LANDASAN TEORI
Bab ini membahas tentang teori penunjang dan penelitian sebelumnya yang
berhubungan dengan penerapan metode weighted evolving fuzzy neural network untuk
prediksi curah hujan.
Tabel 2.1 Keadaan curah hujan dan intensitas curah hujan (Sosrodarsono, 2003)
Intensitas curah hujan (mm)
Keadaan curah hujan
1 jam 24 jam
Hujan sangat ringan <1 <5
Hujan ringan 1-5 5-20
Hujan normal 5-20 20-50
Hujan lebat 10-20 50-100
Hujan sangat lebat >20 >100
Tabel 2.2 Ukuran, massa dan kecepatan jatuh butir hujan(Sosrodarsono, 2003).
Diameter bola Massa Kecepatan jatuh
Jenis
(mm) (mg) (m/sec)
Hujan gerimis 0,15 0,0024 0,5
Hujan halus 0,5 0,065 2,1
Hujan normal lemah 1 0,52 4,0
Hujan normal deras 2 4,2 6,5
Hujan sangat deras 3 14 8,1
himpunan A. Berbeda dengan himpunan crisp, himpunan fuzzy adalah suatu himpunan
tanpa batasan yang kaku. Oleh karena itu transisi dari anggota himpunan ke bukan
anggota himpunan terjadi secara bertahap dan transisi ini diimplementasikan dengan
fungsi keanggotaan himpunan fuzzy (membership function).
1. Representasi Linear
Pada representasi linear, pemetaan input ke derajat keanggotannya membentuk
suatu garis lurus. Bentuk ini paling sederhana dan menjadi pilihan yang baik
untuk mendekati suatu konsep yang kurang jelas (Kusumadewi, 2010).
Ada dua keadaan himpunan fuzzy yang linear. Pertama, kenaikan himpunan
dimulai pada nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan nol bergerak ke
kanan menuju ke nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan lebih tinggi
(Kusumadewi, 2010). Bentuk grafiknya dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Derajat
Keanggotaan
[X]
0
a b
[ ] { (2.1)
Contoh 1:
Fungsi keanggotaan untuk himpunan linear naik pada variabel temperature
ruangan seperti terlihat pada Gambar 2.2.
PANAS[32] = (32-25)/(35-25)
= 7/10 = 0,7
0.7
Derajat
Keanggotaan
[X]
0
25 32 35
Temperatur (C)
Kedua, merupakan kebalikan yang pertama. Garis lurus dimulai dari nilai domain
dengan derajat keanggotaan tertinggi pada sisi kiri, kemudian bergerak menurun
ke nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan lebih rendah (Kusumadewi,
2010) yang grafiknya dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Derajat
Keanggotaan
[X]
0
a domain b
Fungsi Keanggotaan:
[ ] {
Contoh 2:
Fungsi keanggotaan untuk himpunan linear turun pada variabel temperature
ruangan seperti terlihat pada Gambar 2.4.
DINGIN[20] = (30-20)/(30-15)
= 10/15 = 0,667
DINGIN
1
0.667
Derajat
Keanggotaan
[X]
0
15 20 Temperatur (C) 30
Derajat
Keanggotaan
[X]
0
a b c
domain
[ ] { (2.3)
Contoh 3:
Fungsi keanggotaan untuk himpunan kurva segitiga pada variabel temperature
ruangan seperti terlihat pada Gambar 2.6.
NORMAL[23] = (23-15)/(25-15)
= 8/10 = 0,8
NORMAL
1
0.8
Derajat
Keanggotaan
[X]
0
15 23 25 35
Temperatur (C)
Derajat
Keanggotaan
[X]
0
a b c d
domain
Fungsi Keanggotaan:
[ ] { (2.4)
Contoh 4:
Fungsi keanggotaan untuk himpunan kurva trapesium pada variabel temperature
ruangan seperti terlihat pada Gambar 2.8.
NORMAL[23] = (35-32)/(35-27)
= 3/8 = 0,375
Gambar 2.11 Defuzzifikasi dari sistem inferensi fuzzy mamdani (Jang et al. 1997)
1. Centroid of area :
(2.5)
(2.6)
4. Smallest of Maximum
adalah minimum dari maksimasi z.
5. Largest of Maximum
adalah maksimum dari maksimasi z.
Pada layer kedua setiap node mempersentasikan persamaan fuzzy dari masing-
masing variabel input. Fungsi keanggotaan fuzzy dapat ditambahkan untuk
mendapatkan derajat keanggotaan pada setiap variabel input. Jumlah dan jenis fungsi
keanggotaan tersebut dapat secara dinamis dimodifikasi.
Pada layer ketiga setiap node berisi aturan-aturan yang dikembangkan melalui
metode pembelajaran terawasi atau pembelajan tidak terawasi. Aturan di setiap node
mempersentasikan prototype dari kumpulan data input-output dalam bentuk grafik
sebagai hyper- spheres (nilai maximum dari fungsi keanggotaan) dari fuzzy input dan
fuzzy output.
Pada layer keempat dilakukan kuantisasi variabel fuzzy output. Kuantisasi
adalah operasi pemotongan atau pembulatan nilai data dengan suatu presisi tertentu
untuk mendapatkan nilai luas kurva. Pada layer ini masukan bobot fungsi
penjumlahan untuk menghitung derajat keanggotaan yang mana vector output yang
terhubung dengan input vector yang diberikan masing-masing fungsi keanggotaan
output.
Pada layer kelima mempersentasikan nilai dari variabel output. Di layer ini
fungsi aktivasi linier digunakan untuk menghitung nilai defuzzifikasi variabel output.
3. Learning rate 1 (lr1) dan learning rate 2 (lr2) adalah parameter yang digunakan
untuk mengontrol nilai bobot antara layer kedua dengan layer ketiga dan antara
layer ketiga dengan layer ke empat. Nilai parameter learning rate lebih besar dari
0 dan lebih kecil sama dengan 1.
( ( ))
Pada tahun 2007 Linda melakukan penelitian prediksi curah hujan menggunakan
metode Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System (ANFIS). Adapun langkah-langkah
dari metode ANFIS (Linda, 2007) adalah :
1. Menentukan label lingualistik pada data input dan menjadi parameter premis.
2. Mempersentasikan kuat penyulutan dari sebuah aturan.
3. Mengkalkulasi rasio kuat penyulutan aturan ke-I dan jumlah kuat penyulutan
semua. Output yang dihasilkan disebut penyulutan ternormalisasi.
4. Membuat kuat penyulutan ternormalisasi menjadi parameter konsekuen.
5. Menghitung output keseluruhan sebagai penjumlahan dari semua sinyal yang
masuk.
Pada tahun 2012 Rizki, Usadha, dan Widjajati melakukan penelitian prediksi
curah hujan menggunakan metode Fuzzy Inference System. Adapun langkah-langkah
dari Fuzzy Inference System (Rizki et al, 2012) adalah :
1. Membentuk variabel input dan variabel output.
2. Membentuk himpunan fuzzy pada data histori.
3. Membentuk himpunan semesta pembicaraan masing-masing variabel.
4. Menentukan fungsi keanggotaan tiap-tiap variabel.
5. Mengkombinasikan semua variabel input dengan menerapkan t-norm.
6. Membentuk basis aturan fuzzy.
7. Melakukan defuzzyfikasi terhadap output prediksi.
8. Validasi hasil prediksi menggunakan nilai Brier Score.
Pada tahun 2007 Warsito dan Sumiyati melakukan penelitian prediksi curah hujan
dengan menggunakan Feed-Forward Neural Network dengan Algoritma Quasi
Newton BFGS dan Levenberg-Marquard. Adapun langkah-langkah dari Feed-
Forward Neural Network dengan Algoritma Quasi Newton BFGS dan Levenberg-
Marquard (Warsito dan Sumiyati, 2007) adalah :
1. Inisialisasi bobot awal, Epoch 0, MSE 0
2. Menetapkan nilai maksimum Epoch dan Target Error.
3. Membuat kondisi pemberhentian.
4. Menerima target pola yang berhubungan dengan pola input pelatihan.
5. Menggunakan fungsi line search untuk penampungan output sementara.
6. Menghitung perubahan bobot dan bias.
7. Mengulangi langkah keempat sampai kondisi pemberhentian terpenuhi.
Pada tahun 2008 Warsito, Torno, dan Sugiharto melakukan penelitian prediksi
curah hujan dengan menggunakan Model General Regression Neural Network.
Adapun langkah-langkah dari Model General Regression Neural Network (Warsito et
al, 2008) adalah :
1. Menentukan vector input berdasarkan terminology outoregresif.
2. Pada neuron pola mempersentasikan neuron pola i dan .
3. Pada neuron jumlahan output neuron pola ditambahkan.
4. Jumlah yang dihasilkan neuron jumlahan dikirim ke neuron output dan
membentuk pembagian yang menghasilkan output prediksi.
sampel masukan. Dengan cara ini, WEFuNN dapat melakukan pelatihan secara online
dan data sample dapat ditambah tanpa harus mengubah parameter pada WEFuNN
(Kasabov, 2007).