Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Degenerasi makula terkait usia atau Age-related Macular Degeneration

(AMD) adalah penyebab utama kebutaan permanen di negara-negara maju. Ini

merupakan suatu penyakit yang progresif multifaktorial kompleks yang

dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan. Age-related Macular Degeneration

terjadi pada orang yang berusia diatas 55 tahun. Menurut penelitian terbaru,

terdapat peran kerentanan genetik yang melibatkan jalur komplemen dan faktor-

faktor risiko lingkungan, misalnya usia, ras kulit putih, dan perokok (Vaughan dan

Asbury, 2009).

Age-related Macular Degeneration merupakan kelainan degenerasi yang

progresif dari lapisan pigmen epitel, membran Brunch lapisan luar retina dan

korio kapiler di daerah makula retina (PDT, 2006). Degenerasi makula

mengakibatkan perlahan-lahan berkurangnya tajam pengelihatan atau

pengelihatan sentral. Kelainan ini bertambah seiring dengan bertambahnya usia

dan lebih sering mengenai perempuan daripada laki-laki (Ilyas, 2015).

Insiden Age-related Macular Degeneration diantara populasi kulit putih

selama 10 tahun adalah 11,5 % untuk Age-related Macular Degeneration kategori

usia dini dan 1,5 % untuk Age-related Macular Degeneration kategori usia lanjut

(Vaughan dan Asbury, 2009). Diperkirakan 15 juta orang di Amerika Utara (85% -

90% dari semua pasien Age-related Macular Degeneration) saat ini memiliki

1
Age-related Macular Degeneration tipe kering dan 1,7 juta orang (10% - 15% dari

semua pasien Age-related Macular Degeneration) terkena Age-related Macular

Degeneration tipe basah. Diperkirakan terdapat 200.000 kasus baru Age-related

Macular Degeneration tipe basah tiap tahunnya (AAO, 2014-2015).

Patogenesis degenerasi makula terkait usia belum jelas, namun degenerasi

epitel pigmen retina berhubungan dengan stres oksidatif (Vaughan dan Asbury,

2009). Keluhan penderita tergantung stadium dan bentuk dari Age-related

Macular Degeneration, mulai dari kemuduran visus hingga kebutaan. Selain itu

juga didapatkan metamorfosia dan skotoma sentral serta gangguan pengelihatan

warna (PDT, 2006).

Degenerasi makula terkait usia dapat memburuk ke arah degenerasi makula

terkait usia lanjut. Menurut The Age-related Eye Disease Study (AREDS), hal ini

dapat diprediksi dengan mengamati perubahan pigmentasi dab drusen besar (>250

mikron) melalui funduskopi (Vaughan dan Asbury, 2009). Tidak ada pengobatan

dan pencegahan yang baik pada Age-related Macular Degeneration tipe

noneksudatif atau tipe kering, kecuali kontrol yang teratur untuk mengetahui

perubahan fungsi makula dengan Amsler Grid. Sedangkan untuk pengobatan Age-

related Macular Degeneration tipe eksudatif atau tipe basah juga tidak

menghasilkan visus yang baik, kecuali jika terdapat neovaskularisasi yang masih

dini dan jauh dari daerah fovea dapat dilakukan fotokoagulasi Argon Laser (PDT,

2009).

2
1.2 Tujuan

1.2.1 Untuk menyelesaikan tugas yang diberikan pembimbing sebagai

syarat untuk mengikuti ujian akhir kepaniteraan klinik di SMF Ilmu

Penyakit Mata

1.2.2 Untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai Age-related

Macular Degeneration secara menyeluruh

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Retina

Makula terletak di retina bagian polus posterior di antara arteri retina

temporal superior dan inferior dengan diameter 5,5 mm. Makula adalah

suatu daerah cekungan di sentral berukuran 1,5 mm; kira-kira sama dengan

diameter diskus; secara anatomis disebut juga dengan fovea. Secara

histologis, makula terdiri dari 5 lapisan, yaitu membrane limitan interna,

lapisan fleksiformis luar (lapisan ini lebih tebal dan padat di daerah makula

karena akson sel batang dan sel kerucut menjadi lebih oblik saat

meninggalkan fovea dan dikenal sebagai lapisan serabut Henle), lapisan

nukleus luar, membrane limitan eksterna, dan sel-sel fotoreseptor.7

Sel batang dan kerucut merupakan sel fotoreseptor yang sensitif terhadap

cahaya. Sel-sel ini memiliki 2 segmen yaitu segmen luar dan segmen dalam.

Segmen luar (terdiri dari membran cakram yang berisi pigmen penglihatan)

berhubungan dengan epitel pigmen retina. Sel epitel pigmen retina akan

memfagositosis secara terus menerus membrane cakram, sisa metabolisme

segmen luar yang telah difagositosis oleh epitel pigmen retina disebut

lipofusin.7

4
Sel epitel pigmen retina memiliki aktivitas metabolisme yang tinggi;

dengan bertambahnya usia, pigmen lipofusin makin bertambah, akibatnya

akan mengganggu pergerakan nutrien dari pembuluh darah koroid ke epitel

pigmen retina dan sel fotoreseptor.7

Makula merupakan bagian khusus dari retina yang mempunyai resolusi

tinggi untuk ketajaman visual. Secar anatomis, dapat berada pada bagian

tengah retina posterior.10

5
2.2 Definisi

ARMD merupakan degenerasi makula yang timbul pada usia lebih dari 50

tahun; ditandai dengan lesi makula berupa drusen, hiperpigmentasi atau

hipopigmentasi yang berhubungan dengan drusen pada kedua mata,

neovaskularisasi koroid, perdarahan sub-retina, dan lepasnya epitel pigmen

retina.7

Age macular degeneration (AMD) adalah penyebab utama kebutaan

permanen di Negara-negara maju. Ini merupakan suatu penyakit progresif

multifactorial kompleks yang dipengaruhi genetic dan lingkungan. AMD

terjadi pada orang berusia diatas 55 tahun. Penelitian baru ini mengisyaratkan

peran kernetanan genetic yang melibatkan jalur komplemen dan fakor-faktor

resiko lingkungan seperti usia, ras kulit putih, dan merokok. Insidens diantara

6
kulit putih selama 10 tahun kira-kira 11,5% untuk AMD dini dan 1,5% untuk

AMD lanjut.3

Age related macular degeneration merupakan masalah retina yang sering

ditemukan pada usia lanjut yang dapat mengaikbatkan kebutaan. Pada bagian

belakang makula dan fovea retina berdegenarasi dan membentuk drusen

sehingga terjadi kebocoran dibelakang retina.8

Tanda awal ARMD berupa drusen kekuningan yang terletak di lapisan

retina luar di polus posterior.8-11 Drusen ini ukurannya bervariasi; dapat

diperkirakan dengan membandingkannya dengan kaliber vena besar di sekitar

papil ( 125 mikron). Menurut ukurannya, drusen dapat dibagi dalam bentuk

kecil: <64 mikron, sedang: 64-125 mikron, dan besar: >125 mikron. 3

Sedangkan menurut bentuknya, dibagi menjadi drusen keras: berukuran kecil

dengan batas tegas dan drusen lunak: berukuran lebih besar dengan batas

kurang tegas.7

2.3 Epidemiologi

Saat ini ARMD merupakan masalah social di negara-negara barat. Di

dunia, penderita ARMD diperkirakan telah mencapai 20-25 juta jiwa yang

akan bertambah tiga kali lipat akibat peningkatan usia lanjut dalam waktu 30-

40 tahun mendatang. Pada tahun 2003, WHO memperkirakan 8 juta orang

akan mengalami kebutaan akibat ARMD.2 Dampak psikososial akibat ARMD

cukup besar karena penderita akan mengalami gangguan penglihatan sentral

sehingga sulit melakukan aktivitas resolusi tinggi, seperti membaca, menjahit,

7
mengemudi, dan mengenali wajah.3 Selain itu, penanganannya juga

membutuhkan biaya tinggi dan sering hasilnya tidak dapat diprediksi.7

2.4 Patofisiologi

Age-related Macular Degeneration adalah penimbunan dari sel debris antara

retina dan koroid. Proses ini berhubungan dengan hiperpigmentasi dan

hipopigmentasi dari perubahan morfologi retina. Degenerasi makula awalnya

tidak berhubungan dengan hilangnya pernglihatan sentral, tapi kehilangan

penglihatan dapat terjadi jika kelainan ini menyebabkan atropi retina dan akhirnya

menyebabkan degeneras makulai tipe basah. Age-related Macular Degeneration

dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe basah dan tipe kering.9

8
2.4.1 Age-related Macular Degeneration tipe kering

Kejadian tipe ini mencapai 85% dari semua kasus Age-related

Macular Degeneration, pria dan wanita umumnya memiliki angka kejadian

yang sama. Age-related Macular Degeneration tipe kering ditandai dengan

adanya akumulasi dari sisa-sisa produk atau adanya drusen yang terletak

antara RPE (retinal pigmen epithelium) dan membran Bruchs. Membran

9
bruchs adalah sebuah membran aseluler yang membentuk 5 lapisan yang

berfungsi barrier antara retina dan koroid. Nutrisi dan oksigen berdifusi dari

choriocappillaris melewati membran bruchs menuju ke RPE dan retina.

Membran bruchs mengalami perubahan morfologi (bentuk) dengan

meningkatnya usia seperti penebalan, pengerasan, degenerasi dari kolagen,

serat elastin. Akses antara RPE dan koroid dapat mengalami kerusakan akibat

tidak maksimalnya pembuangan sisa-sisa metabolisme akibat pengaruh usia

yang nantinya akan menyebabkan penumpukan sisa metabolik yang kaya

akan lemak. Drusen ini terlihat titik kuning pucat pada pemeriksaan

funduskopi.9

Gambar 2.1 Penumpukan drusen

Ada dua tipe drusen, yaitu drusen halus dan drusen keras. Akibat progres

dari penyakit drusen yang kecil akan bergabung menjadi besar dan

membentuk drusen tipe halus.

10
1) Drusen halus sebagai indikator dari Age-related Macular

Degeneration dan berhubungan dengan hilangnya penglihatan dan

terlepasnya membran Bruchs dari lapisan retina. Drusen tipe halus

ini terlihat sebagai penumpukan warna kuning pucat dengan batas

yang jelas (illdefined borders).

Gambar 2.2 OCT dan drusen halus

2) Drusen tipe keras muncul sebagai well-defined, kecil, dan

menumpuk di RPE. Umumnya tipe ini berhubungan dengan umur

dan dapat berkembang menjadi tipe halus. Drusen tidak

mengindikasikan adanya perubahan eksudatif di RPE dan pasien

umumnya mengalami perubahan tajam penglihatan yang minimal.9

OCT (Optical Coherence Tomography) dapat menunjukkan perubahan

bentuk Age-related Macular Degeneration seperti atrofi geografi. Atrofi

geografi adalah tahap akhir dari Age-related Macular Degeneration tipe

kering dimana pigmentasi mengenai area yang luas dari makula dan area dari

RPE mengalami atropi dan putus, kemudian terjadi kematian sel. Sehingga

menimbulkan penyempitan area retina yang ireguler yang bisa diobservasi

dengan OCT dan pasien mulai kehilangan penglihatan sentral.

11
Gambar 2.3 OCT dan atropi geografi di RPE

2.4.2 AMD tipe basah

Merupakan Age-related Macular Degeneration neovascular adalah

jalur alternatif dari proses awal perkembangan Age-related Macular

Degeneration dimana terpisahnya RPE dan lapisan koroid sehingga

menimbulkan peningkatan Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) yang

menstimulasi angiogenesis pembuluh darah koroid ke makula yang terletak

dibawah retina. Angiogenesis dimulai dengan vasodilatasi dan meningkatnya

permeabilitas vaskuler, lalu diikuti dengan aktivasi dan proliferasi sel

pembuluh darah endotelial (vascular endhothelial cell). Pembuluh darah baru

ini mudah pecah menyebabkan makula cembung seing dikelilingi oleh

perdarahan kecil dan sikatriks jaringan. Hal ini menyebakan terpisahnya

membran Brunchs, RPE dan retina dan terjadi penumpukan cairan intraretina

dan menebalnya retina. Proses ini menyebabkan fotoreseptor menjadi berubah

12
posisi atau misaligned dan nantinya akan terjadi degenerasi yang

menyebabkan kehilangan sel dan fibrosis. Hal ini menyebabkan

penyimpangan penglihatan dari pusat penglihatan dan menimbulkan titik

hitam/dark spot. Progresivitas Age-related Macular Degeneration tipe kering

mungkin membutuhkan waktu bertahun-tahun sedangkan pada Age-related

Macular Degeneration tipe basah hanya hitungan bulan bahkan minggu.9

2.5 Klasifikasi

Age-related Macular Degeneration diklasifikasikan menjadi dua berdasarkan

patogenesisnya, yaitu:

a. Age-related Macular Degeneration tipe kering/dry/noneksudatif : atropi

geografik

b. Age-related Macular Degeneration tipe basah/wet/eksudatif :

neovaskularisasi 2,3,5

2.6 Manifestasi Klinis

a. Gejala AMD tipe kering

1) Visus menurun, metamorphosia secara perlahan

2) Drusen (tipe keras atau halus)

3) Hiperpigmentasi RPE

4) Atropi geografi

b. Gejala AMD tipe basah

1) Visus menurun, metamorphosia mendadak

13
2) neovaskularisasi

3) Perdarahan baik itu subretina (merah), atau sub RPE (abu-abu)

Keluhan penderita tergantung stadium dan bentuk dari Age-related Macular

Degeneration, mulai dari kemuduran visus hingga kebutaan. Selain itu juga

didapatkan metamorfosia, skotoma, dan drusen.1

2.7 Diagnosis

Pemeriksaan dengan cara pemberian tetes mata untuk dilatasi pupil

menggunakan obat Tropicamide 0,5% atau 1% 1 2 tetes dan ditunggu selama 30

menit atau dengan menggunakan Phenylephrine 10%. Setelah pupil midriasis,

kemudian diperiksa dengan funduskopi, baik dengan ophtalmoskop direct maupun

indirect. Pemeriksaan lain dengan kartu amsler, foto fundus dengan Fundus

Fluoresin Angiografi (FFA), Indocyanine Green Angiografi (ICGA), dan Optical

Coherence Tomography (OCT).

2.8 Diagnosis Banding

Age-related Macular Degeneration memiliki diagnosis banding tiap masing-

masing tipenya.

a. Age-related Macular Degeneration tipe kering

- Central Serous Chorioidiopathy (CSC)

b. Age-related Macular Degeneration tipe basah

- Macroaneurysms

- Vitelliform detachments

- Polypoidal choroidal vasculopathy

14
- Central serous chorioretinopathy

- Inflammatory conditions

- Small tumors such as choroidal melanoma6

2.9 Tatalaksana

Adapun menejemen terapi yang dilakukan pada pasien dengan kelainan Age-

related Macular Degeneration adalah sebagai berikut: 3,6

1. Edukasi dan follow up. Dapat dilakukan dengan menggunakan

Amsler Grid untuk menguji mata secara individual dan perubahannya

dapat dicatat dan dievaluasi.

2. Pemberian vitamin dan anti-oksidan oral, yang terdiri atas

vitamin C (500 mg), vitamin E (400 IU), betacarotene (15 mg), seng (80

mg), serta tembaga (2 mg) setiap harinya dapat menurunkan risiko

pemburukan Age-related Macular Degeneration.

3. Merubah gaya hidup. Faktor risiko dari Age-related Macular

Degeneration adalah orang-orang yang obesitas dan merokok. Sehingga

sebaiknya perlu mengontrol berat badan dan menghentikan kebiasan buruk

merokok. Belum ada bukti kuat mengenai sinar UV berhubungan dengan

Age-related Macular Degeneration, namun pemakaian kacamata anti-UV

boleh diterapkan.

4. Fotokoagulasi laser retina dilakukan bila membran neovaskular

koroid berjarak lebih dari 200 micron dari pusat zona avaskular fovea.

15
5. Terapi fotodinamik, suatu pewarna fotosensitif, verteporfin

diberikan melalui infus intravena dan diaktifkan dengan laser energi

rendah (689 nm). Reaksi ini akan menyebabkan trombosis setempat pada

pembuluh darah baru. Terapi ini dapat diulangi setiap 3 bulan sesuai

kebutuhan.

6. Pemberian triamcinolone intravena. Pemberian ini dapat

mengurangi reaksi radang.

7. Terapi anti-VEGF dengan menggunakan Ranizumab atau

Bevacizumab. Saat ini terapi pilihan pada Age-related Macular

Degeneration adalah Ranizumab. Anti-angiogenesis dapat digunakan

untuk terapi CNV karena dapat menghambat vascular endothelial growth

factor (VEGF) sehingga CNV menjadi regresi dan juga mencegah

terbentuknya CNV baru.9

8. Terapi kombinasi, berupa terapi fotodinamik, steroid dan anti-

VEGF masih dalam penelitian.

9. Tindakan bedah pada Age-related Macular Degeneration juga

masih dalam penelitian. Pilihan tindakan bedah antara lain, pengangkatan

membran neovaskular atau transplantasi epitel pigmen retina (RPE).

2.10 Prognosis

Menurut AREDS, risiko perburukan Age-related Macular Degeneration dapat

ditentukan dengan menilai kelainan retina pada tiap mata yang berdasarkan skala

sebagai berikut:

16
- Terdapat 1 atau lebih drusen besar (>125 flm) (1 poin)

- Terdapat kelainan pigmen (1 poin)

- Untuk pasien tanpa drusen besar, terdapatnya drusen bilateral (64-124

flm) (1 poin)

- Terdapat neovaskular Age-related Macular Degeneration (2 poin)

Risiko perburukan dalam 5 10 tahun Age-related Macular Degeneration

adalah 0,5%, 3%, 12%, 25% dan 50% secara berurutan sesuai nilai kumulatifnya

dari 0 sampai 4.3,6

17
BAB III

KESIMPULAN

AMD merupakan degenerasi makula yang timbul pada usia lebih dari 50

tahun; ditandai dengan lesi makula berupa drusen, hiperpigmentasi atau

hipopigmentasi yang berhubungan dengan drusen pada kedua mata,

neovaskularisasi koroid, perdarahan sub-retina, dan lepasnya epitel pigmen retina.

Patogenesis degenerasi makula terkait usia belum jelas, namun degenerasi

epitel pigmen retina berhubungan dengan stres oksidatif

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Denniston A,K,O dan Murray P,I. 2014. Oxford Handbook of Ophthalmology.


Oxford University Press. United Kingdom. Edisi ketiga.

2. Ilyas S dan Yulianti S,R.2015. Ilmu Penyakit Mata.FKUI. Jakarta. 2015. Edisi
Kelima.

3. Vaughan dan Asbury. 2016. Oftalmologi Umum. EGC. Jakarta. Edisi 17.

4. Porte C. 2012. Pathogenesis and Management of Age-Related Macular


Degeneration. Scottish Universities Medical Journal. 1

5. Pedoman Diagnosis dan Terapi. SMF Ilmu Penyakit Mata. Edisi III. 2006. Dr

Soetomo Surabaya.

6. American Academy Ophtalmology. Retina and Vitreus. 2014 2015.

7. Erry. 2012. ARMD (Age-Related Macular Degeneration). Pusat Penelitian


dan Pengembangan Sistem & Kebijakan Kesehatan, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan RI, Jakarta, Indonesia
CDK journal vol 39 no 6. Hal: 431-432

19
8. Ilyas, Sidarta 2009. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia jakarta. Hal: 181

9. The Eyetech Study Group. 2003. Anti-vascular endothelial growth factor


therapy for subfoveal choroidal neovascularization secondary to age-related
macular degeneration. Phase II study result. Ophthalmology. Hal:110.

10. Virgil, et al. 2006. Age Macular Related Degeneration. A Comprehensive


textbook

20

Anda mungkin juga menyukai