Anda di halaman 1dari 27

KETUBAN PECAH DINI

Definisi

Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya
melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum
waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu.
KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya
melahirkan.

Kejadian KPD berkisar 5-10% dari semua kelahiran, dan KPD preterm terjadi 1% dari
semua kehamilan. 70% kasus KPD terjadi pada kehamilan cukup bulan. KPD
merupakan penyebab kelahiran prematur sebanyak 30%.

Gambar 1. Ketuban Pecah

Penyebab

Pada sebagian besar kasus, penyebabnya belum ditemukan. Faktor yang disebutkan
memiliki kaitan dengan KPD yaitu riwayat kelahiran prematur, merokok, dan
perdarahan selama kehamilan. Beberapa faktor risiko dari KPD :

1. Inkompetensi serviks (leher rahim)


2. Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)
3. Riwayat KPD sebelumya
4. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
5. Kehamilan kembar
6. Trauma
7. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23
minggu
8. Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis

Gambar 2. Inkompetensi leher Rahim

Tanda dan Gejala

Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina.
Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan
tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah.
Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran.
Tetapi bila Anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah
biasanya mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara.

Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah
cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan secara langsung cairan yang merembes tersebut dapat dilakukan dengan
kertas nitrazine, kertas ini mengukur pH (asam-basa). pH normal dari vagina adalah
4-4,7 sedangkan pH cairan ketuban adalah 7,1-7,3. Tes tersebut dapat memiliki hasil
positif yang salah apabila terdapat keterlibatan trikomonas, darah, semen, lendir leher
rahim, dan air seni. Pemeriksaan melalui ultrasonografi (USG) dapat digunakan untuk
mengkonfirmasi jumlah air ketuban yang terdapat di dalam rahim.

Komplikasi KPD

Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah
sindrom distress pernapasan, yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir. Risiko infeksi
meningkat pada kejadian KPD. Semua ibu hamil dengan KPD prematur sebaiknya
dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya korioamnionitis (radang pada korion dan
amnion). Selain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali pusar dapat terjadi pada KPD.

Risiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada KPD preterm. Hipoplasia paru
merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada KPD preterm. Kejadiannya mencapai
hampir 100% apabila KPD preterm ini terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23
minggu.

Gambar 3. Keluarnya Tali Pusar

Penanganan Ketuban Pecah di Rumah

1. Apabila terdapat rembesan atau aliran cairan dari vagina, segera hubungi
dokter atau petugas kesehatan dan bersiaplah untuk ke Rumah Sakit
2. Gunakan pembalut wanita (jangan tampon) untuk penyerapan air yang
keluar
3. Daerah vagina sebaiknya sebersih mungkin untuk mencegah infeksi,
jangan berhubungan seksual atau mandi berendam
4. Selalu membersihkan dari arah depan ke belakang untuk menghindari
infeksi dari dubur
5. Jangan coba melakukan pemeriksaan dalam sendiri

Terapi
Apabila terjadi pecah ketuban, maka segeralah pergi ke rumah sakit. Dokter
kandungan akan mendiskusikan rencana terapi yang akan dilakukan, dan hal tersebut
tergantung dari berapa usia kehamilan dan tanda-tanda infeksi yang terjadi. Risiko
kelahiran bayi prematur adalah risiko terbesar kedua setelah infeksi akibat ketuban
pecah dini. Pemeriksaan mengenai kematangan dari paru janin sebaiknya dilakukan
terutama pada usia kehamilan 32-34 minggu. Hasil akhir dari kemampuan janin untuk
hidup sangat menentukan langkah yang akan diambil.

Kontraksi akan terjadi dalam waktu 24 jam setelah ketuban pecah apabila kehamilan
sudah memasuki fase akhir. Semakin dini ketuban pecah terjadi maka semakin lama
jarak antara ketuban pecah dengan kontraksi. Jika tanggal persalinan sebenarnya
belum tiba, dokter biasanya akan menginduksi persalinan dengan pemberian oksitosin
(perangsang kontraksi) dalam 6 hingga 24 jam setelah pecahnya ketuban. Tetapi jika
memang sudah masuk tanggal persalinan dokter tak akan menunggu selama itu untuk
memberi induksi pada ibu, karena menunda induksi bisa meningkatkan resiko infeksi.

Apabila paru bayi belum matang dan tidak terdapat infeksi setelah kejadian KPD,
maka istirahat dan penundaan kelahiran (bila belum waktunya melahirkan)
menggunakan magnesium sulfat dan obat tokolitik. Apabila paru janin sudah matang
atau terdapat infeksi setelah kejadian KPD, maka induksi untuk melahirkan mungkin
diperlukan.

Penggunaan steroid untuk pematangan paru janin masih merupakan kontroversi dalam
KPD. Penelitan terbaru menemukan keuntungan serta tidak adanya risiko peningkatan
terjadinya infeksi pada ibu dan janin. Steroid berguna untuk mematangkan paru janin,
mengurangi risiko sindrom distress pernapasan pada janin, serta perdarahan pada
otak.

Penggunaan antibiotik pada kasus KPD memiliki 2 alasan. Yang pertama adalah
penggunaan antibiotik untuk mencegah infeksi setelah kejadian KPD preterm. Dan
yang kedua adalah berdasarkan hipotesis bahwa KPD dapat disebabkan oleh infeksi
dan sebaliknya KPD preterm dapat menyebabkan infeksi. Keuntungan didapatkan
pada wanita hamil dengan KPD yang mendapatkan antibiotik yaitu, proses kelahiran
diperlambat hingga 7 hari, berkurangnya kejadian korioamnionitis serta sepsis
neonatal (infeksi pada bayi baru lahir).

Pencegahan

Beberapa pencegahan dapat dilakukan namun belum ada yang terbukti cukup efektif.
Mengurangi aktivitas atau istirahat pada akhir triwulan kedua atau awal triwulan
ketiga dianjurkan.
MAKALAH KETUBAN PECAH DINI

A. Pengertian
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda mulai persalinan
dan ditunggu satu jam sebelum terjadi inpartu. Ketuban pecah dini merupakan
pecahnya selaput janin sebelum proses persalinan dimulai.
1. KPD saat preterm (KPDP) adalah KPD pada usia <37 minggu
2. KPD memanjang merupakan KPD selama >24 jam yang berhubungan dengan
peningkatan risiko infeksi intra-amnion
Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung.
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membrane atau
meningkatnya tekanan intra uterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya
kekuatan mambran disebabkan adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina serviks.
(Sarwono Prawiroharjo, 2002)
Ketuban pecah dini atau sponkaneous/ early/ premature rupture of the membrane
(PROM) adalah pecahnya ketuban sebsalum partu : yaitu bila pembukaan pada
primigravida dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. (Rustam Mochtar 1998)

B. Etiologi
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau
meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya
kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan
serviks. Selain itu ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi obstetri.
Penyebab lainnya adalah sebagai berikut :
1. Serviks inkompeten.
2. Ketegangan rahim berlebihan : kehamilan ganda, hidramion.
3. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang.
4. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP (sepalo
pelvic disproporsi).
5. Infeksi yang menyebabkan terjadinya biomekanik pada selaput ketuban dalam
bentuk preteolitik sel sehingga memudahkan ketuban pecah. (Amnionitis/
Korioamnionitis).
6. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik)
7. Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase laten
Makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkinan infeksi
Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan
morbiditas janin

C. Patofisiologi
Banyak teori, mulai dari defect kromosom kelainan kolagen, sampai infeksi. Pada
sebagian besar kasus ternyata berhubungan dengan infeksi (sampai 65%)
High virulensi : Bacteroides
Low virulensi : Lactobacillus
Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblast, jaringa retikuler korion
dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh system
aktifitas dan inhibisi interleukin -1 (iL-1) dan prostaglandin.
Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas iL-1 dan prostaglandin,
menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerasi kolagen pada
selaput korion/ amnion, menyebabkan ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.
D. Komplikasi ketuban pecah dini
1. Infeksi intrapartum (korioamnionitis)
2. Persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan preterm
3. Prolaps tali pusat
4. Oligohidramnion

E. Pemeriksaan Diagnostik
a). Ultrasonografi
Ultrasonografi dapat mengindentifikasikan kehamilan ganda, anormaly janin atau
melokalisasi kantong cairan amnion pada amniosintesis.
b). Amniosintesis
Cairan amnion dapat dikirim ke laboratorium untuk evaluasi kematangan paru janin.
c). Pemantauan janin
Membantu dalam mengevaluasi janin
d). Protein C-reaktif
Peningkatan protein C-reaktif serum menunjukkan peringatan korioamnionitis
F. Penatalaksanaan
Perlu dilakukan pertimbangan tentang tata laksana yang paling tinggi mencapai well
born baby dan well health mother. Masalah berat dalam menghadapi ketuban pecah
dini adalah apabila kehamilan kurang dari 26 minggu karena untuk
mempertahankannya memerlukan waktu lama. Bila berat janin sudah mencapai 2000
gram, induksi dapat dipertimbangkan. Kegagalan induksi disertai dengan infeksi yang
diikuti histerektomi.
Selain itu, dapat dilakukan pemberian kortikosteroid dengan pertimbangan. Tindakan
ini akan menambah reseptor pematangan paru, meningkatnya maturitas paru janin.
Pemberian betametason 12 minggu dilakukan dengan interval 24 jam dan 12 minggu
tambahan, maksimum dosis 24 minggu, masa kerjanya sekitar 2-3 hari. Bila janin
setelah satu minggu belum lahir, pemberian berakortison dapat diulang lagi.
Indikasi melakukan pada ketuban pecah dini adalah sebagai berikut :
1. Pertiimbangan waktu dan berat janin dalam rahim. Pertimbangan waktu apakah 6,
12, atau 24 jam. Berat janin sebaiknya lebih dari 2000 gram.
2. Terdapat tanda infeksi intra uteri. Suhu meningkat lebih dari 38c, dengan
pengukuran per rektal. Terdapat tanda infeksi melalui hasil pemeriksaan laboratorium
dan pemeriksaan kultur air ketuban.
BAB I
PENDAHULUAN

Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas amnion dan korion yang sangat erat kaitannya.
Lapisan ini terdiri atas beberapa sel seperti sel epitel, sel mesenkim dan sel trofoblast yang terikat erat dalam
metrics kolagen. Selaput ketuban berfungsi menghasilkan air ketuban dan melindungi janin terhadap
infeksi. Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses persalinan. Ketuban pecah dini adalah
keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia
kehamilan 37 minggu, disebut ketuban pecah dini pada kehamilan premature. Dalam keadaan normal 8-
10% perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini. Kejadian KPD berkisar 5-10% dari
semua kelahiran, dan KPD preterm terjadi 1% dari semua kehamilan. 70% kasus KPD terjadi pada
kehamilan cukup bulan. KPD merupakan penyebab kelahiran prematur sebanyak 30%. Pecahnya selaput
ketuban berkaitan dengan perubahan proses biokimia yang terjadi dalam kolagenmatriks eksta seluler
amnion, korion, dan apoptosis membrane janin. Membrane janin dan desidua bereaksi terhadap
stimuli, seprti infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan memproduksi mediator seperti
prostaglandin, sitokinin dan protein hormone.

BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI

Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum terjadi proses
persalinan yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukup waktu atau kurang waktu
(Cunningham, Mc. Donald, gant, 2002).
Ketuban Pecah Dini adalah rupturnya membrane ketuban sebelum persalinan
berlangsung (Manuaba, 2002)
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya
melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum
waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu.
KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya
melahirkan.

c. Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan makrosomia
menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi dan menyebabkan
tekanan pa da intra uterin bertambah sehingga menekan selaput ketuban, manyebabkan
selaput ketuban menjadi teregang,tipis, dan kekuatan membrane menjadi berkurang,
menimbulkan selaput ketuban mudah pecah. (Winkjosastro, 2006)

d. Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >2000mL. Uterus dapat
mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion kronis adalah
peningaktan jumlah cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur. Hidramnion akut,
volume tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam
waktu beberapa hari saja
3. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang.
4. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP (sepalo pelvic disproporsi).
5. Korioamnionitis Adalah infeksi selaput ketuban. Biasanya disebabkan oleh penyebaran organism
vagina ke atas. Dua factor predisposisi terpenting adalah pecahnya selaput ketuban > 24 jam dan persalinan
lama.
6. Penyakit Infeksi Adalah penyakit yang disebabkan oleh sejumlah mikroorganisme
yangmeyebabkan infeksi selaput ketuban. Infeksi yang terjadi menyebabkanterjadinya proses
biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban
pecah.
7. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik)
8. Riwayat KPD sebelumya
9. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
10. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu

C. TANDA DAN GEJALA

Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air ketuban berbau
amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri
pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai
kelahiran. Tetapi bila Anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah
biasanya mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara. Demam, bercak
vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi
yang terjadi.

DIAGNOSIS

Pastikan selaput ketuban pecah.


Tanyakan waktu terjadi pecah ketuban.
Cairan ketuban yang khas jika keluar cairan ketuban sedikit-sedikit, tampung cairan yang
keluar dan nilai 1 jam kemudian.
Jika tidak ada dapat dicoba dengan menggerakan sedikit bagian terbawah janin atau meminta
pasien batuk atau mengedan.
Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan dengan tes lakmus (nitrazintes), jika
lakmus merah berubah menjadi biru menunjukan adanya cairan ketuban (alkalis). pH
normal dari vagina adalah 4-4,7 sedangkan pH cairan ketuban adalah 7,1-7,3. Tes
tersebut dapat memiliki hasil positif yang salah apabila terdapat keterlibatan
trikomonas, darah, semen, lendir leher rahim, dan air seni.
Tes Pakis, dengan meneteskan cairan ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering.
Pemeriksaan mikroskopik menunjukan kristal cairan amniom dan gambaran daun
pakis.
Tentukan usia kehamilan, bila perlu dengan pemeriksaan USG.
Tentukan ada tidaknya infeksi.
Tanda-tanda infeksi adalah bila suhu ibu lebih dari 38OC serta cairan ketuban keruh
dan berbau.
Leukosit darah lebih dari 15.000/mm3.
Janin yang mengalami takikardi, mungkin mengalami infeksi intrauterin.

Pemeriksaan Diagnostik
a. Ultrasonografi
Ultrasonografi dapat mengindentifikasikan kehamilan ganda, anormaly janin atau
melokalisasi kantong cairan amnion pada amniosintesis.
b. Amniosintesis
Cairan amnion dapat dikirim ke laboratorium untuk evaluasi kematangan paru janin.
c. Pemantauan janin
Membantu dalam mengevaluasi janin
d. Protein C-reaktif
Peningkatan protein C-reaktif serum menunjukkan peringatan korioamnionitis

D. PATOFISIOLOGI

Banyak teori, mulai dari defect kromosom, kelainan kolagen, sampai infeksi. Pada
sebagian besar kasus ternyata berhubungan dengan infeksi (sampai 65%).
High virulensi : Bacteroides
Low virulensi : Lactobacillus
Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblast, jaringa retikuler korion
dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh system
aktifitas dan inhibisi interleukin -1 (iL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan
inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas iL-1 dan prostaglandin, menghasilkan
kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerasi kolagen pada selaput korion/
amnion, menyebabkan ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.

E. PENGARUH KPD

1. Terhadap Janin
Walaupun ibu belum menunjukan gejala-gejala infeksi tetapi janin mungkin sudah
terkena infeksi, karena infeksi intrauterin lebih dahulu terjadi (amnionitis,vaskulitis)
sebelum gejala pada ibu dirasakan. Jadi akan meninggikan morrtalitas danmorbiditas
perinatal.

2. Terhadap Ibu
Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal, apalagi bila terlalu
sering diperiksa dalam. Selain itu juga dapat dijumpai infeksi puerpuralis atau nifas,
peritonitis danseptikemia, serta dry-labor. Ibu akan merasa lelah karena terbaring di
tempat tidur, partus akan menjadi lama, maka suhu badan naik, nadi cepat dan
nampaklah gejala-gejala infeksi lainnya

Penatalaksanaan lanjutan
1. Kaji suhu dan denyut nadi setiap 2 jam. Kenaikan suhu sering kali didahului kondisi ibu yang
menggigil.
2.Lakukan pemantauan DJJ. Pemeriksaan DJJ setiap jam sebelum persalinan adalah tindakan
yang adekuat sepanjang DJJ dalam batas normal. Pemantauan DJJ ketat dengan alat pemantau
janin elektronik secara kontinu dilakukan selama induksi oksitosin untuk melihat
tanda gawat janin akibat kompresi tali pusat atau induksi. Takikardia dapat
mengindikasikan infeksi uteri.

3. Hindari pemeriksaan dalam yang tidak perlu.

4. Ketika melakukan pemeriksaan dalam yang benar-benar diperlukan, perhatikan juga hal-hal
berikut:
a. Apakah dinding vagina teraba lebih hangat dari biasa
b. Bau rabas atau cairan di sarung tanagn anda
c. Warna rabas atau cairan di sarung tangan

5. Beri perhatian lebih seksama terhadap hidrasi agar dapat diperoleh gambaran jelas dari setiap
infeksi yang timbul. Seringkali terjadi peningkatan suhu tubuh akibat dehidrasi.

BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Pemeriksaan dalam dengan jari meningkatkan resiko infeksi dan tidak perlu dilakukan pada wanita dengan
pecah ketuban dini, karena ia akan diurussesuai kebutuhan persalinan sampai persalinan terjadi atau timbul
tanda dangejala korioamninitis. Jika timbul tanda dan gejala korioamnionitis, diindikasikan untuk segera
berkonsultasi dengan dokter yang menangani wanita guna menginduksi persalinan dan kelahiran. Pilihan
metode persalinan (melalui vagina atau SC) bergantung pada usia gestasi, presentasi dan berat
korioamnionitis.

2. Saran

Ketuban Pecah Dini dapat menimbulkan kecemasan pada wanita dan keluarganya. Bidan harus membantu
wanita mengeksplorasi rasa takut yang menyertai perkiraan kelahiranjanin premature serta risiko
tambahan korioamnionitis. Rencana penatalaksanaan yang melibatkan kemungkinan
periode tirah baring dan hospitalisasi yang memanjang harus didiskusikan dengan wanita dan keluarganya.
Pemahaman dan kerja sama keluarga merupakan hal yang penting untuk kelanjutan kehamilan.

DAFTAR PUSTAKA

Chandranita Manuaba, Ida Ayu, dkk. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri . Jakarta. EGC
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. . Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT.Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: YBP-SP
Varney, Hellen,dkk. 2008. Buku Ajar Asuha Kebidanan, Volume 2. . Jakarta: EGC
DISTOSIA

DISTOSIA
2.1.1. Definisi
Distosia adalah suatu persalinan yang sulit, ditandai dengan
kemajuan persalinan yang lambat. Untuk menentukan adanya
distosia dapat menggunakan batasan waktu ataupun kelajuan
proses. Distosia dapat terjadi pada kala I ataupun kala II persalinan.
Distosia pada kala I aktif persalinan dapat dikelompokkan menjadi
proses persalinan yang lambat (protraction disorder) ataupun tidak
adanya kemajuan persalinan sama sekali (arrest disorder).

American college of Obstetricians dan Gynecologist (ACOG) memiliki


definisi sendiri mengenai gangguan kemajuan persalinan yang
diadaptasi dari definisi awal pada tahun 1983. Distosia pada kala II
persalinan ditandai dengan:
1. Pada nulipara tanpa anestesi regional kala II lebih dari 2 jam
2. Pada nulipara dengan anestesi regional kala II lebih dari 3 jam
3. Pada multipara tanpa anestesi regional kala II lebih dari 1 jam
4. Pada multipara dengan anestesi regional kala II lebih dari 2 jam

Proses persalinan yang macet (distosia) dapat terjadi akibat adanya


gangguan pada salah satu atau kombinasi dari empat komponen di
bawah ini:
1. Gangguan pada daya pendorong, termasuk di dalamnya adalah
gangguan kontraksi uterus dan gangguan meneran
2. Gangguan presentasi, posisi, dan perkembangan janin
3. Gangguan pada tulang pelvis ibu
4. Gangguan pada jaringan lunak traktus reproduksi yang dapat
menghalangi penurunan janin

Secara lebih sederhana penyebab distosia dapat dikategorikan


menjadi tiga P:
1. Gangguan pada powers (kontraksi uterus dan usaha meneran ibu)
2. Gangguan pada passenger (posisi janin, presentasi janin, dan
ukuran janin)
3. Gangguan pada passage rongga pelvis dan jaringan lunak
pada jalan lahir

2.2. DISTOSIA KARENA GANGGUAN PADA DAYA PENDORONG


2.2.1. Fisiologi kontraksi uterus
Reynolds dkk (1948) menggarisbawahi bahwa kontraksi uterus saat
persalinan normal ditandai dengan adanya gradient dari kontraksi
uterus, dimana gradient terlama dan terkuat adalah pada fundus
(dominasi fundus) dan menjadi berkurang kearah serviks. Caldeyro-
Barcia dkk (1950) dari Montevideo, Uruguay, memasukkan balon
kecil ke miometrium pada beberapa level. Mereka menyatakan
selain adanya gradient aktivitas, didapatkan pula perbedaan onset
dari kontraksi uterus di fundus, midzone dan uterus bagian bawah.
Larks (1960) mendeskripsikan bahwa stimulus kontraksi berasal
kornu dan beberapa milisekon kemudian sudah mencapai tempat
lainnya, sehingga eksitasi akan bergabung menjadi satu di fundus
dan akan berjalan bersamaan ke bawah uterus.

2.2.2. Gangguan kontraksi uterus


Disfungsi uterus dapat dibedakan menjadi dua:
1. Disfungsi uterus hipotonik, yakni bagian basal uterus tidak
hipertonus dan kontraksi uterus simetris tetapi kekuatan selama
kontraksi tidak cukup untuk membuat serviks berdilatasi
2. Disfungsi uterus hipertonik atau disfungsi inkoordinasi, yakni
kekuatan kontraksi bagian basal berlebihan atau kekuatan dari
fundus tidak tersalurkan dengan baik ke seluruh bagian uterus

Montevideo dkk juga menemukan fakta bahwa tekanan kontraksi


minimal untuk mendilatasikan serviks adalah 15 mmHg. Hal ini
sejalan dengan hasil yang ditemukan Hendricks dkk yang
melaporkan bahwa kuat kontraksi spontan yang normal biasanya 60
mmHg keatas. Dari observasi ini dapat disimpulkan ada 2 tipe dari
disfungsi uterus yakni hypotonus uterine dysfunction dan
hyperteonic uterus dysfunction. Pada hypotonus uterine dysfunction
tidak ada hipertonus dan kontraksi uterus masih dalam pola normal,
dan kontraksi tersebut tidak cukup untuk mendilatasikan serviks.
Pada hypertonic uterine dysfunction, terjadi peningkatan tonus
basal atau gangguan gradient tekanan. Gangguan gradient tekanan
dapat terjadi karena adaya kontraksi segmen uterus pada bagian
selain fundus, dan kontraksinya lebih kuat dari bagian fundus atau
juga dapat terjadi asinkroni dari impuls yang berasal dari kornu.

Gangguan kontraksi uterus dapat terjadi pada fase aktif (kala 1)


ataupun pada kala 2

2.2.3. Klasifikasi gangguan uterus


A. Inersia uterus hipotonik (Hypotonic Uterine Inertia)
Definisi
Kontraksi uterus kurang dari normal, lemah dan dalam durasi yang
pendek

Etiologi
Hingga saat ini masih belum diketahui, akan tetapi terdapat
beberapa factor yang dapat mempengaruhi
a. Faktor umum
1. Primigravida terutama pada usia tua
2. Anemia dan asthenia
3. Perasaan tegang dan emosional
4. Pengaruh hormonal karena kekurangan prostaglandin atau
oksitosin
5. Ketidaktepatan penggunaan analgetik
b. Faktor lokal
1. Overdistensi uterus
2. Perkembangan anomali uterus misal hipoplasia
3. Mioma uterus
4. Malpresentasi, malposisi, dan disproporsi cephalopelvik
5. Kandung kemih dan rektum penuh

Tipe
1. Inersia Primer : Kontraksi uterus lemah sejak awal
2. Inersia Sekunder : Inersia berkembang setelah terdapat kontraksi
uterus yang sebelumnya baik

Gambaran klinis
1. Waktu persalinan memanjang
2. Kontraksi uterus kurang dari normal, lemah atau dalam jangka
waktu pendek
3. Dilatasi serviks lambat
4. Membran biasanya masih utuh
5. Lebih rentan terdapatnya placenta yang tertinggal dan
perdarahan paska persalinan karena intarsia persisten
6. Tokografi : Gelombang kontraksi kurang dari normal dengan
amplitude pendek

Penatalaksanaan
a. Pemeriksaan umum :
1. Pemeriksaan untuk menentukan disproporsi, malresentasi atau
malposisi dan tetalaksana sesuai dengan kasus
2. Penatalaksaan kala 1 yang baik
3. Pemberian antiobiotik pada proses persalinan yang memanjang
terutama pada kasus dengan membrane plasenta telah pecah
b. Amniotomi
1. Bila cervik telah berdilatasi > 3 cm
2. Bila presentasi bagian terbawah janin telah berada pada bagian
bawah uterus
3. Ruptur membrane buatan (artificial) yang dapat menyebabkan
augmentasi kontraksi uterus. Hal ini terjadi karena pelepasan
prostaglandin, dan terdapatnya reflex stimulasi kontraksi uterus
ketika bagian presentasi bayi semakin mendekati bagian bawah
uterus.
c. Oksitosin
5 unit oksitosin (syntocinon) dalam 500 cc glukosa 5% diberikan IV.
Tetesan infuse mulai dari 10 tetes/menit, dan kemudian meningkat
secara bertahap sehingga mendapatkan kontraksi uterus rata rata
3x dalam 10 menit.
d. Metode persalinan
1. Persalinan per vaginam : Dengan menggunakan forceps, vakum
atau ekstraksi. Hal ini bergantung kepada bagian presentasi bayi,
cerviks telah pembukaan lengkap.
2. Operasi cesar sesario diindikasi pada : (1) Kegagalan denga
metode tersebut, (2) Kontraindikasi terhadap infuse oksitosin, missal
pada kasus disproporsi, (3) Distres fetal sebelum terjadi dilatasi
cervical.

B. Inersia uterus hipertonus (Uncoordinated Uterine Action)


Tipe
a. Colicky uterus : Terjadi kontraksi uterus dari bagian uterus yang
berbeda dan tidak terdapat koordinasi yang baik
b. Segmen uterus bagian bawah hiperaktif : Sehingga dominasi
bagian atas uterus menjadi hilang.

Manifestasi Klinis
a. Persalinan menjadi memanjang
b. Kontaksi uterus tidak teratur dan lebih nyeri. Nyeri dirasakan
sebelum dan selama kontraksi
c. Tekanan istirahat intrauterine tinggi
d. Dilatasi cerviks lama
e. Ketuban pecah dini
f. Distress fetal dan maternal

Penatalaksaan
a. Pemeriksaan umum : Sama seperti inersia hipouteri
b. Pemberian analgesic dan antispasmodic, missal pethidine
c. Analgesia epidural memiliki keuntungan yang baik
d. Operasi cesar diindikasikan pada
1. Kegagalan metode sebelumnya
2. Disproporsi
3. Distal fetus sebelum mengalami pembukaan sepertu

2.2.4. Faktor-faktor yang berpengaruh pada disfungsi uterus


a. Analgesia epidural
b. Perlu diperhatikan bahwa analgesia epidural dapat menyebabkan
perlambatan proses persalinan (Sharma and Leveno, 2000). Seperti
yang tertera pada table berikut, analgesia dapat memperlambat
persalinan kala 1 dan kala 2

c. Korioamnionitis
Karena pada banyak kasus terdapat hubungan antara pemanjangan
waktu persalinan dengan infeksi intrapartum, beberapa klinisi
menyimpulkan bahwa infeksi dapat menyebankan aktivitas uterus
yang tidak normal. Satin dkk (1992) mempelajari efek
korioamnionitis terhadap 266 stimulasi persalinan dengan oksitosin.
Korioamnionitis yang terdeteksi terlambat pada persalinan
merupakan marker untuk operasi sexio, namun korioamnitis yang
ditemukan dini pada masa persalinan tidak diasosiasikan dengan
hal tersebut. Empat puluh persen wanita yang menderita
korioamnionitis setelah mendapatkan oksitosin untuk distosia
persalinan pada akhirnya membutuhkan sexio. Namun beberapa
ahli berpendapat bahwa infeksi uterus merupakan konsekuensi dari
persalinan yang lama, bukan penyebab distosia.

d. Posisi ibu sewaktu persalinan


Berjalan-jalan sewaktu persalinan kala 1 dapat memperpendek
waktu persalinan, menurunkan jumlah oksitosin yang dibutuhkan
nantinya, menurunkan kebutuhan analgesia, dan menurunkan
frekuensi episiotomi (Flynn dkk, 1978). Menurut Miller (1983), uterus
akan berkontraksi lebih sering dengan intensitas yang lebih kurang
dengan posisi supide dibandingkan dengan posisi miring.
Kebalikannya, akan terjadi bila posisi ibu duduk atau berdiri. Namun
Bloom dkk (1998) membuktikan bahwa ambulansi (berjalan-jalan)
tidak mempercepat maupun memperlambat persalinan pada wanita
nullipara dan wanita multipara. The American College of
Obstetricians and Gynecologist (2003) telah menyimpulkan bahwa
ambulasi tidak berbahawa dan mobilitas dapat membuat si ibu lebih
nyaman.

Pada kala 2 didapatkan banyak pendapat. Johnson dkk (1991)


menemukan bahwa penggunaan alat bantuan persalinan seperti
kursi persalinan, pada beberapa RCT tidak memiliki hasil yang dapat
disimpulkan dan cenderung subjektif. Ada juga yang melaporkan
keuntungan dari menghindari posisi litotomi, sehingga akan
didapatkan pelvic outlet yang lebih luas. Russel (1969) melaporkan
daerah pelvic outlet akan lebih luas dengan posisi jongkok
dibandingkan dengan supine. Sementara gupta dkk (1991)
melaporkan bawa tidak ada perbedaan dimensi pelvic outlet dengan
posisi supine atau jongkok. Crowley (1991) melaporkan tidak ada
keuntungan yang lebih dari penggunaan kursi persalinan, dan hal ini
malah meningkatkan kejadian perdarahan. De Jong dkk (1997)
menemukan bahwa tidak ada peningkatan frekuensi perdarahan
pada posisi duduk. Posisi berdiri/tegak juga tidak mempengaruhi
hasil obstetri pada persalinan kala 2, keuntungan yang didapatkan
pada hal ini adalah nyeri ibu yang lebih kurang dan kepuasan ibu
terhadap pengalaman persalinan. Babayer dkk (1998) melaporkan
bahwa duduk atau jongkok yang terlalu lama pada persalinan kala 2
dapat menyebabkan neuropati perineal.

e. Imersi air
Pendekatan ini ditujukan untuk mendapatkan relaksasi persalinan
sehingga akan menyebabkan persalinan yang lebih efisien dan
lancar (Odent, 1983). Schorn dkk (1993) melaporkan bahwa tekhnik
ini tidak mempengaruhi dilatasi serviks, waktu persalinan, rute
kelahiranm atau penggunaan analgesia. Robertson dkk (1998)
melaporkan bahwa tekhnik imersi air tidak diasosiasikan dengan
korioamnionitis ataupun endometriosis. Kwee dkk (2000)
melaporkan tekhnik imersi air dapat menurunkan tekanan darah ibu
dan tidak mempengaruhi tekanan darah fetus.

2.2.5. Diagnosis
Abnormalitas kontraksi uterus dibedakan berdasarkan fase menjadi:
1. Active Phase Disorder
Gangguan ini dibedakan lagi menjadi dua, yaitu protraction disorder
dan arrest disorder. Pada protraction disorder perkembangan yang
terjadi lebih lambat dari seharusnya (dilatasi serviks kurang dari 1
cm/ jam dalam pemantauan minimal 4 jam), sedangkan pada arrest
disorder , tidak ada perkembangan sama sekali. Kedua diagnosis ini
hanya dapat ditegakkan dalam keadaan wanita berada dalam fase
aktif dengan dilatasi minimal 4 cm. Delapan puluh persen wanita
dengan active phase disorder memiliki kontraksi uterus yang tidak
adekuat (kurang dari 180 montevideo unit).

2. Second Stage Disorder


Pada pembukaan lengkap, pada umumnya perempuan tidak dapat
menahan rasa ingin mendorong pada saat uterus berkonstraksi.
Otot otot abdomen akan dikontraksikan berkali kali untuk
meningkatkan tekanan intra abdomen berkali kali untuk
meningkatkan tekanan intra abdomen sepanjang kontraksi.
Kontraksi uterus dan otot abdomen mendorong janin keluar.
Analgesia atau sedasi berat dapat menurunkan reflex / rasa ingin
berkonstraksi dan juga menurunkan kemampuan perempuan untuk
melakukan konstraksi otot abdomen.

Tabel 1 Pola persalinan Abnormal, Kriteria Diagnostik, dan


Penatalaksanaan
Kriteria Diagnostik
Pola Persalinan Nullipara Multipara Penatalaksanaan
Penatalaksanaan khusus
Prolongation Disorder
(Pemanjangan Fase Laten) > 20 jam > 14 jam Tirah baring Oksitosin
atau section cesarean pada keadaan emergensi
Protraction Disorders
1. Protracted active phase dilatation < 1.2 cm / jam < 1.5 cm
Manajemen ekspentansi CPD 2. Protracted descent < 1.0 cm / jam <
2 cm / jam Manajemen ekspentansi CPD Arrest Disorders 1.
Prolonged deceleration > 3 jam > 1 jam Oksitosin tanpa CPD
Istirahat bila kelelahan
2. Secondary arrest of dilatatiom
3. Arrest if descent > 2jam > 2 jam Sectio Cesarea dngan CPD
Section Cesarea
Sumber : Cunningham F. Gary. Dystocia: abnormal labor. Wiliams
Obstetrics. Edisi 22. USA:Mc Graw-Hill.2005

2.2.6. Penatalaksanaan
Diperlukan pengawasan dalam persalinan lama oleh sebab apa pun.
Penatalaksanaan mencakup pengukuran tekanan darah tiap 4 jam,
pencatatan denyut jantung janin tiap setengah jam dalam kala I dan
lebih sering dalam kala II, pemberian infus larutan glukosa 5% dan
larutan NaCl isotonik secara intravena bergantian, pemberian
antinyeri berupa petidin 50 mg. Selain pemeriksaan di atas juga
perlu dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui apakah persalinan
sudah benar dimulai atau tidak dan apakah terdapat disproporsi
sefalopelvik atau tidak.

Penatalaksanaan terhadap hypotonic uterine contraction meliputi:


1. Pemeriksaan keadaan serviks, presentasi dan posisi janin,
turunnya kepala janin dalam panggul dan keadaan panggul
2. Memperbaiki keadaan umum ibu
3. Pengosongan kandung kencing serta rektum
4. Pemberian oksitosin, 5 satuan IU dalam laturan glukosa 5%
diberikan infus intravena dengan kecepatan 12 tetes per menit.
Pemberian infus oksitosin memerlukan pengawasan ketat. Infus
dihentikan bila kontraksi uterus berlangsung lebih dari 60 detik atau
kalau denyut jantung janin melambat atau menjadi lebih cepat.
Oksitosin jangan diberikan pada grande multipara dan pernah
mengalami seksio sesarea karena dapat menyebabkan terjadinya
ruptur uteri.

Penatalaksaan dalam hypertonic uterine contraction


Meliputi pengobatan secara simptomatis. Penatalaksanaan yang
dilakukan meliputi pengurangan tonus otot dan ketakutan penderita.

Kelainan Air Ketuban


KELAINANAIRKETUBAN

1. 1. Ketuban Pecah Dini (KPD)


A. Pengertian
Pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan mulai dan
ditunggu satu jam sebelum terjadinya inpartu
Dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. PPROM ( Preterm Premature Rupture of Membranes )
Ketuban pecah pada saat usia kehamilan < 37 minggu
2. TPROM ( Term Prematur Rupture of Membranes )
Ketuban pecah pada usia kehamilan > 37 minggu
B. Etiologi
Penyebab dari ketuban pecah dini tidak atau masih belum
diketahui secara jelas maka upaya preventif tidak dapat
dilakukan, kecuali dalam usaha menekan infeksi.
Factor yang berhubungan dengan meningkatnya insidensi
ketuban pecah dini antara lain :
Serviks yang inkopetensia
Kanalis servikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada
servik uteri (akibat persalinan atau curettage)
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara
berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion
dan kehamilan ganda
Kelainan letak, misalnya letak sungsang, sehingga tidak ada
bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang
dapat menghalangi tekanan terhadap membrane bagian bawah
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban
maupun dari vagina atau infeksi cairan ketuban bisa
menyebabkan KPD
Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual,
pemeriksaan dalam dapat menyebabkan terjadinya KPD karena
infeksi
Kelainan bawaan dari selaput ketuban
Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat ( Vitamin C )
Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian
terendah belum masuk ke PAP, CPD
C. Pengaruh Ketuban Pecah Dini
Adapun pengaruh ketuban pecah dini terhadap ibu dan janin
adalah :
1. Pengaruh terhadap ibu
a. Infeksi intrapartial
b. Infeksi puerperalis
c. Partus lama
d. Perdarahan postpartum
e. Morbiditas dan mortalitas maternal
2. Pengaruh terhadap janin
a. Prematuritas
b. Infeksi intra uterin
c. Prolaps funiculi
d. Asfiksia neonatorum
e. Morbiditas dan mortalitas maternal
D. Diagnosa
Secara klinis diagnose ketuban pecah dini tidak sukar dibuat
dengan anamnesa pada klien dengan keluarnya air seperti
kencing dengan tanda-tanda yang khas sudah dapat menilai itu
mengarah ke ketuban pecah dini. Untuk menentukan betul
tidaknya ketuban pecah dinii bida dilakukan dengan cara :
Umur kehamilan 20 minggu
Keluar cairan ketuban dari vagina tanpa disertai rasa mules
Cairan dapat keluar sedikit atau banyak
Cairan dapat keluar saat duduk, berdiri maupun tidur
Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut
jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi
Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti amoniak
Pemeriksaan abdomen uterus lunak tidak nyeri tekan
Pemeriksaan inspekulo, terlihat cairan keluar dari ostium
uteri internum
Dilakukan uji kertas lakmus :
Merah biru (basa) : air ketuban
Merah merah (asam) : air kencing
Tes pakis, dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek
dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan
gambaran daun pakis
Pemeriksaan Mikroskopik : terlihat lanugo dan vernik
kaseosa
E. Penanganan
Anjuran mengenai penatalaksanaan optimum dari kehamilan
dengan komplikasi ketuban pecah dini tergantung pada umur
kehamilan janin, tanda infeksi intra uterin dan populasi pasien.
Pada umumnya lebih baik untuk membawa semua pasien
dengan ketuban pecah dini ke rumah sakit dan melahirkan bayi
yang berumur lebih dari 36 minggu dalam 24 jam dari pecahnya
ketuban untuk memperkecil resiko intra uterin.
Kehamilan < 37 minggu
1. Bila tidak ada infeksi
- Rawat RS
- Istirahat baring
- Pemberian Antibiotik
- Pematangan paru (Kortikosteroid)
- Penilaian tanda-tanda infeksi
2. Bila ada infeksi
- Antibiotik
- Kortikosteroid
- Terminasi kehamilan
Kehamilan > 37 minggu
1. bila tidak ada infeksi
- lahirkan bayi
- antibiotik
2. bila ada infeksi
- antibiotic
- lahirkan bayi
- post partum : antibiotic diteruskan 24-48 jam setelah bebas
panas
2. 2. Polihidramnion
A. Defenisi
Suatu keadaan dimana air ketuban lebih dari yang normal yaitu
> 2000 cc
Dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Hidramnion Akut
Penambahan air ketuban secara cepat dan mendadak dan
biasanya terjadi pada trimester II
2. Hidramnion Kronis
Penambahan air ketuban secara perlahan lahan dan biasanya
terjadi pada trimester III
B. Etiologi
Belum jelas,namun secara teori hidramnion bias terjadi karena :
Produksi air ketuban bertambah
Diduga menghasilkan air ketuban adalah epitel amnion, tetapi
air ketuban juga bias bertambah karena cairan lain masuk
kedalamruangan amnion, misalnya air kencing anak atau cairan
otak pada anensefal
Pengaliran ketuban terganggu
Air ketuban yang telah dibuat dialirkan dan diganti dengan yang
baru. Salah satu jalan pengalirannya adalah ditelan oleh janin,
diabsorbsi oleh usus dan dialirkan ke plasenta, akhirnya masuk
kedalam peredaran darah ibu. Jalan ini kurang terbuka kalau
anaktidak menelan, seperti pada atresia esophagus, enensefal
atau tumor plasenta.
C. Diagnosis
1. Anamnesis
Perut terasa lebih besar dn lebih berat dari pada biasa
Sesak nafas, nyeri ulu hati dan sianosis
Nyeri perut karena tegangnya uterus
2. Inspeksi
Kelihatan perut sangat buncit dan tegang, kulit perut
mengkilat, retak-retak, dan kadang-kadng umbilicus mendatar
Ibu terlihat sesak dan sianosis serta terlihat payah dengan
kehamilannya
Edema pada tungkai, vulva dan abdomen
3. Palpasi
Perut tegang dan nyeri tekan
Fundus uteri lebih tinggi dari usia kehamilan sesungguhnya
Bagian-bagian janin sukar dikenali
4. Auskultasi
DJJ sukar dikenali
5. Pemeriksaan penunjang
Foto Rontgen
Ultrasonografi
6. Diagnose banding
Gemeli
Kehamilan dengan tumor
Kista ovarium
7. Prognosis
- Terhadap ibu
Solusio plasenta
Inertia uteri
Perdarahan post partum
- Terhadap janin
Kelainan congenital
Prematuritas
Prolapsus tali pusat
D. Penanganan
1. Hamil
- Hidramnion ringan
Tidak perlu pengobatan khusus cukup sedative dan diet garam
- Hidramnion berat dirawat
2. Persalinan
Air ketuban keluar pelan pelan tidak terjadi solusio plasenta
3. Nifas
Observasi perdarahan pos partum
3. 3. Oligohidramnion
A. Defenisi
Suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal, yaitu
kurang dari 500 cc
B. Etiologi
Etiologi belum jelas, tetapi disangka ada kaitannya dengan renal
agenosis janin. Etiologi primer lainnya mungkin oleh karena
amnion kurang baik pertumbuhannya dan etiologi sekundernya
lainnya, misalkan pada ketuban pecah dini.
C. Gambaran klinis
1. Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan
2. Ibu merasa nyeri diperut pada setiap pergerakan anak
3. Sering berakhir dengan partus prematurus
4. Bunyi jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima dan
terdengar lebih jelas
5. Persalinan lebih lama dari biasanya
6. Sewaktu his akan sakit sekali
7. Bila ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali bahkan tidak
ada keluar.
D. Akibat oligohidramnion
1. Bila terjadi pada permulaan kehamilan maka janin akan
menderita cacat bawaan dan pertumbuhan janin terganggu
bahkan bisa terjadi partus prematurus
2. Bila terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut akan terjadi
cacat bawaan karena tekanan atau kulit jadi tenal dan kering
E. Penanganan
1. ANC secara teratur
2. Deteksi dini kelainan janin
3. Deteksi dini penyakit dan komplikasi yang menyertai
kehamilan
4. Konseling
5. Pendidikan kesehatan
6. Konsultasi dan kolaborasi

Definisi:
Definisi Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban
sebelum persalinan Keluar cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan 22
minggu . Bila terjadi sebelum usia 37 minggu disebut ketuban pecah dini pada
kehamilan prematur

Etiologi:
Etiologi Penyebab umum : * kontraksi uterus * peregangan berulang . Pada
kehamilan prematur disebabkan oleh adanya faktor eksternal : infeksi yang
menjalar dari vagina. KPD prematur sering terjadi pada polihidramnion ,
inkompeten serviks , solusio plasenta .

Faktor Risiko terjadi KPD:


Faktor Risiko terjadi KPD Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen
kolagen Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat
pertumbuhan struktur abnormal karena antara lain merokok .

Mekanisme:
Mekanisme Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi
perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh ,
bukan karena seluruh selaput ketuban pecah . Terdapat keseimbangan antara
sintesis dan degradasi ekstraselular matriks . Perubahan struktur , jumlah
sel , dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan
menyebabkan selaput ketuban pecah .

Slide 6:
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP) yang
dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Mendekati
waktu persalinan , keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada
degradasi proteolitik dari matriks ekstraselular dan membran janin . Aktivitas
degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan . Pada penyakit
periodontitis dimana terdapat peningkatan MMP, cenderung terjadi Ketuban
Pecah Dini .
Slide 7:
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda . Pada trimester ketiga
selaput ketuban mudah pecah . Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada
hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim , dan gerakan
janin . Pada trimester terakhir terjadi perubahan biokimia pada selaput
ketuban . Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis .

Komplikasi:
Komplikasi Persalinan prematur Setelah ketuban pecah biasanya segera
disusul oleh persalinan . Periode laten tergantung umur kehamilan . ^ Pada
kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah Ketuban pecah . ^ Pada
kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. ^ Pada
kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu .

Slide 9:
Infeksi Ibu terjadi korioamnionitis . Bayi dapat terjadi septikemia , pneumonia,
omfalitis . Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi . Pada
KPD prematur , infeksi lebih sering daripada aterm . Hipoksia dan asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat
hingga terjadi asfiksia atau hipoksia . Terdapat hubungan antara terjadinya
gawat janin dan derajat oligohidramnion , semakin sedikit air ketuban , janin
semakin gawat .

Slide 10:
Sindrom deformitas janin Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini
menyebabkan pertumbuhan janin terhambat , kelainan disebabkan kompresi
muka dan anggota badan janin , serta hipoplasi pulmonar .

Penatalaksanaan KPD:
Penatalaksanaan KPD Konfirmasi usia kehamilan , kalau ada dengan USG.
Konfirmasi diagnosis Lakukan pemeriksaan inspekulo untuk menilai cairan
keluar ( jumlah , warna , bau ) dan membedakannya dengan urin . Tentukan
ada tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin Tentukan tanda tanda
persalinan , terdapat kegawatan janin , dan skoring pelvik . Tentukan adanya
kontraksi yang teratur .

Konfirmasi Diagnosis:
Konfirmasi Diagnosis Bau cairan yang khas Jika keluarnya cairan ketuban
sedikit sedikit , tampung cairan yang keluar dan nilai 1 jam kemudian .
Dengan spekulum DTT, lakukan pemeriksaan inspekulo . Nilai apakah cairan
keluar melalui ostium uteri atau terkumpul di forniks posterior. Jika mungkin ,
lakukan : Tes lakmus ( tes nitrazin ). Jika kertas lakmus merah berubah
menjadi biru menunjukkan adanya cairan ketuban (alkalis). Darah dan infeksi
vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu Tes pakis . Dengan
meneteskan cairan ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering .
Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan kristal cairan amnion dan gambaran
daun pakis .

Penanganan konservatif:
Penanganan konservatif Rawat di RS Jika ada perdarahan pervaginam
dengan nyeri perut , pikirkan solusio plasenta . Jika ada tanda infeksi
( demam , cairan vagina berbau ), berikan antibiotika (AB). Jika tidak ada
infeksi & kehamilan < 37 minggu : Beri AB untuk mengurangi morbiditas ibu
dan janin Ampisilin 4x500mg selama 7 hari DITAMBAH eritromisin 250mg per
oral 3 kali per hari selama 7 hari .

Slide 14:
Berikan kortikosteroid kepada ibu untuk memperbaiki kematangan paru janin
Betametason 12mg I.M. dalam 2 dosis setiap 12 jam Atau deksametason 6
mg I.V. dalam 4 dosis tiap 12 jam selama 2 hari . Lakukan persalinan pada
kehamilan 37 minggu . Jika terdapat his dan darah lendir , kemungkinan
terjadi persalinan preterm.

Penanganan Aktif:
Penanganan Aktif Jika tidak terdapat infeksi dan kehamilan >37 minggu : Jika
ketuban telah pecah >18 jam, berikan antibiotika profilaksis untuk mengurangi
risiko tinggi infeksi streptokokus grup B Ampisilin 2g I.V. setiap 6 jam Atau
penisilin G 2 juta unit I.V. setiap 6 jam sampai persalinan Jika tidak ada infeksi
pasca persalinan : hentikan antibiotika Bila skor servik <5 , lakukan
pematangan serviks dengan misoprostol 25 ug-50ug intravaginal tiap 6 jam
maksimal 4 kali, kemudian induksi . Jika tidak berhasil , akhiri persalinan
dengan seksio sesarea Bila skor servik >5 , induksi persalinan .

Skoring serviks (Bishop Score):


Skoring serviks (Bishop Score) Faktor Skor 0 1 2 3 Bukaan (cm) Tertutup 1-2
3-4 > 5 Effacement (cm) >4 3-4 1-2 <1 Konsistensi Kenyal Rata rata Lunak -
Posisi Posterior Tengah Anterior - Turunnya kepala (cm dari spina iskiadika )
-3 -2 -1 +1, +2 Turunnya kepala ( dengan palpasi abdominal menurut sistem
perlimaan ) 4/5 3/5 2/5 1/5

Anda mungkin juga menyukai