Faktor 1
Faktor 1
PENDAHULUAN
Tujuan utama pembangunan Nasional adalah peningkatan SDM yang dilakukan secara
berkelanjutan. Upaya peningkatan kualitas SDM dimulai dengan pemenuhan kebutuhan
dasar manusia dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang anak sejak
pembuahan sampai mencapai dewasa muda. Pada masa tumbuh kembang ini
pemenuhan dasar anak seperti perawatan dan makanan bergizi yang diberikan secara
baik dan benar dapat membentuk SDM yang sehat dan produktif. Anak sebagai aset SDM
dan generasi penerus perlu diperhatikan kehidupannya. Kecukupan gizi dan pangan
merupakan salah satu faktor terpenting dalam pengembangan kualitas Sumber Daya
Manusia. Kecukupan gizi sangat mempengaruhi terhadap kecerdasan dan produktivitas
kerja manusia. Banyak aspek yang berpengaruh terhadap status gizi antara lain aspek
pola pangan, sosial budaya dan pengaruh konsumsi pangan (Suhardjo, 2003).
Kelompok usia sekolah termasuk golongan penduduk berada pada masa
pertumbuhan yang cepat dan aktif. Dalam kondisi anak harus mendapatkan masukan
gizi dalam kuantitas dan kualitas yang cukup. Status gizi anak sebagai cerminan
kecukupan gizi, merupakan salah satu tolak ukur yang penting untuk menilai
keadaan pertumbuhan dan status kesehatannya. Usia antara 6 sampai 12 tahun
adalah usia anak yang duduk dibangku SD. Pada masa ini anak mulai masuk kedalam
dunia baru, anak mulai banyak berhubungan dengan orang-orang diluar keluarganya
dan berkenalan dengan suasana dan lingkungan baru dalam kehidupannya (Mochji,
2003). Pada umur ini anak lebih banyak aktifitasnya, baik di sekolah maupun di luar
sekolah, sehingga anak perlu energi lebih banyak. Pertumbuhan anak lambat tetapi
pasti, sesuai dengan banyaknya makanan yang dikonsumsi anak. Sebaiknya anak
diberikan makanan pagi sebelum ke sekolah, agar anak dapat berkonsentrasi pada
pelajaran dengan baik dan berprestasi (Soetjiningsih, 2002).
Indonesia menghadapi masalah gizi ganda, yaitu masalah gizi kurang dan masalah
gizi lebih. Masalah gizi kurang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan,
kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan, kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan dan adanya
daerah miskin gizi. Masalah gizi lebih disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada
lapisan masyarakat tertentu disertai dengan kurangnya pengetahuan tentang gizi,
menu seimbang dan kesehatan (Almatsier, 2001).
Survey Depkes tahun 1997 terhadap 600 ribu anak SD di 27 propinsi di Indonesia
menunjukkan bahwa anak sekolah yang mengalami gangguan masalah kurang gizi
berkisar antara 13,6%-43,7%. Masalah kekurangan gizi pada usia SD terlihat dengan
prevalensi kekurangan energi protein di Indonesia pada siswa SD/MI sebesar 30,1%.
Sedangkan prevalensi anemia besi mencakup sekitar 25-40%. Besarnya prevalensi
gangguan pertumbuhan pada siswa SD/MI di Indonesia sebesar 32% di pedesaan dan
18% di wilayah perkotaan (Soekirman, 2000).
Anak sekolah merupakan salah satu kelompok rentan terhadap ketidak cukupan
gizi, sehingga anak sekolah harus dipantau agar ketidak cukupan gizi bisa diindari.
Sediaoetama (2000) menyatakan bahwa kelompok rentan terhadap ketidakcukupan
gizi di Indonesiaantara lain : Kelompok Bayi, Anak Balita (Bawah Lima Tahun),
Kelompok Anak Sekolah, Kelompok Remaja, Kelompok Ibu Hamil, Ibu yang
Menyusukan dan Manusia Usia Lanjut (Manula). Menurut Sediaoetama (2000)
terdapat berbagai kondisi gizi anak sekolah yang tidak memuaskan antara lain:
berat badan yang kurang, anemia defisiensi Fe, defisiensi vitamin C dan di daerah
tertentu juga defisiensi yodium. Upaya perbaikan gizi yang di lakukan oleh
pemerintah yakni melalui Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), dan pihak swasta
berupa program suplementasi makanan tambahan di sekolah atau program makan
siang sekolah (School Lunch Program). Call dan Levinson (dalam I Dewa Nyoman
S, 2001) faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang adalah konsumsi
makanan dan status kesehatan, dimana keduanya tergantung pada : zat gizi dalam
makanan; ada tidaknya program pemberian makanan di luar keluarga; daya beli
keluarga; kebiasaan makan; pemeliharaan kesehatan; dan lingkungan fisik dan
sosial.
Green (2005) menjelaskan bahwa perilaku adalah hasil atau resultan antara
stimulus (faktor external) dengan respon (faktor internal) dalam subjek atau orang
yang berperilaku tersebut. Faktor perilaku sendiri ditentukan oleh tiga faktor
utama, yaitu pertama adalah faktor predisposisi. Dengan tingginya pengetahuan
seseorang, maka orang itu akan dengan cepat mengubah perilakunya dari
kebiasaan yang buruk ke kebiasaan yang baik. Faktor kedua adalah faktor
pemungkin, yaitu dengan tercukupi sarana dan prasarana, maka orang tersebut
akan mengambil tindakan (keputusan) untuk melakukan sesuatu. Faktor ketiga
merupakan penguat, adalah dengan adanya peraturan-peraturan dan undang-
undang yang ada, maka seseorang semakin mantap dalam memutuskan sesuatu.
Masa anak, khususnya masa di bawah lima tahun, merupakan masa kritis dalam proses
tumbuh kembang manusia (Departemen Kesehatan RI, 1994). Hal ini karena masa ini
merupakan masa paling cepat untuk pertumbuhan dan perkembangan otak, di
samping pada masa kandungan (Widjaja dalam: Muwakhidah dan Zulaekah, 2004).
Jika usia ini tidak dikelola dengan baik, apalagi kondisi gizinya buruk, dikemudian hari
kemungkinan akan terjadi gangguan tumbuh kembang dan selanjutnya akan sulit
terwujud perbaikan kualitas bangsa. Salah satu cara untuk mewujudkan harapan
tersebut adalah dengan mengenalkan makanan bergizi dan pola makan yang sehat
kepada bayi dan balita (Muwakhidah dan Zulaekah, 2004).
Dari hasil pre survey yang penulis lakukan pada awal bulan Maret 2010, didapatkan 7
dari 10 orang ibu yang memiliki anak usia sekolah tidak mengetahui
kebutuhan/asupan gizi anaknya, sedangkan 3 orang ibu lainnya mengatakan tahu
tentang kebutuhan/asupan gizi anaknya, tapi masih bingung dalam penyajiannya,
sementara 6 dari 10 orang ibu mengatakan kebutuhan/asupan gizi anak tidak perlu
bergantung dari orang lain dan cukup keluarga saja dan 4 orang ibu lainnya
mempercayakan kebutuhan/asupan gizi anaknya cukup dengan memberi uang jajan.
1.2.1.2 Didapatkan 7 dari 10 orang ibu yang memiliki anak usia sekolah tidak
orang lain dan cukup keluarga saja dan 4 orang ibu lainnya
uang jajan.
orangtua dengan asupan gizi di SDN 1 ZZZ Kecamatan ZZZ tahun 2010.
dengan asupan gizi siswa SDN 1 ZZZ Kecamatan ZZZ tahun 2010.
selanjutnya.