Batu Bara,
dari Fosil
Menjelma Energi
Karakteristik dan Pemanfaatan Batu Bara | Slamet Suprapto
S
ebelum bersentuhan lebih jauh dengan karakteristik dan pemanfaatan
batu bara, mari berkenalan lebih dekat dengan batu bara. Hal ini
diperlukan untuk menyamakan persepsi dan pengertian yang sama
terhadap batu bara sehingga penjelasan dan cerita saya selanjutnya akan
lebih mengena.
(Gambar 1.2). Semakin tua dan semakin dalam lapisan batu bara menunjukkan
semakin besar tekanan dan panas yang dialami lapisan batu bara tersebut,
sehingga semakin tinggi tingkat pembatubaraannya. Tingkat pembatubaraan
atau derajat metamorfosa endapan batu bara disebut peringkat (rank).
Selain proses pembatubaraan normal (akibat tekanan, suhu dan waktu), dapat
juga terjadi pembatubaraan cepat. Misalnya adalah proses pembatubaraan
karena magma yang keluar dari bumi (intrusi) yang memanaskan batu bara
sehingga terjadi pematangan lokal secara cepat.
3
Karakteristik dan Pemanfaatan Batu Bara | Slamet Suprapto
Untuk batu bara peringkat menengah ke atas digunakan data karbon padat
dmmf dan kadar zat terbang dmmf. Sedangkan untuk batu bara peringkat
menengah ke bawah digunakan data nilai kalori mmf. Menurut ASTM batu
bara peringkat rendah (low rank coal) adalah: batu bara yang mempunyai
kadar karbon padat dmmf <69% atau kadar zat terbang dmmf >31% dan
nilai kalori mmf<10.500 Btu/lb atau <8.333 kcal/kg).
4
Batu Bara, dari Fosil Menjelma Energi
5
Karakteristik dan Pemanfaatan Batu Bara | Slamet Suprapto
6
Batu Bara, dari Fosil Menjelma Energi
CATATAN:
Warnanya cokelat kusam, disebut juga batu bara cokelat (brown coal)
kalau dipegang mengotori tangan.
Kekerasannya rendah (lunak) rapuh, disebut juga batu bara lunak (soft
coal ) mudah digerus dan HGI tinggi, kecuali kalau kadar abunya tinggi
dan mengandung mineral terutama silika.
Ketahanan terhadap cuaca (Weathering index) rendah, mudah hancur
jika terkena perubahan cuaca (panas dan hujan). Tingkat segregasi
semakin tinggi dengan semakin rendahnya peringkat batu bara.
Mudah hancur dan membentuk partikel halus dan debu, ketika
dipindahkan.
Porositasnya tinggi, mudah menyerap air sehingga selama musim
hujan kadar air akan tinggi.
7
Karakteristik dan Pemanfaatan Batu Bara | Slamet Suprapto
Kadar air-nya tinggi, kadar bed moisture dapat mencapai 75%; oleh
karena itu tidak cocok untuk transportasi jarak jauh karena biaya mahal;
jika digunakan untuk pembakaran, efisiensi pembakaran rendah;
proses upgrading batu bara sedang berkembang untuk mengurangi
kadar air.
Kadar zat terbang tinggi, pada kondisi dmmf > 31% sehingga mudah
terbakar.
Sebaliknya kadar karbon rendah, pada kondisi dmmf <69%.
Nilai kalorinya rendah, pada kondisi mmf (klasifikasi ASTM) <10.500
Btu/lb.
Kadar oksigen: tinggi sampai >20% (antrasit 1-2%), menambah oksigen
untuk reaksi oksidasi/pembakaran, menyebabkan batu bara mudah
terbakar.
Kadar hidrogen tinggi sampai >5% (antrasit 3%), mudah terbakar.
8
Batu Bara, dari Fosil Menjelma Energi
9
Karakteristik dan Pemanfaatan Batu Bara | Slamet Suprapto
10
Batu Bara, dari Fosil Menjelma Energi
Pelepasan dan pembakaran zat terbang; oleh karena itu diperlukan pre-
heating (pemanasan awal) pada suhu titik nyala batu bara sehingga zat
terbang dilepaskan kemudian terbakar membentuk nyala api.
11
Karakteristik dan Pemanfaatan Batu Bara | Slamet Suprapto
Pada sistem ini batu bara bubuk dialirkan bersama-sama udara primer ke
burner di dalam tungku. Sistem ini disebut juga sistem pulverized coal atau
suspension firing, batu bara yang digunakan berukuran lolos saringan 200
mesh (75 mikron).
Salah satu masalah yang belum tertangani secara total pada pembakaran
batu bara bubuk adalah pembentukan terak (slag) dari lelehan abu batu bara.
Walaupun pembakaran bubuk tipe wet bottom (slag tap furnace) dirancang
untuk mengeluarkan abu batu bara dalam bentuk slag, tetapi kelemahannya
adalah banyaknya kehilangan panas (heat loss) akibat luasnya area lelehan
abu. Untuk mengatasi hal tersebut kemudian dikembangkan tungku/
pembakaran siklon (cyclone). Tungku ini melokalisasi lelehan abu melalui
desain dengan yang membuat dimensi area lelehan abu menjadi relativ
minor dibanding area seluruh tungku (Sherman, 1963).
12
Batu Bara, dari Fosil Menjelma Energi
fluida material unggun yang juga berfungsi sebagai penghantar panas. Batu
bara berukuran lolos 5 mm dimasukkan ke dalam unggun (underbed atau
overbed) sehingga difluidakan bersama-sama material unggun.
Masalah Lingkungan
Proses pembakaran batu bara menghasilkan limbah gas dan padatan yang
dilepaskan ke atmosfer. Limbah-limbah tersebut terdiri atas SOx, NOx,
partikulat, unsur runutan dan CO2. Apabila pembakaran tidak sempurna
juga dihasilkan emisi CO dan senyawa organik (hidrokarbon alipatik maupun
aromatik).
Yang dimaksud dengan teknologi batu bara bersih adalah teknologi yang
dikembangkan untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dari
pemanfaatan batu bara sebagai sumber energi.
Konsep lama
Konsep lama teknologi batu bara bersih difokuskan pada pengurangan emisi
polutan-polutan konvensional SOx, NOx dan partikulat (Anonim, 2012).
Terdapat tiga kelompok teknologi yang terdiri atas Pre-combustion, During
combustion, dan Post combustion.
13
Karakteristik dan Pemanfaatan Batu Bara | Slamet Suprapto
polutan dari gas buang yang keluar dari cerobong, misalnya dengan
bag filter dan electrostatic perecipitator (untuk partikulat), flue gas
desulfurization atau FGD untuk SOx, dan denitrification (untuk NOx).
Konsep baru
Pada konsep yang baru, teknologi batu bara bersih lebih difokuskan pada
pengurangan emisi CO2 dan merkuri karena polutan konvensional nampaknya
sudah tidak menjadi masalah lagi oleh negara-negara maju. Pengurangan
emisi CO2 memang dapat dilakukan di antaranya dengan meningkatkan
efisiensi pembakaran atau efisiensi pembangkit listrik. Tetapi dengan
persyaratan emisi yang semakin ketat, maka pengurangan emisi CO2 tidak
cukup hanya melalui efisiensi pembakaran, kecuali melalui konversi batu
bara dengan proses gasifikasi atau proses pencairan atau melalui penerapan
teknologi CCS (carbon capture and storage).
14
Batu Bara, dari Fosil Menjelma Energi
15
Karakteristik dan Pemanfaatan Batu Bara | Slamet Suprapto
Pencucian
16
Batu Bara, dari Fosil Menjelma Energi
pertukaran ion (ion exchange) dan pelarutan garam (klorida) natrium batu
bara dengan air.
Proses pencucian batu bara idealnya diawali dengan karakterisasi batu bara
terutama petrografi, kemudian dengan uji ketercucian (float and sink test).
Analisis petrografi dilakukan untuk mengetahui keterdapatan dan distribusi
mineral dalam batu bara, apakah sebagai mineral syngenetic berupa layer
atau partikel yang terbentuk pada tahap I pembatubaraan (coalification),
atau sebagai mineral epigenitik yang terdapat dalam retakan batu bara yang
terbentuk pada pembatubaraan tahap II. Mineral syngenetic lebih sulit untuk
dipisahkan, apalagi kalau terdapat sebagai layer dalam batu bara (Falcon,
1986).
Upgrading
17
Karakteristik dan Pemanfaatan Batu Bara | Slamet Suprapto
Dalam penanganan (handling): batu bara sulit ditangani (lengket) dan bisa
terjadi penyumbatan pada bunker, hopper, atau chute;
18
Batu Bara, dari Fosil Menjelma Energi
19
Karakteristik dan Pemanfaatan Batu Bara | Slamet Suprapto
CWF dibuat dengan mencampurkan batu bara bubuk, air dan aditif dengan
perbandingan tertentu (60-70% batu bara, 30-40% air dan aditif 1%). Dengan
dibuat menjadi CWF maka diperoleh bahan bakar mirip dengan minyak berat
dan mempunyai mempunyai karakteristik sebagai berikut (Fujita, 1999):
porositasnya rendah;
kadar gugus karbonil rendah;
kadar air rendah;
bersifat hidropobik
sifat pengalirannya (slurryability) tinggi.
Batu bara peringkat rendah mempunyai karakteristik sebaliknya, yakni:
porositasnya tinggi;
kadar gugus karbonil tinggi;
kadar air tinggi;
bersifat hidropilik;
sifat pengalirannya (slurry-ability) rendah.
Oleh karena itu untuk membuat CWF dari batu bara peringkat rendah
perlu dilakukan proses upgrading terhadap batu bara agar karakteristiknya
mirip dengan batu bara peringkat tinggi. Proses upgrading yang dapat
menghasilkan produk yang sesuai untuk bahan baku CWF diantaranya adalah
HWD dan UBC (Fujita, 1999; Umar, 2011).
20
Batu Bara, dari Fosil Menjelma Energi
Konversi
Konversi batu bara adalah proses mengubah batu bara menjadi bentuk/
material lain sehingga dapat digunakan sebagai bahan bakar yang lebih
bersih atau sebagai bahan baku industri. Konversi batu bara dapat dilakukan
melalui proses pirolisis/karbonisasi (pyrolisis/carbonization), gasifikasi
(gasification) dan pencairan (liquefaction).
Pirolisis
21
Karakteristik dan Pemanfaatan Batu Bara | Slamet Suprapto
Pada proses pirolisis dekomposisi batu bara mulai terjadi pada suhu 350-400oC
dan menghasilkan residu yang kaya akan karbon dan fraksi volatil yang kaya
akan hidrogen. Empat produk yang dihasilkan oleh pirolisis yakni semikokas
(char), ter yang terdiri atas senyawa hidrokarbon (alifatik) cair, gas dan minyak
ringan. Apabila pemanasan dilakukan dengan cepat maka 68-87% kalori
batu bara akan tertinggal dalam char, 10-23% tertinggal dalam ter, dan 7%
terbawa gas (Lowry, 1963).
Tar yang dihasilkan tergantung batu bara yang digunakan (terutama kadar
zat terbangnya). Pada suhu 600oC tar yang dihasilkan mencapai 4,6-6,8%
(lignit), 11% (batu bara subbituminous) dan 33% (batu bara high volatile
bituminous) dari umpan batu bara kering. Sementara gas yang dihasilkan
mencapai 22,7% (lignit), 26,4% (batu bara subbituminous) dan 6,6% (batu bara
high volatile bituminous) dari umpan batu bara kering. Produk gas terutama
dikomposisikan oleh gas-gas H2, CH4, CO dan CO2 (Howard, 1981).
22
Batu Bara, dari Fosil Menjelma Energi
produksi bahan bakar tak berasap (smokeless fuel) merupakan aplikasi yang
banyak digunakan di Inggris yakni untuk rumah tangga (memasak), pemanas
ruangan, industri dan boiler.
23
Karakteristik dan Pemanfaatan Batu Bara | Slamet Suprapto
memproses batu bara menjadi kokas juga langsung memproses ter menjadi
berbagai produk berupa bermacam bahan kimia dan gas campuran H2 dan
CH4 (Eisenhut, 1981; Miller, 2011).
Batu bara yang digunakan untuk pembuatan kokas disebut batu bara
mengokas atau coking coal. Persyaratan utama batu bara mengokas (prime
coking coal) ditentukan dari peringkat batu bara dan komposisi maseral.
Sedangkan karakteristik batu bara mengokas dapat dilihat dari sifat fisiknya
yang meliputi nilai muai bebas, tipe kokas Gray-King Assay, Roga Index, dan
dilatasi (uji dilatometer). Selanjutnya terdapat pembatasan terhadap kadar
pengotor yang terdiri atas abu, belerang dan fosfor. Berikut adalah persyaratan
utama (peringkat batu bara dan komposisi maseral), karakteristik (sifat fisik)
dan kadar pengotor batu bara mengokas (Rance, 1975; Zimmerman, 1979;
ASTM, 2007; Falcon, 1981):
24
Batu Bara, dari Fosil Menjelma Energi
Menurut sistem klasifikasi batu bara yang dipakai oleh National Coal Board
(Inggris) batu bara mengokas prima (prime coking coal) adalah batu bara
yang mempunyai kadar zat terbang (dmmf) antara 19,6-32,0% dan tipe kokas
Gray-King Assay G4.
Gasifikasi
Proses konversi batu bara menjadi dapat ditempuh melalui dua cara yakni
gasifikasi parsial dan gasifikasi total.
25
Karakteristik dan Pemanfaatan Batu Bara | Slamet Suprapto
Gasifikasi Parsial
Gasifikasi parsial disebut juga mild gasificasion adalah konversi batu bara
menjadi produk gas melalui proses pirolisis atau karbonisasi. Dalam gasifikasi
parsial, selain dihasilkan produk gas juga dihasilkan produk padat berupa
kokas atau char (arang batu bara) dan produk cair berupa ter. Pabrik gas
komersial pertama dibangun di Inggris pada akhir abad 18 yang memproduksi
gas dari batu bara (jenis mengokas) untuk penerangan jalan. Selanjutnya
di Amerika Srikat pabrik gas dibangun pada abad 19 untuk memproduksi
gas kota. Pembangunan pabrik gas dari batu bara kemudian dilakukan oleh
banyak negara termasuk Indonesia. Pada zaman sebelum Perang Dunia II di
Amerika Serikat saja tercatat setidaknya 20.000 gasifier batu bara beroperasi.
Namun pada akhir tahun 1940-an, meningkatnya ketersediaan gas alam yang
harganya murah mengakibatkan substitusi gas batu bara oleh gas alam dan
tidak beroperasinya gasifier-gasifier batu bara (Francis, 1965; Eisenhut, 1981).
Di Indonesia, pabrik gas yang memproduksi gas kota dan kokas juga pernah
beroperasi di beberapa kota besar yakni Jakarta, Bogor, Bandung, Semarang
dan Surabaya yang dibangun pada zaman Belanda. Batu bara yang digunakan
adalah jenis batu bara mengkokas dari luar negeri (impor) karena Indonesia
tidak mempunyai cadangan batu bara mengokas. Namun pabrik-pabrik gas
tersebut berhenti beroperasi pada awal tahun 1970-an akibat adanya gas alam
yang harganya murah. Apalagi, pengembangan gas LPG hasil samping kilang
minyak yang didistribusikan dalam botol-botol lebih praktis ditransportasikan
dibanding jaringan pipa gas kota (Suprapto, 2009).
Gasifikasi Total
Proses gasifikasi batu bara kini telah berkembang sedemikian rupa sehingga
bahan bakunya tidak hanya tergantung pada batu bara jenis mengokas, tetapi
bisa menggunakan berbagai jenis batu bara. Dalam hal ini, konversi batu bara
menjadi gas tidak hanya dilakukan melalui pemanasan, tetapi menggunakan
pereaksi sehingga konversinya menjadi lebih optimal. Disamping itu, gas
yang dihasilkan tidak hanya untuk bahan bakar tetapi juga digunakan untuk
bahan baku industri kimia dan juga bahan bakar cair. Proses ini merupakan
gasifikasi total yang kemudian dikenal secara luas dengan proses gasifikasi
26
Batu Bara, dari Fosil Menjelma Energi
yakni konversi batu bara menjadi produk gas melalui reaksi antara batu bara
dengan pereaksi berupa udara, campuran udara/uap air, atau campuran
oksigen/uap air. Dalam hal ini seluruh material organik batu bara diharapkan
dapat dikonversikan menjadi gas.
Reaksi pembakaran
Kualitas dan komposisi produk gas yang dihasilkan dari proses gasifikasi
terutama tergantung atas pereaksi yang digunakan. Gasifikasi batu bara
paling sederhana adalah yang menggunakan pereaksi udara. Produk utama
disebut producer gas dengan komponen berupa CO dan H2 serta sedikit gas
hidrokarbon dan kadar nitrogen yang tinggi (N2 dari udara). Apabila pereaksi
yang digunakan berupa campuran udara/uap air maka dihasilkan water gas
yang komposisinya mirip dengan producer gas tetapi dengan kadar H2 sedikit
lebih tinggi. Producer gas dan water gas termasuk gas kalori rendah (low Btu
27
Karakteristik dan Pemanfaatan Batu Bara | Slamet Suprapto
gas) dengan nilai kalor <200 Btu/ft3. Di Indonesia kedua gas tersebut dikenal
dengan istilah gas bakar.
Terdapat tiga tipe gasifier (reaktor gasifikasi) batu bara yang saat ini sudah
digunakan oleh teknologi gasifikasi secara komersial, yakni unggun-tetap
(fixed-bed), unggun-terfluidakan (fluidized-bed) dan entrained-bed (Nowacki,
1981; Hebden, 1981). Seperti terlihat pada Gambar 1.7. dalam gasifier unggun-
tetap terdapat sebuah kisi yang menyangga umpan batu bara berukuran 6
50 mm yang diumpankan dari atas gasifier. Karena unggun batu bara bisa
digerakkan melalui pemutaran kisi, gasifier tipe ini juga disebut unggun-
bergerak (moving-bed). Gas pereaksi dilewatkan dari bawah kisi kemudian
kontak dengan umpan batu bara. Suhu operasi tergantung pereaksi yang
digunakan; untuk pereaksi udara, suhu operasi berkisar antara 1.200-1.300C,
sedangkan dengan pereaksi oksigen suhu operasi mencapai >1.500C. Abu
batu bara keluar melalui kisi ke bawah gasifier dalam keadaan kering (dry
ash) atau terak (slagging ash), tergantung sistem pengeluaran abu dan titik
leleh abu batu baranya. Selain produk gas dan abu, gasifier tipe ini juga
menghasilkan ter, minyak dan fenol yang jumlahnya relatif lebih banyak
dibanding gasifier tipe lainnya.
28
Batu Bara, dari Fosil Menjelma Energi
29
Karakteristik dan Pemanfaatan Batu Bara | Slamet Suprapto
30
Batu Bara, dari Fosil Menjelma Energi
Dari
TIPE Tabel
REAKTOR 1.7 dapatFIXEDdilihat
BED bahwa sampai dengan
FLUIDIZED BED tahun 2010 terdapat
EXTRAINED BED53
Teknologi Tipikal Sasol-Lurgi BGL Winkler, KRW, U-Gas GEE, Shell, E-Gas,
plant komersial gasifikasi batu bara yang beroperasi dengan
HTW, KBR,
jumlah (total)
Siemen, KT, MHI, PWR
gasifier sebanyak 201 Slagging
buah dan Dry CFB, HRL
kapasitas total 36.315 MWth. Pada tahun
Kodisi Abu Dry ash ash Agglomerating Slagging
2010 juga sedang
KARAKTERISTIK BATU BARA dibangun 11 plant dengan total gasifier sebanyak 17 buah
Ukuran 6-50 mm 6-50 mm 6-10 mm 6-10 mm < 100 m
dan kapasitas
Penerimaan 10.857 MWth.
Fine terbatas Melalui Rencananya
Baik masih akan
Lebih baikdibangun (2011 2016)
Tak terbatas
injeksi
29 plant gasifikasi
Peringkat batu semua
dengan jumlah gasifier sebanyak
tinggi (bitum. rendah (lignit
58 buah dan kapasitas
semua peringkat semua peringkat
bara peringkat antr.) subbit)
28.376 MWth.
Kadar abu
Apabilasebaiknya
tak ada
pembangunan < tak ada
dan program tersebut
tak ada batasan
berjalan sesuai
sebaiknya < 25%
dengan rencana batasan 25% batasan
o maka pada o akhir>1100
tahun
o 2016>1100
akano beroperasi sebanyak
o 93
Titik leleh Abu >1200 C <1300 C C C <1300 C
(prefered)
KONDISI OPERASI
Suhu gas
rendah
o
rendah
o
31 o
sedang sedang
o
tinggi
o
(425-650 C) (425-650 C) (900-1050 C) (900-1050 C) (1250-1600 C)
Tek. Gasifikasi 435+ 435+ 15 15-435 <725
(psig)
Kebutuhan O2 rendah rendah sedang sedang tinggi
Karakteristik dan Pemanfaatan Batu Bara | Slamet Suprapto
plant gasifikasi batu bara dengan jumlah gasifier sebanyak 276 buah dan
kapasitas 75.548 MWth (Anonim, 2010).
Tabel 1.7. Plant gasifikasi batu bara komersial
Dalam proses gasifikasi reaksi antara batu bara dengan pereaksi dilakukan
di dalam sebuah reaktor yang disebut gasifier. Sedangkan dalam proses
gasifikasi batu bara bawah tanah reaksi antara batu bara dengan pereaksi
langsung dilakukan di dalam tanah, pada lapiasan batu baranya. Pada
dasarnya, gasifikasi batu bara bawah tanah merupakan teknologi untuk
mengekstraksi endapan batu bara dalam bentuk gas dari suatu cekungan
tanpa harus mengeluarkan (menambang) batu baranya. Ide pertama
gasifikasi batu bara bawah tanah dicetuskan oleh Mendeleyev. Peneliti Rusia
ini berpendapat bahwa apabila batu bara tidak diekstraksi (ditambang) dari
dalam tanah, batu bara dapat dikonversikan menjadi produk gas secara
langsung di dalam tanah untuk kemudian ditransportasikan melalui pipa ke
pengguna. Pengembangan plant komersial gasifikasi bawah tanah kemudian
mulai dilakukan di negara-negara bekas Uni Soviet pada tahun 1930-an.
Pada saat itu, dasar pemikirannya bukan masalah ekonomi, tetapi mengingat
tambang bawah tanah (waktu itu) kotor dan pekerjaan berbahaya, banyak
pekerja tambang sakit dan meninggal karena pekerjaannya. Gasifikasi batu
bara bawah tanah dipertimbangkan mampu mengatasi masalah tersebut,
tanpa memperkerjakan personil di bawah tanah dan penggalian batu bara.
Saat ini, dasar pemikiran pengembangan gasifikasi batu bara bawah tanah
adalah lebih kepada masalah ekonomi. Cadangan-cadangan batu bara sudah
32
Batu Bara, dari Fosil Menjelma Energi
mulai sangat dalam dan tidak eknomis ditambang, baik dengan tambang
terbuka maupun tambang dalam. Disamping itu, pembuatan lubang (sumur)
dan sistem injeksi pereaksi jauh lebih murah dibanding harga sebuah gasifier.
Pembuatan plant (pabrik) gasifikasi batu bara bawah tanah dimulai dengan
melakukan pemboran dua sumur yang bersebelahan dan mencapai
kedalaman lapisan batu bara. Melalui salah satu sumur (lubang injeksi),
pereaksi (campuran udara/uap air atau oksigen/uap air) bertekanan
diinjeksikan ke dalam lapisan batu bara sehingga terjadi aliran pereaksi ke
sumur produksi melalui rekahan-rekahan dalam lapisan batu bara. Batu
bara dibakar pada sumur produksi sehingga terbakar menuju sumur injeksi.
Begitu nyala api mencapai sumur injeksi, maka rongga antara sumur injeksi
dan sumur produksi terbentuk dan proses gasifikasi berlangsung. Gas yang
dihasilkan dari proses gasifikasi dialirkan melalui sumur ke dua (lubang
produksi). Selanjutnya, produk gas tersebut dialirkan ke instalasi pemurnian
gas (di permukaan tanah) sebelum dikirimkan ke konsumen (lihat Gambar
1.10), misalnya pembangkit listrik.
Gambar 1.10. Skema gasifikasi batu bara bawah tanah (Anonim, 2012)
Teknologi gasifikasi batu bara bawah tanah telah diterapkan, baik untuk
batu bara peringkat tinggi maupun untuk batu bara peringkat rendah
dengan ketebalan lapisan batu bara bervariasi. Pada tahun 1939 Uni Soviet
membangun 14 plant komersial gasifikasi batu bara bawah tanah di Ukraina.
Namun saat ini hanya satu plant yang masih beroperasi yakni di Negara
Uzbekistan. Selanjutnya banyak Negara yang mengikuti jejak negara bekas
Uni Soviet tersebut dengan mengembangkan program gasifikasi batu bara
33
Karakteristik dan Pemanfaatan Batu Bara | Slamet Suprapto
bawah tanah termasuk Eropa, Amerika, Asia dan Australia. Program terbesar
yang sedang berjalan adalah di Cina (Inner Mongolia) dan Australia (Linc
Energy Chinchilla Demonstration Facility) (Baldwin, 2011).
Walaupun dari segi ekonomi proses gasifikasi batu bara bawah tanah
menguntungkan, namun terdapat beberapa kelemahan yang masih menjadi
kekhawatiran banyak pihak, diantaranya:
Pencairan
Proses konversi batu bara menjadi bahan cair dapat dilakukan melalui tiga
proses yakni pirolisis, pencairan tidak langsung (melalui gasifikasi dan sintesa
Fischer-Tropch), dan pencairan langsung (melalui proses hidrogenisasi).
Proses pirolisis telah dibahas pada bagian sebelumnya.
Pada proses pencairan tak langsung syngas (campuran CO dan H2) hasil
gasifikasi batu bara dikonversikan menjadi hidrokarbon cair melalui proses
katalitik yang disebut sintesa Fischer-Tropsch. Produk yang dihasilkan berupa
minyak diesel (solar) dan minyak pelumas, lilin (malam) dan bensin kualitas
rendah. Pada proses pencairan langsung yang batu bara dihidrogenisasi
menggunakan pelarut hidrogen-donor pada suhu dan tekanan tertentu
sehingga menghasilkan bahan bakar cair. Produk yang dihasilkan berupa
bahan bakar untuk pesawat terbang kualitas tinggi (high aviation fuel) dan
bensin (motor gasoline).
34
Batu Bara, dari Fosil Menjelma Energi
proses pencairan langsung dan Franz Frischer dan Hans Tropch yang
mengembangkan pencairan tak langsung (dikenal dengan sintesa/proses
Fischer-Tropsch). Kedua teknologi tersebut diaplikasikan secara komersial
selama Perang Dunia II terutama di Jerman, Inggris dan Jepang untuk
memproduksi bahan bakar untuk mesin-mesin perang (militer). Namun
setelah perang dan juga karena murahnya bahan bakar dari minyak bumi
kemudian plant-plant pencairan batu bara tidak beroperasi. Baru pada
tahun 1950-an Afrika Selatan mengadopsi teknologi Fischer-Tropch untuk
memproduksi bahan bakar minyak sintetik (Fancis, 1965; Miller, 2011).
Pada tekanan rendah (1 12 atmosfer) dan suhu 380oC dihasilkan produk yang
hanya terdiri atas hidrokarbon (tanpa senyawa oksigen, alkohol, keton dan
asam) berupa C3 C4 (7%), C5 C12 (30%), C13 C20 (10%), dan C20+. Pada tekanan
menengah (medium) antara 5 50 atmosfer dan suhu antara 220340oC dan
katalis besi menghasilkan produk yang terutama terdiri atas bensin, solar dan
lilin parafin. Proses pada tekanan tinggi terdiri atas sintesa-iso (iso-synthesis),
proses synthol, dan sintesa okso (oxo-synthesis). Sintesa-iso menggunakan
tekanan 100 1000 atmosfer dan suhu 400 500oC dan katalis K2CO3 yakni
yang disebut sintesa-iso (iso-synthesis) menghasilkan produk utama berupa
iso-parafin C4 C5. Proses synthol menggunakan tekanan 140 atmosfer dan
suhu 400 450oC dan katalis besi menghasilkan produk utama berupa
senyawa rantai lurus teroksigenasi. Sintesa-okso dilakukan pada tekanan
100 500 atmosfer dan suhu 100 200oC dan katalis kobal menghasilkan
produk utama berupa aldehida C3 C16 (Miller, 2011).
35
Karakteristik dan Pemanfaatan Batu Bara | Slamet Suprapto
Pencairan Langsung
Setelah Perang Dunia II plant tersebut tidak beroperasi lagi karena tidak bisa
bersaing dengan harga minyak bumi. Namun pada tahun 1970-an dan 1980-
an penelitan-penelitian pencairan langsung mulai diaktifkan lagi. Beberapa
teknologi pencairan langsung di antaranya adalah Solvent Refining Coal atau
SRC (SRC-I dan SRC II), H-Coal, Donor Solvent, Exxon Donor Solvent, dan Brown
Coal Liquefaction (BCL).
Bahan Baku
Batu bara dan produk turunan batu bara dapat digunakan untuk bahan baku
industri sehingga dapat meningkatkan nilai tambah batu bara. Pemanfaatan
batu bara sebagai bahan bakau dapat ditempuh melalui karbonisasi (produk
oven kokas), hidrogensasi, sintesa syngas hasil gasifikasi, pembuatan karbon
aktif, pembuatan karbid (calcium carbide), pemanfaatan CO2, pembuatan
bahan karbonan, dan pemanfaatan limbah pembakaran batu bara.
Karbonisasi batu bara, terutama pada suhu tinggi merupakan salah satu
proses yang penting untuk memanfaatkan batu bara menjadi kokas. Tetapi
proses ini sangat tergantung batu bara mengokas (coking coal) sebagai
bahan bakunya. Selain menghasilkan kokas untuk industri metalurgi proses
36
Batu Bara, dari Fosil Menjelma Energi
Hasil tipikal oven kokas modern yang beroperasi pada suhu 1.350oC dan
menggunakan bahan baku batu bara mengokas menghasilkan produk (untuk
setiap ton batu bara) sebagai berikut (Francis, 1965):
Kokas: 14 kwintal
Ter: 10 45,46 liter
Benzole: 13,64 liter
Amonium sulfat: 12,2 kg
Gas: 354m3 dengan nilai kalor 4.765 kal/liter (525 Btu/ft3)
Ter dapat didistilasi menjadi beberapa produk seperti minyak karbol (carbolic
oil), minyak naftalen (naphtalene oil), minyak kreosot (creosote oil), minyak
antrasen (anthracene oil) dan pitch. Sementara digunakan sebagai bahan
pencampur (blending) bensin.
Seperti namanya, syngas (synthesis gas) atau gas penyintesa yang merupakan
produk gasifikasi batu bara adalah campuran CO dan H2 yang dapat digunakan
untuk menyintesa berbagai macam senyawa organik di antaranya sebagai
berikut.
37
Karakteristik dan Pemanfaatan Batu Bara | Slamet Suprapto
Karbon Aktif
Walaupun karbon aktif dapat dibuat dari berbagai bahan karbonan seperti
tempurung kelapa, kayu, batu bara, gambut tetapi bahan baku utama yang
digunakan pabrik karbon aktif komersial umumnya berasal dari tempurung
kelapa karena daya serapnya yang paling tinggi dibanding yang dibuat dari
bahan baku lainnya. Namun kini pabrik karbon aktif banyak yang beralih
38
Batu Bara, dari Fosil Menjelma Energi
Karbon aktif dibuat melalui aktivasi secara kimia atau secara fisika. Aktivasi
secara kimia umumnya lebih cocok untuk bahan baku kayu. Aktivasi fisika
dilakukan melalui karbonisasi bahan baku kemudian arang atau semikokas
yang terbentuk diaktivasi menggunakan uap air atau CO2. Batu bara yang
digunakan untuk bahan baku bisa bermacam jenis (peringkat) tergantung
proses pembuatan dan produk yang diinginkan. Batu bara bituminous
umumnya menghasilkan daya serap yang tinggi dibanding batu bara lignit
atau subbituminous. Produk karbon aktif bisa berbentuk bubuk, granular atau
pelet tergantung jenis penggunaannya.
Tergantung peringkat batu baranya, karbon aktif yang dibuat dari batu
bara mempunyai struktur pori di antara karbon aktif tempurung kelapa dan
karbon aktif kayu. Karbon aktif tempurung kelapa mempunyai pori mikro
(micropore, diameter <40 Angstrom) mencapai 95% dari total pori. Sementara
pori yang terdapat dalam karbon aktif kayu sebagian besar berupa mesopore
(diameter 40 5.000 Angstrom) dan macropore (diameter >5.000 Angstrom).
Karbon aktif yang mempunyai micropore dominan mempunyai bilangan
yodium tinggi, lebih cocok untuk menyerap senyawa-senyawa dengan
berat molekul kecil (small molecular weight) seperti gas dan polutan kadar
rendah. Sebaliknya, karbon aktif yang mempunyai mesopore dan macropore
dominan mempunyai bilangan yodium rendah, lebih cocok untuk menyerap
senyawa-senyawa dengan berat molekul besar seperti proses penghilangan
warna pada larutan. Karbon aktif dari batu bara lignit mempunyai karakteristik
mendekati karbon aktif kayu. Sebaliknya karbon aktif dari batu bara peringkat
tinggi (bituminous antrasit) mempunyai karakteristik mendekati karbon aktif
tempurung kelapa (Anonim, 2006; Schaeffer, 2008).
Karbid dibuat dari kokas atau batu bara dalam electric arch furnace pada
kondisi reduksi dan suhu tinggi (2100oC). Kokas yang digunakan biasanya
kokas metalurgi (metallurgical coke) dan batu baranya jenis antrasit. Karbid
digunakan terutama untuk membuat gas asetilen, kalsium sianamida, dan
39
Karakteristik dan Pemanfaatan Batu Bara | Slamet Suprapto
pemisahan belerang dari besi pada proses pembuatan baja. Gas asetilen
merupakan bahan baku industri kimia dan karena nyalanya mempunyai
suhu tinggi maka asetilen juga digunakan untuk proses patri dan las. Turunan
karbid yakni kalsium sianamida terutama digunakan untuk pupuk dan
herbisida (Juntgen, 1981).
Pembakaran batu bara menghasilkan gas buang (flue gas) yang komponen
utamanya CO2. Dengan memisahkan komponen yang tidak dikehendaki
misalnya SOx, NOx maka diperoleh CO 2 murni. Pembakaran yang
menggunakan oksigen (oxyfuel combustion) menghasilkan gas buang berupa
CO2 dengan kemurnian lebih tinggi. Selain hasil pembakaran, CO2 juga bisa
dihasilkan oleh shift reaction dari syngas yakni reaksi CO dengan H2O menjadi
CO2 dan H2. CO2 digunakan untuk memproduksi senyawa karbonat (Juntgen,
1981) dan meningkatkan produksi sumur minyak (enhanching oil recovery,
EOR) (Miller, 2011).
Batu bara (terutama antrasit) dan produk turunan batu bara (terutama kokas
bubuk dan tar pitch) merupakan bahan baku utama untuk pembuatan bahan
karbonan padat (solid carbonaceous material) yang perlu kadar karbon tinggi,
sifat-sifat tertentu dan aplikasi yang berbeda seperti elektroda karbon, bata
karbon (carbon brick), dan serat karbon (carbon fiber).
Elektroda karbon digunakan untuk tungku baja listrik (electric steel furnace),
karbid dan tungku reduksi karena mempunyai sifat tahan terhadap korosi
dan konduktivitas yang baik. Elektroda karbon dibuat dari kokas bubuk
atau antrasit dan coal tar pitch sebagai bahan pengikat (binder). Kokas
bubuk dicampur dengan coal tar pitch kemudian dicetak; cetakan tersebut
dikarbonisasi pada suhu tinggi.
Bata karbon dapat dipakai untuk menggantikan peran bahan keramik dalam
tungku tiup (blast furnace) terutama untuk melapisi (lining) bagian dasar
tungku. Bata karbon juga digunakan untuk melapisi dasar dan dinding tungku
40
Batu Bara, dari Fosil Menjelma Energi
41
Karakteristik dan Pemanfaatan Batu Bara | Slamet Suprapto
tak terbakar (unburned particle) harus rendah tidak boleh lebih dari 12%.
Persyaratan kedua adalah ukuran harus halus; oleh karena itu tahap awal
pemanfaatan adalah preparasi (penggerusan dan pengayakan) sehingga
ukurannya seragam.
Untuk abu batu bara yang mempunyai komposisi dan bersifat pozolanik
bisa digunakan untuk menggantikan peran semen yakni untuk sebagai
semen atau bahan pengikat hidrolik (hydrolic binder). Abu batu bara juga
dimanfaatkan sebagai bahan bangunan (batako, paving block), bahan pengisi
lapisan jalan raya.
Tabel 1.8. Penyebaran abu dasar dan abu terbang pada masing-masing sistem pembakaran
batu bara
Pulverized Coal Cyclone
Stoker Chain Grate
Dry Buttom Wet Buttom Furnace
Abu Dasar,% 70 -80 85 - 95 15 - 45 50 -60 85 - 95
Abu Terbang, % 20 - 30 5 - 15 55 - 85 40 - 50 10 -15
Untuk pembangkit listrik yang dilengkapi sistem penangkapan SO2 atau flue
gas desulfurization (FGD) maka dihasilkan limbah yang dapat dikonversikan
menjadi produk yang bernilai ekonomi. Limbah tersebut berupa lumpur
(sludge) yang mengandung CaSO4 (gipsum). Produk yang bisa dimanfaatkan
adalah gips, asam sulfat, larutan SO2 dan belerang (Juntgen, 1981; Miller,
2011).
Pada tahun 2007 tercatat pemanfaatan limbah padat pembakaran batu bara
di Amerika Serikat mencapai 126 juta ton atau 40% dari yang dihasilkan.
Limbah tersebut digunakan untuk bermacam kebutuhan seperti industri
semen dan beton, backfilling tambang, penetralan air asam tambang,
konstruksi jalan, bahan pengisi (filler). Sementara di Eropa pada tahun 2005
tercatat memanfaatkan sebanyak 63,91 juta ton limbah padat pembakaran
batu bara (Miller, 2011). Limbah pembakaran juga dapat digunakan dalam
tambang sebagai penetral air asam tambang dan pengurukan tanah untuk
reklamasi tambang (Anonim, 2006).
42
2
Gasifikasi Batu
Bara,
Solusi di Tengah
Berlimpahnya
Batu Bara
Indonesia
Karakteristik dan Pemanfaatan Batu Bara | Slamet Suprapto
T
ercatat bahwa pada tahun 1609 seorang ahli kimia Belgia, Jan van
Helmont menemukan bahwa batu bara yang dipanaskan akan
mengelarkan gas. Pada akhir tahun 1600-an, John Clayton seorang
pendeta dari Yorkshire, Inggris melakukan penelitian pengumpulan gas
dari batu bara. Selanjutnya, pada tahun 1792 William Murdock, seorang
insinyur Skotlandia mengembangkan gasifikasi batu bara secara komersial
melalui pemanasan batu bara di dalam sebuah retor tanpa kontak udara
untuk menghasilkan gas dan kokas. Proses pemanasan batu bara tersebut
dikenal dengan istilah karbonisasi batu bara, dan produk gas yang dihasilkan
disebut gas batu bara, gas kota, dan gas penerangan. Pada tahun 1798, sistem
penerangan dengan gas dibangun di pabrik-pabrik di Inggris, kemudian
diikuti dengan pembangunan sistem penerangan jalan pada tahun 1807.
Pada tahun 1816, Perusahaan Gas Baltimore, perusahaan gasifikasi batu bara
pertama didirikan di Amerika Serikat, kemudian diikuti oleh perusahaan-
perusahaan lainnya di Amerika Serikat. Sampai dengan pertengahan tahun
1920-an, sekitar 20% pasokan gas Amerika Serikat diproduksi dari batu bara.
Pada zaman sebelum Perang Dunia II tercatat setidaknya 20.000 gasifier
batu bara beroperasi di Amerika Serikat. Namun pada akhir tahun 1940-an,
meningkatnya ketersediaan gas alam yang harganya murah mengakibatkan
substitusi gas batu bara oleh gas alam dan tidak beroperasinya gasifier-gasifier
batu bara (Miller, 2011).
44
Gasifikasi Batu Bara, Solusi di Tengah Berlimpahnya Batu Bara Indonesia
Proses gasifikasi batu bara kini telah berkembang sedemikian rupa sehingga
bahan bakunya tidak hanya tergantung pada batu bara jenis mengokas, tetapi
bisa menggunakan berbagai jenis batu bara. Dalam hal ini, konversi batu bara
menjadi gas tidak hanya dilakukan melalui pemanasan, tetapi menggunakan
pereaksi sehingga konversinya menjadi lebih optimal. Disamping itu, gas yang
dihasilkan tidak hanya untuk bahan bakar tetapi juga digunakan untuk bahan
baku industri kimia dan juga bahan bakar cair (Hebden, 1981; Shadle, 2002).
Kelebihan batu bara dalam negeri ini sebenarnya dapat diatasi jika kita sudah
menerapkan teknologi gasifikasi batu bara untuk pemanfaatan batu bara
Indonesia yang melimpah. Jika ini dilakukan saya yakin pembatasan ekspor
tidak perlu lagi dilakukan karena penyerapan batu bara dalam negeri akan
mencukupi. Gasifikasi menurut saya akan menjadi teknologi menjanjikan
dan memiliki masa depan cerah untuk batu bara Indonesia yang rata-rata
merupakan batu bara peringkat rendah.
Gasifikasi Parsial
Gasifikasi parsial adalah konversi batu bara menjadi produk gas melalui proses
pirolisis atau karbonisasi. Dalam gasifikasi parsial, selain dihasilkan produk
produk gas juga dihasilkan produk padat berupa kokas atau char (arang batu
bara) dan produk cair berupa ter (Gambar 2.1).
45
Karakteristik dan Pemanfaatan Batu Bara | Slamet Suprapto
Pirolisis adalah penguraian batu bara menjadi produk padatan, cairan dan gas
melalui proses pemanasan tanpa atau dengan udara terbatas. Apabila produk
utama penguraian berupa padatan maka prosesnya disebut karbonisasi.
Sumber energi untuk pemanasan dapat berasal dari luar (external heating)
atau menggunakan sebagian energi batu baranya (internal heating).
Gasifikasi Total
Proses gasifikasi yang saat ini banyak dikembangkan adalah gasifikasi total,
yakni konversi batu bara menjadi produk gas melalui reaksi antara batu bara
dengan pereaksi berupa udara, campuran udara/uap air, atau campuran
oksigen/uap air. Dalam gasifikasi total seluruh material organik batu bara
diharapkan dapat dikonversikan menjadi gas (Gambar 2.2).
46
Gasifikasi Batu Bara, Solusi di Tengah Berlimpahnya Batu Bara Indonesia
47
Karakteristik dan Pemanfaatan Batu Bara | Slamet Suprapto
48
Gasifikasi Batu Bara, Solusi di Tengah Berlimpahnya Batu Bara Indonesia
tidak terlalu baik. Gas yang telah dilewatkan ke sekam padi itu ternyata masih
menghasilkan ter ketika kami membakarnya.
Kemudian timbulah ide untuk menjadikan gas yang masih mengandung ter
itu langsung sebagai bahan bakar karena ter sebenarnya dapat digunakan
juga sebagai bahan bakar. Jadi daripada susah-susah memisahkannya dari
gas bakar lebih baik menjadikannya langsung sebagai bahan bakar saja. Ide
ini kami realisasikan dengan mengubah arah gas melewati unggun. Gas yang
biasanya dilewatkan ke bagian atas unggun untuk disaring ter-nya diubah
arahnya ke bagian bawah unggun. Gas bakar yang keluar lewat bawah ini
kemudian langsung dibakar dalam keadaan panas.
Kerjasama penelitian gasifikasi batu bara unggun diam dengan ITB ini
tidak berlanjut karena ketika itu belum ditemukan solusi bagi masalah
penyumbatan kisi oleh lelehan batu bara. Masalah ini menyebabkan proses
gasifikasi batu bara dengan unggun diam tidak bisa dilaksanakan secara
kontinyu dan hanya bertahan beberapa jam saja.
Pemanfaatan Gas
Pemanfaatan gas hasil gasifikasi batu bara bergantung pada pereaksi yang
digunakan atau gas yang dihasilkan seperti terlihat pada Gambar 2.4.
49
Karakteristik dan Pemanfaatan Batu Bara | Slamet Suprapto
50
Gasifikasi Batu Bara, Solusi di Tengah Berlimpahnya Batu Bara Indonesia
Pemanfaatan Syngas
Selain dapat digunakan untuk bahan bakar terutama pembangkit listrik,
syngas dapat digunakan sebagai bahan baku industri gas hidrogen (H2), SNG,
bahan baku industri kimia, bahan baku BBM sintetik.
Hidrogen
Synthetic Natural Gas (SNG) atau dikenal juga sebagai Substitute Natural Gas
adalah gas metan (CH4) yang disintesa dari syngas melalui reaksi CO dan H2
(dari syngas) dengan perbandingan 1 : 3 sebagai berikut:
Persaingan antara gasifikasi batu bara dan gas alam merupakan sejarah yang
panjang. Pabrik-pabrik gas (menggunakan proses karbonisasi batu bara) yang
memproduksi gas kota untuk energi. Pabrik-pabrik tersebut sudah ditutup
karena ketika gas alam dan energi listrik tersedia secara luas. Pabrik-pabrik
ammonia dan methanol awalnya dirancang untuk menggunakan syngas dari
batu bara. Sekarang kebanyakan amonia dan metanol dibuat dari syngas
dari gas alam.
51
Karakteristik dan Pemanfaatan Batu Bara | Slamet Suprapto
SNG juga dapat berfungsi sebagai pembawa energi batu bara; daripada
harus dikapalkan, batu bara dapat dapat dikonversikan ke SNG dalam pabrik
gasification plant dekat tambang batu bara. Hasil samping CO2 dapat disimpan
secara lokal. SNG kemudian dikapalkan atau dipipakan ke konsumen
sehingga mengurangi biaya transportasi dan gas rumah kaca (Bell, 2011).
Sintesa Fischer-Tropsch
Produk gas dimurnikan sehingga menjadi syngas yang siap sebagai umpan
sintesa Fischer-Tropsch sbb:
52
Gasifikasi Batu Bara, Solusi di Tengah Berlimpahnya Batu Bara Indonesia
alkohol, asam asetat dan keton termasuk metil etil keton (MEK) dan
metil iso butil keton (MIBK).
Pada tekanan tinggi, dengan adanya katalis maka H2 dan CO bereaksi menjadi
metanol (CH3OH)
2 H2 + CO -> CH3OH
Penggunaan metanol:
53
Karakteristik dan Pemanfaatan Batu Bara | Slamet Suprapto
Bahan bakar dan bahan kimia yang dibuat secara langsung: hidrogen,
karbon monoksida, SNG, solar, amonia, metanol, isobutan, etilen,
alkohol-alkohol C1-C5, etanol, etilen glikol, olefin-olefin C2-C4.
Bahan bakar yang dibuat melalui metanol dengan proses/sintesa tak
langsung: formaldehid, asam asetat, bensin, solar, metil format, metil
asetat, asetaldehid, asetat anhidrid, vinil asetat, etilena, propilena,
etanol, alkohol-alkohol C1-C5, asam propionat, benzena, toluena, xilena,
etil asetat.
54
Gasifikasi Batu Bara, Solusi di Tengah Berlimpahnya Batu Bara Indonesia
untuk ikut mencarikan solusinya. Kebetulan ketika itu saya sedang meneliti
gas bakar dari batu bara sehingga timbul ide bagi saya untuk memanfaatkan
gas bakar sebagai bahan bakar bagi PLTD. Kemudian setelah saya menelaah
sumber-sumber dari internet, saya mendapatkan bahwa di beberapa negara
gas bakar ini sudah digunakan bersama dengan minyak diesel pada mesin
diesel.
Kami pun akhirnya berkunjung ke Cina. Saya memanfaatkan jejaring yang saya
miliki dengan agen unit gasifikasi batu bara dari Cina, PT Coal Gas Indonesia.
Kebetulan saya adalah tenaga ahli di perusahaan agen unit gasifikasi batu bara
ini. Setelah berkunjung dan berkeliling negeri Cina kami menemukan bahwa
gasifikasi batu bara telah banyak digunakan di Cina. Namun, gasifikasi batu
bara ini digunakan untuk gas engine bukan untuk mesin diesel. Di negeri Cina
kami tidak menemukan penggunaan gasifikasi batu bara untuk mesin diesel.
Ada perbedaan dalam cara pembakaran bahan bakar dalam mesin diesel dan
gas engine. Pada mesin diesel, minyak diesel yang cair dikabutkan menjadi gas
kemudian ditekan sehingga terjadi ledakan dan terbakar. Kemudian energi
hasil pembakaran ini akan menggerakkan mesin. Sedangkan pada gas engine
ada busi sebagai pematik bagi bahan bakar bensin yang telah terkabutkan,
seperti pada mesin motor atau mobil yang menggunakan bensin sebagai
bahan bakarnya. Sehingga satu-satunya pilihan untuk memanfaatkan gas
bakar batu bara pada mesin diesel adalah dengan mengombinasikan bahan
bakar minyak diesel dengan gas bakarnya.
Memang masih ada kemungkinan untuk mengubah mesin diesel menjadi gas
engine namun hal ini tak mudah dilakukan. Pengubahan ini berarti merombak
55
Karakteristik dan Pemanfaatan Batu Bara | Slamet Suprapto
Sebenarnya jika kami menemukan pemanfaatan gas batu bara pada mesin
diesel secara langsung saat kunjungan ke Cina, PLN tidak perlu melakukan
penelitian lebih lanjut. PLN akan langsung membeli teknologi yang sudah
ada untuk digunakan pada mesin-mesin diesel PLTD mereka. Tetapi,
karena ternyata di Cina belum ada, PLN akhirnya meminta tekMIRA untuk
mengadakan penelitian dan membangun pilot plant-nya.
Banyak yang pesimis dengan proyek pilot plant ini ketika kami mulai
merancang dan menelitinya. Ketika kami membangun pilot plant ini
sebenarnya sudah ada PLTD yang menggunakan gas sebagai campuran
minyak diesel untuk bahan bakarnya. Hanya PLTD ini menggunakan gas alam
sebagai campuran bahan bakarnya. Mereka ragu karena tidak seperti minyak
diesel dan gas alam, gas bakar batu bara hanya memiliki energi seperenamnya
saja. Sehingga mereka khawatir dan pesimis penggunaan gas bakar batu bara
akan mampu menghasilkan energi listrik yang sesuai dengan kapasitas PLTD
yang sebelumnya hanya menggunakan minyak solar saja.
Saya memiliki pendapat berbeda dengan mereka yang pesimis ini dan
yakin pilot plant ini akan berhasil. Kuncinya ada di kebutuhan udara untuk
pembakaran. Baik pembakaran minyak diesel maupun gas alam memerlukan
udara jauh lebih banyak bila dibandingkan pada pembakaran gas bakar batu
bara. Satu liter solar atau gas alam memerlukan delapan sampai sembilan
liter udara untuk pembakarannya sedangkan satu liter gas batu bara hanya
56
Gasifikasi Batu Bara, Solusi di Tengah Berlimpahnya Batu Bara Indonesia
membutuhkan sekitar 1,2 sampai 1,3 liter udara. Sehingga untuk ruang bakar
yang sama, gas batu bara yang dibakar akan lebih banyak dibandingkan
minyak diesel dan gas alam.
Pembakaran gas batu bara yang lebih banyak ini menyebabkan energi yang
dihasilkan akan setara dengan energi hasil pembakaran minyak diesel atau gas
alam pada ruang bakar bervolume sama. Ketika dilakukan uji coba mesin, PLN
mendatangkan tenaga ahli dari Teknik Mesin yang akhirnya dapat menangkap
maksud saya ketika saya menjelaskan hal ini. Saya dapat membuat tenaga
ahli ini mengerti padahal saya bukan ahli mesin.
Selama tahun 2007 kami terus menguji coba pilot plant yang kami rancang.
Alhamdulillah semuanya lancar sehingga tahun 2008 pilot plant pemanfaatan
gasifikasi batu bara untuk PLTD ini di resmikan oleh Pak Menteri. Genset
yang kami pergunakan adalah genset berkapasitas 250 kVA (kilo Volt
Ampere) dan mengunakan sistem manual dan non-turbo. Sistem manual
maksudnya pengoperasian penggunaan batu bara diatur secara manual. Pada
sistem turbo udara yang yang masuk dipanaskan oleh gas buang sehingga
membutuhkan energi yang lebih banyak. Sistem yang kami gunakan adalah
sistem non-turbo sehingga energi yang dibutuhkan lebih sedikit.
Saya merasa puas dengan keberhasilan pilot plant ini karena telah
membuktikan bahwa gasifikasi batubara dapat menjalankan mesin diesel.
Kemudian kami mulai memikirkan bagaimana caranya melangkah ke tahap
kedua, tahap demo plant. Ada perbedaan signifikan antara tahap pilot plant
dengan demo plant. Pada tahap demo plant, aliran listrik yang dihasilkan
mesin diesel akan digunakan secara terus-menerus. Sedangkan pada tahap
pilot plant, mesin diesel hanya dinyalakan ketika akan diuji coba saja, untuk
membuktikan bahwa gasifikasi batubara dapat menjalankan mesin diesel
dan menghasilkan listrik.
57
Karakteristik dan Pemanfaatan Batu Bara | Slamet Suprapto
Gambar 2.5 Peresmian PLTD Berbahan Bakar Gas Batu Bara-Diesel oleh Menteri ESDM
Purnomo Yusgiantoro
Namun proyek ini tidak berlanjut ke tahap demo plant karena ada hal yang
tidak dapat disepakati antara PLN dan PT Coal Gas Indonesia. Setelah melewati
rapat-rapat panjang dengan PLN dan PT Coal Gas Indonesia, kelanjutan
proyek mengalami kebuntuan. Kebuntuan ini disebabkan PLN merasa tak
bisa langsung melakukan penunjukan secara langsung PT Coal Gas Indonesia
sebagai pemasok unit gasifikasi batu bara.
58
Gasifikasi Batu Bara, Solusi di Tengah Berlimpahnya Batu Bara Indonesia
Mesin diesel yang dibeli tekMIRA ini berkapasitas 450 kVA dengan sistem
pengoperasian otomatis dan turbo. Mesin diesel dengan spesifikasi seperti
ini banyak digunakan PLN untuk pembangkit listrik berkapasitas besar. Untuk
menguji coba mesin diesel ini, kami meminta kesempatan untuk meminjam
reaktor gasifikasi di pilot plant Palimanan yang belum dibongkar. PT Coal Gas
Indonesia akhirnya setuju untuk meminjamkan reaktor gasifikasinya selama
beberapa bulan.
Hasil uji coba ini ternyata masih jauh dari harapan. Pada uji coba pilot plant
kami dapat menjalankan mesin diesel dengan komposisi bahan bakar 70%
gas bakar dan 30% solar. Ketika kami mencoba mesin diesel kami dengan
reaktor gasifikasi batubara yang sama, hasilnya tidak memuaskan. Mesin
diesel ini hampir sama sekali tak menyala kemudian listrik yang dihasilkan
pun sangat kecil.
Saya pun kemudian mencari dimana letak kesalahan pengujian mesin diesel
ini, kenapa sampai tidak menyala? Saya buka internet, tanya sana-sini sampai
bertanya ke PLN. Ternyata jawabannya adalah conversion kit. PLTD PLN yang
menggunakan dual-fuel, gas alam-solar, menggunakan conversion kit agar
mesinnya tetap menyala. Conversion kit yang ditanamkan dalam mesin diesel
otomatis berfungsi untuk mengatur komposisi gas alam dan solar sebagai
bahan bakar. Selain itu, conversion kit juga berfungsi untuk mengembalikan
penggunaan 100% diesel dalam mesin ketika pasokan gas alam mati sehingga
mesin diesel tetap bisa menyala.
Pada waktu itu, ada penyedia conversion kit bagi PLTD Pertamina yang
menggunakan campuran bahan bakar gas alam dan solar, menawarkan
peminjaman produknya. Bagi perusahaan ini, jika tekMIRA jadi melakukan
59
Karakteristik dan Pemanfaatan Batu Bara | Slamet Suprapto
Kegagalan itu tak membuat kami patah arang. Pada tahun berikutnya tekMIRA
mulai merencanakan pembelian reaktor gasifikasi batubara dan conversion
kit. Tetapi, kemudian timbul lagi masalah. Reaktor gasifikasi batubara
memerlukan pekerjaan sipil untuk kontruksi dan rumah bagi gasifier-nya. Jadi,
pengadaan reaktor gasifikasi akan melibatkan dua perusahaan, perusahaan
penyedia reaktor gasifikasi dan kontraktor sipil untuk kontruksinya. Padahal
saya juga mengusulkan pengadaan tangki untuk tandon gas yang dihasilkan
oleh reaktor gasifikasi agar pasokan gas pada mesin diesel dapat berlangsung
secara kontinu.
Pada akhirnya, untuk tahun anggaran 2011, hanya conversion kit yang
berhasil dibeli. Sedangkan untuk reaktor gasifikasi, terpaksa harus menunggu
anggaran tahun depan. Selain masalah pelibatan dua perusahaan untuk satu
barang, reaktor gasifikasi, ternyata hanya ada satu perusahaan yang dapat
memproduksi gasifier dengan kapasitas sesuai kebutuhan tekMIRA. Sehingga
jika dipaksakan untuk membeli reaktor gasifikasinya saja, tanpa pekerjaan
sipil, tak bisa dilakukan tender. Hanya penunjukan secara langsung yang dapat
dilakukan. Ini tentu dihindari, karena penunjukan secara langsung selain
perlu izin Menteri, juga rawan diperkarakan oleh KPK (Komisi Pemberantasan
Korupsi).
60
Gasifikasi Batu Bara, Solusi di Tengah Berlimpahnya Batu Bara Indonesia
Reaktor gasifikasi akhirnya kami dapatkan pada tahun 2012. Kami membeli
gasifier dengan ukuran dan kapasitas yang lebih besar dibanding gasifier pada
pilot plant terdahulu. Gasifier sebelumnya memiliki diameter satu meter dan
kapasitasnya 150200 kg/jam. Sedangkan gasifier yang kami beli memiliki
diameter 2 meter dan berkapasitas 500800 kg/jam. Setelah semuanya
lengkap, kami segera melanjutkan uji coba.
Bagi saya ini menjadi beban karena uji coba pertama dengan reaktor
gasifikasi PT Gasifikasi Coal Gas Indonesia mengalami kegagalan. Apalagi
pembelian conversion kit dan reaktor gasifikasi mencapai angka miliaran.
Namun, akhirnya saya merasa lega, uji coba ini ternyata berhasil. Kami berhasil
menjalankan mesin diesel dengan komposisi 60% gas bakar dan 40% solar.
Tetapi, uji coba ini belum menggunakan seluruh kapasitas mesin diesel yang
mampu menghasilkan listrik sampai 450 kVA. Hal ini disebabkan keterbatasan
daya tampung listrik di pilot plant yang hanya sekitar 150 kVA.
Keberhasilan uji coba ini merupakan langkah awal bagi kami untuk
mengembangkan teknologi gasifikasi batu bara untuk PLTD atau mesin diesel
lainnya secara dual-fuel. Langkah selanjutnya yang sedang kami jajaki adalah
mencoba mengganti kabel keluaran mesin diesel dengan kabel yang lebih
besar sehingga mampu mengalirkan listrik lebih besar. Selain itu pipa saluran
gas dari gasifier ke mesin diesel juga kami perbesar untuk mengoptimumkan
aliran gas batu bara ke mesin diesel.
Kami juga menggandeng Litbang PLN untuk ikut terlib rkapasitas lebih besar
sehingga listrik yang dihasilkan mesin diesel dapat dialirkan secara optimum.
Hal ini penting untuk melihat kinerja optimum dari mesin diesel ketika dapat
mengalirkan listrik sebanyak mungkin. Selain itu kami juga meminta Litbang
PLN untuk mengadakan penelitian tentang pengaruh penggunaan gas batu
bara terhadap mesin diesel.
61
Karakteristik dan Pemanfaatan Batu Bara | Slamet Suprapto
Pada Tabel 2.2 tersebut dapat dinilai bahwa tipe entrained bed mempunyai
score paling tinggi yakni 18 dibanding tipe reaktor lainnya karena tipe
entrained bed paling sesuai untuk batu bara peringkat rendah dan paling
banyak diterapkan secara komersial saat ini.
62
Penerimaan fine coal Terbatas Baik Tak terbatas
Karakteristik lain nya Gas mengandung Konversi karbon Gas bersih (murni),
metana, ter, minyak rendah konversi karbon tinggi
63
(prefered)
KONDISI OPERASI
rendah rendah sedang sedang tinggi
Suhu gas o o o o o
(425-650 C) (425-650 C) (900-1050 C) (900-1050 C) (1250-1600 C)
Tek. Gasifikasi 435+ 435+ 15 15-435 <725
(psig)
Kebutuhan O2 rendah rendah sedang sedang tinggi
Kebutuhan tinggi rendah sedang sedang rendah
steam
Kapasitas/unit 10-350 10-350 100-700 20-150 sampai 700
(MWth)
Gas murni
Karakteristik Cairan hidrokarbon dalam
Konversi karbon rendah Konversi karbon tinggi
Utama raw gas
Suhu gas tinggi
Pemanfaatan fine dan cairan
Masalah teknis Korversi karbon Pendinginan gas
hidrokarbon
Gasifikasi Batu Bara, Solusi di Tengah Berlimpahnya Batu Bara Indonesia
Seperti pada pemilihan tipe reaktor dalam pemilihan teknologi juga masih
mempertimbangkan karakteristik batu bara dan juga status komersial
teknologi. Salah satu parameter teknologi yang berhubungan dengan sifat
batu bara peringkat rendah adalah kondisi umpan. Batu bara peringkat
rendah mempunyai sifat hidrophilik (menyerap air) sehingga apabila dibuat
slurry maka kebutuhan air akan banyak sehingga kadar batu bara dalam slurry
akan rendah dan operasi gasifikasi maupun keekomiannya juga rendah. Oleh
karena itu, teknologi yang menggunakan sistem pengumpanan dengan slurry
tidak dipilih untuk gasifikasi batu bara peringkat rendah.
Tabel2.2.
Tabel 2.2.Scoring
Scoring masing-masing
masing-masing tipetipe reaktor
reaktor berdasarkan
berdasarkankecocokan
kecocokanbatu
batubara
baraperingkat
peringkat
rendah, kualitas gas, konversi
rendah, kualitas karbon dan penerapan
gas, konversi komersial
karbon dan penerapan komersial
Dinding
Teknologi Stage Umpan Flow Pendinginan Gas Pereaksi
Reaktor
Gas quench
Shell 1 Kering Up Membran Oksigen
& syngas cooler
Water quench or
GE 1 Slurry Down Refaktori Oksigen
syngas cooler
ECUST 1 Slurry Down - Water quench Oksigen
Conoco
2 Slurry Up Refaktori 2 stage gasification Oksigen
Phillips-Egas
Water quench and/
Siemen 1 Kering Down 64 Membran Oksigen
or syngas cooler
Gas quench
Prenflo 1 Kering Up Membran Oksigen
& syngas cooler
Kopper-Totzec 1 Kering Up Jaket Syngas cooler Oksigen
Titik leleh Abu (prefered) 1 1 2 2 2
Kemurnian gas 1 1 2 2 2
Konversi karbon 2 2 1 1 2
Penerapan komersial 3 1 1 1 3
TOTAL 13 Batu Bara,
Gasifikasi 10 Solusi di Tengah
12 12
Berlimpahnya Batu Bara18
Indonesia
Tabel 2.3.Tabel
Perbandingan Karakteristik
2.3. Perbandingan Teknologi-teknologi
Karakteristik Entrained Entrained
Teknologi-teknologi bed bed
Dinding
Teknologi Stage Umpan Flow Pendinginan Gas Pereaksi
Reaktor
Gas quench
Shell 1 Kering Up Membran Oksigen
& syngas cooler
Water quench or
GE 1 Slurry Down Refaktori Oksigen
syngas cooler
ECUST 1 Slurry Down - Water quench Oksigen
Conoco
2 Slurry Up Refaktori 2 stage gasification Oksigen
Phillips-Egas
Water quench and/
Siemen 1 Kering Down Membran Oksigen
or syngas cooler
Gas quench
Prenflo 1 Kering Up Membran Oksigen
& syngas cooler
Kopper-Totzec 1 Kering Up Jaket Syngas cooler Oksigen
MHI 2 Kering Up Membran 2 stage gasification Udara
Eagel 2 Kering Up Membran 2 stage gasification Oksigen
65
Karakteristik dan Pemanfaatan Batu Bara | Slamet Suprapto
Saya menganalisis setidaknya ada dua hal yang menjadi kendala utama
pengembangan teknologi gasifikasi batu bara di Indonesia. Kendala pertama
adalah pemanfaatan batu bara dalam negeri kalah bersaing dengan gas alam.
Saat ini harga batu bara Indonesia kalah bersaing dengan harga gas alam.
Penyerapan batu bara dalam negeri dapat meningkat jika ada kebijakan dan
aturan yang mengatur harga batu bara agar dapat berkompetisi dengan harga
gas alam. Harga batu bara Indonesia saat ini masih menggunakan harga
pasar atau harga ekspor. Proses gasifikasi yang membutuhkan banyak batu
bara sangat cocok dibangun di dekat penambangan batu bara atau biasa
dikenal dengan istilah mulut tambang. Sehingga seharusnya harga batu bara
yang diterapkan untuk proses gasifikasi adalah harga mulut tambang, harga
batu bara ketika baru saja akan keluar dari lokasi penambangan batu bara.
Harga mulut tambang jelas jauh lebih murah dibandingkan harga ekspornya.
Penurunan harga batu bara ini tentu akan meningkatkan daya saing gasifikasi
batu bara dengan gas alam Indonesia yang sama-sama melimpah.
Alasan kedua berkaitan dengan masalah regulasi. Sampai saat ini belum ada
aturan yang tegas mengenai lembaga negara yang berwenang mengurus
investasi gasifikasi batu bara. Pada Kementerian ESDM sendiri ada tiga pihak
yang saling tarik-menarik mengenai kewenangan ini. Kewenangan ini dapat
berada di Ditjen Minerba (Mineral dan Batu bara), Dirjen EBTKE (Direktorat
Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi) atau Ditjen Migas
(Minyak Bumi dan Gas). Ketika Bu Evita menjadi Dirjen Migas dan mengajak
Mitsubishi untuk mengadakan kajian, yang paling tepat seharusnya memang
Dirjen Migas. Namun kemudian setelah dibentuk Dirjen EBTKE, Bu Evita
merasa seharusnya EBTKE yang menangani masalah ini. Namun karena Ditjen
EBTKE ketika itu masih baru, kewenangan ini sebagian besar, untuk sementara
masih berada di Ditjen Migas.
66
Gasifikasi Batu Bara, Solusi di Tengah Berlimpahnya Batu Bara Indonesia
67