penderita sering mengalami serangan akut.
4. Apendisitis kronik dapat menegakkan diagnosa jika ditemukan adanya
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik
apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik
apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan
parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama
dimukosa dan adanya sel inflamasi kronik.
5

5. Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin
akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks yang biasanya berupa
jaringan fibrosa. Penderita sering datang dengan keluhan ringan berupa
rasa tidak enak di perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang
diregio iliaka kanan

D. Etiologi
Faktor prediposisi yaitu:
1. Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya
obstruksi ini terjadi karena:
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.

2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus
3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan
limpoid pada masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk apendiks:
a. Appendik yang terlalu panjang
b. Massa appendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d. Kelainan katup di pangkal appendiks
(Nuzulul, 2009)
Apendicitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal
berperan sebagai faktor pencetusnya. Diantaranya adalah obstruksi yang
terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi ini biasanya disebabkan karena
adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan limfoid,
tumor apendiks, striktur, benda asing dalam tubuh, dan cacing askaris
dapat pula menyebabkan terjadinya sumbatan. Namun, diantara penyebab
obstruksi lumen yang telah disebutkan di atas, fekalit dan hiperplasia
jaringan limfoid merupakan penyebab obstruksi yang paling sering terjadi.
6

Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendicitis adalah ulserasi


mukosa apendiks oleh parasit E. histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peranan kebiasaan mengkonsumsi
makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya
penyakit apendisitis. Tinja yang keras dapat menyebabkan terjadinya
konstipasi. Kemudian konstipasi akan menyebabkan meningkatnya
tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks
dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semua ini akan
mempermudah timbulnya apendicitis.

E. Patofisiologi

Patologi apendisitis berawal dari mukosa dan kemudian melibatkan


seluruh lapisan dinding apendiks vermiformis dalam waktu 24-48 jam
pertama. Jaringan mukosa pada apendiks vermiformis menghasilkan
mukus (lendir) setiap harinya. Terjadinya obstruksi lumen menyebabkan
sekresi mukus dan cairan, 11 akibatnya terjadi peningkatan tekanan
luminal sebesar 60 cmH2O, yang seharusnya hanya berkapasitas 0,1-0,2
mL.
Bakteri dalam lumen apendiks vermiformis berkembang dan menginvasi
dinding apendiks vermiformis sejalan dengan terjadinya pembesaran vena
dan kemudian terganggunya arteri akibat tekanan intraluminal yang tinggi.
Ketika tekanan kapiler melampaui batas, terjadi iskemi mukosa, inflamasi
dan ulserasi. Pada akhirnya, pertumbuhan bakteri yang berlebihan di
dalam lumen dan invasi bakteri ke dalam mukosa dan submukosa
menyebabkan peradangan transmural, edema, stasis pembuluh darah, dan
nekrosis muskularis yang dinamakan apendisitis kataralis. Jika proses ini
terus berlangsung, menyebabkan edema dan kongesti pembuluh darah
yang semakin parah dan membentuk abses di dinding apendiks
vermiformis serta cairan purulen, proses ini dinamakan apendisitis
flegmonosa. Kemudian terjadi gangren atau kematian jaringan yang
disebut apendisitis gangrenosa. Jika dinding apendiks vermiformis yang
terjadi gangren pecah, tandanya apendisitis berada dalam keadaan
7

perforasi. Untuk membatasi proses radang ini tubuh juga melakukan upaya
pertahanan dengan menutup apendiks vermiformis dengan omentum, usus
halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara
salah dikenal dengan istilah infiltrat apendiks.2 Pada anak-anak dengan
omentum yang lebih pendek, apendiks vermiformis yang lebih panjang,
dan dinding apendiks vermiformis yang lebih tipis, serta daya tahan tubuh
yang masih kurang, dapat 12 memudahkan terjadinya apendisitis perforasi.
Sedangkan pada orang tua, apendisitis perforasi mudah terjadi karena
adanya gangguan pembuluh darah. Apendiks vermiformis yang pernah
meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi membentuk jaringan parut
yang melengket dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat
menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Sehingga suatu
saat, organ ini dapat mengalami peradangan akut lagi dan dinyatakan
mengalami eksaserbasi akut.

F. Pathway
8

G. Manifestasi
Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam
ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan local pada
titik McBurney bila dilakukan tekanan. Nyeri tekan lepas (hasil atau
intensifikasi dari nyeri bila tekanan dilepaskan) mungkin dijumpai. Derajat
nyeri tekan, spasme otot, dan konstipasi atau diaretidak tergantung pada
beratnya infeksi dan lokasi apendiks.

Menurut Arief Mansjoer (2002), keluhan apendisitis biasanya

bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang


9

berhubungan dengan muntah. Dalam 2 12 jam nyeri akan beralih ke

kuadran kanan bawah yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau

batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise dan demam yang tak

terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi kadang-kadang

terjadi diare, mual dan muntah.

Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen

yang menetap namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah

akan semakin progresif dan dengan pemeriksaan seksama akan dapat

ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal perkusi ringan pada kuadran

kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri.

Menurut Suzanne C Smeltzer dan Brenda G Bare (2002),

apendisitis akut sering tampil dengan gejala yang khas yang didasari oleh

radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat. Nyeri

kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual,

muntah dan hilangnya nafsu makan. Pada apendiks yang terinflamasi,

nyeri tekan dapat dirasakan pada kuadran kanan bawah pada titik

Mc.Burney yang berada antara umbilikus dan spinalis iliaka superior

anterior. Derajat nyeri tekan, spasme otot dan apakah terdapat konstipasi

atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi apendiks. Bila

apendiks melingkar di belakang sekum, nyeri tekan terasa di daerah

lumbal. Bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini dapat diketahui

hanya pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan ujung

apendiks berada dekat rektum. Nyeri pada saat berkemih menunjukkan

bahwa ujung apendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya

kekakuan pada bagian bawah otot rektus kanan dapat terjadi. Tanda

rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang

secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan


10

bawah. Apabila apendiks telah ruptur, nyeri menjadi menyebar. Distensi

abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi pasien memburuk. Pada

pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi. Tanda-

tanda tersebut dapat sangat meragukan, menunjukkan obstruksi usus atau

proses penyakit lainnya. Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai ia

mengalami ruptur apendiks. Insidens perforasi pada apendiks lebih tinggi

pada lansia karena banyak dari pasien-pasien ini mencari bantuan

perawatan kesehatan tidak secepat pasien-pasien yang lebih muda.

Menurut Diane C. Baughman dan JiAnn C. Hackley (2000), manifestasi

klinis apendisitis adalah sebagai berikut:

1. Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya disertai dengan demam derajat

rendah, mual, dan seringkali muntah

2. Pada titik Mc Burney terdapat nyeri tekan setempat karena tekanan dan

sedikit kaku dari bagian bawah otot rektus kanan

3. Nyeri alih mungkin saja ada; letak apendiks mengakibatkan sejumlah nueri

tekan, spasme otot, dan konstipasi serta diare kambuhan

4. Tanda Rovsing (dapat diketahui dengan mempalpasi kuadran kanan bawah ,

yang menyebabkan nyeri kuadran kiri bawah)

5. Jika terjadi ruptur apendiks, maka nyeri akan menjadi lebih menyebar; terjadi

distensi abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk.

H. KOMPLIKASI
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks, yang dapat
berkembang menjadi peritonitis abses. Insiden perforasi adalah 10% sampai 32%.
Insiden lebih tinggi pada anak-anak dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24
jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,7 C atau lebih
tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu.

I. Pemeriksaan Penunjang
11

1. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang biasa dilakukan pada pasien yang diduga

appendicitis akut adalah pemeriksaan darah lengkap dan test protein

reaktive (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap sebagian besar pasien biasanya

ditemukan jumlah leukosit di atas 10.000 dan neutrofil diatas 75 %. Sedangkan

pada pemeriksaan CRP ditemukan jumlah serum yang mulai meningkat pada 6-12

jam setelah inflamasi jaringan.

2. Pemeriksaan urine

Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin.

pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti

infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir

sama dengan appendisitis.

3. Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan radiologi yang biasa dilakukan pada pasien yang diduga

appendicitis akut antara lain adalah Ultrasonografi, CT-scan. Pada pemeriksaan

ultrasonogarafi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi

pada appendiks. Sedang pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang

menyilang dengan apendicalith serta perluasan dari appendiks yang mengalami

inflamasi serta adanya pelebaran dari saekum.

4. Pemeriksaan USG

Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan

USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat

dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik,

adnecitis dan sebagainya.

5. Abdominal X-Ray

Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendisitis.

pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.


12

J. Penatalaksanaan

Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah

ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk

membatasi aktivitas fisik sampai pembedahan dilakukan. Analgetik dapat

diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan untuk

mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko

perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum atau spinal,

secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan metode terbaru

yang sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak dipilih

oleh para ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya

dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa

dilakukan bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila terdapat

laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera

menentukan akan dilakukan operasi atau tidak (Smeltzer C. Suzanne, 2002).

K. Appendictomy

Apendiktomi menurut Jitowiyono & Kristiyanasari (2010) adalah operasi

untuk mengangkat apendiksitis yang dilakukan sesegera mungkin untuk

menurunkan resiko perforasi. Jadi appendiktomi adalah Apendiktomi adalah suatu

tindakan pembedahan untuk mengangkat apendiks, harus segera dilakukan

tindakan untuk menurunkan risiko perforasi apendiks, peritonitis.

Appendectomy adalah pengangkatan apendiks terinflamasi dapat dilakukan oleh

pasien rawat jalan dengan menggunakan pendekatan endoskopi, namun karena

adanya perlengketan multipel, posisi retriperitoneal dari apendiks, atau robek

perlu dilakukan prosedur pembukaan (tradisional). (Marilynn E Doenges 2002)


13

Menurut Arief Mansjoer (2000), penatalaksanaan apendisitis adalah sebagai

berikut:

1. Tindakan medis

a. Observasi terhadap diagnosa

Dalam 8 12 jam pertama setelah timbul gejala dan tanda apendisitis, sering tidak

terdiagnosa, dalam hal ini sangat penting dilakukan observasi yang cermat.

Penderita dibaringkan ditempat tidur dan tidak diberi apapun melalui mulut. Bila

diperlukan maka dapat diberikan cairan aperviteral. Hindarkan pemberian

narkotik jika memungkinkan, tetapi obat sedatif seperti barbitural atau penenang

tidak karena merupakan kontra indikasi. Pemeriksaan abdomen dan rektum, sel

darah putih dan hitung jenis di ulangi secara periodik. Perlu dilakukan foto

abdomen dan thorak posisi tegak pada semua kasus apendisitis, diagnosa dapat

jadi jelas dari tanda lokalisasi kuadran kanan bawah dalam waktu 24 jam setelah

timbul gejala.

b. Intubasi

Dimasukkan pipa naso gastrik preoperatif jika terjadi peritonitis atau toksitas yang

menandakan bahwa ileus pasca operatif yang sangat menggangu. Pada penderita

ini dilakukan aspirasi kubah lambung jika diperlukan. Penderita dibawa kekamar

operasi dengan pipa tetap terpasang.

c. Antibiotik

Pemberian antibiotik preoperatif dianjurkan pada reaksi sistematik dengan toksitas

yang berat dan demam yang tinggi .

2. Terapi bedah

Pada apendisitis tanpa komplikasi, apendiktomi dilakukan segera setelah

terkontrol ketidakseimbangan cairan dalam tubuh dan gangguan sistematik

lainnya. Biasanya hanya diperlukan sedikit persiapan. Pembedahan yang

direncanakan secara dini baik mempunyai praksi mortalitas 1 % secara primer


14

angka morbiditas dan mortalitas penyakit ini tampaknya disebabkan oleh

komplikasi ganggren dan perforasi yang terjadi akibat yang tertunda.

3. Terapi pasca operasi

Perlu dilakukan obstruksi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya

perdarahan didalam, syok hipertermia, atau gangguan pernapasan angket sonde

lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah.

Baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam

tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih

besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai

fungsi usus kembali normal. Kemudian berikan minum mulai 15 ml/jam selama

4-5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya diberikan makan

saring, dan hari berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari pasca operasi

pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat tidur selama 2 x 30 menit. Pada

hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk diluar kamar. Hari ketujuh jahitan

dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.

INSTRUMENTASI TEKNIK APPENDIKTOMI

JURUSAN
KEPERAWATAN
POLTEKKES No dokumen: No Revisi
DEPKES
15

MALANG

PROTAP Tanggal ditetapkan Ditetapkan oleh

Suatu cara mengelola instrumen selama proses operasi appendiktomi


Pengertian (pemotongan appendik karena terjadi infeksi atau perforasi).

Indikasi Apendiksitis Akut / Kronik

a. Mengatur alat secara sisternatis di meja instrument


Tujuan b. Memperlancar handling instrument
c. Mempertahankan kesterilan alat-alat instrumen.

Petugas a. Perawat Perioperatif


b. Mahasiswa Perawat perioperatif
a. Identitas pasien
Pengkajian b. Kondisi lokasi operasi
c. Kondisi fisik & psikis
d. Kelengkapan instrument
Persiapan Tempat a. AlatSteril:
& Alat
1). Set dasar yang disiapkan (Basic Instrument Set)
- Desinfeksi Klem (Sponge Holding Forceps). 1 (satu)
- Doek Klem (Towel Forceps) 5 (lima)
- Pincet Chirurgie 2 (dua)
- PincetAriatomie 2 (dua)
- Hand vat mes(Knifehand1e) 1 (satu)
Arteri klem van pean lurus 8
Arteri klem van pean bengkok (chrorn kiern) 8
Arteri klem van Kocher 6
Gunting Benang (Ligature Scissors) 2
Gunting Metzembaum panjang / pendek 1/1
Nald Voerder panjang/pendek 1/1
Woundhag gigi 4 tajam 2
Langenbeck 2
Crush klem 1
Babcock 1
16

2. Set dan bahan penunjang operasi


Linen Set.
Sarung tangan bermacam-macam ukuran
Desinfektan dan Alkohol 70 %, NS 0.9 %
Kanul Diathermi + Kabel.
Kanul + Selang Suction.
Pisau bedah no. 10.
Kasa, deper, cucing, mangkok, bengkok, korentang pada tempatnya.
Jarum 1/2 bulat (round), tajam (cutting).
vicryl 2-0 untuk menjahit peritoneum, benang mersilk 2-0 untuk
menjahit meso appendik, benang vicryl 2-0 untuk menjahit fasia dan
lemak . benang premiline 3-0 untuk jahit kulit

b. Alat tidak Steril:


- Plester lebar
- Gunting Verban/ Bandage scissors.
- Plat Diatermi.
- Mesin Diatermi.
- Mesin Suction.
- Lampu Operasi.
- Meja Operasi.
- Meja Mayo.
- Meja Instrumen.
- Standar Infus.
- Tempat sampah.
Persiapan pasien
Persetujuan operasi.
Alat-alat dan obat-obatan.
Puasa
Lavement

Setelah penderita dilakukan anaesthesi.


Mengatur posisi terlentang.
17

Memasang plat diatermi di bawah paha penderita


Memasang folley cathetera ( kalau perlu).
Prosedur
1. Sign in sebelum dilakukan induksi anestesi
2. Posisikan pasien di atas meja operasi dengan posisi supinasi.
3. Pasien dibius secara general anestesi oleh dokter anestesi
4. Pasang plat diatermi di betis pasien
5. Cuci area operasi dengan hibiscrub cair kemudian keringkan
dengan duk kecil steril.
6. Instrumentator melakukan scrubing, gowning, dan gloving
7. Instrumentator membantu tim bedah melakukan gowning dan
gloving
8. Perawat instrumen memberikan desinfeksi klem dan cucing
yang didalamnya telah diberi deppers dan povidon iodine 10%
pada operator untuk desinfeksi area operasi.
9. Lakukan drapping dengan memberikan underpad steril di atas
simfisis,kemudian perawat instrument memberikan duk besar 1
buah untuk bagian bawah, duk sedang untuk bagian atas, duk
kecil 2 untuk bagian kanan dan kiri fiksasi dengan duk klem 4
buah
10. Pasang kabel couter kemudian fiksasi di sudut bawah dengan
duk klem
11. Dekatkan meja mayo, meja instrument dan kom pada meja
operasi
12. Lakukan time out sebelum dilakukan insisi, dilanjutkan doa
yang dipimpin oleh operator untuk kelancaran operasi.
13. Berikan pada operator pinset chirrugis dan povidone iodine
10% untuk marking area.
14. Berikan hanvad mess no 10 dan pinset chirrugis pada operator,
lalu berikan mosquito dan kassa pada asisten untuk merawat
perdarahan. Insisi di lakukan pada daerah mc Burney.
15. Bila ada perdarahan berikan mosquito untuk merawat
perdarahan.
16. Insisi di lakukan dengan couter sampai daerah facia dan di
perlebar,lalu berikan langenbeck untuk memudah kan lapang
pandang.
17. Berikan hanvad mess untuk membuka fasia dan berikan kocher
2 untuk menjepit kanan dan kiri.
18

18. Berikan gunting kasar untuk memperlebar sayatan, asisten


membantu untuk menjepit menggunakan pinset anatomis.
19. Berikan pean manis untuk split muskulus, lalu di perlebar
dengan langenbeck setelah nampak peritoneum, berikan dua
pinset anatomis pada asisten dan gunting metzemboum kepada
operator, setelah peritoneum terbuka instrumen memberikan
klem peritoneum untuk menjepit peritoneum.
20. Berikan kassa dan pinset anatomis untuk melindungi usus
21. Kemudian operator mencari letak appendiks dan melakukan
pemisahan appendiks dengan meso appendik dan caecum.ujung
appendik di pegang dengan babcock, meso appendik di jepit
dengan arteri pean bengkok lalu berikan gunting metzenbaum
untuk memotong appendik dari meso appendik.
22. Berikan kocher lurus untuk crush pada pangkal appendik
kemudian jahit meso appendik dengan mersilk 2-0 kemudian di
ikat berganda atas bawah. Appendik di pegang dengan kocher
diatas ikatan
23. Perawat instrument memberikan hanvat mess no 10 yang sudah
di basahi dengan betadine, sediakan bengkok untuk potongan
appendik, kemudian bersihkan dengan still deppers yang di
basahi dengan betadine, setelah itu appendik di couter tipis
24. Berikan nald volder untuk dengan benang mersilk 2-0 untuk
menjahit meso appendik, kemudian beri kasa yang di pegang
dengan kocher (slaber) untuk mengecek perdarahan.
25. Setelah di pastikan tidak ada perdarahan,perawat instrument
memberikan peritoneum klem 4 untuk menjepit sisi atas,
bawah, kanan, kiri.
26. Sebelum menutup lapang operasi, lakukan sign out meliputi:
a. Jenis tindakan
b. Kecocokan jumlah instrumen, kasa, dan jarum sebelum dan
sesudah operasi.
c. Permasalahan pada alat yang digunakan
d. Perhatian khusus pada masa pemulihan
27. Kemudian berikan benang vicryl 2-0 untuk menjahit
peritoneum, lalu keluarkan kasa basah pelindung usus.
28. Setelah peritoneum di jahit kemudian jahit fasia dan lemak
dengan vicryl 2-0 .
19

29. Setelah fasia dan lemak di jahit, kemudian jahit kulit satu-satu
dengan jahitan premiline 3-0.
30. Membersihkan kulit area operasi dengan kassa basah dan
keringkan,kemudian tutup dengan sufratule,kassa dan di fiksasi
dengan hypafix.
31. Operasi selesai, asisten operator mengambil kasa dalam vagina.
32. Perawat instrument menginventaris alat alat, kemudian
dekontaminasi menggunakan larutan precept 2,5 gram dalam 5
liter air rendam selama 10 menit, kemudian bilas, bersihkan
dan keringkan , kemudian inventaris ulang dan dipacking untuk
disteril.
33. Bersihkan ruangan dan lingkungan kamar operasi, rapikan dan
kembalikan alat-alat yang dipakai pada tempatnya.
34. Inventaris bahan habis pakai pada depo farmasi
35. Cek kembali kelengkapan status pasien, dan sertakan di
brankart sebelum di bawa ke RR

1. Kelengkapan instrument
Evaluasi 2. Proses operasi
3. Bahan pemeriksaan

2. Alat steril
A. Set dasar yang disiapkan (basic instrument set)
No Nama Alat Jumlah Gambar
1 Desinfeksi 1
klem (Sponge
holding
forceps)

2 Duk klem 5
(Towel
forceps)
20

3 Pemegang 1
pisau
(Handvat
mes/Knife
handle) no 3

4 Pincet 2
anatomi

5 Pincet 2
chirurrgie
21

6 Arteri klem 2
van pean
lurus

7 Arteri klem 5
van pean
bengkok
(Chrom
klem)

8 Arteri klem 4
van kocher
22

9 Gunting 1
Benang
( Ligature
Scissors )

10 Gunting 1
Metzembum

11 Nald Voerder 1

12 Woundhag 2
gigi 4 tajam
23

13 Langenbeck 2

B. Set khusus
No Nama Alat Jumlah Gambar
1 Crush klem 1
24

2 Klem 1
Babcock

Anda mungkin juga menyukai