Laporan Pendahuluan Asma
Laporan Pendahuluan Asma
ASMA
OLEH :
1. Abdillah Oka Saputra (B11414758)
2. Marheni Ratnawati (B11313722)
3. Dwi Mardika Sari S. (B11414777)
4. Fitry Artadawati (B11414789)
A. Pengertian
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana
trakea dan brokhi berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu (Carpenito,
2008).
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan
bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan
napas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai
hasil pengobatan (Muttaqin, 2008).
Asma adalah suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabang-
cabang trakeobronkhial terhadap berbagai jenis rangsangan (Ngastiyah, 2006).
Asma Bronkhial adalah penyakit pernafasan objektif yang ditandai oleh spasme
akut otot polos bronkus. Hal ini menyebabkan obstruksi aliran udara dan penurunan
ventilasi alveolus (Elizabeth, 2006).
B. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi
C. Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal yang
yang menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus
penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non imunologi.
Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah:
1. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau alergen
yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.
2. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen, seperti common
cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat
mencetuskan serangan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik.
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan Asma Bronkhial yaitu :
1. Faktor predisposisi
Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat
alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar
dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa
diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1) Inhalan : yang masuk melalui saluran pernapasan
Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2) Ingestan : yang masuk melalui mulut
Contoh : makanan dan obat-obatan
3) Kontaktan : yang masuk melalui kontak dengan kulit
Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
Asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya
serangan Asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti
musim hujan, musim kemarau.
c. Stres
Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan Asma, selain
itu juga bisa memperberat serangan Asma yang sudah ada. Disamping gejala
Asma yang timbul harus segera diobati penderita Asma yang mengalami stres
atau gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi maka gejala belum bisa diobati.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan Asma.
Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti.
e. Olah raga atau aktifitas jasmani
Sebagian besar penderita Asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan Asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi
segera setelah selesai aktifitas tersebut (Ngastiyah, 2006).
D. Manifestasi Klinik
Gejala-gejala yang lazim muncul pada Asma Bronkhial :
1. Batuk
2. Dispnea
3. Wheezing
4. Serangan seringkali terjadi pada malam hari
5. Asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai
dengan pernapasan lambat,wheezing
6. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi, yang mendorong pasien
untuk duduk tegak dan menggunakan setiap otot-otot aksesori pernapasan.
7. Jalan napas yang tersumbat menyebabkan dispnea.
8. Serangan Asma dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat
hilang secara spontan.
9. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadi reaksi kontinu yang
lebih berat, yang disebut status asmatikus, kondisi ini mengancam hidup
(Elizabeth, 2006).
E. Patofisiologi
Suatu serangan Asma merupakan akibat obstruksi jalan napas difus reversible.
Obstruksi disebabkan oleh timbulnya tiga reaksi utama yaitu kontraksi otot-otot polos
baik saluran napas, pembengkakan membran yang melapisi bronki, pengisian bronki
dengan mukus yang kental. Selain itu, otot-otot bronki dan kelenjar mukusa membesar,
sputum yang kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara
terperangkap didalam jaringan paru.Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang
sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen
dengan antibody, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti
histamine, bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi
lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos
dan kelenjar jalan napas, menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membran
mukosa, dan pembentukan mucus yang sangat banyak. Selain itu, reseptor - dan -
adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak dalam bronki.Ketika reseptor -adrenergik
dirangsang, terjadi bronkokonstriksi, bronkodilatasi terjadi ketika reseptor -adrenergik
yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor - dan - adrenergik dikendalikan
terutama oleh siklik adenosine monofosfat (cAMP).Stimulasi reseptor -
mengakibatkan penurunan cAMP, yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi
yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor -mengakibatkan
peningkatan tingkat cAMP yang menghambat pelepasan mediator kimiawi dan
menyebabakan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan -
adrenergik terjadi pada individu dengan Asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap
peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan konstriksi otot polos (Elizabeth, 2006).
F. Pathways
G. Komplikasi
Berbagai komplikasi menurut Muttaqin (2008) yang mungkin timbul adalah :
1. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang dicurigai
bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps
paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan napas.
2. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma udara, juga dikenal sebagai
emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana udara hadir di mediastinum.
Pertama dijelaskan pada 1819 oleh Rene Laennec, kondisi ini dapat disebabkan oleh
trauma fisik atau situasi lain yang mengarah ke udara keluar dari paru-paru, saluran
udara atau usus ke dalam rongga dada .
3. Atelektasis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan
saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat
dangkal.
4. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh jamur dan
tersifat oleh adanya gangguan pernapasan yang berat. Penyakit ini juga dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan mata. Istilah
Aspergilosis dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp.
5. Gagal napas
Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap karbodioksida dalam paru-
paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan
karbondioksida dalam sel-sel tubuh.
6. Bronkhitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam dari
saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronkhiolis) mengalami bengkak. Selain
bengkak juga terjadi peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya penderita
merasa perlu batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang
berlebihan, atau merasa sulit bernapas karena sebagian saluran udara menjadi sempit
oleh adanya lendir.
7. Fraktur iga
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan spirometri
Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator
F. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
Pengobatan Asma diarahkan terhadap gejala-gejala yang timbul saat serangan,
mengendalikan penyebab spesifik dan perawatan pemeliharaan keehatan optimal
yang umum. Tujuan utama dari berbagai macam pengobatan adalah pasien segera
mengalami relaksasi bronkus. Terapi awal, yaitu:
a. Memberikan oksigen pernasal
b. Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol mg atau fenetoral 2,5 mg atau
terbutalin 10 mg). Inhalasi nebulisasi dan pemberian yang dapat diulang setiap
20 menit sampai 1 jam. Pemberian antagonis beta 2 adrenergik dapat secara
subcutan atau intravena dengan dosis salbutamol 0,25 mg dalam larutan
dekstrose 5%
c. Aminophilin intravena 5-6 mg per kg, jika sudah menggunakan obat ini dalam
12 jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
d. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena jika tidak ada respon segera
atau dalam serangan sangat berat Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan
napas, termasuk didalamnya golongan beta adrenergik dan anti kolinergik.
2. Pengobatan secara sederhana atau non farmakologis
Penatalaksanaan nonfarmakologis asma yaitu:
a. Fisioterapi dada dan batuk efektif membantu pasien untuk mengeluarkan
sputum dengan baik
b. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
c. Berikan posisi tidur yang nyaman (semi fowler)
d. Anjurkan untuk minum air hangat 1500-2000 ml per hari
e. Usaha agar pasien mandi air hangat setiap hari
f. Hindarkan pasien dari faktor pencetus (Ngastiyah, 2006)
G. Fokus Pengkajian
1. Pola pemeliharaan kesehatan
Gejala Asma dapat membatasi manusia untuk berperilaku hidup normal sehingga
pasien dengan Asma harus mengubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang
memungkinkan tidak terjadi serangan Asma
2. Pola nutrisi dan metabolik
Perlu dikaji tentang status nutrisi pasien meliputi, jumlah, frekuensi, dan kesulitan-
kesulitan dalam memenuhi kebutuhnnya. Serta pada pasien sesak, potensial sekali
terjadinya kekurangan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, hal ini karena dispnea
saat makan, laju metabolism serta ansietas yang dialami pasien.
3. Pola eliminasi
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna, bentuk, konsistensi,
frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam pola eliminasi.
4. Pola aktifitas dan latihan
Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian pasien, seperti olahraga, bekerja, dan
aktifitas lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi faktor pencetus terjadinya Asma.
5. Pola istirahat dan tidur
Perlu dikaji tentang bagaiman tidur dan istirahat pasien meliputi berapa lama pasien
tidur dan istirahat. Serta berapa besar akibat kelelahan yang dialami pasien. Adanya
wheezing dan sesak dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat pasien.
6. Pola persepsi sensori dan kognitif
Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi konsep diri pasien dan
akhirnya mempengaruhi jumlah stresor yang dialami pasien sehingga kemungkinan
terjadi serangan Asma yang berulang pun akan semakin tinggi.
7. Pola hubungan dengan orang lain
Gejala Asma sangat membatasi pasien untuk menjalankan kehidupannya secara
normal. Pasien perlu menyesuaikan kondisinya berhubungan dengan orang lain.
8. Pola reproduksi dan seksual
Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia, bila kebutuhan ini tidak
terpenuhi akan terjadi masalah dalam kehidupan pasien. Masalah ini akan menjadi
stresor yang akan meningkatkan kemungkinan terjadinya serangan Asma.
9. Pola persepsi diri dan konsep diri
Perlu dikaji tentang pasien terhadap penyakitnya.Persepsi yang salah dapat
menghambat respon kooperatif pada diri pasien. Cara memandang diri yang salah
juga akan menjadi stresor dalam kehidupan pasien.
10. Pola mekanisme dan koping
Stres dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik pencetus serangan Asma
maka prlu dikaji penyebab terjadinya stress. Frekuensi dan pengaruh terhadap
kehidupan pasien serta cara penanggulangan terhadap stresor.
11. Pola nilai kepercayaan dan spiritual
Kedekatan pasien pada sesuatu yang diyakini di dunia dipercayai dapat
meningkatkan kekuatan jiwa pasien.Keyakinan pasien terhadap Tuhan Yang Maha
Esa serta pendekatan diri pada-Nya merupakan metode penanggulangan stres yang
konstruktif (Doenges, 2000).
H. Fokus Intervensi
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret
Tujuan : jalan napas menjadi efektif
Kriteria hasil :
a. Jalan napas bersih
b. Sesak berkurang
c. Batuk efektif
d. Mengeluarkan sekret
Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda vital dan auskultasi bunyi napas
Rasional : beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan
napas
b. Berikan pasien untuk posisi yang nyaman
Rasional : peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan
c. Pertahankan lingkungan yang nyaman
Rasional : Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode
akut.
d. Tingkatkan masukan cairan, dengan memberi air hangat.
Rasional : Membantu mempermudah pengeluaran sekret
e. Dorong atau bantu latihan napas dalam dan batuk efektif
Rasional : Memberikan cara untuk mengatasi dan mengontrol
dispnea,mengeluarkan sekret.
f. Dorong atau berikan perawatan mulut
Rasional : higiene mulut yang baik meningkatkan rasa sehat dan mencegah bau
mulut
g. Kolaborasi : pemberian obat dan humidifikasi, seperti nebulizer
Rasional : menurunkan kekentalan sekret dan mengeluarkan sekret
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme
Tujuan : pola napas kembali efektif
Kriteria hasil :
a. Pola napas efektif
b. Bunyi napas normal kembali
c. Batuk berkurang
Intervensi :
a. Kaji frekuensi kedalaman pernapasan dan ekspansi dada
Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernapasan bervariasi
tergantung derajat gagal napas
b. Auskultasi bunyi napas
Rasional : ronchi dan mengi menyertai obstruksi jalan napas
c. Tinggikan kepala dan bentuk mengubah posisi
Rasional : memudahkan dalam ekspansi paru dan pernapasan
d. Kolaborasi pemberian oksigen
Rasional : memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan suplai oksigen
Tujuan :dapat mempertahankan pertukaran gas
Kriteria hasil :
a. Tidak ada dispnea
b. Pernapasan normal
Intervensi :
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan
Rasional : berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan atau kronisnya
proses penyakit.
b. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang nyaman
untuk bernapas
Rasional : pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan
latihan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja napas.
c. Kaji atau awasi secar rutin kulit dan warna membran mukosa
Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentra (terlihat
sekitar bibir atau daun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral
mengindikasikan beratnya hipoksemia.
d. Dorong pengeluaran sputum: penghisapan bila diindikasikan
Rasional : Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan
pertukaran gas pada jalan napas kecil. Penghisapan dibutuhkan jika batuk tidak
efektif.
e. Auskultasi bunyi napas
Rasional : bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area
konsolidasi.
f. Palpasi Fremirus
Rasional : Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara
terjebak.
g. Evaluasi tingkat toleransi aktivitas
Rasional : Selama distress pernapasan berat atau akut atau refraktori pasien
secara total tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari karena hipoksemia dan
dispnea.
h. Kolaborasi : Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
i. Rasional : dapat memperbaiki memburuknya hipoksia.
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang berlebih
Tujuan : pola tidur terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Pola tidur 6-7 jam per hari
b. Tidur tidak terganggu karena batuk
Intervensi :
a. Kaji pola tidur setiap hari
Rasional : mengetahui perubahan pola tidur yang terjadi
b. Beri posisi yang nyaman
Rasional : memudahkan dalam beristirahat
c. Berikan lingkungan yang nyaman
Rasional : menciptakan suasana yang tenang
d. Anjurkan kepada keluarga dan pengunjung untuk tidak ramai
Rasional :menciptakan suasana yang tenang
e. Menjelaskan pada pasien pentingnya keseimbangan istirahat dan tidur untuk
penyembuhan
Rasional : menambah pengetahuan
5. Cemas berhubungan dengan kurangnya tingkat pengetahuan
Tujuan : kecemasan pasien berkurang
Kriteria hasil :
a. Pasien terlihat tenang
b. Cemas berkurang
c. Ekspresi wajah tenang
Intervensi :
a. Kaji tingkat kecemasan
Rasional : mengetahui skala kecemasan pasien
b. Berikan pengetahuan tentang penyakit yang diderita
Rasional : menambah tingkat pengetahuan pasien dan mengurangi cemas
c. Berikan dukungan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional : mengungkapkan perasaan dapat mengurangi rasa cemas yang
dialaminya.
d. Ajarkan teknik napas dalam pada pasien
Rasional : mengurangi rasa cemas yang dialami pasien
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Sistem Imunologi.
Jakarta : Salemba Medika.