PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Klas IV : waktu istirahat sudah menimbulkan keluhan (memperlihatkan gejalagejala
dekompensasio walaupun dalam istirahat).
Penyakit jantung yang berat dapat menyebabkan partus prematurus atau
kematian intrauterin karena oksigenasi janin terganggu. Dengan kehamilan pekerjaan
jantung menjadi sangat berat sehingga klas I dan II dalam kehamilan dapat masuk ke
dalam klas III atau IV.
2.2 Epidemiologi
Di Indonesia, angka kematian ibu akibat penyakit jantung dalam kehamilan
berkisar antara 1 2%. Penyakit jantung rematik merupakan jenis penyakit jantung
terbanyak, dan lebih dari 90% biasanya dengan kelainan katup mitral (stenosis katup
mitral), disusul penyakit jantung kongenital dan penyakit otot jantung.1
Meskipun banyak kasus penyakit jantung dengan kehamilan dijumpai diklinik
dan rumah sakit di Indonesia, akan tetapi hanya sedikit yang pernah dilaporkan dalam
tulisan ilmiah. Dari laporan pendahuluan mengenai insiden kelainan jantung pada
kehamilan diperoleh angka 3,1 % dari sekitar 20 % penderita yang dirawat di Bagian
Kebidanan dan Kandungan RSCM/FKUI Jakarta dan dikonsulkan ke kardiologis
(Aziz, Hartanuh, Sugeng dan Samil). Menurut Samil angka kematian penyakit
jantung di Bagian Kebidanan dan Kandungan RSCM Jakarta merupakan urutan
keempat setelah eklamsia, perdarahan dan infeksi. Mortalitas terbanyak pada
multipara sebesar 1,6 %, dengan insiden 1,21 % dari seluruh kasus
obstetric/ginekologis yang dirawar dibagian tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh
Bambang DW, Suhatno Djoko Sumantri terhadap 4741 kasus persalinan di RSU Dr.
Soetomo Surabaya selama empat tahun (1990-1993), didapatkan ibu hamil dengan
penyakit jantung (tidak termasuk hipertensi dalam kehamilan) adalah 31 kasus per
tahun atau 0,65 % per tahun dengan angka kematian sebesar 4,88 %. Dibandingkan
dengan 0,3 % per tahun 91972-1973) dan 0,5% per tahun (1978-1982), angka
kejadian ibu hamil dengan penyakit jantung tersebut menunjukkan adanya
peningkatan dari tahun ke tahun.1
3
2.3 Etiologi
Etiologi kelainan jantung dapat primer maupun sekunder. Kelainan primer
akibat kelainan kongenital, katup, iskemik dan kardiomiopati. Sedangkan sekunder
akibat penyakit lain seperti hipertensi, anemia berat, dan lain-lain.1,3
Perubahan Hemodinamik
Pada wanita hamil akan terjadi perubahan hemodinamik karena peningkatan
volume darah sebesar 30-50% yang dimulai sejak trimester pertama dan mencapai
puncaknya pada usia kehamilan 32-34 minggu dan menetap sampai aterm. Sebagian
besar peningkatan volume darah ini menyebabkan meningkatnya kapasitas rahim,
mammae, ginjal, otot polos dan sistem vaskuler kulit dan tidak memberi beban
sirkulasi pada wanita hamil yang sehat. Peningkatan volume
plasma (30-50%) relatif lebih besar dibanding peningkatan sel darah (20-30%)
mengakibatkan terjadinya hemodilusi dan menurunya konsentrasi hemoglobin.
Peningkatan volume darah ini mempunyai 2 tujuan yaitu pertama mempermudah
pertukaran gas pernafasan, nutrien dan metabolit ibu dan janin dan kedua mengurangi
akibat kehilangan darah yang banyak saat kelahiran. Peningkatan volume darah ini
mengakibatkan cardiac output saat istirahat akan meningkat sampai 40%.
Peningkatan cardiac output yang terjadi mencapai puncaknya pada usia kehamilan 20
minggu. Pada pertengahan sampai akhir kehamilan cardiac output dipengaruhi oleh
4
posisi tubuh. Sebagai akibat pembesaran uterus yang mengurangi venous return dari
ekstremitas bawah. Posisi tubuh wanita hamil turut mempengaruhi cardiac output
dimana bila dibandingkan dalam posisi lateral kiri, pada saat posisi supinasi maka
cardiac output akan menurun 0,6 l/menit dan pada posisi tegak akan menurun sampai
1,2 l/menit. Umumnya perubahan ini hanya sedikit atau tidak memberi gejala, dan
pada beberapa wanita hamil lebih menyukai posisi supinasi. Tetapi pada posisi
supinasi yang dipertahankan akan memberi gejala hipotensi yang disebut supine
hypotensive syndrome of pregnancy. Keadaan ini dapat diperbaiki dengan
memperbaiki posisi wanita hamil miring pada salah satu sisi, Perubahan
hemodinamik juga berhubungan dengan perubahan atau variasi dari cardiac output.
Cardiac output adalah hasil denyut jantung dikali stroke volume. Pada tahap awal
terjadi kenaikan stroke volume sampai kehamilan 20 minggu. Kemudian setelah
kehamilan 20 minggu stroke volume mulai menurun secara perlahan karena obstruksi
vena cava yang disebabkan pembesaran uterus dan dilatasi venous bed. Denyut
jantung akan meningkat secara perlahan mulai dari awal kehamilan sampai akhir
kehamilan dan mencapai puncaknya kira-kira 25 persen diatas tanpa kehamilan pada
saat melahirkan.
5
Stroke Volume Pada trimester I dan II, (300 500 ml perkontraksi)
sedikit pada trimester III
6
Perubahan unsur darah juga terjadi dalam kehamilan. Sel darah merah akan
meningkat 20-30% dan jumlah leukosit bervariasi selama kehamilan dan selalu
berada dalam batas atas nilai normal. Kadar fibronogen, factor VII, X dan XII
meningkat, juga jumlah trombosit meningkat tetapi tidak melebihi nilai batas atas
nilai normal. Kehamilan juga menyebabkan perubahan ukuran jantung dan perobahan
posisi EKG. Ukuran jantung berubah karena dilatasi ruang jantung dan hipertrofi.
Pembesaran pada katup trikuspid akan menimbulkan regurgitasi ringan dan
menimbulkan bising bising sistolik normal grade 1 atau 2. Pembesaran rahim keatas
rongga abdomen akan mendorong posisi diafragma naik keatas dan mengakibatkan
7
posisi jantung berobah kekiri dan keanterior dan apeks jantung bergeser keluar dan
keatas. Perubahan ini menyebabkan perubahan EKG sehingga didapati deviasi aksis
kekiri, sagging ST segment dan sering didapati gelombang T yang inversi atau
mendatar pada lead III.
8
berada pada ekstraseluler. Segera setelah 6 minggu kehamilan volume plasma
meningkat dan pada trimester kedua mencapai nilai maksimal 11/2 dari normal. Masa
sel darah merah juga meningkat tetapi tidak untuk tingkatan yang sama; hematokrit
menurun semasa kehamilan meskipun jarang mencapai nilai kurang dari 30 persen,
Perubahan vaskuler berhubungan penting dengan perobahan hemodinamik pada saat
kehamilan. Arterial compliance meningkat dan terjadi peningkatan kapasitas venous
vascular. Perubahan ini sangat penting dalam memelihara hemodinamik dari
kehamilan normal. Perubahan arterial yang berhubungan dengan peningkatan
fragilitas bila kecelakaan vaskuler terjadi yang sering terjadi pada kehamilan dapat
merugikan hemodinamik. Peningkatan level hormon steroid saat kehamilan inilah
yang menjadi alasan utama terjadinya perubahan pada vaskuler dan miokard.
9
mempengaruhi hemodinamik maternal dan perfusi uterus. Regular aerobic endurance
exercise semasa hamil berhubungan dengan berkurangnya berat kelahiran. Sebagian
besar pengurangan tersebut karena berkurangnya massa lemak janin dan tidak jelas
apakah hal ini merugikan.
10
Semua kejadian kelainan katup diharapkan dapat ditemukan sebelum kehamilan
terjadi. Untuk mendapatkan adanya kelainan katup diperlukan pemeriksaan fisik
jantung yang tepat. Auskultasi jantung yang benar tentu sangat membantu untuk
menemukan kecurigaan terjadinya kelaina katup jantung. Pemeriksaan penunjang
utama adalah ekokardiografi untuk memastikan adanya kelainan katup jantung
tersebut. Pemeriksaan ekokardiografi meliputi jenis murmur, gradiennya, anatomi
katup mitral, ukuran anatomi aorta descending, dimensi ventrikel kiri dan Fraksi
Ejeksi (EF). Hal lain yang perlu diperhatikan adalahpersiapan menjalani kehamilan
pada ibu yang menggunakan katup jantung prostetik. Untuk memrediksi komplikasi
pada nenonatal yang perlu diperhatikan adalah adanya gangguan pada fungsi jantung
(NYHA II ke atas) dan obstruksi jantung kiri. Komplikasi yang dapat terjadi adalah
lahir premature, intrauterine growth retardation, respiratory distress syndrome,
hemoragik intraventrikeldan kematian. Pada beberapa kasus kehamilan dengan
kelainan katup jantung, penggunaan antibiotika diperlukan untuk menghindari
terjadinya (profilaksis) endokarditis.
Stenosis Mitral
Penyakit jantung rematik adalah penyebab utama kelainan katup ini. Pada
stenosis mitral terjadi tahanan pada ventrikel kiri yang menyebabkan tekanan pada
atrium kiri dan vena pulmonal meningkat. Hal ini dapat menimbulkan kongesti
pulomal dan edema. Selain itu, stenosis mitral dapat diikuti dengan aritmia atrial
selama kehamilan dan saat melahirkan. Karena selama kehamilan terjadi peningkatan
volume dan curah jantung maka dapat terjadi sesak nafas dan menurunnya
kemampuan aktivitas fisik. Bila frekuensi detak jantung meningkat maka pengisian
saat diastolic turun maka tekanan atrial yang meningkat dapat menimbulkan kongesti
paru dan edema. Risiko maternal pada ibu dengan mitral stenosis yang lain adalah
tromboemboli.
Terapi yang diberikan untuk mengatasi gejala antara lain adalah : diuretic,
mengurangi asupan garam dan mengurangi aktivitas fisik. Unutk mengatasi
11
peningkatan frekuensi detak jantung dan perbaikan pengisian diastolic digunakan
Beta Blocker. Bila terjadi fibrilasi atrial yang dapat menambah risiko terjadinya
tromboemboli maka dapat dilakukan kardioversi. Pengguanan Beta Blocker dan
digoxin dimaksudkan untuk mengontrol frekuensi detak jantung. Jika diperlukan
maka prokainamid dan quinidine dapat dipakai sebagai antiaritmia. Guna mencegah
tromboemboli, antikoagulan digunakan jika diperlukan. Selain itu, digunakan pula
antibiotic sebagai profilaksis endokarditis selama masamelahirkan.
Pada mitral stenosis dengan area katup mitral yang ketat ( area katup < 1 cm2)
dan disertai gejala yang signifikan ( NYHA III-IV), maka dapat dilakukan
valvuloplasti mitral dengan balon atau pembedahan. Percutaneous ballon mitral
valvulopasty biasa dikerjakan pada trimester kedua dan selama pelaksanaan maka
dibutuhkan pelindung pelvis untuk pencegahan radiasi pada janin. Terkadang hal ini
dapat dikerjakan dengan bantuan transesofageal ekokardiografi (TEE). Bila tidak ada
yang ahli dalam melakukan valvuloplasti maka pembedahan untuk dilakukan
commisurotomy dapat diupayakan. Melahirkan pervaginam dapat dilakukan dengan
bantuan anestesi pada epidural. Secti caesarea dikerjakan jika memang ada indikasi
dari gangguan ajlan lahir. Saat melahirkan dapat terjadi peningkatan tekanan 8-10
mmHg pada atrium kiri dan vena pulmonal. Unutk mengetahui gejala dan gangguan
hemodinamik selama proses melahirkan dianjurkan menggunakan Swan-Ganz
kateter.
Mitral Regurgitasi
Kelainan katup ini biasa disebabkan oleh penyakit jantung rematik,
endokarditis, prolaps atau penyakit jaringan koneksi (connective tissue disease).
Walau terkadang regurgitasi ini berat namun hal ini dapat ditoleransi dengan baik
oleh ibu yang hamil karena menurunkan tahanan vaskuler sistemik. Bila ditemukan
sebelum kehamilan maka tindakan repair katup lebih diutamakan tetapi bila sudah
ada gangguan pada fungsi sitolik ventrikel kiri (EF <0,40) terkadang operasi
perbaikan katup tidak memberikan hasil yang optimal dan gangguan fungsi ini
12
meningkatkian risiko maternal salaam kehamilan. Sedangkan regurgitasi akut yang
terjadi selama kehamilan tidak dapat ditoleransi oleh ibu seta meningkatkan
mortalitas maternal.
Bila timbul gejala gagal jantung maka pemberian diuretic dan digoxin dapat
membantu memperbaiki gejala. Penurunan afterload dengan hidralazin juga tidak
merugikan. Pemberian antibiotic sebagai profilaksis endokarditis dianjurkan. Untuk
mitral regurgitasi yang terisolasi risiko maternal dan fetal selama kehamilan rendah .
Namun demikian data yang lengkap tentang tata laksana kelainan mitral regurgitasi
belum cukup dan masih lemah.
Stenosis Aorta
Penyebab stenosis aorta adalah congenital. Kelainan stenosis yang berat
dengan gradian lebih dari 50 mmHg tidak dapat ditoleransi oleh ibu. Bila hal ini
ditemukan sebelum kehamilan maka dianjurkan untuk menunda kehamilan dan
dilakukan koreksi katup dengan operasi. Bila sudha hamil maka termiansi menjadi
pilihan. Sednagkan pada aorta stenosis dengan gradient kurang dari 50 mmHg maka
gejala gagal jantung selama hamil dan melahirkan risikonya rendah. Walau demikian
anjuran koreksi katup didahulukan sebelum kehamilan meskipun tidak ditemukan
gejala. Prognosis fetal pada gangguan katup jantung dengan stenosis terganggu
dengan adanya growth retardation, lahir premature dan berat badan lahir rendah. Pada
beberapa kasus pernah dilakukan palliative aortic ballon valvuloplasty dan aortic-
valve replacement tentunya dengan risiko maternal dan fetal yang mengkutinya.
Insufisiensi Aorta
Pada aorta insufisiensi (AI), terjadi aliran darah balik dari aorta ke ventrikel
kiri pada waktu diastolik. Darah yang kembali dengan darah dari atrium kiri ke
ventrikel kiri menyebabkan peningkatan volume darah di ventrikel kiri sewaktu
diastolic.Ventrikel kiri menyesuaikan dengan memperbesar kemampuan menampung
darah sewaktu diastolic sehingga tidak terjadi peninggian tekanan ventrikel kiri,
13
atrium kiri dan pembuluh pulmonal. Dapat ditemukan bising diastolic pada sela iga II
kanan atau sepanjang garis sternalis kiri yang mulai terdengar segera setelah bunyi
jantung II. Bising menjadi lebih jelas pada posisi duduk atau berdiri sesudah ekspirasi
yang dalam, iktus kordis lebih lateral dari yang normal dan pada perifer ditemukan
tekanan nadi yang besar, pulsasi arterial dapat terlihat di kuku dan pistol shoot sound
pada arteri besar terutama arteri femoralis. Kadang-kadang terdapat flushing di muka
dan leher. Bila terjadi dekompensasi, maka keluhan utamanya adalah dyspnea
deffort. Tindakan bedah harus dipertimbangkan bila ditemukan tekanan nadi yang
bertambah, pembesaran jantung pada foto rontgen dan hipertrofi miokardium pada
EKG. Juga pada penderita dengan keluhan sedikit namun mengalami pembesaran
jantung dalam waktu yang singkat atau penurunan fungsi ventrikel pada pemeriksaan
invasive maupun non-invasive.
Regurgitasi Aorta
Regurgitasi aorta pada perempuan muda disebabkan oleh annulus aorta
dilatasi (pada sindrom Marfans), katup aorta bicuspid atau riwayat endokarditis sama
seperti mitral regurgitasi, akan terjadi penurunan tahanan vaskuler sistemik. Untuk
aorta regurgitasi yang terisolasi dapat digunakan vasodilator dan diuretic.
Bila ditemukan adanya gangguan pada fungsi sistolik ventrikel kiri maka
risiko maternal dan fetal meningkat. Penggunaan ace inhibitor dihindari, namun
dapat ditambahkan hidralazin dan nifedipine. Untuk menemukan adanya sindrom
Marfans maka bila dicurigai adanya regurgitasi aorta harus dilakukan pengkajian
klinis dan ekokardiografi sebelum kehamilan. Sindrom ini dapat meningkatkan risiko
selama kehamilan.
14
Pengkajian resiko dan pengawasan ketat terhadap terapi antikoagulan wajib
dilakukan.Termasuk didalamnya evaluasi klinis status fungsional dan kejadian
penyakit jantung. Pengguanaan antagonis vitamin K meningkatkan keguguran,
premature dan embriotomi. namun ada beberapa cara dalam memberikan
antikoagulan selama kehamilan. ACC/AHA menyarankan pemberian heparin
unfractionated sampai melahirkan. 4-6 jam setelah melahirkan hjeparin dilanjutkan
jika tidak ada kontraindikasi. pemberian warfarin semalam setelah melahirkan dapat
dilakukan bila komplikasi perdarahan tidak terjadi.
15
di Afrika Selatan 1 dari 1000 kelahiran hidup, dan di Haiti 1 dari 350-400 kelahiranh
hidup.
Patogenesis penyebab dari kardiomiopati ini tidak diketahui, beberapa
kemungkinan penyebab diantaranya adalah ; miokarditis, respon imun abnormal
terhadap kehamilan, adaptasi yang salah terhadap perubahan fisiologis pada
kehamilan, peranan sitokin, dan penggunaan tokolitik yang berlebihan. Faktor
keturunan pernah dilaporkan pada beberapa kejadian, faktor risiko lainnya yang telah
diketahui meliputi usia kehamilan yang lanjut, multiparitas, obesitas kehamilan
multiple, preeklamsia, hipertensi kronis dan ras kulit hitam. Miokarditis sebagai
penyebab dari PPCM atas dasar adanya infiltrate limfositik yang padat, edema miosit,
nekrosis dan fibrosis pada biopsy ventrikel kiri pasien dengan PPCM, serta adanya
perbaikan klinis dengan menggunakan imunosupresan, bahkan diduga adanya
peranan infeksi virus pada penyakit ini. Multiparitas merupakan salah satu factor
risiko, maka timbul dugaan adanya pajanan terhadap antigen fetus atau suami yang
diikuti oleh respon inflamasi miokard yang abnormal sebagai penyebab terjadinya
penyakit ini. Selain hal tersebut diatas, stress hemodinamik yang terjadi pada masa
kehamilan diduga memainkan peranan dalam pathogenesis PPCM. Pada masa
kehamilan terdapat beberapa perubahan fisiologis pada system kardiovaskular.
Perubahan fisiologis tersebut oleh beberapa ahli dikatakan menyebabkan perubahan
kontraktilitas dan remodeling otot jantung, bahkan dapat menyebabkan hipertropi otot
ventrikel. Faktor-faktor lain yang diduga berhubungan dengan kejadian penyakit ini
meliputi penggunaan tokolitik yang lama, sitokin proinflamasi (TNF, IL-1, IL-6),
asupan garam berlebihan, kadar relaksin (hormone yang dihasilkan ovarium selama
kehamilan) yang abnormal, dan defisiensi selenium.
16
semuanya menyerupai gejala-gejala yang terjadi pada kehamilan normal, sehingga
kebanyakan pasien berobat karena komplikasi yang sudah terjadi seperti gagal
jantung kronik. Ekokardiografi merupakan alat bantu yang sangat penting dalam
mendiagnosa penyakit ini. Melalui ekokardiografi dapat ditemukan penurunan fungsi
sistolik kiri dan dilatasi ventrikel, walaupun secara umum gambarannya menyerupai
penyakit jantung dilatasi non iskemik lainnya.
2.8 Diagnosis
Anamnesa
Pada pasien dengan penyakit jantung yang telah terdiagnosis sebelum
kehamilannya, harus dicari data-data mengenai: usia saat pertama kali diagnosis
ditegakkan, gejala-gejala sebelumnya dan komplikasi yang ada, prosedur diagnostik
sebelumnya termasuk kateterisasi jantung, excercise test (treadmill) atau
ekokardiografi, riwayat pengobatan sebelumnya, riwayat operasi, derajat
kesembuhan, gejala sisa, obat-obat yang dipakai, diet, pembatasan-pembatasan
aktifitas, serta sedapat mungkin didapatkan catatan medis mengenai perawatan rumah
sakit, prosedur diagnostik dan pengobatan sebelumnya. Pada pasien tanpa riwayat
penyakit jantung sebelumnya, harus ditanyakan mengenai riwayat demam rematik
atau penyakit-penyakit lainnya yang berhubungan dengan penyakit jantung seperti
demam scarlet, sistemik lupus eritematosus, penyakit paru-paru, penyakit ginjal,
difteri atau pneumonia, riwayat perawatan di Rumah sakit dan riwayat operasi besar
sebelumnya.
Perlu ditanyakan juga mengenai tanda-tanda dan gejala penyakit jantung
seperti sianosis pada waktu lahir atau waktu aktivitas, squatting pada masa kanak-
kanak, infeksi saluran napas berulang, gangguan irama jantung, dispnu pada saat
istirahat atau aktifitas, batuk-batuk lama, hemoptisis, asma, nyeri dada, riwayat
keluarga dengan penyakit jantung dan kelainan-kelainan kongenital.
Pemeriksaan Fisik
17
Pada pemeriksaan fisik perlu dievaluasi mengenai berat badan dan tinggi
badan, kelainan pada wajah, jari-jari dan tubuh yang menunjukkan kelainan
congenital dan perubahan-perubahan pada kulit seperti sianosis, pucat, angioma,
xantelasma, dan xanthoma. Tekanan darah harus diukur secara hati-hati dengan cuff
yang sesuai, kalau perlu pada kedua lengan dan pada beberapa posisi. Denyut nadi
radial harus dinilai dengan cermat, pada Aorta Insufisiensi dapat dijumpai denyut
yang kollaps (Collapsing pulse), denyut yang lemah pada cardiac output yang rendah,
pulsus alternans atau pulsus paradoksus. Inspeksi pada kepala dan wajah untuk
mencari adanya tanda-tanda kelainan kongenital, pengukuran JVP dan penilaian
denyut karotid dan kelenjar thyroid. Inspeksi dan palpasi pada dada untuk mencari
adanya kelainan bentuk dinding toraks seperti pectus excavatum, precordial bulging,
denyut apeks kordis, thrill. Pada auskultasi perlu dinilai bunyi jantung I, II, III, IV,
murmur jantung, opening snap, gallop dsb. Selanjutnya juga perlu dilakukan
pemeriksaan pada paru-paru, abdomen dan ekstremitas serta sistim-sistim organ
tubuh lainnya.
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium rutin, seperti hematologis, kimia darah, gula darah.
2. EKG, bila perlu dapat dilakukan monitor 24 jam.
3. Phonokardiogram, untuk menilai bunyi jantung dan murmur.
4. Ekokardiografi.
5. Lain-lain, seperti kultur tenggorok (throat culture), C-reactive protein, ASTO,
kultur darah.
Diagnosis biasanya dapat ditegakkan bila ditemukan adanya satu diantara gejala-
gejala
berikut :
1. Bising diastolik, presistolik, atau bising jantung terus-menerus;
2. Bising jantung yang nyaring, terutama bila disertai thrill;
3. Pembesaran jantung yang jelas pada gambaran foto toraks;
18
4. Aritmia yang berat.
Kadang-kadang penyakit jantung dalam kehamilan baru diketahui kalau sudah
terjadi dekompensasio seperti adanya sesak nafas, sianosis, edema atau ascites.
2.9 Penatalaksanaan
Pada penderita penyakit jantung diusahakan untuk membatasi penambahan
berat badan yang berlebihan, anemia secepat mungkin diatasi, infeksi saluran
pernafasan atas dan preeklampsia sedapat-dapatnya dijauhkan karena sangat
memberatkan pekerjaan jantung. Saat-saat berbahaya adalah pada kehamilan 28 32
minggu karena merupakan puncak hemodilusi, partus kala II karena venous return
yang meningkat saat mengedan, dan masa postpartum sebagai akibat kembalinya
cairan tubuh ke dalam sistim sirkulasi sehingga beban jantung bertambah berat.
Penanganan ibu hamil dengan penyakit jantung membutuhkan kerja sama tim
yang kompak dan terpadu dari berbagai disiplin ilmu seperti obstetric ginekologi,
kardiologi, ilmu penyakit dalam, dan anestesi.
a. Kelas I dan II
Umumnya penderita dapat meneruskan kehamilan sampai cukup bulan dan
melahirkan pervaginam. Namun tetap harus diwaspadai terjadinya gagal jantung pada
kehamilan, persalinan dan nifas. Faktor pencetus utama terjadinya gagal jantung
adalah endokarditis, oleh karena itu semua wanita hamil dengan penyakit jantung
harus sedapat mungkin dicegah terjadinya infeksi terutama infeksi saluran napas
atas .
Dalam penanganan penyakit jantung selama kehamilan terdapat 4 hal yang perlu
diperhatikan, yaitu :
1. Cukup istirahat ( 10 jam istirahat malam, jam setiap kali setelah makan ) dan
hanya pekerjaan ringan yang diizinkan.
19
2. harus dilakukan pencegahan terhadap kontak dengan orang-orang yang dapat
menularkan infeksi saluran nafas atas, merokok, penggunaan obat-obat yang
memberatkan pekerjaan jantung.
3. Tanda-tanda dini dekompensasio harus cepat diketahui, seperti adanya batuk, ronki
basal, dispnoe dan hemoptoe.
4. Sebaiknya pasien masuk rumah sakit 2 minggu sebelum persalinan untuk istirahat.
Persalinan biasanya pervaginam, kecuali ada indikasi obstetri untuk seksio
sesarea. Penggunaan teknik analgesia untuk menghilangkan nyeri persalinan sangat
dianjurkan, yang umum dipakai adalah analgesia epidural.
Apabila akan dilakukan seksio sesarea, kebanyakan klinikus menyukai
analgesia epidural namun penggunaan harus hati-hati pada hipertensi pulmonar.
Anestesi umum dengan tiopental, suksinil kolin, N2O dan 30 % O2 juga memberikan
hasil yang memuaskan.
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan pada persalinan pervaginam adalah :
1. Ibu harus dalam posisi setengah duduk (kepala dan dada ditinggikan) dan miring
ke kiri.
2. Penolong persalinan harus memberikan pendekatan psikologis supaya ibu tetap
tenang dan merasa aman.
3. Untuk mencegah timbulnya dekompensasio kordis sebaiknya dibuat daftar
pengawasan khusus untuk mencatat nadi dan pernapasan secara berkala (tanda-tanda
vital harus dimonitor diantara tiap his, dalam kala I setiap 10-15 menit dan dalam kala
II setiap 10 menit. Apabila terdapat peningkatan denyut nadi lebih dari 115 x/mt atau
peningkatan respirasi lebih dari 28 x/mt dan disertai dispnu merupakan tanda-tanda
dini kegagalan ventrikel, dan pasien perlu diberikan morfin, digitalis, oksigen dan
diuretik).
4. Bila dibutuhkan oksitosin, berikan dalam konsentrasi tinggi (20 U/ltr) dengan
tetesan rendah dan pengawasan keseimbangan cairan.
5. Nyeri persalinan dapat diatasi dengan pemberian obat seperti Tramadol 100 mg
supositoria, pethidin 50 mg IM, atau morphin 10-15 mg IM.
20
6. Persalinan kala II biasanya diakhiri dengan ekstraksi forseps atau ekstraksi vakum
dan sedapat mungkin ibu dilarang mengedan.
7. Penanganan kala III dilakukan secara aktif, namun pemakaian preparat ergometrin
merupakan kontraindikasi, karena kontraksi uterus yang dihasilkan bersifat tonik
dengan akibat terjadi pengembalian darah ke dalam sirkulasi sistemik kurang lebih 1
liter.
8. Setelah kala III selesai, harus dilakukan pengawasan yang ketat untuk mengetahui
kemungkinan terjadinya gagal jantung atau edema paru, karena saat tersebut
merupakan saat yang paling kritis selama hamil, pemasangan gurita dengan kantong
pasir di dinding perut dapat dilakukan untuk mencegah perubahan mendadak sirkulasi
(kolaps postpartum).
Dalam kondisi sehari-hari, apabila ditemukan pasien dengan kegagalan
jantung maka penanganan awal harus mencakup langkah-langkah standar resusitasi,
termasuk diantaranya:
Perhatikan airway, breathing dan circulation.
Bagi ibu hamil, posisi yang dianjurkan adalah setengah duduk miring ke kiri,
untuk mencegah efek hipotensi akibat penekanan vena cava inferior oleh uterus
gravidarum.
Pemberian Morfin / petidin, Bloker atau diuretik.
Digitalisasi.
Antibiotika untuk profilaksis terhadap endokarditis.
b. Kelas III dan IV
Bila seorang ibu hamil dengan kelainan jantung kelas III dan IV ada dua
kemungkinan penatalaksanaan yaitu : terminasi kehamilan atau meneruskan
kehamilan dengan tirah baring total dan pengawasan ketat, dan ibu dalam posisi
setengah duduk.
Kelas III sebaiknya tidak hamil, kalau hamil pasien harus dirawat di Rumah Sakit
selama kehamilan, persalinan dan nifas, dibawah pengawasan ahli penyakit dalam
21
dan ahli kebidanan, atau dapat dipertimbangkan untuk dilakukan abortus terapeutikus.
Persalinan hendaknya pervaginam dan dianjurkan untuk sterilisasi.
Kelas IV tidak boleh hamil. Kalau hamil juga, pimpinan yang terbaik ialah
mengusahakan persalinan pervaginam.
c. Pengawasan Nifas
Pengawasan nifas sangat penting diperhatikan, mengingat kegagalan jantung
dapat terjadi pada saat nifas, walaupun pada saat kehamilan atau persalinan tidak
terjadi kegagalan jantung. Komplikasi-komplikasi nifas seperti perdarahan post
partum, anemia, infeksi dan tromboemboli akan lebih berbahaya pada pasien-pasien
dengan penyakit jantung.
Sebaiknya penderita penyakit jantung dirawat di rumah sakit sekurang-kurangnya 14
hari setelah melahirkan dengan istirahat dan mobilisasi tahap demi tahap serta diberi
antibiotika untuk mencegah endokarditis.
Laktasi dibolehkan bagi wanita yang sanggup secara fisik, namun bagi
penderita penyakit jantung kelas III dan IV tetap dilarang untuk menyusui.
2.10 Prognosis
Walaupun gambaran PPCM menyerupai penyakit jantung dilatasi lainnya,
namun penyakit ini memiliki angka pemulihan spontan yang tinggi. Sekitar 50 %
pasien kembali ke kondisi normal dalam beberapa kali tindak lanjut, kebanyakan
dalam 6 bulan pertama. Pada sebuah penelitian retrospektif, wanita yang fungsi
sistoliknya kembali normal, pada saat kehamilan berikutnya 21 % mengalami gagal
jantung, namun tanpa komplikasi serius. Di lain pihak, wanita yang mengalami
disfungsi sistolik yang menetap, pada kehamilan berikutnya 19% mengalami
kehamilan.
22
BAB IV
KESIMPULAN
23
Penyakit jantung kehamilan (peripartum cardiopmyopathy/PPCM) adalah
kelainan otot jantung (cardiomyopathy) spesifik yang timbul pada akhir kehamilan
atau awal puerpurium. criteria diagnostic pertama kali dibuat oleh demaskis et al
(1971), yaitu :
1. gagal jantung yang timbul pada bulan-bulan akhir kehamilan atau dalam kurun
waktu 5 bulan setelah melahirkan.
2. tidak adanya penyakit jantung yang diketahui sebelumnya.
3. tidak adanya penyebab penyakit jantungyang dapat diidentifikasi.
4. disfungsi sistolik ventrikel kiri, yangb memenuhi criteria secara ekocardiografi:
- fraksi ejeksi < 45 %
- fractional shortening < 30%
- dimensi diastolic akhir > 2,7 cm/m2
Pada penderita penyakit jantung diusahakan untuk membatasi penambahan
berat badan yang berlebihan, anemia secepat mungkin diatasi, infeksi saluran
pernafasan atas dan preeklampsia sedapat-dapatnya dijauhkan karena sangat
memberatkan pekerjaan jantung. Saat-saat berbahaya adalah pada kehamilan 28 32
minggu karena merupakan puncak hemodilusi, partus kala II karena venous return
yang meningkat saat mengedan, dan masa postpartum sebagai akibat kembalinya
cairan tubuh ke dalam sistim sirkulasi sehingga beban jantung bertambah berat.
Penanganan ibu hamil dengan penyakit jantung membutuhkan kerja sama tim
yang kompak dan terpadu dari berbagai disiplin ilmu seperti obstetric ginekologi,
kardiologi, ilmu penyakit dalam, dan anestesi.
24
DAFTAR PUSTAKA
25
26