Anda di halaman 1dari 20

PENANGANAN OTITIS MEDIA AKUT

PENANGANAN OTITIS MEDIA


AKUT
No.Dokumen :
No. Revisi :
SOP Tanggal Terbit :
Halaman :
UPT. Kesmas dr. I.G.N Gede Putra
Payangan NIP.19801031200903 1 003

Otitis media akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau


seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid,
1. Pengertian dan sel-sel mastoid yang terjadi dalam waktu kurang dari 3
minggu.

Sebagai acuan tatalaksana penderita otitis media akutsesuai


2. Tujuan standar terapi

Penerapan standar terapi di Puskesmas


3. Kebijakan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
2014 Tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
4. Referensi
Pelayanan Kesehatan Primer

Infeksi bakteri, virus, parasit, jamur


5. Penyebab
6. Gambaran Klinis Gejala Klinis :
Demam, rasa nyeri di dalam telinga, batuk pilek, gangguan
pendengaran dan rasa penuh dalam telinga.

Pemeriksaan Fisik
a. Dapat ditemukan demam
b. Pemeriksaan dengan otoskopi untuk melihat membran
timpani:
1. Pada stadium oklusi : retraksi membran timpani, warna
membran timpani suram dengan reflex cahaya tidak
terlihat.
2. Pada stadium hiperemis : membran timpani tampak
hiperemis serta edema.
3. Pada stadium supurasi : membran timpani menonjol ke
arah luar (bulging) berwarna kekuningan.
4. Pada stadium perforasi : terjadi ruptur membran timpani
dan keluar nanah ke liang telinga luar.
5. Pada stadium resolusi: bila membran timpani tetap
utuh, maka perlahan-lahan akan normal kembali.Bila
telah terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan
mengering.
c. Tes Penala ditemukan tuli konduktif, yaitu: Rinne (-),
Schwabach memendek pada telinga yang sakit, Weber
lateralisasi ke telinga sakit

7. Diagnosa Diagnosis Klinis


Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik.

Diagnosis Banding
Otitis media serosa akut
Otitis eksterna

8. Pemeriksaan Tidak diperlukan


Penunjang
9. Penatalaksanaan Penatalaksanaan :
a. Asupan gizi yang baik untuk meningkatkan daya tahan
tubuh
b. Pemberian farmakoterapi dengani:
1. Topikal
a. Stadium oklusi : tetes hidung HCl efedrin 0,5%
(atau oksimetazolin 0,025%) untuk <12 tahun atau
HCl efedrin 1% (atau oksimetazolin 0,05%) untuk
>12 tahun + NaCl 0,9%.
b. Stadium perforasi : obat cuci telinga H2O2 3%
selama 3-5 hari, dan antibiotik ofloxacin tetes telinga
sampai 3 minggu.
2. Oral sistemik
a. Terapi simtomatis (antihistamin, antipiretik,
antibiotik pada stadium oklusi dan hiperemis:
penisilin / eritromisin, selama 10-14 hari
b. Pada stadium supurasi dilakukan miringotomi (kasus
rujukan)

Kriteria Rujukan:
1. Jika indikasi miringotomi.
2. Bila membran timpani tidak menutup kembali setelah 3
bulan.
10. Hal-hal yang
perlu
diperhatikan

11. Unit Terkait 1. Poli Umum


2. UGD
3. Puskesmas Pembantu
4. Puskesmas Keliling
12. Dokumen 1. Rekam Medis
Terkait 2. Catatan tindakan

13. Rekaman No. Yang diubah Isi perubahan Tanggal mulai


Historis diberlakukan
Perubahan
PENANGANAN SERUMEN OBTURANS

PENANGANAN SERUMEN
OBTURANS
No.Dokumen :
No. Revisi :
SOP Tanggal Terbit :
Halaman :
UPT. Kesmas dr. I.G.N Gede Putra
Payangan NIP.19801031200903 1 003

Serumen Obturans adalah penumpukan sekret kelenjar sebasea,


kelenjar seruminosa, epitel kulit yang terlepas dan partikel debu
yang terdapat pada bagian kartilaginosa liang telinga. Bila
1. Pengertian
serumen ini berlebihan maka dapat membentuk gumpalan yang
menumpuk di liang telinga, dikenal dengan serumen prop.

Sebagai acuan tatalaksana penderita serumen obturans sesuai


2. Tujuan standar terapi

Penerapan standar terapi di Puskesmas


3. Kebijakan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
2014 Tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
4. Referensi
Pelayanan Kesehatan Primer

Serumen yang mengeras


5. Penyebab
6. Gambaran Klinis Gejala Klinis
Pendengaran menurun disertai rasa penuh pada telinga, nyeri
telinga, keluhan memberat saat kemasukan air (waktu mandi atau
berenang), terkadang disertai vertigo atau tinnitus

Pemeriksaan Fisik
a. Otoskopi: adanya obstruksi serumen pada liang telinga.
b. Pemeriksaan penala : normal tuli konduktif

7. Diagnosa Diagnosis Klinis


Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik

Diagnosis Banding
Benda asing di liang telinga

8. Pemeriksaan Tidak diperlukan


Penunjang
9. Penatalaksanaan Penatalaksanaan
1. Serumen yang lembek, dibersihkan dengan kapas yang
dililitkan pada pelilit kapas.
2. Serumen yang keras harus dilunakkan lebih dahulu dengan
tetes karbogliserin 10% atau H2O2 3% selama 3 hari,
kemudian dilakukan irigasi telinga untuk mengeluarkan
serumen.
3. Serumen yang sudah terlalu jauh terdorong ke dalam liang
telinga sehingga dikuatirkan menimbulkan trauma pada
membran timpani, keluarkan dengan irigasi air hangat yang
suhunya disesuaikan dengan suhu tubuh.

10. Hal-hal yang


perlu
diperhatikan

11. Unit Terkait 1. Poli Umum


2. UGD
3. Puskesmas Pembantu
4. Puskesmas Keliling

12. Dokumen 1. Rekam Medis


Terkait 2. Catatan tindakan

13. Rekaman No. Yang diubah Isi perubahan Tanggal mulai


Historis diberlakukan
Perubahan
PENANGANAN HIPERTENSI

PENANGANAN HIPERTENSI
No.Dokumen :
No. Revisi :
SOP Tanggal Terbit :
Halaman :
UPT. Kesmas dr. I.G.N Gede Putra
Payangan NIP.19801031200903 1 003

Hipertensi adalah kondisi terjadinya peningkatan tekanan darah


1. Pengertian sistolik lebih dari 140 mmHg dan atau diastolik 90 mmHg.

Sebagai acuan tatalaksana penderita Hipertensi sesuai standar


2. Tujuan terapi

Penerapan standar terapi di Puskesmas


3. Kebijakan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
2014 Tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
4. Referensi
Pelayanan Kesehatan Primer

Primer : tidak diketahui penyebabnya


5. Penyebab Sekunder : oleh karena penyakit lain

6. Gambaran Klinis Gejala Klinis :


- Asimptomatis
- Sakit/nyeri kepala, gelisah, jantung berdebar, pusing, leher
kaku, penglihatan kabur, dan rasa sakit di dada.

7. Diagnosa Diagnosis Klinis


Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik.

Klasifikasi TD Sistolik TD Diastolik


Normal < 120 mmHg < 80 mm Hg
Pre-Hipertensi 120 - 139 mmHg 80-89 mmHg
Hipertensi stage 1 140 - 159 mmHg 80-99 mmHg
Hipertensi stage 2 160 mmHg 100 mmHg

8. Pemeriksaan - Urinalisis (proteinuri atau albuminuria)


Penunjang - Tes gula darah
- Tes kolesterol (profil lipid)
- Ureum-Kreatinin
- Funduskopi
- EKG
- Foto thoraks
9. Penatalaksanaan Penatalaksanaan :
1. Modifikasi gaya hidup seperti menjaga berat badan agar
ideal, lakukan diet DASH, batasi natrium, olah raga rutin
dan stop alkohol.
2. Terapi farmakologis
a. Diuretik (HCT 12.5-50 mg/hari, furosemid 2x20-80
mg/hari), atau
pemberian penghambat ACE (captopril 2x25-100
mg/hari atau enalapril 1-2 x 2,5-40 mg/hari), atau
penyekat reseptor beta (atenolol 25-100mg/hari dosis
tunggal), atau
penghambat kalsium (diltiazem extended release
1x180-420 mg/hari, amlodipin 1x2,5-10 mg/hari, atau
nifedipin long acting 30-60 mg/hari).
b. Bila target terapi tidak tercapai setelah observasi
selama 2 minggu, dapat diberikan kombinasi 2 obat.
c. Pemilihan anti hipertensi didasarkan ada tidaknya
kontraindikasi dari masing-masing antihipertensi

Kriteria rujukan
1. Hipertensi dengan komplikasi.
2. Resistensi hipertensi.
3. Krisis hipertensi (hipertensi emergensi dan urgensi)

10. Hal-hal yang


perlu
diperhatikan

11. Unit Terkait 1. Poli Umum


2. UGD
3. Puskesmas Pembantu
4. Puskesmas Keliling

12. Dokumen 1. Rekam Medis


Terkait 2. Catatan tindakan

13. Rekaman No. Yang diubah Isi perubahan Tanggal mulai


Historis diberlakukan
Perubahan
DAFATAR TILIK PENANGANAN
HIPERTENSI
No.Dokumen :
No. Revisi :
SOP Tanggal Terbit :
Halaman :
UPT. Kesmas dr. I.G.N Gede Putra
Payangan NIP.19801031200903 1 003

NO KEGIATAN YA TIDAK TIDAK


BERLAKU
1 Petugas sudah menyarankan agar pasien
memodifikasi gaya hidup
2 Petugas sudah melakukan terapi farmakologi

3 Petugas merujuk kriteria hipertensi dengan


komplikasi

CR = {Ya/(ya + tidak)}x100%
= {/(..+)} x100%
=

Pemeriksa :
Yang diperiksa :
Tanggal :
Nama Pasien :
No. Rekam medik :

PENANGANAN ANGINA PEKTORIS


PENANGANAN ANGINA
PEKTORIS
No.Dokumen :
No. Revisi :
SOP Tanggal Terbit :
Halaman :
UPT. Kesmas dr. I.G.N Gede Putra
Payangan NIP.19801031200903 1 003

Angina pektoris ialah suatu sindrom klinis berupa serangan nyeri


dada yang khas, yaitu seperti rasa ditekan atau terasa berat di
dada yang sering menjalar ke lengan kiri. Nyeri dada tersebut
1. Pengertian
biasanya timbul pada saat melakukan aktivitas dan segera hilang
bila aktivitas dihentikan.

Sebagai acuan tatalaksana penderita Angina pektoris sesuai


2. Tujuan standar terapi

Penerapan standar terapi di Puskesmas


3. Kebijakan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
2014 Tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
4. Referensi
Pelayanan Kesehatan Primer

Berkurangnya pasokan oksigen dan menurunnya aliran darah ke


5. Penyebab dalam miokardium

6. Gambaran Klinis Gejala Klinis :


- Nyeri dada yang khas, yaitu seperti rasa ditekan atau terasa
berat seperti ditimpa beban yang sangat berat, di dada
sebelah kiri dan kadang menjalar ke lengan kiri, dapat
menjalar ke punggung, rahang, leher, atau ke lengan kanan.
- Nyeri dada bisa disertai keringat dingin , mual, muntah, sesak
dan pucat.

7. Diagnosa Diagnosis Klinis


Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan penunjang.

Diagnosis Banding
1. Gastroesofageal Refluks Disease (GERD)
2. Gastritis Akut

8. Pemeriksaan 1. EKG
Penunjang 2. Thorax foto
9. Penatalaksanaan Penatalaksanaan :
1. ISDN 5 mg sublingual dapat dilanjutkan dengan 5 mg
peroral sampai mendapat pelayanan rawat lanjutan di
Pelayanan sekunder.
2. Beta bloker:
- Propanolol 20-80 mg dalamdosis terbagi atau
- Bisoprolol 2,5-5 mg per 24 jam.
3. Calcium Channel Blocker (CCB)
Dipakai bila Beta Blocker merupakan kontraindikasi.
- Verapamil 80 mg (2-3 kali sehari)
- Diltiazem 30 mg ( 3-4 kali sehari)
4. Antipletelet:
Aspirin 160-320 mg sekali minum pada akut.
5. Oksigen dimulai 2-4 L/menit
6. Segera rujuk ke RS yang memiliki fasilitas lebih lengkap
untuk tatalaksana lebih lanjut

10. Hal-hal yang


perlu
diperhatikan

11. Unit Terkait 1. Poli Umum


2. UGD
3. Puskesmas Pembantu
4. Puskesmas Keliling

12. Dokumen 1. Rekam Medis


Terkait 2. Catatan tindakan

13. Rekaman No. Yang diubah Isi perubahan Tanggal mulai


Historis diberlakukan
Perubahan
PENANGANAN INFARK MIOKARD

PENANGANAN INFARK
MIOKARD
No.Dokumen :
No. Revisi :
SOP Tanggal Terbit :
Halaman :
UPT. Kesmas dr. I.G.N Gede Putra
Payangan NIP.19801031200903 1 003

Infark miokard (IM) adalah perkembangan yang cepat dari


nekrosis otot jantung yang disebabkan oleh ketidakseimbangan
1. Pengertian
yang kritis antara suplai oksigen dan kebutuhan miokardium.

Sebagai acuan tatalaksana penderita infark miokard sesuai


2. Tujuan standar terapi

Penerapan standar terapi di Puskesmas


3. Kebijakan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
2014 Tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
4. Referensi
Pelayanan Kesehatan Primer

Ruptur plak dengan trombus dalam pembuluh darah koroner


5. Penyebab
6. Gambaran Klinis Gejala Klinis :
Keluhan mendadak berupa:
a. Nyeri dada retrosternum seperti tertekan atau tertindih
benda berat.
b. Nyeri menjalar ke dagu, leher, tangan, punggung, dan
epigastrium.
c. Penjalaran ke tangan kiri lebih sering terjadi.
d. Disertai gejala tambahan berupa sesak, mual muntah,
nyeriepigastrium, keringat dingin, dan anxietas.

Pemeriksaan Fisik
Hampir selalu normal, termasuk pemeriksaan thoraks, auskultasi
danpengukuran laju jantung serta tekanan darah. Tujuan
pemeriksaan fisik ini untuk menyingkirkan penyebab nyeri dada
nonkardiak, penyakit kardiak non iskemik (perikarditis, penyakit
valvular), penyebab ekstra kardiak yang mencetuskan nyeri dada
serta mencari tanda-tanda ketidakstabilan hemodinamik dan
disfungsi ventrikel kiri.

7. Diagnosa Diagnosis klinis


Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik.

Kriteria diagnosis pasti jika terdapat 2 dari 3 hal di bawah ini:


a. Klinis : nyeri dada khas angina.
b. EKG : ST elevasi atau ST depresi atau T inverted.
c. Laboratorium : peningkatan enzim jantung.

Klasifikasi
a. STEMI
b. NSTEMI

Diagnosis Banding
a. Angina pectoris prinzmetal
b. Unstable angina pectoris
c. Ansietas
d. Diseksi aorta
e. Dispepsia
f. Miokarditis
g. Pneumothoraks
h. Emboli paru

8. Pemeriksaan Pemeriksaan Penunjang :


Penunjang 1. EKG
a. STEMI
Elevasi segmen ST >1 mm pada 2 sadapan prekordial
(V1-V6) atau ekstremitas (I, II, III, aVL, aVF) yang
berdekatan (contagious lead), atau LBBB yang dianggap
baru.
b. Non- STEMI
Depresi segmen ST 0.5 mm (0.05 mV) yang persisten
maupun transient elevasi segmen ST 0.5 mm (< 20
menit) serta inversi gel T 0.2 mV pada 2 sadapan yang
berdekatan atau lebih.
2. Thorax Foto

9. Penatalaksanaan Penatalaksanaan
a. Segera rujuk setelah pemberian MONACO:
M : Morfin, 2,5-5 mg IV
O : Oksigen 2-4 L/menit
N : Nitrat, bisa diberikan nitrogliserin infus dengan dosis
mulai dari 5mcg/m (titrasi) atau ISDN 5-10 mg
sublingual maksimal 3 kali
A : Aspirin, dosis awal 320 mg dilanjutkan dosis
pemeliharaan 1 x 160 mg
CO : Clopidogrel, dosis awal 300-600 mg, dilanjutkan
dosis pemeliharaan 1 x 75 mg
Rujuk dengan terpasang infus dan oksigen
b. Pengobatan farmakologis (dilakukan di layanan rujukan):
1. Antikoagulan: Heparin 20.000-40.000 U/24 jam IV tiap
4-6 jam
2. Streptokinase/trombolisis
3. PCI (Percutaneous coronary intervention)

10. Hal-hal yang


perlu
diperhatikan

11. Unit Terkait 1. Poli Umum


2. UGD
3. Puskesmas Pembantu
4. Puskesmas Keliling

12. Dokumen 1. Rekam Medis


Terkait 2. Catatan tindakan

13. Rekaman No. Yang diubah Isi perubahan Tanggal mulai


Historis diberlakukan
Perubahan
PENANGANAN GAGAL JANTUNG AKUT AKUT

PENANGANAN GAGAL
JANTUNG AKUT AKUT
No.Dokumen :
No. Revisi :
SOP Tanggal Terbit :
Halaman :
UPT. Kesmas dr. I.G.N Gede Putra
Payangan NIP.19801031200903 1 003

Gagal jantung akut merupakan suatu sindroma timbulnya tanda


dan gejala yang berlangsung cepat dan singkat (dalam jam atau
1. Pengertian
hari) akibat disfungsi jantung.

Sebagai acuan tatalaksana penderita gagal jantung akut sesuai


2. Tujuan standar terapi

Penerapan standar terapi di Puskesmas


3. Kebijakan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
2014 Tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
4. Referensi
Pelayanan Kesehatan Primer

5. Penyebab
6. Gambaran Klinis Tanda dan gejala GJA:
1. Sesak napas saat istirahat
2. Sesak saat aktivitas ringan (perburukan dari gagal jantung
kronik)
3. Orthopnoe (sesak memberat saat berbaring)
4. Ronki basah di basal paru atau seluruh lapang paru
5. Takikardi
6. Takipnoe
7. Tekanan vena jugularis / JVP meningkat

7. Diagnosa a. Rontgen thoraks (kardiomegali, gambaran edema


paru/alveolaredema/butterfly appearance)
b. EKG (hipertrofi ventrikel kiri, atrial fibrilasi, perubahan
gelombang T,dan gambaran abnormal lainnya.
c. Darah perifer lengkap

8. Pemeriksaan 1. Kriteria Gagal Jantung:


Penunjang a. Gejala gagal jantung pada saat istirahat ataupun saat
aktivitas fisik.
b. Terdapat bukti objektif disfungsi jantung saat istirahat.
c. Respons terhadap terapi gagal jantung.
d. Kriteria 1 dan 2 harus dipenuhi pada semua kasus gagal
jantung.

2. Kriteria Framingham: minimal 1 kriteriamayor dan 2 kriteria


minor.
a. Kriteria Mayor:
1. Paroxysmal nocturnal dyspnea
2. Distensi vena jugularis
3. Ronki basah halus
4. Rontgen : kardiomegali
5. Udem pulmonal akut
6. S3 gallop
7. Tekanan vena sentral >16 cm H2O
8. Waktu sirkulasi +25 detik
9. Hepatojugular refluks
10. Edema pulmonal, kongesti viseral, atau kardiomegali
pada autopsi
11. Penurunan berat badan >4.5 kg dalam 5 hari yang
respon terhadap terapi gagal jantung.
b. Kriteria Minor:
1. Edema kaki bilateral
2. Batuk nokturnal
3. Dyspnea pada aktivitas sehari-hari
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Penurunan kapasitas vital lebih dari satu pertiga dari
nilai maksimal
7. Takikardia ( nadi >120 kali/menit)

Klasifikasi Gagal Jantung berdasarkan New York Heart


Association (NYHA)
Kelas Kriteria
1 Tidak ada batasan: aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan
capai,sesak napas, atau palpitasi.
2 Sedikit batasan pada aktivitas fisik: tidak ada gangguan pada
saatistirahat tetapi aktivitas fisik biasa menyebabkan lelah,
sesak napas,
atau palpitasi.
3 Terdapat batasan yang jelas pada aktivitas fisik: tidak ada
gangguanpada saat istirahat tetapi aktivitas fisik ringan
menyebabkan capai,
sesak napas, atau palpitasi.
4 Tidak dapat melakukan aktivitas fisik tanpa menimbulkan
keluhan:
gejala gagal jantung timbul meskipun dalam keadaan
istirahatdengan keluhan yang semakin bertambah pada
aktivitas fisik.

Klasifikasi digunakan untuk menentukan apakah penderita hanya


memerlukan rawat jalan (kelas I dan II) atau harus rawat inap
(kelas III danIV), juga berguna dalam menentukan
penatalaksanaan dan prognostikkelainan yang dialami.
Diagnosis Banding
1. Penyakit paru: obstruktif kronik (PPOK), asma, pneumonia,
infeksi paruberat (ARDS), emboli paru
2. Penyakit Ginjal: Gagal ginjal kronik, sindrom nefrotik
3. Penyakit Hati: sirosis hepatik

9. Penatalaksanaan Penatalaksaaan resusitasi


1. Lakukan langkah-langkah airway, breathing, circulation
(ABC).
2. Oksigen nasal 2-4 L/menit.
3. Posisi setengah duduk (semi fowler position).
4. Berikan diuretik furosemid 20 - 40 mg i.v. (jika TD >100
mmHg) bolus dapat diulang tiap jam sampai dosis
maksimal 600mg/hari.
5. Berikan ISDN 5 mg sublingual jika TD >100 mmHg.
6. Jika TD sistolik <90 mmHg, maka dapat diberikan cairan
fisiologis(NaCl 0.9%), 1-4 mL/kgBB dalam 10 menit. Jika
setelah pemberiancairan tekanan darah tidak membaik
maka segera dirujuk ke RS.
7. Jika TD sistolik >180 mmHg, dapat diberikan kaptopril 3x
12,5 mg (dapat di uptitrasi) dan atau ISDN sublingual 5 mg
bisa diulang hingga5 kali sampai mendapat pertolongan
lebih lanjut.
8. Segera di Rujuk ke RS untuk mendapatkan perawatan
lebih lanjut.

10. Hal-hal yang


perlu
diperhatikan

11. Unit Terkait 1. Poli Umum


2. UGD
3. Puskesmas Pembantu
4. Puskesmas Keliling

12. Dokumen 1. Rekam Medis


Terkait 2. Catatan tindakan

13. Rekaman No. Yang diubah Isi perubahan Tanggal mulai


Historis diberlakukan
Perubahan
PENANGANAN GAGAL JANTUNG AKUT KRONIK (DEKOMPENSASI KORDIS)

PENANGANAN GAGAL
JANTUNG AKUT KRONIK
(DEKOMPENSASI KORDIS)
No.Dokumen :
No. Revisi :
SOP Tanggal Terbit :
Halaman :
UPT. Kesmas dr. I.G.N Gede Putra
Payangan NIP.19801031200903 1 003

Gagal jantung merupakan sindrom klinis yang kompleks timbul


karena olehkelainan struktur dan fungsional jantung sehingga
1. Pengertian
terjadi gangguan padaejeksi dan pengisian.

Sebagai acuan tatalaksana penderita gagal jantung kronik sesuai


2. Tujuan standar terapi

Penerapan standar terapi di Puskesmas


3. Kebijakan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
2014 Tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
4. Referensi
Pelayanan Kesehatan Primer

5. Penyebab
6. Gambaran Klinis a. Sesak napas saat aktivitas,
b. Edema tungkai
c. Mudah kelelahan
d. Takikardia
e. Takipneu
f. Ronkhi basah
g. peningkatan tekanan vena jugular
h. Bunyi jantung gallop
i. Ascites
j. Hepatomegali

7. Diagnosa 1. Rontgen thoraks (kardiomegali, gambaran edema


paru/alveolaredema/butterfly appearance)
2. EKG (hipertrofi ventrikel kiri, atrial fibrilasi, perubahan
gelombang T,dan gambaran abnormal lainnya)
3. Darah perifer lengkap

8. Pemeriksaan 1. Kriteria Gagal Jantung:


Penunjang a. Gejala gagal jantung pada saat istirahat ataupun saat
aktivitas fisik.
b. Terdapat bukti objektif disfungsi jantung saat istirahat.
c. Respons terhadap terapi gagal jantung.
d. Kriteria 1 dan 2 harus dipenuhi pada semua kasus gagal
jantung.

2. Kriteria Framingham: minimal 1 kriteriamayor dan 2 kriteria


minor.
a. Kriteria Mayor:
1. Paroxysmal nocturnal dyspnea
2. Distensi vena jugularis
3. Ronki basah halus
4. Rontgen : kardiomegali
5. Udem pulmonal akut
6. S3 gallop
7. Tekanan vena sentral >16 cm H2O
8. Waktu sirkulasi +25 detik
9. Hepatojugular refluks
10. Edema pulmonal, kongesti viseral, atau kardiomegali
pada autopsi
11. Penurunan berat badan >4.5 kg dalam 5 hari yang
respon terhadap terapi gagal jantung.
b. Kriteria Minor:
1. Edema kaki bilateral
2. Batuk nokturnal
3. Dyspnea pada aktivitas sehari-hari
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Penurunan kapasitas vital lebih dari satu pertiga dari
nilai maksimal
7. Takikardia ( nadi >120 kali/menit)

Klasifikasi Gagal Jantung berdasarkan New York Heart


Association (NYHA)
Kelas Kriteria
1 Tidak ada batasan: aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan
capai,sesak napas, atau palpitasi.
2 Sedikit batasan pada aktivitas fisik: tidak ada gangguan pada
saatistirahat tetapi aktivitas fisik biasa menyebabkan lelah,
sesak napas,
atau palpitasi.
3 Terdapat batasan yang jelas pada aktivitas fisik: tidak ada
gangguanpada saat istirahat tetapi aktivitas fisik ringan
menyebabkan capai,
sesak napas, atau palpitasi.
4 Tidak dapat melakukan aktivitas fisik tanpa menimbulkan
keluhan:
gejala gagal jantung timbul meskipun dalam keadaan
istirahatdengan keluhan yang semakin bertambah pada
aktivitas fisik.

Klasifikasi digunakan untuk menentukan apakah penderita hanya


memerlukan rawat jalan (kelas I dan II) atau harus rawat inap
(kelas III danIV), juga berguna dalam menentukan
penatalaksanaan dan prognostikkelainan yang dialami.

Diagnosis Banding
1. Penyakit paru: obstruktif kronik (PPOK), asma, pneumonia,
infeksi paruberat (ARDS), emboli paru
2. Penyakit Ginjal: Gagal ginjal kronik, sindrom nefrotik
3. Penyakit Hati: sirosis hepatik

9. Penatalaksanaan a. Modifikasi gaya hidup:


1. Pembatasan asupan cairan maksimal 1,5 liter (ringan),
maksimal 1liter (berat)
2. Pembatasan asupan garam maksimal 2 gram/hari
(ringan), maksimal 1 gram/hari (berat)
3. Berhenti merokok dan konsumsi alkohol
b. Aktivitas fisik: batasi beban kerja sampai 60% hingga 80%
dari denyut nadi maksimal (220/umur)
c. Terapi Farmakologi
I. Diuretik
1. Utamakan loop diuretik (furosemide) bila perlu
dikombinasikan dengan Thiazid, bila dalam 24 jam
tidak ada respon rujuk ke layanan sekunder.
II. ACE inhibitor (kaptopril)
1. Direkomendasikan sebagai first-line therapy.
2. Dosis diberikan mulai dosis rendah (3 x 6,25 mg)
dapat di up titrasi hingga 3 x 50 mg.
3. Rujuk jika sudah mencapai dosis maksimal dan target
tidak tercapai.
III. Digitalis
1. Merupakan obat pilihan pada keadaan fibrilasi atrial
pada gagaljantung.
2. Kombinasi digoksin dan beta blocker lebih baik
daripadahanya menggunakan salah satu jenis saja.
3. Dapat diberikan digoksin tab 1 x 0,25 mg jika terdapat
fibrilasiatrial.
4. Dalam keadaan irama sinus, digoksin
direkomendasikan untukmemperbaiki status klinis
pada keadaan gagal jantung persistenselain dengan
terapi ACE inhibitor, beta blocker dan diuretik.
5. Bila NYHA II-IV dengan LVEF < 40% disertai tanda-
tandagagal jantung yang telah mendapat
penghambat EKA danpenyekat beta.

10. Hal-hal yang


perlu
diperhatikan
11. Unit Terkait 1. Poli Umum
2. UGD
3. Puskesmas Pembantu
4. Puskesmas Keliling

12. Dokumen 1. Rekam Medis


Terkait 2. Catatan tindakan

13. Rekaman No. Yang diubah Isi perubahan Tanggal mulai


Historis diberlakukan
Perubahan

Anda mungkin juga menyukai