Anda di halaman 1dari 15

PENINGKATAN HASIL BELAJAR PKn TEMA BUDI

PEKERTI MELALUI PENERAPAN METODE


PEMBELAJARAN TALKING STICK
SISWA KELAS I SDN 3 TAMBAK KABUPATEN GRESIK
Sanawiyah
SDN 3 Tambak Tambak Gresik
E-mail: hj.sanawiyah@gmail.com

Abstract: The purpose of this study was to determine the effectiveness of teaching
methods talking stick in improving learning outcomes of PKn (Civics) Theme
Character at grade 1 SDN 3 Tambak Tambak Subdistrict of Gresik District in the
academic year 2014-2015. This research is expected to be useful for readers and
teachers in improving the quality of learning in the classroom, especially through
the method of Talking Stick. The subject of research in this PTK is the first grade
students SDN 3 Tambak Tambak Subdistrict Gresik in second semester in the
academic year 2014-2015. The number of students is 30 children. The time of the
research is on March 9 until 16, 2015. Based on the analysis result, it got a
description that the application of the talking stick learning methods could
improved learning outcomes of PKn (Civics) Theme Character at grade 1 SDN 3
Tambak Tambak District of Gresik in the academic year 2014-2015 with the
completeness rate reaching 79.1%.

Keywords: Talking Stick Method, Civics Learning Result, PKn (Civics) Theme
Character

Pendahuluan
Dalam proses belajar mengajar kalau kita pahami karakter siswa lainnya.
Ada siswa yang cepat dalam belajar karena kecerdasannya sehingga dia dapat
menyelesaikan kegiatan belajar mengajar lebih cepat dari yang diperkirakan, ada
siswa yang lambat dalam belajar dimana siswa golongan ini sering ketinggalan
pelajaran dan memerlukan waktu lebih lama dari waktu yang diperkirakan untuk
siswa normal, ada siswa yang kreatif yang menunjukkan kekreatifan dalam kegiatan-
kegiatan tertentu dan selalu ingin memecahkan persoalan-persoalan, ada siswa yang
berprestasi kurang dimana sebenarnya siswa ini mempunyai taraf intelegensi
tergolong tinggi akan tetapi prestasi belajarnya rendah, dan ada pula siswa yang
gagal dalam belajar sehingga tidak selesai dalam studinya di sekolah.
Adanya pemikiran di atas secara tidak langsung memberikan sebuah
pengertian dasar akan pentingnya metode pembelajaran dalam kegiatan belajar
mengajar. Sehingga dalam penelitian ini penulis mencoba mengangkat sebuah riset

CENDEKIA: Jurnal Studi Keislaman


Volume 2, Nomor 1, Juni 2016 : ISSN 2443-2741
Sanawiyah

terhadap Peningkatan Hasil Belajar PKn Tema Budi Pekerti Melalui Penerapan
Metode Pembelajaran Talking Stick Siswa Kelas I SDN 3 Tambak Kabupaten Gresik.

Kajian Pustaka
Metode Pembelajaran Talking Stick adalah metode pembelajaran dengan
bantuan tongkat, siapa yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari
guru setelah siswa mempelajari materi pokoknya. Langkah-langkahnya adalah: (1)
guru menyiapkan sebuah tongkat, (2) guru menyampaikan materi pokok yang akan
dipelajari, kemudian memberi kesempatan kepada siswa untuk membaca dan
mempelajari materi pada buku pegangan/paketnya, (3) setelah selesai membaca
buku dan mempelajarinya guru mempersilakan siswa untuk menutup bukunya, (4)
guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru
memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus
menjawabnya, demikian seterusnya sampai sebagian siswa mendapat bagian untuk
menjawab setiap pertanyaan dari guru, dan (5) guru memberikan kesimpulan.
Proses pembelajaran bisa disebut interaksi edukatif yang sadar akan tujuan,
artinya interaksi yang sudah dicanangkan untuk suatu tujuan tertentu, setidaknya
adalah tercapainya tujuan instruksional atau tujuan pembelajaran yang dirumuskan
dalam satuan pelajaran. Proses pembentukan setiap rencana latihan maupun
pembelajaran yang baik mulai dengan penentuan tujuan pelajaran yang tepat. Hal
ini berlangsung dengan mengidentifikasi setiap mata pelajaran pokok atau topik
yang harus dicakup untuk mencapai tujuan ini. Kemudian pokokpokok ini harus
disesuaikan yang satu dengan yang lain untuk membentuk pelajaran itu.
Perencanaan pengajaran harus merupakan suatu program bagaimana mengajarkan
apa-apa yang sudah dirumuskan dalam kurikulum. Acuan utama penyusunan
perencanaan program pengajaran adalah kurikulum.1
Perencanaan pengajaran (Instructional Design) dapat dilihat dari berbagai
sudut pandang yaitu: (1). Perencanaan pengajaran sebagai sebuah proses adalah
pengembangan pengajaran secara sistematik yang digunakan secara khusus teori-
teori. Pembelajaran dan pengajaran untuk menjamin kualitas pembelajaran, dalam
perencanaan ini menganalisis kebutuhan dari proses belajar dengan alur dan
sistematik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Termasuk di dalamnya melakukan
evaluasi terhadap materi pelajaran dan aktivitasaktivitas pengajaran, (2).
Perencanaan pengajaran sebagai sebuah disiplin adalah cabang dari pengetahuan
yang senantiasa memperhatikan hasil-hasil penelitian dan teori-teori tentang strategi
pengajaran dan implementasinya terhadap strategi-strategi tersebut, (3).
Perencanaan pengajaran sebagai sains (science) adalah mengkreasi secara detail

1
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung, Remaja Rosda Karya, 1999),

52 | CENDEKIA : Jurnal Studi Keislaman


Metode Pembelajaran Talking Stick

spesifikasi dari pengembangan implementasi, evaluasi, dan pemeliharaan akan


situasi maupun fasilitas pembelajaran terhadap unit-unit yang luas maupun yang
lebih sempit dari materi pelajaran dari segala tingkatan kompleksitasnya, (4).
Perencanaan pengajaran sebagai realitas adalah ide pengajaran dikembangkan
dengan memberikan hubungan pengajaran dari waktu ke waktu dalam suatu
proses yang dikerjakan perencana pengecek secara cermat bahwa semua kegiatan
telah sesuai dengan tuntunan sains dan dilaksanakan secara sistematis, (5).
Perencanaan pengajaran sebagai suatu sistem adalah sebuah susunan dari sumber-
sumber dan prosedur-prosedur untuk menggerakkan pembelajaran. Pengembangan
sistem pengajaran melalui proses yang sistematik selanjutnya diimplementasikan
mengacu pada sistem perencanaan itu, (6). Perencanaan pengajaran sebagai
teknologi adalah suatu perencanaan yang mendorong penggunaan teknik-teknik
yang dapat mengembangkan tingkah laku kognitif dan teori-teori konstruktif
terhadap solusi dan problem-problem pengajaran.
Tujuan pendidikan mengacu pada tujuan pendidikan nasional sebagaimana
dituntun oleh UUSPN No. 20 Tahun 2003 bahwa pendidikan nasional bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa pada Tuhan yang Maha Esa , berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab, dalam penyusunan program caturwulan dan juga semester.
Perencanaan program pengajaran juga perlu memperhatikan keadaan
sekolah dimana pembelajaran itu berlangsung. Terutama ketersediaan sarana,
prasarana, kelengkapan, dan alat bantu pelajaran menjadi pendukung terlaksananya
berbagai aktifitas belajar siswa. Guru tidak mungkin melaksanakan kegiatan
pembelajaran menggunakan bak pasir jika di sekolah tidak tersedia bak pasir yang
diperlukan tersebut. Guru juga tidak mungkin meminta siswa untuk mengamati
tanaman jika di sekolah tidak ada kebun sekolah.
Dalam menyusun rencana program pengajaran komponen siswa perlu
mendapat perhatian yang memadai. Apabila program pelajaran satu semester yang
dilaksanakan dalam bentuk aktifitas belajar menggunakan waktu harian dan
mingguan dipandang suatu skenario tentang apa yang harus dipelajari oleh siswa
dan bagaimana mempelajarinya. Agar bahan dan cara belajar ini sesuai dengan
kondisi siswa, maka penyusunan skenario program pembelajaran dan keluasan
maupun kedalaman bahan ajar perlu disesuaikan dengan kemampuan dan
perkembangan siswa. Aktivitas belajar yang direncanakan guru disesuaikan dengan
keadaan kelas yang pandai atau yang cepat belajar, guru dalam menyusun rencana
pelajaran harus menggunakan kriteria siswa yang akan menerima pelajaran tersebut.

Volume 2, Nomor 1, Juni 2016 | 53


Sanawiyah

Untuk mengatasi variasi kemampuan siswa, maka guru perlu menggunakan


metode atau bentuk kegiatan belajar yang bervariasi pula.
Data atau informasi tentang siswa dapat dimanfaatkan untuk penyusunan
dan perencanaan penyempurnaan pengajaran, pengajaran yang baik hendaknya
disusun berpedoman kepada keadaan, kemampuan, minat dan kebutuhan siswa.
Hal ini secara riil dapat diketahui melalui proses dan hasil pengumpulan data.
Sebelum menyiapkan rencana pelajaran, atau satuan pelajaran guru hendaknya
mempelajari dulu record siswa. Melalui pemanfaatan record tersebut, guru akan
memperoleh gambaran umum tentang kondisi dan masalah siswa, record siswa juga
dapat digunakan untuk mengadakan berbagai usaha penyesuaian pelajaran dengan
perbedaan individu. Tiap siswa mempunyai kemampuan, kondisi, kecepatan
belajar, dan lain- lain yang berbeda.
Karena perlu dikembangkan sistem mentor, yaitu bantuan belajar bagi siswa
pandai atau kelas tinggi.2 Dalam proses pembelajaran, guru dituntut memiliki
kemampuan dalam segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan
pengajaran. Jika seorang guru pada satu saat memiliki kekurangan dalam hal-hal
tertentu, maka segera guru yang bersangkutan belajar untuk meningkatkan
kompetensinya baik melalui pendidikan dan latihan maupun belajar mandiri
dengan melakukan diskusi dengan teman sejawat secara intensif. Dalam program
semester guru menyusun rencana penyampaian bahan ajar, dimana bahan ajar
tersebut telah benar-benar telah dikuasai oleh guru baik pengajaran maupun suatu
percobaan yang akan dilaksanakan di laboratorium atau tempat lain yang ditunjuk
sebagai tempat belajar siswa.
Menurut Benjamin Bloom ada enam tingkatan dalam domain kognitif yang
berlaku juga untuk tujuan-tujuan dalam domain ini yaitu: (1).
Pengetahuan/ingatan (knowledge), aspek ini mengacu pada kemampuan mengenal
dan mengingat materi yang sudah dipelajari dari yang sederhana sampai pada hal-
hal yang sukar. Pada umumnya unsur pengetahuan ini menyangkut hal-hal yang
perlu diingat seperti bahasan, peristilahan, ide, gejala, rumus-rumus, pasal, hukum,
dalil, nama orang, nama tempat dan lain-lain.3 Penguasaan hal tersebut
memerlukan hafalan dan ingatan, akan hal-hal yang pernah dipelajari meliputi
fakta, kaidah, prinsip, dan metode yang diketahui. Tujuan dalam tingkatan
pengetahuan ini termasuk kategori paling rendah dalam domain kognitif, (2).
Pemahaman (comprehension) , aspek pemahaman ini mengacu pada kemampuan
untuk mengerti dan memahami sesuatu, setelah sesuatu itu diketahui atau diingat
dan memaknai dari arti bahan maupun materi yang dipelajari. Pada umumnya

2
Ibid.
3
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Rosda, 2002),

54 | CENDEKIA : Jurnal Studi Keislaman


Metode Pembelajaran Talking Stick

unsur pemahaman ini menyangkut kemampuan menangkap makna suatu konsep


dengan kata-kata sendiri.
Pemahaman dapat dibedakan menjadi tiga. Kategori yakni (translation)
misalnya dari lambang ke arti, penafsiran (interpretation) yaitu menyimpulkan dari
sesuatu yang telah diketahui. Dalam hal ini, siswa dituntut untuk memahami atau
mengerti apa yang diajarkan, mengerti apa yang dikomunikasikan, dan dapat
memanfaatkan isinya tanpa kehausan menghubungkan dengan hal-hal yang lain.
Aspek ini setingkat lebih tinggi dari pengetahuan sehingga untuk mencapai tujuan
dalam tingkatan pemahaman ini dituntut keaktifan belajar murid yang lebih
banyak, (3). Penerapan/aplikasi (application), aspek ini mengacu kepada
kemampuan menggunakan atau menerapkan pengetahuan atau menggunakan ide-
ide umum. Metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori, dan
sebagainya yang sudah dimiliki pada situasi yang konkret, yang menyangkut
penggunaan aturan, prinsip, dan sebagainya dalam memecahkan persoalan
tertentu. Dalam aplikasi harus ada konsep, teori, hukum, rumus, kemudian
diterapkan atau digunakan dalam memecahkan suatu persoalan. Tujuan dalam
aspek setingkat ini lebih tinggi daripada tujuan dari aspek pemahaman, sehingga
kegiatan pembelajaran yang dituntut lebih tinggi, (4). Analisis (analysis), aspek ini
mengacu kepada kemampuan mengkaji dan menguraikan sesuatu bahan atau
keadaan ke dalam komponen-komponen atau bagian-bagian yang lebih spesifik,
serta mampu memahami hubungan di antara yang satu dengan yang lain, sehingga
struktur dan aturannya dapat lebih dipahami. Kemampuan ini merupakan
akumulasi atau kumpulan pengetahuan. Pemahaman, dan aplikasi. Kemampuan
analisis ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu analisis unsur,
analisis hubungan. Dan analisis prinsip-prinsip yang terorganisasi. Dengan
demikian keaktifan belajar siswa lebih tinggi daripada keaktifan yang dituntut aspek
aplikasi, (5). Sintesis (synthesis), aspek ini mengacu kepada kemampuan memadukan
berbagai konsep atau komponen, sehingga membentuk suatu pola struktur atau
bentuk baru, sintesis menuntut adanya kriteria untuk menemukan pola dan
struktur organisasi yang dimaksud, sintesis adalah lawan dari analisis. Aspek sintesis
memerlukan tingkah laku yang kreatif, kemampuan sintesis (membentuk), sehingga
untuk mengasainya diperlukan kegiatan belajar yang lebih kompleks, dan (6).
Evaluasi (evaluation), aspek ini mengacu kepada kemampuan memberikan
pertimbangan atau penilaian terhadap gejala atau peristiwa berdasarkan norma-
norma atas patokan-patokan berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan
dapat bersifat intern yaitu berasal dari situasi atau keadaan yang dievaluasi itu
sendiri. Dan kriteria ekstern yaitu kriteria yang berasal dari luar keadaan atau
situasi yang dievaluasi tersebut. Hasil belajar dalam tingkatan sebelumnya yaitu

Volume 2, Nomor 1, Juni 2016 | 55


Sanawiyah

pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, dan sintesis. Dengan demikian,


kegiatan belajar yang dituntut untuk mencapai tujuan dalam tingkatan ini jelas
lebih tinggi lagi.
Tujuan-tujuan efektif adalah tujuan-tujuan yang banyak berkaitan dengan
aspek perasaan, nilai, sikap, dan minat prilaku peserta didik atau siswa. Sikap
seseorang dapat diramalkan perubahannya apabila ia telah memiliki penguasaan
kognitif tingkat tinggi, ciri-ciri belajar efektif akan tampak pada siswa dalam
berbagai tingkah laku, seperti perhatiannya terhadap pelajaran etika dan moral yang
akan meningkatkan kedisiplinannya dalam mengikuti pelajaran lainnya di sekolah.
Menurut Krathwohl, Bloom, dan Manusia bahwa domain efektif berdasar
lima kategori yaitu: (1). Penerimaan (receiving), aspek ini mengacu kepada kepekaan
dan kesediaan menerima dan menanam perhatian terhadap nilai tertentu, seperti
kesediaan menerima norma-norma disiplin yang berlaku di sekolah penerimaan
merupakan tingkah hasil belajar terendah dalam domain efektif, (2). Pemberian
responss (responsding), aspek ini mengacu pada kecenderungan memperhatikan
reaksi terhadap norma tertentu, menunjukkan kesediaan dan kerelevanan untuk
meresponss, memperhatikan secara aktif, turut berpartisipasi dalam suatu kegiatan,
serta merasakan kepuasan dalam meresponss, misalnya meneliti sesuai berbuat
sesuai tata tertib disiplin yang telah diterimanya, aspek ini satu tingkat di atas
penerimaan dan (3). Penilaian, aspek ini mengacu kepada kecenderungan
menerima suatu norma tertentu, menghargai suatu norma, memberikan penilaian
terhadap sesuatu dengan memosisikan diri sesuai dengan penilaian itu, dan
mengikat diri pada suatu norma. Siswa misalnya. telah memperlihatkan prilaku
disiplin yang menetapkan dari waktu ke waktu, tujuan-tujuan dalam aspek ini dapat
diklasifikasikan sebagai sikap dan apresiasi, aspek ini berada satu tingkat di atas
pemberian responss, (4). Pengorganisasian (organizing), aspek ini mengacu pada
proses membentuk konsep tentang suatu nilai serta menyusun suatu sitem nilai-
nilai dalam dirinya. Pada taraf ini seseorang mulai memilih nilai-nilai yang disukai,
misalnya tentang norma-norma disiplin tersebut, dan menolok nilai-nilai yang lain,
aspek ini satu tingkat di atas penghargaan; dan (5). Karakterisasi (characterization)
yaitu pembentukan pola hidup , aspek ini mengacu pada proses mewujudkan nilai-
nilai pribadi sehingga merupakan watak, dimana norma itu tercermin dalam
pribadinya. Dalam taraf ini prilaku disiplin , misalnya betul-betul telah menyatu
dalam dirinya, aspek ini merupakan tingkat paling tinggi dari domain efektif.4
Belajar efektif berbeda dengan belajar intelektual dan keterampilan atau
disebut belajar kognitif, karena segi efektif sangat bersifat subjektif. Lebih mudah
berubah, dan tidak ada materi khusus yang harus dipelajari, karena lebih

4
Ibid.

56 | CENDEKIA : Jurnal Studi Keislaman


Metode Pembelajaran Talking Stick

menekankan segi penghayatan dan apresiasi, setiap orang memiliki sejumlah nilai,
baik yang jelas maupun terselubung, disadari atau tidak. Nilai-nilai yang demikian
ini ada yang tersembunyi. Dan ada pula yang dapat dinyatakan secara eksplisit, nilai
juga bersifat multidimensional.ada yang relatif dan ada pula yang absolut. Sifat-sifat
yang demikian inilah yang menjadi penting dalam merumuskan tujuan belajar
efektif.5
Pada prinsipnya siswa yang belajar di kelas berbeda dalam proses
perkembangan, dan akan terus berkembang yang berarti perubahan. Kemampuan
anak pada jenjang usia atau kelas yang lebih tinggi, memiliki kemampuan lebih
tinggi dari yang di bawahnya. Pada waktu memilih bahan dan metode mengajar.
Guru hendaknya memperhatikan dan menyesuaikan dengan kemampuan anak.
Karena perubahan ada yang cepat dan ada yang lambat. Oleh karena itu guru
hendaknya mengerti dan bersabar dalam melaksanakan tugas pelayanan belajar bagi
pera muridnya, bila suatu saat siswa belum menunjukkan kemajuannya, mungkin
membutuhkan satu minggu atau lebih baru kemudian anak mengalami kemajuan
yang berarti. Tantangan inilah yang menjadi bagian penting dari profesi seorang
guru dalam melaksanakan tugas pembelajaran.
Seorang guru yang menghadapi 30 orang siswa di kelas, sebenarnya bukan
hanya menghadapi ciri-ciri satu kelas siswa, melainkan juga menghadapi 30
perangkat ciri-ciri pembawaan-pembawaan yang berbeda, menerima pengaruh dan
perlakuan dari keluarganya yang masing-masing juga berbeda. Ada siswa yang
memiliki badan tinggi kurus, gemuk pendek , cekatan dan lamban, kecerdasan
tinggi atau sedang, berbakat dalam beberapa mata pelajaran tertentu, dalam mata
pelajaran lainnya kurang berbakat, tabah dan ulet, mudah tersinggung, periang dan
pemurung, bersemangat, acuh tak acuh dan ciri-ciri prilaku lainnya.
Untuk memberi bantuan belajar bagi siswa, maka guru harus dapat
memahami dengan benar ciri-ciri para siswanya tersebut. Baik dalam menyiapkan
dan menyediakan pelajaran maupun dalam memberikan tugas-tugas dan
pembimbingan belajar siswa. Guru hendaknya dapat menyesuaikan dengan ciri-ciri
siswanya masing-masing. Dalam model pengajaran berprogram atau modul,
penyesuaian belajar dengan perbedaan individu ini sepenuhnya dapat dilakukan
oleh guru. Karena cara belajarnya individual, dalam pembelajaran bersifat klasikal,
seperti yang umumnya dilaksanakan di sekolah-sekolah. Penyesuaian pelajaran
dengan perbedaan individual sangat terbatas.6
Pada model pembelajaran klasikal umumnya guru-guru pada jam pelajaran
yang sama , dalam suatu kelas guru mengajarkan bahan dan Materi yang sama

5
Ibid.
6
Ibid.

Volume 2, Nomor 1, Juni 2016 | 57


Sanawiyah

dengan cara yang sama untuk semua siswa pada kelas tersebut, sehingga perbedaan
individu tersebut cenderung diabaikan. Karena itu guru harus mampu
mengombinasikan kegiatan pelayanan kelas dengan pelayanan belajar individual
serasi. Yaitu mendesain prosedur maupun alokasi waktu yang memenuhi
kebutuhan belajar siswa dalam kelas yang menjadi tanggung jawabnya.
Setiap perbuatan termasuk perbuatan belajar disorong oleh sesuatu atau
beberapa motif. Motif atau bisa juga disebut dorongan. Atau kebutuhan,
merupakan suatu tenaga yang berada pada diri individu atau siswa yang
mendorongnya untuk berbuat mencapai suatu tujuan. Tenaga pendorong atau
motif pada seseorang mungkin cukup besar , sehingga tanpa motivasi dari luar dia
sudah bisa berbuat. Orang atau siswa tersebut disebut memiliki motif internal, pada
orang atau siswa lain, mungkin saja tenaga pendorong internal ini kecil sekali,
sehingga ia membutuhkan motivasi dari luar, yaitu dari guru, orang tua, teman,
buku-buku, dan sebagainya. Orang atau siswa seperti ini membutuhkan motif
eksternal atau dorongan motivasi dari luar dirinya.7
Motif memiliki peranan yang cukup besar dalam upaya belajar. Tanpa motif
hampir tidak mungkin siswa melakukan kegiatan belajar, ada beberapa upaya yang
dapat dilakukan guru dalam perencanaan pengajaran untuk membangkitkan belajar
para siswa yaitu: (1) Mempersiapkan untuk menggunakan cara atau metode dan
media belajar yang bervariasi. Dengan metode dan media bervariasi kebosanan
dapat dikurangi atau dihilangkan, (2 ) Merencanakan dan memilih bahan yang
menarik minat dan membutuhkan siswa. Sesuatu yang dibutuhkan akan menarik
perhatian, pemenuhan kebutuhan belajar ini akan membangkitkan motif dan
mempelajarinya, (3) Memberikan sasaran antara, sasaran akhir belajar adalah lulus
ujian atau naik kelas. Sasaran akhir baru dicapai pada akhir tahun, untuk
membangkitkan motif belajar maka, diadakan sasaran antara seperti ujian semester,
tengah semester, ulangan akhir, kuis, (4) Memberikan kesempatan untuk sukses,
bahan atau soal-soal yang sulit hanya bisa diterima atau dipecahkan oleh siswa
pandai, siswa kurang pandai sukar menguasai atau memecahkannya, oleh karena
itu perencanaan pembelajaran harus dilihat dari kesesuaian tingkat kemampuan
belajar anak atau siswa yang kurang pandai juga bisa menguasai dan memecahkan
soal, maka berikan bahan/soal yang sesuai dengan kemampuannya.
Keberhasilan yang dicapai siswa dapat menimbulkan kepuasan dan
kemudian dan membangkitkan motif adalah: (1) Diciptakan suasana belajar yang
menyenangkan, suasana belajar yang hangat berisi rasa persahabatan, ada rasa
humor, pengakuan akan keberadaan siswa, terhindar dari celaan dan makian, dapat
membangkitkan motif, dan (2) Adakan persaingan sehat, persaingan atau kompetisi

7
Ibid.

58 | CENDEKIA : Jurnal Studi Keislaman


Metode Pembelajaran Talking Stick

yang sehat dapat meningkatkan belajar. Siswa dapat bersaing dengan hasil
belajarnya sendiri atau hasil yang dicapai oleh orang lain. Dalam persaingan ini
dapat diberikan ujian, pengajaran atau hadiah.
Program semester merupakan rencana pembelajaran yang disusun untuk
setiap mata pelajaran langsung berlangsung selama satu semester. Langkah-langkah
penyusunan program semester ini hampir sama dengan program tahunan yaitu:
(1). Membaca dan memahami program semester dalam satu tahun, (2).
Menganalisis kemampuan dasar dari materi pokok dengan merumuskan indikator
pencapaian hasil belajar siswa pada setiap semester yang diprogramkan; dan, (3).
Menentukan alokasi waktu setiap kemampuan dasar berdasarkan kalender
pendidikan yang ditetapkan.8
Program mingguan merupakan bagian integral dari program semester
untuk setiap mata pelajaran. Perlu dihitung bahwa pertemuan pada satu semester
itu terdiri dari 18 minggu, untuk itu perlu dicermati apakah ada kemungkinan
pada minggu tertentu tidak efektif untuk belajar seperti bertepatan pada hari besar
nasional ataupun hari besar keagamaan. Karena itu perlu dihitung secara cermat
pertemuan efektif yang dapat dilakukan dalam satu semester dalam menentukan
alokasi waktu penyampaian pokok bahasan. Sebagai solusi harus hati-hati dalam
merumuskan program harian yaitu rencana pelajaran yang disusun untuk setiap
mata pelajaran yang berlangsung selama satu hari dalam mata pelajaran tertentu.
Pembelajaran merupakan aktifitas guru dan peserta didik sebagai proses
interaksi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Karena itu rencana pembelajaran
yang efektif terletak pada dua hal yaitu : (1). Pemilihan stimulus diskriminatif dan
penggunaan penguatan. Pemilihan stimulus dalam pembelajaran di kelas meliputi
dua hal penting yaitu diskriminasi stimulus generalisasi stimulus, hal ini
merupakan persyaratan penting bagi pembelajaran untuk dapat memperoleh
tingkah laku verbal yang lebih rumit; dan (2). Membersihkan penguatan agar
belajar lebih efektif, apabila seorang guru akan mengajarkan bahan pengajaran
mengenai setiap pokok bahasan kepada siswa-siswanya , maka guru harus
mengadakan persiapan terlebih dahulu.9
Langkah berikutnya adalah menyiapkan pokok-pokok materi dan bahan ajar
dalam kegiatan pembelajaran, menetapkan media dan alat pengajaran yang dapat
digunakan memperjelas dan mempermudah memahami materi pelajaran oleh siswa
yang disampaikan oleh guru, kemudian menyusun alat evaluasi yang akan
digunakan dalam menilai seberapa jauh tujuantujuan pembelajaran telah atau
belum dicapai. Tujuan pelajaran merupakan titik awal yang sangat penting dalam

8
Ibid.
9
Ibid.

Volume 2, Nomor 1, Juni 2016 | 59


Sanawiyah

pembelajaran. Sehingga baik arti maupun jenisnya perlu dipahami betul oleh setiap
guru atau calon guru. Tujuan pengajaran merupakan komponen utama yang
terlebih dahulu harus dirumuskan oleh guru dalam pembelajaran, karena
merupakan sasaran dari proses pembelajaran.10
Karena itu tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional sering juga
dinamakan sasaran belajar. Sebelumnya tujuan pembelajaran diartikan sebagai
suatu upaya pendidik atau guru dalam hubungan dengan tugas-tugasnya membina
peserta didik seperti meningkatkan kemampuan baca siswa, melatih keterampilan
tangan siswa, atau menumbuhkan sikap disiplin dan percaya diri di kalangan siswa.
Dewasa ini, menurut R. Ibrahim dan Nana Syaodih tujuan pembelajaran
lebih diartikan sebagai prilaku hasil belajar yang diharapkan dimiliki para siswa
setelah mereka menempuh proses pembelajaran seperti siswa-siswa yang: (1)
Memiliki kemampuan membaca yang lebih baik, (2) Bersikap disiplin dan percaya
diri, (3) Dapat memecahkan persamaan kuadrat, (4) Gemar membuat kerajinan
tangan dari tanah liat, (5) Dapat mengemukakan cara-cara yang tepat untuk
mencegah timbulnya penyakit disentri, dan (6) Dapat menulis contoh-contoh
kalimat tunggal dan bahasa Indonesia.11
Dari contoh tersebut menunjukkan bahwa pada waktu yang lalu tujuan
pengajaran diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh guru, sedangkan
dewasa ini tujuan pembelajaran lebih diartikan sebagai suatu produk atau hasil
yang dicapai oleh siswa . dengan kata lain, tujuan pembelajaran pada waktu yang
lalu berpusat pada pendidik dan guru. Sedangkan tujuan pembelajaran dewasa ini
selalu berpusat pada peserta didik dan siswa. dengan berpusat atau tujuan
pembelajaran kepada siswa, keberhasilan pembelajaran lebih banyak dinilai dari
seberapa jauh perubahan-perubahan prilaku yang diinginkan telah terjadi pada diri
siswa. Tentu saja tugas seorang guru tidak berakhir jika para siswanya telah
memiliki prilaku yang diharapkan sebagai hasil dari proses pembelajaran yang telah
ditempuh.

Metode Penelitian
Subjek penelitian dalam PTK ini adalah siswa kelas I SDN 3 Tambak
Kecamatan Tambak Kabupaten Gresik Tahun Pelajaran 2014-2015, dengan jumlah
siswa 30 anak. Waktu pelaksanaan penelitian ini semester II pada tanggal 9 sampai
16 Maret 2015.
Perencanaan: Identifikasi masalah dan penetapan alternatif pemecahan
masalah: (1) Merencanakan pembelajaran yang akan diterapkan dalam proses

10
Ibid.
11
R. Ibrahim dan Nana Syaodih, Perencanaan Pengajaran, Cet. I, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), 69

60 | CENDEKIA : Jurnal Studi Keislaman


Metode Pembelajaran Talking Stick

belajar mengajar, (2) Menentukan pokok bahasan, (3) Menyusun lembar kegiatan
mengajar,(4)Menyiapkan sumber belajar, (5) Mengembangkan format evaluasi, dan
(6) Mengembangkan format observasi pembelajaran
Prosedur Tindakan terdiri dari: (1) Guru menyiapkan sebuah tongkat, (2)
Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, (3) Kemudian
memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempelajari materi
pada pegangannya/paketnya, (4) Setelah selesai membaca buku dan
mempelajarinya guru mempersilakan siswa untuk menutup bukunya, (5) Guru
mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa , setelah itu guru memberikan
pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya,
demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab
setiap pertanyaan dari guru, (6) Guru memberikan kesimpulan, (7) Evaluasi, dan (8)
Penutup
Kelas dinyatakan berhasil apabila 65% dari jumlah siswa yang ada telah
menguasai pokok bahasan. Bila didapatkan dari hasil observasi kurang dari
sebanyak 65% maka diperlukan siklus 2 dan batas akhir adalah siklus 3.
Metode Pengumpulan Data dapat dilakukan dengan mengumpulkan
melalui catatan hasil evaluasi yang dilakukan sejak awal penelitian sampai dengan
siklus 2. Catatan observasi dipergunakan untuk mengetahui aktivitas siswa selama
pelaksanaan pembelajaran Media Pembelajaran Talking Stick, sedangkan evaluasi
dilakukan untuk mengukur peningkatan hasil belajar siswa.
Analisis Data dan Refleksi dapat dilakukan dengan: (1) melakukan evaluasi
tindakan yang telah dilakukan, meliputi evaluasi mutu, jumlah dan waktu dari
setiap jenis tindakan, (2) melakukan pertemuan untuk membahas hasil evaluasi
tentang skenario, lembar kegiatan mengajar, dan lain-lain, dan (3) memperbaiki
pelaksanaan tindakan sesuai hasil evaluasi untuk digunakan pada siklus
selanjutnya.

Hasil Penelitian dan Pembahasan


Proses analisis data sebagai penelitian meliputi : pelaksanaan pembelajaran
permainan kartu arisan. Penelitian ini disajikan dalam 2 siklus sebagai berikut:
Siklus 1
a. 1) Guru menyiapkan sebuah tongkat, 2) Guru menyampaikan materi pokok
yang akan dipelajari, kemudian memberi kesempatan kepada siswa untuk
membaca dan mempelajari materi pada pegangannya/paketnya, 3) Setelah
selesai membaca buku dan mempelajarinya guru mempersilakan siswa untuk
menutup bukunya, 4) Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada
siswa, setelah itu guru memberi pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat

Volume 2, Nomor 1, Juni 2016 | 61


Sanawiyah

tersebut harus menjawabnya, demikian seterusnya sampai sebagian siswa


mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru, 5) Guru
memberikan kesimpulan, 6) Evaluasi, dan 7) Penutup.
b. Tahap selanjutnya semua siswa diberikan soal-soal untuk dikerjakan sebanyak
15 soal selama 30 menit.
Hasil yang diperoleh selama penelitian adalah sebagai berikut :

Table 2 : Hasil Penelitian Siklus 1.


No Nama Hasil Penelitian
1 Achmad Ilham 65
2 Adheliya Ardiana 60
3 Ardiyan Ilham 70
4 Aldo Ainul Yaqin 60
5 Alifia Anisa Cahyati 50
6 Auky Chandra Wijaya 65
7 Dinda Ayu Dwi Lestari 65
8 Farhan Ismu 65
9 Fariel Dwi Cahyo 60
10 Felia Hardini 70
11 Firdaus Ananta 65
12 Intan Nur Sabil 70
13 Khoirul Fuad 60
14 Moh. Rinaldi 70
15 M. Rendi 60
16 M. Alado Arjun 70
17 M. Ilham Wahyu 65
18 Muhammad Rafi Abiyu 70
19 Muhammad Rafi Nur 50
20 Muhammad Risky 65
21 M. Yusuf 70
22 Nabila Faisaya 60
23 Niken Berliantika 70
24 Rafif Azka 60
25 Rafli Ghazali 70
26 Safira Silaturrahma 65
27 Saifullah Mahdi 55
28 Salsabila Rinda Silvia 65

62 | CENDEKIA : Jurnal Studi Keislaman


Metode Pembelajaran Talking Stick

29 Yasmin Fadilah 60
30 Zian Zandika Arifin 40
Interpretasi
Hasil pada siklus pertama diperoleh hasil rata-rata kelas. Artinya tingkat
keberhasilan siswa masih di bawah rata-rata yaitu 63 %. Sehingga diperlukan siklus
II.

Siklus 2
Pengenalan materi dipertajam dan dimaksimalkan oleh guru kelas melalui
pembelajaran Talking Stick Pada siklus 1 siswa.
Kebanyakan kurang bisa optimal saat mempelajari materi sehingga pada saat
permainan sudah dimulai siswa kebanyakan kurang siap dan tidak termotivasi
dengan baik. Setelah siklus 2 ini kelas sangat dikondisikan bagi penguasaan materi.
Selanjutnya setelah permainan Talking Stick selesai semua siswa diberikan soal-soal
untuk dikerjakan sebanyak 15 soal selama 30 menit hasilnya sebagai berikut.
Table 3: Hasil Penilaian Siklus II
No Nama Hasil Penelitian
1 Achmad Ilham 65
2 Adheliya Ardiana 60
3 Ardiyan Ilham 70
4 Aldo Ainul Yaqin 60
5 Alifia Anisa Cahyati 50
6 Auky Chandra Wijaya 65
7 Dinda Ayu Dwi Lestari 65
8 Farhan Ismu 65
9 Fariel Dwi Cahyo 60
10 Felia Hardini 70
11 Firdaus Ananta 65
12 Intan Nur Sabil 70
13 Khoirul Fuad 60
14 Moh. Rinaldi 70
15 M. Rendi 60
16 M. Alado Arjun 70
17 M. Ilham Wahyu 65
18 Muhammad Rafi Abiyu 70
19 Muhammad Rafi Nur 50
20 Muhammad Risky 65
21 M. Yusuf 70

Volume 2, Nomor 1, Juni 2016 | 63


Sanawiyah

22 Nabila Faisaya 60
23 Niken Berliantika 70
24 Rafif Azka 60
25 Rafli Ghazali 70
26 Safira Silaturrahma 65
27 Saifullah Mahdi 55
28 Salsabila Rinda Silvia 65
29 Yasmin Fadilah 60
30 Zian Zandika Arifin 40
Interpretasi
Hasil pada siklus pertama diperoleh hasil rata-rata kelas 79,1. Artinya,
tingkat keberhasilan siswa sudah mencapai ketuntasan belajar rata-rata yaitu 79,1 %
artinya penerapan metode pembelajaran Talking Stick dapat meningkatkan hasil
belajar PKn Tema Budi Pekerti siswa kelas I SDN 3 Tambak Kecamatan Tambak
Kabupaten Gresik Tahun Pelajaran 2014-2015.
Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode pembelajaran
Talking Stick dapat meningkatkan hasil belajar PKn Tema Budi Pekerti siswa kelas I
SDN 3 Tambak Kecamatan Tambak Kabupaten Gresik tahun pelajaran 2014-2015.
Tabel 5: Profil Hasil Penelitian
I 63%
Siklus
II 79,1%
Diagram Ketuntasan Belajar

80 -
70 -
60 -
50 -
40 -
30 -
20 -
10 -
0 -
Siklus 1 Siklus 2

64 | CENDEKIA : Jurnal Studi Keislaman


Metode Pembelajaran Talking Stick

Kesimpulan dan Saran


Berdasarkan hasil analisa diperoleh sebuah gambaran bahwa penerapan
metode pembelajaran Talking Stick dapat meningkatkan hasil belajar PKn Tema
Budi Pekerti siswa kelas I SDN 3 Tambak Kecamatan Tambak Kabupaten Gresik
tahun pelajaran 2014-2015 dengan tingkat ketuntasan mencapai 79,1 %.
Setiap teknik tidak lepas dari kelemahan, begitu juga metode pembelajaran
Talking Stick ini memiliki kelemahan pula, yang perlu dipahami, agar bila guru
menggunakan metode pembelajaran Talking Stick telah disertai usaha mengatasi
kelemahan-kelemahan itu pula. Kemungkinan mengatasi kelemahan itu bisa
dirumuskan demikian; pertama selama guru melakukan metode pembelajaran
Talking Stick, guru perlu mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Sikap itu perlu
diambil untuk meneliti apakah siswa telah menguasai pengertian dari persoalan
pokok persoalan yang telah diuraikan oleh guru, juga dapat dipakai untuk meneliti
apakah perhatian siswa masih ada pada ruang pembelajarannya. Atau juga dengan
pertanyaan guru itu dapat membangkitkan perhatian siswa kembali pada pelajaran
itu.

Daftar Pustaka

Cece Wijaya, Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT.
Remaja Rosda Karya, 1994)
Dimyati, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000)
Ibrahim Muslimin, dkk., Pembelajaran Koperatif, (Surabaya: Universitas Press
Unesa, 2000)
Iskandar et, al., Belajar dan Pembelajaran I, (Surabaya: Universitas Press IKIP
Surabaya, 1977)
Made Pidarta, Peranan Kepala Sekolah pada Pendidikan, (Jakarta: PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia, 1995)
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung, Remaja Rosda Karya, 1996)
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Rosda,
2002)
Nurkholis, Manajemen Berbasis Sekolah, (Jakarta: Grasindo, 2003)
Purwadmadi, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah; Konsep Dasar; Buku 1,
(Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2002)
R. Ibrahim dan Nana Syaodih, Perencanaan Pengajaran, Cet. I, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1997)
Slamet PH, Manajemen Berbasis Sekolah, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan
No. 027 November 2000, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2000)

Volume 2, Nomor 1, Juni 2016 | 65

Anda mungkin juga menyukai