Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Percobaan
1. Mampu memahami prinsip analisa titrasi oksidimetri
2. Mampu melakukan penentuan kadar Fe (II) dalam sampel
1.2 Dasar Teori
1.2.1. Titrasi
Titrasi merupakan suatu proses analisis dimana suatu volum larutan
standar ditambahkan ke dalam larutan dengan tujuan mengetahui komponen
yang tidak dikenal. Larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya
sudah diketahui secara pasti. Berdasarkan kemurniannya larutan standar
dibedakan menjadi larutan standar primer dan larutan standar sekunder.
Larutan standar primer adalah larutan standar yang dipersiapkan
dengan menimbang dan melarutkan suatu zat tertentu dengan kemurnian
tinggi (konsentrasi diketahui dari massa - volum larutan). Larutan standar
sekunder adalah larutan standar yang dipersiapkan dengan menimbang dan
melarutkan suatu zat tertentu dengan kemurnian relatif rendah sehingga
konsentrasi diketahui dari hasil standardisasi (Day Underwood, 1999).
Istilah-istilah penting dalam titrasi:
- Titik ekuivalen : yaitu titik ketika asam dan basa tepat habis bereaksi
dengan disertai perubahan warna indikatornya.
- Titik akhir titrasi : saat di mana titrasi harus dihentikan yang ditandai
dengan perubahan warna indikator.
- Normalitas adalah banyaknya zat dalam gram ekuivalen dalam 1 liter
larutan.
- Molaritas adalah menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam tiap 1 liter
larutan.
1.2.2. Titrasi Iodometri
Iodometri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif volumetri
secara oksidimetri dan reduksimetri melalui proses titrasi (W Haryadi,
1990). Titrasi oksidimetri adalah titrasi terhadap larutan zat pereduksi
(reduktor) dengan larutan standar zat pengoksidasi (oksidator). Titrasi
reduksimetri adalah titrasi terhadap larutan zat pengoksidasi (oksidator)
dengan larutan standar zat pereduksi (reduktor).
Oksidasi adalah suatu proses pelepasan satu elektron atau lebih atau
bertambahnya bilangan oksidasi suatu unsur. Reduksi adalah suatu proses
penangkapan sau elektron atau lebih atau berkurangnya bilangan oksidasi
dari suatu unsur. Reaksi oksidasi dan reduksi berlangsung serentak, dalam
reaksi ini oksidator akan direduksi dan reduktor akan dioksidasi sehingga
terjadilah suatu reaksi sempurna.
Pada titrasi iodometri secara tidak langsung, natrium tiosulfat
digunakan sebagai titran dengan indikator larutan amilum. Natrium tiosulfat
akan bereaksi dengan larutan iodin yang dihasilkan oleh reaksi antara analit
dengan larutan KI berlebih. Sebaiknya indikator amilum ditambahkan pada
saat titrasi mendekati titik ekivalen karena amilum dapat memebentuk
kompleks yang stabil dengan iodin.
1.2.3. Standarisasi Larutan
Proses dimana konsentrasi suatu larutan ditetapkan dengan tepat,
dikenal sebagai standarisasi. Suatu larutan standar dapat disiapkan dengan
melarutkan suatu sampel zat terlarut yang diinginkan, yang ditimbang
dengan tepat, dalam volume larutan yang diukur dengan tepat. Tetapi
metode ini tidak dapat ditetapkan secara umum, karena relatif hanya sedikit
reagensia kimia yang dapat diperoleh dalam bentuk yang cukup murni
untuk memenuhi keinginan penganalisa. (Day, R.A., dan Underwood, A.L.,
1986).
Apabila titran tidak cukup murni maka perlu distandarisasi dengan
standar primer. Standar yang tidak termasuk standar primer dikelompokkan
sebagai standar sekunder. Contohnya : NaOH, karena NaOH tidak cukup
murni (mengandung air , natrium karbonat dan logam-logam tertentu) untuk
digunakan sebagai larutan standar secara langsung , maka perlu
distandarisasi dengan asam yang merupakan standar primer, misal : Asam
Oksalat (H2C2O4).
Larutan standar primer juga harus memenuhi syarat, diantaranya
sebagai berikut :
1. Kemurnian yang tinggi
2. Stabil terhadap udara
3. Bukan kelompok hidrat
4. Tersedia dengan mudah
5. Cukup mudah larut
6. Berat molekul cukup besar
1.2.4 Permanganometri
Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan
reaksi oleh kalium permanganat (KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada
reaksi oksidasi dan reduksi yang terjadi antara KMnO 4 dengan bahan baku
tertentu. Titrasi dengan KMnO4 sudah dikenal lebih dari seratus tahun.
Kebanyakan titrasi dilakukan dengan cara langsung atas alat yang dapat
dioksidasi seperti Fe2+, asam atau garam oksalat yang dapat larut dan
sebagainya. Beberapa ion logam yang tidak dioksidasi dapat dititrasi secara
tidak langsung dengan permanganometri seperti:
1. Ion-ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn, dan Hg (I) yang dapat diendapkan sebagai
oksalat. Setelah endapan disaring dan dicuci, dilarutkan dalam H2SO4
berlebih sehingga terbentuk asam oksalat secara kuantitatif. Asam oksalat
inilah yang akhirnya dititrasi dan hasil titrasi dapat dihitung banyaknya
ion logam yang bersangkutan.
2. Ion-ion Ba dan Pb dapat pula diendapkan sebagai garam kromat. Setelah
disaring, dicuci, dan dilarutkan dengan asam, ditambahkan pula larutan
baku FeSO4 berlebih. Sebagian Fe2+ dioksidasi oleh kromat tersebut dan
sisanya dapat ditentukan banyaknya dengan menitrasinya dengan
KMnO4.
1.2.5 Oksidasi Dengan Kalium Permanganat
Zat pengoksidasi yang yang berharga dan sangat kuat ini paling mula
diperkenalkan dalam analisis titrimetri oleh F. Margueritte untuk titrasi besi
(II), dalam larutan-larutan asam, reduksi ini dapat dinyatakan dengan
persamaan berikut :
MnO4- + 8H+ + 5e Mn2+ + 4H2O
Sehingga ekuivalennya adalah seperlima mol, yaitu 158,03/5, atau 31,606.
Potensial standar dalam larutan asam menurut perhitungan adalah 1,51 volt,
maka ion permanganat dalam larutan asam adalah zat pengoksidasi yang
kuat.
Asam sulfat adalah asam yang paling sesuai, karena tak bereaksi
terhadap permanganat dalam larutan encer. Dengan asam klorida, ada
kemungkinan terjadi reaksi :
2MnO4- + 10Cl- + 16H+ 2Mn2+ + 5Cl2 + 8H2O
Kalium permanganat bukanlah suatu standar primer. Zat ini sukar
diperoleh sempurna murni dan bebas sama sekali dengan mangan dioksida.
Lagi pula air suling yang biasa mungkin mengandung zat-zat pereduksi
(runutan bahan-bahan organik, dan sebagainya), yang akan bereaksi dengan
kalium permanganat itu dengan mangan oksida. Adanya zat yang disebut
diakhir ini sangatlah mengganggu, karena ia mengkatalisis penguraian
sendiri dari larutan permanganat setelah didiamkan. (Vogel,A.I.,1994)
Titik akhir permanganat tidak permanen dan warnanya dapat hilang
karena :
2MnO4- + 3Mn2+ + 2H2O 5MnO2 + 4H+
ungu tidak berwarna

Larutan dalam air tidak stabil dan air teroksidasi dengan cara :
4MnO4- + 2H2O 4MnO2 + 3O2 + 4OH-

Penguraiannya dikatalisis oleh cahaya panas asam-basa, ion Mn (II) dan


MnO2. MnO2 biasanya terbentuk dari dekomposisinya sendiri dan bersifat
auto-katalitik. Untuk mempersiapkan larutan standar KMnO 4, harus
dihindarkan adanya MnO2. KMnO4 dapat distandarkan terhadap H2C2O4 :
2MnO4- + 5H2C2O4 + 6H+ 2Mn2+ + 10CO2 + 8H2O
(Khopkar,S.M.,2003)

1.2.6 Penentuan Kadar Fe (II)


Pada penentuan kadar Fe (II) dalam sample digunakan zat KMnO4
sebagai pengoksidasi. Kalium permanganate adalah pereaksi pengoksidasi
(oksidator kuat), larutannya berwarna ungu. Saat mengoksidasi warna
ungu hilang, dengan demikian titrasi tidak menggunakan indicator karena
kelebihan kalium permanganate adalah dalam medium HCl, Cl- akan
teroksidasi menjadi klor dan pemakaian kalium permanganat akan lebih
dari seharusnya. Oleh karena itu, yang digunakan dalam praktikum ini
adalah asam sulfat encer, karena asam sulfat encer ini tidak bersifat
oksidator, sehingga tidak bereaksi dengan zat yang ditentuksn dan juga
tidak beroksidasi oleh kalium permanganate.
1.2.7 Besi
Endapan besi dalam biji besi merupakan salah satu endapan yang
penting dari titrasi permanganat. Bijih besi yang utama adalah oksida atau
oksida terhidrasi : homofit Fe2O3 ; magnetik, Fe3O4 ; goefit, Fe2O3
H2O ; dan limonit; 2Fe2O3 7H2O, karbonat FeCO3 dan sulfida FeS2.
asam terbaik untuk melarutkan bijih-bijih ini adalah asam klorida. Oksida
terhidrasi mudah melarut, sedangkan magnetik dan homofit melarut
dengan agak lambat. Penambahan timah (II) klorida membantu dalam
melarutkan oksida tak terhidrasi ini. Residu silika yang tetap tinggal
setelah sampel dipanaskan dengan asam, dapat menahan sejumlah besi.
Silika itu dapat dilelehkan dengan natrium karbonat dan kemudian diolah
dengan asam klorida untuk memulihkan besinya.
1.2.8 Reaksi Redoks
Reaksi redoks dapat digunakan untuk mengetahui jumlah elektron
yang terlibat dalam suatu reaksi. Jumlah inilah yang menentukan valensi
dari suatu senyawa. Secara umum ada tiga hal yang harus dilakukan dalam
penyetaraan reaksi redoks, antara lain :
atom sejenis ruas kiri = atom sejenis ruas kanan
muatan reaksi kiri = muatan reaksi kanan
reaksi oksidasi = reaksi reduksi
Jika ketiga hal tersebut sudah dipenuhi, maka persamaan reaksi
tersebut dapat diuraikan melalui dua prosedur yang biasa digunakan untuk
menyetarakan persamaan reaksi reduksi, yaitu :
Cara bilangan Oksidasi
Cara Setengah Reaksi atau Cara Ion Elektron

1.2.9 Penentuan Valensi


1.2.9.1 Aturan cara bilangan oksidasi
Dalam reaksi redoks hanya beberapa unsur yang mengalami
oksidasi-reduksi. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk
mengetahui spesi-spesi yang mengalami perubahan biloks sebelum
persamaan redoks tersebut disetarakan.
Beberapa aturan dalam penentuan bilangan oksidasi, yaitu:
Bilangan oksidasi senyawa atau ion sama dengan muatannya.
Bilangan oksidasi semua unsur adalah 0.
Bilangan oksidasi atom atau gugus atom sama dengan total
bilangan oksidasi atom penyusunnya.
Bilangan Oksidasi dari H adalah +1, kecuali pada hidrida
logam (-1).
Bilangan oksidasi dari O2 adalah -2, kecuali pada peroksida
(-1).
Bilangan oksidasi logam selalu sama dengan muatan ion
yang dapat dibentuk. (Purba, 2004)
Tahap-tahap cara bilangan oksidasi adalah :
1. Tuliskan bilangan oksidasi unsur-unsur yang mengalami
perubahan bilangan oksidasi diatas lambangnya.

+7
+2
4 -1 0
2. Memasangkan zat pengoksidasi dengan produknya dan zat
pereduksi dengan produknya.

+7 +2
4
3. Menyetarakan koefesien
-1 unsur
0 yang mengalami perubahan
bilangan oksidasi

4. Menghitung pertambahan dan penurunan bilangan oksidasi


masing-masing unsur.

5. Menuliskan jumlah yang terlibat

Jadi valensi MnO4- adalah yang terlibat dibagi dengan


koefisiennya = = 5
1.2.9.2 Aturan setengah sel
Menurut cara ini redoks dipecah menjadi dua buah reaksi.
Setengah reaksi oksidasi dan setengah reduksi. Suatu setengah reaksi
menyatakan dari jumlah reaksi.
+7 2- +2 Tahap-tahap setengah reaksi :

Cr2O7 + 14 H + 2S2O3 2Cr + 7H2O + S4O62-
+ 2- 3+
4
X2
-1 0

+7
+2
4 X2
-1 0
Tuliskan dua buah setengah reaksi yang belum setara, satu untuk
spesies yang dioksidasi dan hasilnya setara satu untuk spesies yang
direduksi dengan hasilnya.
R = Cr2O72- Cr3+
O = S2O32- S4O62-
1. Menyetarakan jumlah atom unsur-unsur diruas kiri dan kanan
(kecuali H dan O)
R = Cr2O72- 2Cr3+
O = 2S2O32- S4O62-
2. Menyetarakan atom oksigen dan hidrogen. Untuk larutan asam
atom O disetarakan dengan menambahkan H2O ruas yang
kekurangan O dan atom H disetarakan dengan menambahkan ion
H+ pada ruas kekurangan yang kekurangan atom H. Jika larutan
basa, diasamkan terlebih dahulu.
R = Cr2O72- + 14 H+ + 6 2Cr3+ + 7H2O
O = 2S2O32- S4O62- + 2
3. Menyetarakan jumlah muatan listrik dengan menambahkan pada
ruas yang mewakili jumlah muatan yang lebih besar.
R = Cr2O72- + 14 H+ + 6 2Cr3+ + 7H2O
O = 2S2O32- S4O62- + 6
4. Menentukan valensi zat yang diinginkan. Misalnya Cr 2O72-
mempunyai valensi muatan dibagi dengan koefesien Cr 2O72- =
6/1 = 6. (Underwood, 1986)
BAB II
METODOLOGI
2.1 Alat dan Bahan
2.1.1 Alat yang digunakan:
Erlenmeyer 250 mL
Buret
Neraca Digital
Gelas Ukur 50 mL
Gelas Kimia 100 mL
Labu Ukur 100 mL
Spatula
Kaca Arloji
Hot Plate
Pipet Volume 10 mL
Statif dan Klem
Botol Semprot
2.1.2 Bahan
Sampel (FeSO4.7H2O)
Larutan KMnO4 0.1 N
Larutan H2SO4 4 N
Hablur Asam Oksalat
Aquadest

2.2 Prosedur Percobaan


2.2.1 Standarisasi Larutan KMnO4 Dengan Bahan Baku Asam
Oksalat
1. Menimbang dengan teliti 500 mg hablur asam oksalat, Membilas
dengan air suling ke dalam labu ukur 100 mL, melarutkan dan
mengimpitkan hingga tanda batas.
2. Memipet 25 ml larutan tadi ke dalam Erlenmeyer 250 mL,
Membubuhi 25 mL larutan H2SO4 4 N dan mengencerkan sampai
100 mL.
3. Kemudian memanaskan larutan hingga 70oC dan segera
menititrasi dengan KMnO4 0.1 N (dalam keadaan panas) sampai
terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi mejadi
merah muda.

2.2.2 Penentuan Kadar Fe(II) dalam Sampel


1. Menimbang dengan teliti 500 mg sampel besi sulfat dan
melarutkan dalam Erlenmeyer 250 mL dengan terlebih dahulu
mendidihkan aquadest dan mendinginkan kembali.
2. Kemudian membubuhi 25 mL H2SO4 4 N dan menitrasi dengan
KMnO4 sampai warna merah muda.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Data Pengamatan

Tabel 3.1.1 Standarisasi KMnO4 dengan bahan baku Asam oksalat


Volume Perubahan Warna
Nama Berat
Percobaan titrasi
Penguji C2H2O4 Awal titrasi
KMnO4
Andreas
1 Jerico 500 mg 20,5 ml Bening Merah muda
Manurung
Diyah Wulan
2 500,4 mg 20 ml Bening Merah muda
Sari
Rata-rata 500,2 mg 20,25 ml

Tabel 3.1.2 Penentuan Kadar Fe (II) dalam FeSO4 . 7H2O


Volume Perubahan Warna
Percobaa Nama Berat
titrasi
n Penguji sampel Awal (+H2SO4) titrasi
KMnO4
Hanifati Merah
1 500,2 mg 15,1 ml kuning Bening
Feviasari muda
Adela
Merah
2 Apriliani 500,4 mg 15,0 ml kuning Bening
muda
Agustin
Rata-rata 500,3 mg 15,05 ml

3.2 Hasil Perhitungan


1. Normalitas KMnO4 = 0,098 N
2. Kadar Fe (II) = 16,51 %
3.3 Pembahasan
Percobaan ini bertujuan untuk memahami prinsip analisa titrasi oksidimetri
dan mampu melakukan penentuan kadar Fe (II) dalam sampel. Untuk menentukan
kadar Fe (II) dalam sampel FeSO4. 7H2O langkah pertama yang dilakukan adalah
larutan KmnO4 distandarisasi dengan menggunakan bahan baku asam oksalat
C2H204. Fungsi standarisasi adalah untuk mengetahui konsentrasi KMnO 4 yang
sebenarnya. Standarisasi KMnO4 dilakukan dengan cara ditimbang dengan teliti
500 mg hablur asam oksalat, kemudian dibilas dengan air suling ke dalam labu ukur
100 ml dan dilarutkan hingga tanda batas.
Asam oksalat yang telah dibilas kemudian dipipet sebanyak 25 ml ke dalam
erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan 25 ml larutan H 2SO4 4 N. Lalu diencerkan
sampai 100 ml. Penambahan H2SO4 bertujauan agar reaksi berjalan cepat dalam
suasana asam. Reaksi dilangsungkan dalam suasana asama karena jika reaksi
berlangsung dalam suasana basa, maka akan terbentuk endapan coklat MnO4 yang
mengganggu. Reaksinya adalah sebagai berikut:
MnO4- + 8H+ + 5e Mn2+ + 4H2O
Selanjutnya larutan dipanaskan hingga 70oC dan segera dititrasi dengan
KMnO4 0,1 N (dalam keadaan panas) sampai terjadi perubahan warna dari tidak
berwarna menjadi merah muda. Fungsi pemanasan pada suhu 70 oC yaitu agar
reaksi dapat berjalan cepat. Apabila suhu larutan dibawah 70 Oc maka reaksi akan
berjalan lambat, sedangkan apabila suhu larutan di atas 70 oC maka reaksi akan
berjalan semakin lambat dan bertambah cepat setelah terbentuknya ion mangan (II).
Reaksi yang berlangsung pada standarisasi larutan KMnO4 adalah :
5 C2O4- + 2MnO4- + 16H+ 10 CO2 + 2Mn2+ + 8H2O

Dalam percobaan ini metode yang digunakan adalah titrasi oksidimetri.


Titrasi oksidimetri adalah reaksi reduksi-oksidasi antara zat penitrasi dan zat yang
dititrasi. Kalium permanganat adalah pereaksi pengoksidasi (oksidator kuat)
larutannya berwarna ungu. Saat mengoksidasi warna ungu hilang. Dengan
demikian titrasi tidak menggunakan indikator, karena kelebihan kalium
permanganat berfungsi sebagai indikatornya. Larutan kemudian dititrasi hingga
terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Normalitas KMnO 4 yang didapat
setelah standarisasi adalah 0,098 N.
KMnO4 yang telah distandarisasi digunakan untuk menentukan kadar Fe (II)
dalam sampel. Langkah yang dilakukan adalah ditimbang dengan teliti 500 mg
sampel besi sulfat kemudian larutkan dalam erlenmeyer 250 ml dengan 100 ml
aquadest yang telah dididihkan terlebih dahulu dan dinginkan kembali. Fungsi
aquadest dididihkan terlebih dahulu adalah untuk menghilangkan oksigen terlarut
karena besi cepat teroksidasi oleh oksigen. Setelah itu ditambahkan 25 ml H2SO4.
Fungsi penambahan H2SO4 yaitu sebagai pemberi suasana asam. Dalam hal
ini H2SO4 tidak bersifat oksidator, sehingga tidak bereaksi dengan zat yang
ditentukan, dan juga tidak beroksidasi oleh kalium permanganat. Sebelum
ditambahkan H2SO4, larutan berwarna orange, setelah penambahan H 2SO4 warna
larutan menjadi bening. Kemudian titrasi dengan kalium permanganat. Fungsi
titrasi yaitu untuk menentukan kadar Fe (II) dalam sampel FeSO 4.7H2O. Proses
titrasi dilakukan sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Normalitas KMnO4 yang diperoleh adalah 0,098 N
2. Kadar Fe (II) dalam sampel rata-rata yang diperoleh adalah sebesar 16,51%

4.2 Saran
Diharapkan agar dalam melakukan percobaan kadar Fe (II), sampel air yang
digunakan dapat lebih bervariasi agar dapat mengetahui perbedaan tinggi
rendahnya kadar Fe (II).
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Permanganometri. http://repository.usu.ac.id/bitstream/ 123456789/28006/


2/ Reference.pdf . Diakses tanggal 26 Mei 2015.
Day, R.A., dan Underwood, A.L. (1986). Quantitative Analysis. Edisi Kelima. Penerjemah:
Hadyana Pudjaatmaka. (1996). Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Purba, M. 2004. Kimia SMA Kelas XI. Erlangga. Jakarta.

Vogel. (1994). Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Alih Bahasa P. Hadyana. A dan
Setiono. L. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
W. Haryadi, (1990). Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia
PERHITUNGAN
a. Normalitas KMnO4
20 ml +20,5 ml
=20,25 ml
Volume rata-rata = 2
500 mg+500,4 mg
=500,2 mg
Massa C2H2O4 = = 2
mgasam oksalat
Normalitas KMnO4 = fp x V x 63
500,2mg
= = ml = 0,098 N
100 x 20,25 ml x 63
25 ml

Keterangan:
Fp = faktor pengenceran
63 = bobot setara atau berat ekuivalen asam oksalat
b. Penentuan kadar Fe (II)
15,1 ml+ 15 ml
=15,05 ml
Volume rata-rata = 2
500,2 mg+500,4 mg
=500,3 mg
Massa FeSO4. 7H2O rata-rata = 2
V X N X 56
x 100
Kadar Fe (II) = mg FeSO 4.7 H 2 O
15,05 ml X 0,098 N X 56
x 100
= 500,3 mg

= 16,51 %
Keterangan:
V = volume penitar KMnO4
N = Normalitas KMnO4
56 = Bobot setara atau berat ekuivalen Fe

Anda mungkin juga menyukai