KAJIAN PUSTAKA
berhubungan dengan risiko infeksi yang tinggi akibat kontaminasi luka yang
terjadi pada saat trauma. Oleh karena itu, selain penyembuhan dari fraktur dan
Kurang lebih 30% dari pasien dengan fraktur terbuka disertai dengan
harus diketahui dan ditangani sebelum penanganan operatif dari fraktur dimulai
(Solomon, 2001).
konfigurasi dari fraktur itu sendiri, dan derajat kontaminasi luka. Sehingga insiden
lingkungan luar berukuran kurang dari 1 cm. Pada umumnya berupa luka tusuk
8
9
yang relatif bersih akibat tusukan fragmen tulang yang tajam melalui kulit.
Kerusakan jaringan lunak pada tipe I ini ringan dan tidak ditemukan tanda-tanda
Pada fraktur terbuka tipe II, luka berukuran lebih dari 1 cm tanpa disertai
dengan kerusakan jaringan lunak yang luas, flap, maupun avulsi. Pada tipe ini
Fraktur terbuka tipe III ditandai dengan kerusakan jaringan lunak yang luas,
meliputi otot, kulit, dan struktur neurovaskuler. Konfigurasi fraktur pada tipe ini
disertai dengan derajat kominusi yang berat. Fraktur terbuka pada tipe ini dapat
dibagi menjadi tiga subtipe. Pada tipe IIIA, walaupun disertai dengan laserasi
yang luas, pembentukan flap dan derajat kominusi fraktur yang berat, namun
jaringan lunak masih dapat menutupi daerah faktur secara adekuat. Pada subtipe
ini termasuk fraktur kominutif atau segmental akibat high energy trauma tanpa
menghiraukan ukuran dari luka. Fraktur terbuka tipe IIIB berhubungan dengan
cedera yang luas atau kehilangan jaringan lunak, disertai dengan periosteal
stripping dan bone expose, kontaminasi yang masif, dan derajat kominusi yang
berat. Setelah dilakukan debridement dan irigasi, segmen tulang masih terekspos
dan membutuhkan flap untuk menutupinya. Pada tipe IIIC meliputi semua fraktur
terbuka yang disertai dengan cedera vaskular yang harus diperbaiki, tanpa
lingkungan luar melalui luka, hal ini menyebabkan risiko untuk terjadi infeksi
menjadi sangat tinggi. Dengan demikian penanganan fraktur terbuka tidak hanya
juga bertujuan untuk mencegah infeksi (Salter, 1999). Fraktur terbuka termasuk
kasus gawat darurat oleh karena itu beberapa prinsip dalam penanganannya harus
maupun material lainnya harus diirigasi dengan larutan saline dalam jumlah
besar. Material yang masih menempel setelah irigasi harus diambil hingga
untuk tumbuhnya kuman. Oleh karena itu, jaringan yang sudah mati seperti
kulit, lemak subkutan, fasia, otot, dan fragmen tulang yang kecil harus dieksisi
kuman pada tahap ini. Beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam tahap
a. Eksisi tepi luka. Tapi luka dieksisi hingga tepi kulit yang sehat.
lanjut.
d. Pembuangan jaringan mati. Jaringan otot yang sudah mati harus dapat
e. Saraf dan tendon. Secara umum otot dan tendon yang terpotong
bersih dan tenaga yang ahli tersedia, maka saraf dan tendon tersebut
3) Penanganan fraktur. Pada fraktur terbuka tipe I dengan luka yang kecil, fraktur
dibiarkan terbuka. Namun bila luka yang terjadi cukup besar, biasanya
dibutuhkan traksi skeletal atau reduksi terbuka dengan fiksasi skeletal. Secara
umum, fiksasi internal dapat digunakan bila tidak menyebabkan trauma lebih
sebelum, selama, dan setelah penanganan luka. Untuk fraktur terbuka tipe 1
Sedangkan pada fraktur terbuka tipe 3 dengan derajat kontaminasi yang lebih
sepenuhnya luka akan bebas dari infeksi. Antibiotik sistemik sulit mencapai
jaringan luka yang telah kehilangan suplai darahnya, oleh karena itu telah
Salah satu komplikasi yang berbahaya pada fraktur terbuka adalah infeksi.
Oleh karena itu, pencegahan infeksi merupakan salah satu tujuan utama dalam
penanganan fraktur terbuka. Salah satu cara yang digunakan dalam pencegahan
topikal.
Streptococcal, and kelompok Gram negatif secara fisiologis dapat ditemukan pada
2.2.1 Patogenesis
Bakteri yang tidak berkoloni atau berada dalam kelompok kecil, bersifat
aktif secara metabolik dan rentan terhadap sistim imunitas inangnya maupun
antibiotik yang sesuai. Kolonisasi bakteri baru akan terjadi bila bakteri tersebut
kompleks dan teratur sehingga dapat bertahan terhadap sistim imunitas inangnya
Tulang yang rusak dapat berfungsi sebagai substrat yang baik untuk
kolonisasi bakteri. Struktur tulang relatif aseluler dengan matriks organik yang
14
terdiri dari prolin, hidroksiprolin, glisin, dan alanin. Matriks organik tersebut
dapat berfungsi sebagai ligand dalam proses adhesi dari bakteri terhadap
permukaan tulang.
reaktif pada lingkungan biologis. Pada tahap awal kolonisasi, bakteri masih dapat
dibunuh oleh inangnya. Namun terdapat beberapa kondisi dimana bakteri dapat
bertahan yaitu, jumlah inokulum melebihi batasan sistim imunitas inang, rusaknya
maupun nekrosis, adanya benda asing, dan adanya permukaan yang aselular
akibat adanya gaya Van Der Waals. Keadaan ini memungkinkan bakteri untuk
akan terbentuk pada permukaan yang non reaktif atau non viabel. Antibiotik harus
dapat menembus lapisan ini sebelum mencapai bakteri. Lapisan biofilm dapat
nekrotik, implan, dan debris lainnya merupakan media yang baik bagi bakteri
untuk membentuk koloni dan lapisan biofilm. Lapisan biofilm ini dibentuk oleh
memperkuat agregasi antar bakteri. Karena implan dan material yang digunakan
antibiotik.
mengeluarkan sisa jaringan dan bakteri. Pada akhirnya akan terbentuk sebuah
klinis yang berbahaya dari infeksi umumnya disebabkan oleh karena masuknya
bakteri ke dalam aliran darah, pelepasan toksin, dan pelepasan enzim oksidatif
oleh sel inang. Meskipun bakteri tersebut cenderung rentan terhadap sistim
pertahan tubuh dan antibiotik, namun jumlah bakteri dan masuknya bakteri secara
kontinyu ke dalam aliran darah, atau adanya penurunan sistim pertahanan tubuh,
dapat terjadi, menyebar dan bertahan dalam lingkungan ini (Moholkar, 2006).
16
oleh bakteria, tetapi hanya sebagian kecil yang menimbulkan infeksi. Risiko
Pada fraktur terbuka tipe 3B, dengan kerusakan jaringan lunak yang luas, infeksi
dapat terjadi hingga 40% kasus. Selain itu, infeksi juga dapat disebabkan oleh
tawar, dan Vibrio dan Erysipelothrix pada cedera di air laut (Olson, 2006).
didapatkan 78,7 % dari seluruh kasus fraktur terbuka terkontaminasi oleh bakteri.
Tingkat infeksi ini berkorelasi langsung dengan jenis fraktur menurut Gustillo,
24,5 % pada fraktur terbuka tipe I dan 86,8 % pada fraktur terbuka tipe 3C
Proteus (1,6%) (Seekamp, 2000). Dalam penelitian lain dengan 60 sampel kasus
fraktur terbuka didapatkan kultur hapusan luka awal positif pada 41 kasus.
(Ojo, 2010).
17
2.3 Antibiotik
maupun mencegah dan mengobati komplikasi infeksi dari modalitas terapi lainnya
Penggunaan obat seperti ini dikenal sebagai terapi empiris dan didasarkan atas
pengalaman klinis. Biasanya, gejala dan tanda dari infeksi telah berkurang pada
saat hasil tes mikrobiologi selesai dan diagnosis mikrobiologis yang spesifik dapat
diganti dengan terapi definitif dengan spektrum antibiotik yang lebih sempit
membunuh mikroorganisme
berbagai gula amino terikat oleh ikatan glikosidik. Bersifat larut dalam air, stabil
dalam bentuk larutan, dan lebih aktif dalam pH basa daripada asam (Chambers,
2009a).
mendetail. Obat ini akan mengalami difusi pasif melalui porin, kemudian
mengalami transport aktif untuk masuk ke dalam sitoplasma melalui proses yang
tergantung pada oksigen. Proses ini mendapatkan energi dari gradien elektrokimia
yang rendah dan kondisi anaerob akan menurunkan transport dengan menurunkan
gradien. Proses transport dapat diperkuat dengan antibiotik yang aktif terhadap
19
dinding sel seperti penisilin atau vancomisin. Didalam sel, aminoglikosida akan
berikatan dengan ribosom subunit 30S tertentu. Sintesis protein dihambat dengan
yang salah pada rantai peptida yang telah terbentuk dan menghasilkan protein
yang nonfungsional bahkan bersifat toksik, dan (3) pemecahan polisom menjadi
Neomisin bersifat aktif terhadap bakteri gram positif dan bakteri gram
bersifat resisten terhadap neomisin. Saat ini penggunaan neomisin hanya dibatasi
pada penggunaan topical dan oral saja karena neomisin terlalu toksik bila
atau diinjeksikan ke dalam ruang sendi, ruang pleura, maupun abses di mana
terdapat proses infeksi. Jumlah total obat yang diberikan dengan cara seperti
tersebut diatas dibatasi hingga 15 mg/kgBB/hari karena pada dosis yang lebih
tinggi, sejumlah obat yang diserap cukup banyak untuk menimbulkan efek toksis
dan gramisidin, yang bercirikan struktur polipeptida siklis dengan gugusan amino
20
bebas. Berlainan dengan antibiotika lainnya yang diperoleh dari jamur, obat-obat
ini dihasilkan oleh sejenis bakteri. Basitrasin merupakan campuran peptida siklik
yang dihasilkan oleh Bacillus subtilis strain Tracy pada tahun 1943. Antibiotika
pembawa lipid yang memindahkan subunit peptidoglikan pada dinding sel yang
tetrasiklin. Penggunaan antibiotika ini sangat toksis bagi ginjal. Oleh karena hal
ditinggalkan dengan adanya antibiotika lain yang lebih aman, seperti gentamisin
dan sefalosporin. Resorpsinya dari usus praktis nihil, maka kini terutama
digunakan secara topikal pada infeksi kulit, mata dan telinga, sering kali bersama
mengurangi flora bakteri pada permukaan lesi kulit, luka maupun pada membran
mukosa. Larutan basitrasin dalam saline dengan konsentrasi 100 200 unit/mL
dapat digunakan untuk irigasi luka, sendi, dan kavum pleura (Chambers, 2009b).
21
Tidak semua jenis antibiotik dapat digunakan sebagai larutan untuk irigasi
beberapa aspek fisiologis, dan antibiotik ini hanya bekerja pada sel yang sedang
aktif membelah diri. Antibiotik lainnya bekerja dengan cara langsung merusak
ditambahkan pada larutan untuk irigasi, namun saat ni antibiotik topikal yang
sering ditambahkan pada larutan untuk irigasi adalah basitrasin, polimiksin, dan
Efektifitas antibiotik topikal pertama kali diteliti secara in vitro pada media
agar. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa kombinasi basitrasin dan neomisin
dapat membunuh koloni bakteri pada media agar darah (Benjamin, 1984). Pada
1989). Namun pada penelitian yang dilakukan pada tikus dengan luka yang telah
(Conroy, 1999).
Setidaknya ada tiga tiga hal yang perlu diperhatikan dalam hal penggunaan
larutan antibiotik untuk irigasi luka. Yang pertama adalah keselamatan pasien.
22
larutan basitrasin. Yang berikutnya adalah masalah biaya yang tinggi memberikan
irigasi dengan larutan basitrasin dalam jumlah yang cukup. Dan yang terakhir
2.4 Antiseptik
kehidupan sehari-hari. Berbagai jenis zat kimia telah digunakan selama beberapa
ratus tahun sebagai antiseptik maupun desinfektan antara lain alkohol, fenol,
iodin, dan klorin. Antiseptik adalah zat aktif yang dapat menghancurkan atau
mati (McDonnel, 1999). Dari berbagai jenis macam antiseptik yang ada,
virusidal, dan sporisidal. Larutan iodin dalam air maupun alkohol telah digunakan
sejak kurang lebih 150 tahun yang lalu, dimana larutan tersebut mempunyai sifat
iritatif dan pewarnaan yang berlebihan. Selain itu, larutan iodin dalam air juga
iodophor yang merupakan suatu agen pengikat iodin. Iodophor merupakan suatu
kompleksiodin dan agen pelarut yang berperan sebagai reservior iodin bebas yang
23
namun efek fungisidal dan sporisidalnya lebih rendah bila dibandingkan dengan
iodin yang larut dalam air maupun dalam alkohol (McDonnel, 1999).
yang rendah, namun mekanisme yang pasti mengenai cara kerjanya masih belum
namun virus nonlipid dan parvovirus kurang sensitif dibandingkan virus yang
menyerang protein pada permukaan virus dan merusak membran asam lemak
dengan bereaksi terhadap ikatan karbon yang tidak jenuh. (McDonnel, 1999)
Beberapa jenis penelitian telah dilakukan baik pada binatang maupun pada
Anglen, 2001; Crowley, 2007; Owens, 2009). Salah satu antiseptik yang sering
bakteri dengan spektrum yang luas, jamur, dan virus, oleh karenanya antiseptik
Namun sifat dari antiseptik itu sendiri yang toksik terhadap leukosit,
sodium hipoklorida dan hidrogen peroksida dengan konsentrasi yang tinggi dapat
efek negatif terhadap aliran darah mikrovaskuler dan integritas endotel (Brennan,
1985).
menunjukkan hasil yang bervariasi. Oleh karena itu bila dihubungan sifat
(Anglen, 2001).