Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. RESIKO PERILAKU KEKERASAN


1. Pengertian

Resiko perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang berisiko

melakukan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang

lain maupun lingkungan. Hal tersebut dapat dilakukan untuk mengungkapkan

perasaan kesal dan marah yang tidak konstruktif (Stuart & Sudden, 2007).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan hilangnya kendali perilaku seseorang

yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain, atau lingkungan. Perilaku kekerasan pada

diri sendiri dapat berbentuk melukai diri untuk bunuh diri atau membiarkan diri dalam

bentuk penelantaran diri. Perilaku kekerasan pada orang adalah tindakan agresif yang

ditujukan untuk melukai atau membunuh orang lain. Perilaku kekerasan pada

lingkungan dapat berupa perilaku merusak lingkungan, melempar kaca, genting, dan

semua yang ada di lingkungan (Yusuf dkk, 2015).


Stuart dan Laraia (2005) menyatakan bahwa perilaku kekerasan adalah hasil dari

marah yang berlebihan atau perasaan ketakutan (panik) sebagai respon terhadap

perasaan terancam,baik berupa ancaman serangan fisik atau konsep diri. Perasaan

terancam ini dapat berasal dari stressor eksternal (penyerangan fisik,k ehilangan orang

bearti dan kritikan dari orang lain) dan internal (perasaan gagal ditempat

kerja,perasaan tidak mendapatkan kasih sayang dan ketakutan penyakit fisik).

2. Penyebab

Menurut Stuart & Sudden (2007) kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu

yang tidak enak, cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang

5
mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri, kebutuhan

akan status dan prestise yang tidak terpenuhi.

a. Frustasi,seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan

yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi.Ia merasa terancam dan

cemas.Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itudengan cara lain tanpa

mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.


b. Hilangnya harga diri:pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang sama

untuk dihargai.Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut

mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak,l ekas tersinggung, lekas

marah, dan sebagainya. Kebutuhan akan status dan prestise. Manusia pada

umumnya mempunyai keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai

dan diakui statusnya.

3. Rentang Respon

Menurut Iyus Yosep (2007) bahwa respon kemarahan berfluktuasi dalam rentang

adaptif maladaptif.
Skema 2.1 Rentang Respon Kemarahan
Respon Adaptif Respons Maladaptif
I________________I_________________I__________________I_____________I
Menyalahkan Frustasi Pasif Agresif PK

a. Menyalahkan atau menyakiti orang lain, hal ini dapat menimbulkan kelegaan pada

individu
b. Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena yang

tidak realistis atau hambatan dalam proses pencapaian tujuan


c. Pasif merupakan perilaku individu yang tidak mampu untuk mengungkapkan

perasaan marah yang sekarang dialami,dilakukan dengan tujuan menghindari

suatu tuntutan nyata.


d. Agresif merupakan hasil dari kemarahan yang sangat tinggi atau ketakutan/panik.

Agresif memperlihatkan permusuhan,keras dan mengamuk,mendekati orang lain

6
dengan ancaman,memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai.Umumnya klien

dapat mengontrol perilaku untuk tidak melukai orang lain.


e. Kekerasan sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk. Perilaku kekerasan

ditandai dengan menyentuh orang lain secara menakutkan,memberi kata-kata

ancaman,melukai pada tingkat ringan sampai pada yang paling berat. Klien tidak

mampu mengendalikan diri.

4. Proses Terjadinya Masalah

Banyak hal yang dapat menimbulkan stress,marah,cemas dan harga diri rendah

pada individu. Agresif dapat menimbulkan kecemasan sehingga dapat menimbulkan

perasaan yang tidak menyenangkan. Kecemasan dapat diungkapkan melalui 3 cara:

a. Mengungkapkan marah secara verbal


b. Menekan/mengingkari rasa marah
c. Menentang perasaan marah

Dengan cara tersebut akan menimbulkan perasaan bermusuhan. Bila cara ini

berlangsung terus menerus maka dapat terjadi penyerangan dengan kekerasan disertai

tindakan melempar yang menimbulkan perasaan marah tersebut.


Respon terhadap marah dapat diekspresikan secara eksternal maupun internal

berupa perilaku dekruktif maupun agresif.Sedangkan secara internal dapat berupa

perilaku yang merusak diri.


Mengekspresikan marah dapat dengan perilaku destruktif dengan menggunakan

kata-kata yang dapat dimengerti dan direspon tanpa menyakiti orang lain,serta

memberikan perasaan lega.

5. Mekanisme Koping

Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan

stress,termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan

yang digunakan untuk melindungi diri (Stuart dan Sundeen, 2007).

7
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya

ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk

melindungi diri antara lain:

a. Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimata

masyarakat untuk suatu dorongn yang mengalami hambatan penyaluarannya

secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan

kemarahannya pada objek lain seperti meremas adonan kue,meninju tembok dan

sebagainya,tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.


b. Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya

yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia

mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya,berbalik menuduh bahwa

temannya tersebut mencoba merayu,mencumbunya.


c. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke

alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang

tidak disukainya.Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak

kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh

Tuhan,sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat

melupakannya.
d. Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan,dengan

melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakanya

sebagai rintangan. Misalnya seseorang yang tertarik pada teman suaminya,akan

memperlakukan orang tersebut dengan kasar.


e. Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan,pada

obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang

membangkitkan emosi itu.Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru

saja mendapatkan hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding

kamarnya.Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.

8
6. Pohon Masalah

Resiko Menciderai Diri Sendiri, Orang Lain, dan Lingkungan

Perilaku Kekerasan
Harga Diri Rendah
Skema 2.2 Pohon Masalah Perilaku Kekerasan

7. Asuhan Keperawatan Teoritis


a. Pengkajian

Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasien dan

keluarga (pelaku rawat). Tanda dan gejala resiko perilaku kekerasan dapat

ditemukan dengan wawancara melalui pertanyaan sebagai berikut:

1) Apa penyebab perasaan marah?


2) Apa yang dirasakan saat terjadi kejadian/penyebab marah?
3) Apa yang dilakukan saat marah?
4) Apa akibat dari cara marah yang dilakukan?
5) Apakah dengan cara yang digunakan penyebab marah hilang?

Tanda dan gejala resiko perilaku kekerasan yang dapat ditemukan melalui

observasi adalah sebagai berikut:

1) Wajah memerah dan tegang


2) Pandangan tajam
3) Mengatupkan rahang dengan kuat
4) Mengepalkan tangan
5) Bicara kasar
6) Mondar mandir
7) Nada suara tinggi,menjerit atau berteriak
8) Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan yang dapat ditegakkan terkait dengan klien prilaku

kekerasan adalah:
1) Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan

perilaku kekerasan.
2) Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.

9
c. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan untuk pasien
1) Tujuan
a) Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
b) Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
c) Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah

dilakukannya.
d) Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang

dilakukannya.
e) Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku

kekerasannya.
f) Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik,

spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.


2) Tindakan
a) Bina hubungan saling percaya.
- Mengucapkan salam terapeutik
- Berjabat tangan
- Menjelaskan tujuan interaksi
- Membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu pasien
b) Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan masa

lalu.
c) Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan.
- Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
- Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis
- Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
- Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
- Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual
d) Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada

saat marah secara:


- Verbal
- Terhadap orang lain
- Terhadap diri sendiri
- Terhadap lingkungan.
e) Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya.
f) Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:

- Fisik, misalnya pukul kasur dan batal, tarik napas dalam

- Obat

- Sosial/verbal, misalnya menyatakan secara asertif rasa marahnya

- Spiritual, misalnya sholat atau berdoa sesuai keyakinan pasien.

10
g) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik, yaitu latihan

napas dalam dan pukul kasur/bantal, secara sosial/verbal, secara spiritual,

dan patuh minum obat.


h) Ikut sertakan pasien dalam terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi

mengontrol perilaku kekerasan.


Tindakan keperawatan untuk keluarga

1) Tujuan

Keluarga dapat merawat pasien di rumah.

2) Tindakan

a) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien.

b) Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab, tanda

dan gejala, serta perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku tersebut).

c) Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu segera

dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul benda/orang

lain.

d) Latih keluarga merawat pasien dengan perilaku kekerasan.

- Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan yang

telah diajarkan oleh perawat

- Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila pasien

dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat

- Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila

pasien menunjukkan gejala-gejala perilaku kekerasan.

e) Buat perencanaan pulang bersama keluarga

d. Evaluasi
1) Pada pasien

11
a) Pasien mampu menyebutkan penyebab, tanda dan gejala perilaku

kekerasan, perilaku kekerasan yang biasa dilakukan, serta akibat dari

perilaku kekerasan yang dilakukan.


b) Pasien mampu menggunakan cara mengontrol perilaku kekerasan secara

teratur sesuai jadwal, yang meliputi: secara fisik, secara sosial/verbal,

secara spiritual, dan terapi psikofarmaka.


2) Pada keluarga
a) Keluarga mampu mencegah terjadinya perilaku kekerasan
b) Keluarga mampu menunjukkan sikap yang mendukung dan menghargai

pasien
c) Keluarga mampu memotivasi pasien dalam melakukan cara mengontrol

perilaku kekerasan
d) Keluarga mampu mengidentifikasi perilaku pasien yang harus dilaporkan

pada perawat

B. HALUSINASI
1. Pengertian
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa adanya

rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh pancaindra.

Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien mengalami

perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,

pengecapan perabaan, atau penciuman. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya

tidak ada (Yusuf dkk, 2015).


Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan

dalam jumlah dan pola dari stimulus yang mendekat (yang diprakarsai secara internal

atau eksternal) disertai dengan suatu pengurangan, berlebih lebihan, distorsi atau

kelainan berespon terhadap semua stimulus (Towsend, 2005).


Menurut Kusumawati & Hartono (2010), halusinasi adalah hilangnya

kemampuan manusia dalam membedakan rangasangan internal (pikiran) dan

rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang

lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Halusinasi adalah persepsi

12
pasien terhadap lingkungan tanpa adanya stimulus yang nyata, artinya pasien

mengidentifikasi sesuatu yang nyata tanpa stimulus dari luar (Stuart and Laraia,

2005).

2. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
1) Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon

neurobiologis. Hal ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian berikut :


a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang

lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal,

temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.


b) Beberapa zat kimia pada otak seperti dopamin neurotransmitter yang

berlebihan dan masalah-masalah pada sistem reseptor dopamin dikaitkan

dengan terjadinya skizofrenia.


c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan

terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak

pasien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel,

atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan

kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).


2) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan pasien sangat mempengaruhi respon dan

kondisi psikologis pasien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat

mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan

kekerasan dalam rentang hidup pasien.

3) Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:

kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan

kehidupan yang terisolasi disertai stres.


b. Faktor Presipitasi
13
Secara umum pasien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah

adanya hubungan yang bermusuhan, isolasi, tekanan ,perasaan tidak berguna,

putus asa dan tidak berdaya (Keliat, 2006). Menurut Stuart (2007), faktor

presipitasi terjadinya halusinasi yaitu:

1) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses

informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang

mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus

yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.


2) Stres Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stres yang berinteraksi terhadap stresor

lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.


3) Sumber Koping
Hal ini mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stresor.

3. Rentang Respon Halusinasi


Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada

dalam rentang respon neurobiologis dan termasuk respon persepsi paling maladaptif

(Stuart & Laraia, 2005). Rentang respon halusinasi dapat dilihat sebagai berikut :

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Pikiran Logis Kadang pikiran Gangguan


Terganggu proses pikir/delusi
Persepsi Akurat Ilusi Halusinasi
Emosi Konsisten Emosi berlebihan/kurang Tidak mampu
mengontrol emosi
Perilaku sesuai Perilaku tidak biasa Perilaku tidak
Terorganisir
Hubungan positif Menarik diri Isolasi sosial

Keterangan Gambar :

14
a. Respon Adaptif yaitu respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh

norma-norma sosial budaya yang berlaku, dengan kata lain individu tersebut

dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan

masalah tersebut.

a. Pikiran logis adalah ide yang berjalan sesuai dengan akal sehat dan koheren.

Pandangan yang mengarah pada kenyataan


b. Persepsi akurat adalah proses diterimanya rangsang melalui panca indera yang

didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu

yang ada di dalam maupun di luar dirinya


c. Emosi konsisten yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau efek keluar

disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama


d. Perilaku sesuai adalah perilaku individu berupa tindakan nyata dalam

penyelesaian masalah masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan

budaya umum yang berlaku. Sikap dan tingkah laku dalam batas kewajaran.
e. Hubungan sosial harmonis : yaitu hubungan yang dinamis menyangkut

hubungan antar individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerjasama

b. Respon Psikososial, meliputi:

a. Proses pikir kadang terganggu adalah manifestasi dari persepsi impuls

eksternal melalui menyimpang alat panca indra yang memproduksi gambaran

sensorik pada area tertentu diotak kemudian di interpretasi sesuai dengan

kejadian yang telah dialami sebelumnya.


b. Ilusi yaitu persepi atau pengamatan yang menyimpang.
c. Emosi berlebihan atau kurang : yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar

berlebihan atau kurang.


d. Perilaku ganjil yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam

penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya

umum yang berlaku.


e. Menarik diri : yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,

menghindari hubungan dengan orang lain.

15
c. Respon Maladaptif adalah respon indikasi dalam menyelesaikan masalah yang

menyimpang dari norma-norma sosial dan budaya dan lingkungan.

a) Gangguan proses pikir / Delusi adalah keyakinan seseorang yang salah

berdasarkan kesimpulan yang keliru tetang kenyataan luar dan dengan kokoh

mempertahankan daripada mempertengkarkannya serta bukti atau kenyataan

yang nyata.
b) Halusinasi adalah adalah keadaan dimana individu mengalami perubahan

sensori atau kesan yang salah terhadap stimulus baik secara internal maupun

eksternal
c) Kerusakan proses pikir emosi adalah tidak dapat mengontrol perasaannya
d) Pikiran tidak terorganisasi adalah cara berpikir tidak realistis.
e) Isolasi sosial : menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam

berinteraksi.

4. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala halusinasi menurut Towsend & Mary (2005) dalam Aghas

(2011) adalah sebagai berikut:

a. Bicara, senyum, dan tertawa sendiri;


b. Pasien mengatakan mendengar suara, melihat, menghirup, mengecap, dan

merasa sesuatu yang tidak nyata;


c. Merusak diri sendiri, orang lain, dan lingkungan;
d. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal yang tidak nyata, serta tidak

mampu melakukan asuhan keperawatan mandiri seperti mandi, sikat gigi,

berganti pakaian, dan berhias yang rapi;


e. Sikap curiga, bermusuhan, menarik diri, sulit membuat keputusan, ketakutan,

mudah tersinggung, jengkel, mudah marah, ekspresi wajah tegang, pembicaraan

kacau dan tidak masuk akal, berkeringat banyak.

Tabel 2.1 Karakteristik Halusinasi Berdasarkan Jenis Halusinasi


Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif
Halusinasi Dengar 1. Mendengar suara menyuruh 1. Mengarahkan telinga pada
(Audiotory- melakukan sesuatu yang sumber suara
hearing voices or berbahaya 2. Bicara sendiri atau tertawa
2. Mendengar suara atau bunyi sendiri
16
sounds) 3. Mendengar suara mengajak 3. Marah-marah tanpa sebab
bercakap-cakap 4. Menutup telinga
4. Mendengar suara orang yang 5. Mulut komat kamit
sudah meninggal 6. Ada gerakan tangan
5. Mendengar suara yang
mengancam diri pasien atau
orang lain atau suara lain yang
membahayakan

Halusinasi 1. Melihat seseorang yang sudah 1. Tatapan mata pada tempat


Penglihatan meninggal tertentu
(Visual-Seeing 2. Melihat makhluk tertentu 2. Menunjuk ke arah tertentu
3. Melihat bayang 3. Ketakutan pada objek yang
persons or things)
4. Melihat hantu atau sesuatu dilihat
yang menakutkan
5. Melihat cahaya
6. Melihat monster yang
memasuki tubuh orang lain
Halusinasi 1. Mencium sesuatu seperti bau 1. Ekspresi wajah seperti
Penghidu mayat, darah, faeces, bau mencium sesuatu dengan
(Olfaktory- masakan gerakan cuping hidung
2. Pasien sering mengatakan 2. Mengarahkan hidung pada
smelling odors)
mencium bau sesuatu tempat tertentu
3. Tipe halusinasi ini sering
menyertai pasien demensia,
kejang, atau penyakit
serebrovaskular
Halusinasi 1. Pasien mengatakan ada 1. Mengusap, menggaruk-
perabaan (Tactile sesuatu yang menggerayangi garuk, meraba-raba
feeling bodily tubuh, seperti tangan, binatang 2. permukaan kulit
kecil, makhluk halus 3. Terlihat menggerak-
sensation)
2. Merasakan sesuatu di gerakkan badan seperti
permukaan kulit, merasakan merasakan suatu rabaan
panas atau dingin, merasa
tersengat aliran listrik
Halusinasi 1. Pasien seperti sedang 1. Seperti mengecap sesuatu
Pengecapan merasakan makanan tertentu. 2. Gerakan mengunyah,
(Gustatory- rasa tertentu, atau mengunyah meludah, atau muntah
sesuatu
experiencing
tastes)
Cenesthetic and 1. Pasien melaporkan1. Pasien terlihat menatap
Kinestetic bahwa fungsi tubuhnya tidak tubuhnya sendiri dan terlihat
hallucinations ada terdeteksi misalnya tidak merasakan sesuatu yang aneh
ada denyutan nadi, ada sensasi tentang tubuhnya
pembentukan urine di dalam
tubuhnya, perasaan tubuh
melayang di atas bumi

5. Proses Terjadinya Masalah


17
Halusinasi yang dialami oleh pasien bisa berbeda intensitas dan keparahannya.

Stuart (2005) membagi fase halusinasi dalam 4 fase berdasarkan tingkat ansietas

yang dialami dan kemampuan pasien mengendalikan dirinya. Semakin berat fase

halusinasi, pasien semakin berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh

halusinasinya.

Tabel 2.2 Tahapan Terjadinya Halusinasi


Tahap Karakteristik Perilaku Pasien
Fase 1 : Comforting
a. Mengalami ansietas, a. Tersenyum, tertawa sendiri
Ansietas tingkat kesepian, rasa b. Menggerakkan bibir tanpa
sedang, secara bersalah dan suara
umum, halusinasi ketakutan. c. Pergerakan mata yang cepat
bersifat b. Mencoba berfokus d. Respon verbal yang lambat
menyenangkan pada pikiran yang e. Diam dan berkonsentrasi.
dapat menghilangkan
ansietas.
c. Pikiran dan
pengalaman sensori
masih ada dalam
kontrol kesadaran
(jika kecemasan
dikontrol)
Tahap II:
Condemning a. Pengalaman sensori a. Peningkatan SSO, tanda-
Ansietas tingkat menakutkan tanda ansietas, peningkatan
berat, secara umum, b. Mulai merasa denyut jantung, pernafasan
kehilangan kontrol dan tekanan darah
halusinasi menjadi
c. Merasa dilecehkan b. Rentang perhatian
menjijikkan oleh pengalaman menyempit
sensori tersebut c. Konsentrasi dengan
d. Menarik diri dari pengalaman sensori
orang lain d. Kehilangan kemampuan
e. Non Psikotik membedakan halusinasi dan
realita.
Tahap III:
Controlling a. Pasien menyerah a. Perintah halusinasi ditaati
Ansietas tingkat dan menerima b. Sulit berhubungan dengan
berat, pengalaman pengalaman orang lain
sensorinya. c. Rentang perhatian hanya
sensori menjadi
b. Isi halusinasi beberapa detik/ menit
berkuasa menjadi atraktif d. Gejala sisa ansietas berat,
c. Kesepian bila berkeringat, tremor, tidak
sensori berakhir mampu mengikuti perintah
d. Psikotik
18
Tahap IV:
Conquering
Panik, umumnya a. Pengalaman sensori a. Perilaku panik
menjadi ancaman b. Potensial tinggi untuk
halusinasi menjadi
b. Halusinasi dapat bunuh diri atau membunuh.
lebih rumit, melebur berlangsung selama c. Tindakan kekerasan, agitasi
dalam halusinasinya beberapa jam atau hari menarik diri atau ketakutan
(jika tidak d. Tidak mampu berespon
diintervensi) terhadap perintah yang
c. Psikotik kompleks
e. Tidak mampu berespon
terhadap lebih dari satu
orang.

6. Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari pengalaman

yang menakutkan berhubungan dengan respons beurobiologik termasuk :

1) Regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk

menanggulangi ansietas, hanya mempunyai sedikit energi yang tertinggal untuk

aktivitas hidup sehari-hari;


2) Proyeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi;
3) Menarik diri (Stuart and Sundeen, 1998 dalam Purba dkk, 2009).

7. Pohon Masalah

Resiko Menciderai Diri Sendiri, Orang Lain dan Lingkungan

Gangguan Persepsi
Isolasi Sensori
Sosial : Halusinasi
Skema 2.3 Pohon Masalah Halusinasi

8. Asuhan Keperawatan Teoritis


a. Pengkajian
1) Mengkaji Jenis Halusinasi
Ada beberapa jenis halusinasi pada pasien gangguan jiwa. Kira-kira 70%

halusinasi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa adalah halusinasi dengar

atau suara, 20% halusinasi penglihatan, dan 10% halusinasi penghidu,

pengecap, perabaan, senestik dan kinestik. Mengkaji halusinasi dapat

19
dilakukan dengan mengevaluasi perilaku pasien dan menanyakan secara

verbal apa yang sedang dialami oleh pasien.


2) Mengkaji Isi Halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, berkata

apabila halusinasi yang dialami adalah halusinasi dengar. Atau apa bentuk

bayangan yang dilihat oleh pasien, bila jenis halusinasinya adalah halusinasi

penglihatan, bau apa yang tercium untuk halusinasi penghidu, rasa apa yang

dikecap untuk halusinasi pengecapan, atau merasakan apa dipermukaan

tubuh bila halusinasi perabaan.

3) Mengkaji Waktu, Frekuensi, dan Situasi Munculnya Halusinasi

Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi, dan situasi munculnya

halusinasi yang dialami oleh pasien. Hal ini dilakukan untuk menentukan

intervensi khusus pada waktu terjadinya halusinasi, menghindari situasi yang

menyebabkan munculnya halusinasi. Sehingga pasien tidak larut dengan

halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya halusinasi dapat

direncanakan frekuensi tindakan untuk pencegahan terjadinya halusinasi.

Informasi ini penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan

menentukan jika pasien perlu diperhatikan saat mengalami halusinasi. Ini

dapat dikaji dengan menanyakan kepada pasien kapan pengalaman halusinasi

muncul, berapa kali sehari, seminggu. Bila mungkin pasien diminta

menjelaskan kapan persisnya waktu terjadi halusinasi tersebut

4) Mengkaji Respon Terhadap Halusinasi

Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi pasien dapat

dikaji dengan menanyakan apa yang dilakukan oleh pasien saat mengalami

pengalaman halusinasi. Apakah pasien masih dapat mengontrol stimulus

halusinasi atau sudah tidak berdaya lagi terhadap halusinasi.

20
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan terkait dengan klien halusinasi

adalah:
1) Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan

halusinasi
2) Perubahan persepsi sensori: halusinasi berhubungan dengan menarik diri
c. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan untuk pasien
1) Tujuan
a) Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya
b) Pasien dapat mengontrol halusinasinya
c) Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
2) Tindakan
a) Membantu pasien mengenali halusinasi dengan cara berdiskusi dengan

pasien tentang isi halusinasi (apa yang didengar/dilihat), waktu terjadi

halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan

halusinasi muncul, dan respons pasien saat halusinasi muncul.


b) Melatih pasien mengontrol halusinasi. Untuk membantu pasien agar

mampu mengontrol halusinasi, Anda dapat melatih pasien empat cara

yang sudah terbukti dapat mengendalikan halusinasi, yaitu sebagai

berikut:
- Menghardik halusinasi
- Bercakap-cakap dengan orang lain
- Melakukan aktivitas yang terjadwal
- Menggunakan obat secara teratur
Tindakan keperawatan untuk keluarga
1) Tujuan
a) Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di rumah sakit

maupun di rumah
b) Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien.
2) Tindakan
a) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien.
b) Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis

halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, proses

terjadinya halusinasi, serta cara merawat pasien halusinasi.


c) Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat

pasien dengan halusinasi langsung di hadapan pasien.


d) Buat perencanaan pulang dengan keluarga.
21
d. Evaluasi
Evaluasi keberhasilan tindakan keperawatan yang sudah Anda lakukan untuk

pasien halusinasi adalah sebagai berikut:


1) Pasien mempercayai kepada perawat.
2) Pasien menyadari bahwa yang dialaminya tidak ada objeknya dan merupakan

masalah yang harus diatasi


3) Pasien dapat mengontrol halusinasi
4) Keluarga mampu merawat pasien di rumah, ditandai dengan hal berikut:
a) Keluarga mampu menjelaskan masalah halusinasi yang dialami oleh

pasien
b) Keluarga mampu menjelaskan cara merawat pasien di rumah
c) Keluarga mampu memperagakan cara bersikap terhadap pasien
d) Keluarga mampu menjelaskan fasilitas kesehatan yang dapat digunakan

untuk mengatasi masalah pasien


e) Keluarga melaporkan keberhasilannnya merawat pasien

C. DEFISIT PERAWATAN DIRI

1. Pengertian
Pemenuhan personal hygiene diperlukan untuk kenyamanan

individu, keamanan, dan kesehatan. Kebutuhan personal hygiene ini

diperlukan baik pada orang sehat maupun pada orang sakit. Praktik

personal hygiene bertujuan untuk peningkatan kesehatan dimana kulit

merupakan garis tubuh pertama dari pertahanan melawan infeksi.

Dengan implementasi tindakan hygiene pasien, atau membantu

anggota keluarga untuk melakukan tindakan itu maka akan

menambah tingkat kesembuhan pasien (Potter & Perry, 2006).


Menurut Yusuf dkk (2015) defisit perawatan diri adalah suatu keadaan seseorang

mengalami kelainan dalam kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan

aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri. Tidak ada keinginan untuk mandi

secara teratur, tidak menyisir rambut, pakaian kotor, bau badan, bau napas, dan

penampilan tidak rapi.

2. Penyebab
22
Ada faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene (Potter

dan Perry, 2006) yaitu :


a. Citra tubuh
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi

kebersihan diri misalnya karena adanya perubahan fisik

sehingga individu tidak perduli terhadap kebersihannya


b. Status sosial ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun,

pasta gigi, sikat gigi, sampo, alat mandi yang semuanya

memerlukan uang untuk menyediakannya.


c. Pengetahuan
Pengetahuan tentang personal hygiene sangat penting karena

pengetahun yang baik dapat meningkatkan kesehatan.


d. Variabel kebudayaan
Disebagian masyarakat jika individu sakit tidak boleh

dimandikan.
e. Kondisi fisik
Pada keadaan tertentu atau sakit kemampuan untuk merawat

diri berkurang dan memerlukan bantuan.

3. Tanda dan Gejala


a. Kebersihan diri
Tidak ada keinginan untuk mandi secara teratur, pakaian kotor, bau badan, bau

napas, dan penampilan tidak rapi.


b. Berdandan atau berhias
Kurangnya minat dalam memilih pakaian yang sesuai, tidak menyisir rambut,

atau mencukur kumis.


c. Makan
Mengalami kesukaran dalam mengambil, ketidakmampuan membawa makanan

dari piring ke mulut, dan makan hanya beberapa suap makanan dari piring.
d. Toileting
Ketidakmampuan atau tidak adanya keinginan untuk melakukan defekasi atau

berkemih tanpa bantuan (Yusuf dkk, 2015).

4. Proses Terjadinya
23
Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat

adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas

perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri tampak dari ketidakmampuan

merawat kebersihan diri, makan secara mandiri, berhias diri secara mandiri, dan

toileting (buang air besar [BAB] atau buang air kecil [BAK]) secara mandiri (Yusuf

dkk, 2015).

5. Pohon Masalah

Gangguan Pemeliharaan Kesehatan

Defisit Perawatan
Gangguan Diri
Proses Pikir
Skema 2.4 Pohon Masalah Defisit Perawatan Diri

6. Asuhan Keperawatan Teoritis


a. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan obersevasi pada pasien

dan keluarga (pelaku rawat) tanda dan gejala defisit perawatan diri dapat

ditemukan melalui wawancara dengan pertanyaan sebagai berikut:


1) Bagaiamana pasien malas mandi, mencuci rambut, menggosok gigi,
2) Apakah pasien malas mandi, mencuci rambut mengoosk mengunting kuku?
3) Bagaimana penampilan pasien?
4) Apakah pasien menyisir rambut, berdandan, bercukur, (untuk laki-laki)
5) Apakah pasien rapi dan sesuai?
6) Bagaimana makan minum pasien?
7) Apakah pasien menggunakan alat makan dan minum saat makan dan minum?
8) Bagaimana BAB dan BAK Pasien
9) Apakah pasien membersihkan diri dan tempat BAB dan BAK setelah BAB

dan BAK
10) Apakah pasien mengetahui cara perawatan diri yang benar

Tanda dan gejala defisit perawatan diri yang ditemukan melalui observasi

adalah sebagai berikut:

24
1) Ganguan kebersihan diri, di tandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit

berdaki dan bau, kuku panjang dan kotor


2) Ketidakmampuan berhias/ bedandan, ditandai dengan rambut acak-acakan,

pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki laki tidak

becukur, pada pasien wanita tidak berdandan


3) Ketidakmampuan makan dan minum secara sendiri, ditandai dengan

ketidakmampuan mengambil makan dan minum sendiri, makan berceceran

dan makan tidak pada tempatnya.


4) Ketidakmampuan BAB dan BAK secara sendiri, ditandai dengan BAB dan

BAK tidak pada tempat nya, tidak membersihkan diri dengan baik setelah

BAB dan BAK.


b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan terkait dengan klien defisit

perawatan diri adalah: Defisit perawatan diri kebersihan diri, makan, berdandan,

dan BAK/BAB.
c. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan untuk pasien
1) Tujuan
a) Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
b) Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
c) Pasien mampu melakukan makan dengan baik
d) Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri
2) Tindakan keperawatan
a) Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri.
Untuk melatih pasien dalam menjaga kebersihan diri, Anda dapat

melakukan tahapan tindakan berikut:

- Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.

- Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri.

- Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri.

- Melatih pasien mempraktikkan cara menjaga kebersihan diri.

b) Melatih pasien berdandan/berhias.


Anda sebagai perawat dapat melatih pasien berdandan. Untuk pasien laki-

laki tentu harus dibedakan dengan wanita.

25
- Untuk pasien laki-laki latihan meliputi: berpakaian,menyisir rambut

dan bercukur.
- Untuk pasien wanita, latihannya meliputi: berpakaian, menyisir

rambut, dan berhias.


c) Melatih pasien makan secara mandiri
Untuk melatih makan pasien, Anda dapat melakukan tahapan sebagai

berikut:

- Menjelaskan cara mempersiapkan makan.

- Menjelaskan cara makan yang tertib.

- Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan.

- Praktik makan sesuai dengan tahapan makan yang baik.

d) Pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri


Anda dapat melatih pasien untuk BAB dan BAK mandiri sesuai tahapan

berikut:
- Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
- Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
- Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK

Tindakan keperawatan untuk keluarga

1) Tujuan

a) Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami masalah

kurang perawatan diri.

2) Tindakan

Untuk memantau kemampuan pasien dalam melakukan cara perawatan

diri yang baik, maka Anda harus melakukan tindakan kepada keluarga agar

keluarga dapat meneruskan melatih pasien dan mendukung agar kemampuan

pasien dalam perawatan dirinya meningkat. Tindakan yang dapat Anda

lakukan antara lain sebagai berikut:

a) Diskusikan dengan keluarga tentang masalah yang dihadapi keluarga

dalam merawat pasien.


26
b) Jelaskan pentingnya perawatan diri untuk mengurangi stigma.

c) Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas kebersihan diri yang

dibutuhkan oleh pasien untuk menjaga perawatan diri pasien.

d) Anjurkan keluarga untuk terlibat dalam merawat diri pasien dan

membantu mengingatkan pasien dalam merawat diri (sesuai jadwal yang

telah disepakati).

e) Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian atas keberhasilan pasien

dalam merawat diri.

f) Latih keluarga cara merawat pasien dengan defisit perawatan diri.

d. Evaluasi

1) Pasien dapat menyebutkan hal berikut.

a) Penyebab tidak merawat diri.

b) Manfaat menjaga perawatan diri.

c) Tanda-tanda bersih dan rapi.

d) Gangguan yang dialami jika perawatan diri tidak diperhatikan.

2) Pasien dapat melaksanakan perawatan diri secara mandiri dalam hal berikut.

a) Kebersihan diri

b) Berdandan

c) Makan

d) BAB/BAK

3) Keluarga memberikan dukungan dalam melakukan perawatan diri.

a) Keluarga menyediakan alat-alat untuk perawatan diri.

b) Keluarga ikut serta mendampingi pasien dalam perawatan diri.

27
28

Anda mungkin juga menyukai