Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
OLEH:
YESSIE ROHAN
NIM. 125070218113036
KELOMPOK 4
C Etiologi
Striktur uretra dapat terjadi pada:
1. Infeksi
Merupakan faktor yang paling sering menimbulkan striktur uretra, seperti infeksi
oleh kuman gonokokus yang menyebabkan uretritis gonorrhoika atau non
gonorrhoika telah menginfeksi uretra beberapa tahun sebelumnya namun
sekarang sudah jarang akibat pemakaian antibiotik, kebanyakan striktur ini
terletak di pars membranasea, walaupun juga terdapat pada tempat lain; infeksi
chlamidia sekarang merupakan penyebab utama tapi dapat dicegah dengan
menghindari kontak dengan individu yang terinfeksi atau menggunakan kondom.
2. Trauma
Fraktur tulang pelvis yang mengenai uretra pars membranasea, trauma tumpul
pada selangkangan (straddle injuries) yang mengenai uretra pars bulbosa, dapat
terjadi pada anak yang naik sepeda dan kakinya terpeleset dari pedal sepeda
sehingga jatuh dengan uretra pada bingkai sepeda pria, trauma langsung pada
penis, instrumentasi transuretra yang kurang hati-hati (iatrogenik) seperti
pemasangan kateter yang kasar, fiksasi kateter yang salah.
3. Iatrogenik
a. Operasi rekonstruksi dari kelainan kongenital seperti hipospadia, epispadia
b. Post operasi
Beberapa operasi pada saluran kemih dapat menimbulkan striktur uretra, seperti
operasi prostat, operasi dengan alat endoskopi.
4. Tumor
5. Kelainan Kongenital,misalnya kongenital meatus stenosis, klep uretra
posterior
Penyebab paling umum dari striktur uretra saat ini adalah traumatik atau
iatrogenik. Penyebab yang lebih jarang ditemui adalah peradangan atau infeksi,
keganasan, dan kongenital. Striktur akibat infeksi biasanya merupakan gejala
sekunder dari urethritis gonococcal, yang masih umum di beberapa populasi
berisiko tinggi.
Penyebab yang paling penting adalah idiopati, reseksi transurethral,
kateterisasi uretra, fraktur panggul dan operasi hipospadia. Penyebab iatrogenik
keseluruhan (reseksi transurethral, kateterisasi uretra, sistoskopi, prostatektomi,
operasi brachytherapy dan hipospadia) adalah 45,5% dari kasus striktur. Pada
pasien yang lebih muda dari 45 tahun penyebab utama adalah idiopati, operasi
hipospadia dan fraktur panggul. Pada pasien yang lebih tua dari 45 tahun
penyebab utama adalah reseksi transurethraldan idiopathy. Penyebab utama
penyakit penyempitan multifokal/panurethral adalah kateterisasi uretra anterior,
sedangkan fraktur panggul adalah penyebab utama dari striktur uretra posterior.
Adanya obstruksi saluran kemih bawah akan memberikan sekumpulan gejala yang
populer diistilahkan sebagai LUTS (lower urinary tract symptoms). Patofisiologi
LUTS didasarkan atas 2 kelompok gejala, yaitu :
1. Voiding symptom; yaitu gejala yang muncul sebagai akibat kegagalan buli untuk
mengeluarkan sebagian atau seluruh isi kandung kemih, antara lain: weakness of
stream (pancaran kencing melemah), abdominal straining (mengejan), hesitancy
(menunggu saat akan kencing), intermittency (kencing terputus-putus), disuria (nyeri
saat kencing), incomplete emptying (kencing tidak tuntas), terminal dribble ( kencing
menetes).
2. Storage symptom; yaitu gejala yang muncul sebagai akibat gangguan pengisian
kandung kemih, bias karena iritasi atau karena perubahan kapasitas kandung kemih,
antara lain : frekuensi, urgensi, nocturia, incontinensia (paradoxal), nyeri
suprasimfisis.
3. Miction post symptom; yaitu gejala yang muncul pasca miksi, antara lain tidak
lampias, terminal dribbling, inkontinensia paradoks.
Gejala dari striktur uretra yang khas adalah pancaran buang air seni kecil dan
bercabang. Gejala yang lain adalah iritasi dan infeksi seperti frekuensi, urgensi,
disuria, inkontinensia, urin yang menetes, kadang-kadang dengan penis yang
membengkak, infiltrat, abses dan fistel. Gejala lebih lanjutnya adalah retensi urine.
F Patofisiologi
R
Reaksi Fibroblastik Meningkat
S
T
Jaringan parut
U Penyempitan lumen uretra
V Total tersumbat
W Kekuatan pancaran dan jumlah
X urine berkurang
Y Obstruksi saluran kemih yang
Z bermuara ke VU
AA Perubahan pola eliminasi
AB
AC
AD
AE Refluk urine Peningkatan tekanan
VU
AF
AG Hidroureter
Penebalan dinding Gangguan rasa nyaman:
AH VU nyeri
Hidronefrosis
AI
AJ Penurunan kontraksi
Pyelonefritis otot VU
AK
AL Kesulitan berkemih Ansietas
Gagal ginjal kronik
AM
AN Retensi urine
Defisiensi
pengetahuan
AO
AP Risiko Infeksi Sitostomi
AQ
AR Luka insisi Perubahan pola berkemih
AS
Gangguan rasa nyaman: Retensi urine
Nyeri
1. Pemeriksaan Fisik
a. Anamnesa:
AV
Untuk mencari gejala dan tanda adanya striktur uretra dan juga
mencari penyebab striktur uretra.
b. Pemeriksaan fisik dan local:
AW Untuk mengetahui keadaan penderita dan juga untuk meraba
fibrosis di uretra, infiltrat, abses atau fistula.
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
- Urin dan kultur urin untuk mengetahui adanya infeksi
- Ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal
b. Uroflowmetri
AX Uroflowmetri adalah pemeriksaan untuk menentukan kecepatan
pancaran urin. Volume urin yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi
dengan lamanya proses miksi. Kecepatan pancaran urin normal pada
pria adalah 20 ml/detik dan pada wanita 25 ml/detik. Bila kecepatan
pancaran kurang dari harga normal menandakan ada obstruksi.
3. Radiologi
AY Diagnosa pasti dibuat dengan uretrografi, untuk melihat letak
penyempitan dan besarnya penyempitan uretra. Teknik pemeriksaan
uretrogram adalah pemeriksaan radiografi ureter dengan bahan
kontras.uretra.
AZ Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai panjang striktur
adalah dengan membuat foto bipolar sistouretrografi dengan cara
memasukkan bahan kontras secara antegrad dari buli-buli dan secara
retrograd dari uretra. Dengan pemeriksaan ini panjang striktur dapat
diketahui sehingga penting untuk perencanaan terapi atau operasi.
BA
BB
BC
BD
BE
BF
BG
BH
BI
BJ GAMBAR: Retrograde urethrogram menunjukkan striktur uretra bulbar
4. Instrumentasi
BK Pada pasien dengan striktur uretra dilakukan percobaan dengan
memasukkan kateter Foley ukuran 24 ch, apabila ada hambatan dicoba
dengan kateter dengan ukuran yang lebih kecil sampai dapat masuk ke buli-
buli. Apabila dengan kateter ukuran kecil dapat masuk menandakan adanya
penyempitan lumen uretra.
5. Uretroskopi
BL Untuk melihat secara langsung adanya striktur di uretra. Jika
diketemukan adanya striktur langsung diikuti dengan uretrotomi interna
(sachse) yaitu memotong jaringan fibrotik dengan memakai pisau sachse.
BM
BNPrognosis
BO
Striktur uretra kerap kali kambuh, sehingga pasien harus sering
menjalani pemeriksaan yang teratur oleh dokter. Penyakit ini dikatakan sembuh
jika setelah dilakukan observasi selama satu tahun tidak menunjukkan tanda-
tanda kekambuhan.
BP Striktura uretra seringkali kambuh, sehingga pasien harus sering
menjalani pemeriksaan/kontrol secara teratur minimal sampai 1 tahun setelah
operasi dan tidaka menunjukkan tanda-tanda kekambuhan.
BQ Setiap kontrol dilakukan pemeriksaan pancaran urine yang
langsung dilihat oleh dokter atau menggunakan rekaman uroflowmetri. Beberapa
tindakan yang dapat dilakukan tiap control adalah sebagai berikut.
1. Dilatasi berkala dengan menggunakan busi
2. CIC (clean intermitten catheterization) atau kateterisasi bersih mandiri
berkala yaitu pasien dianjurkan untuk melakukan kateterisasi secara
periodik pada waktu tertentu dengan kateter yang bersih( tidak perlu
steril) guna mencegah kekambuhan striktura.
BR
BS
BT Penatalaksanaan
BU Striktur uretra tidak dapat dihilangkan dengan jenis obat-obatan
apapun.Pasien yang datang dengan retensi urin, secepatnya dilakukan
sistostomi suprapubik untuk mengeluarkan urin, jika dijumpai abses periuretra
dilakukan insisi dan pemberian antibiotika. Pengobatan striktur uretra banyak
pilihan dan bervariasi tergantung panjang dan lokasi dari striktur, serta derajat
penyempitan lumen uretra. Tindakan khusus yang dilakukan terhadap striktur
uretra adalah:
BV 1. Bougie (Dilatasi)
BW Sebelum melakukan dilatasi, periksalah kadar hemoglobin
pasien dan periksa adanya glukosa dan protein dalam urin.
BX Tersedia beberapa jenis bougie. Bougie bengkok merupakan
satu batang logam yang ditekuk sesuai dengan kelengkungan uretra pria;
bougie lurus, yang juga terbuat dari logam, mempunyai ujung yang tumpul
dan umumnya hanya sedikit melengkung; bougie filiformis mempunyai
diameter yang lebih kecil dan terbuat dari bahan yang lebih lunak.
BY Berikan sedatif ringan sebelum memulai prosedur dan mulailah
pengobatan dengan antibiotik, yang diteruskan selama 3 hari. Bersihkan
glans penis dan meatus uretra dengan cermat dan persiapkan kulit dengan
antiseptik yang lembut. Masukkan gel lidokain ke dalam uretra dan
dipertahankan selama 5 menit. Tutupi pasien dengan sebuah duk lubang
untuk mengisolasi penis.
BZ Apabila striktur sangat tidak teratur, mulailah dengan
memasukkan sebuah bougie filiformis; biarkan bougie di dalam uretra dan
teruskan memasukkan bougie filiformis lain sampai bougie dapat melewati
striktur tersebut. Kemudian lanjutkan dengan dilatasi menggunakan bougie
lurus.
CA
CB
CC
CD
CE
Apabila striktur sedikit tidak teratur, mulailah dengan bougie
bengkok atau lurus ukuran sedang dan secara bertahap dinaikkan
ukurannya.
CF Dilatasi dengan bougie logam yang dilakukan secara hati-hati.
Tindakan yang kasar tambah akan merusak uretra sehingga menimbulkan
luka baru yang pada akhirnya menimbulkan striktur lagi yang lebih berat.
Karena itu, setiap dokter yang bertugas di pusat kesehatan yang terpencil
harus dilatih dengan baik untuk memasukkan bougie. Penyulit dapat
mencakup trauma dengan perdarahan dan bahkan dengan pembentukan
jalan yang salah (false passage). Perkecil kemungkinan terjadinya
bakteremi, septikemi, dan syok septic dengan tindakan asepsis dan dengan
penggunaan antibiotik.
CG
GAMBAR:
Dilatasi uretra pada pasien pria
(lanjutan). Bougie lurus dan bougie
bengkok (F); dilatasi strikur anterior
dengan sebuah bougie lurus (G)
dilatasi dengan sebuah bougie
bengkok (H-J)
CH
2.
Uretrotomi interna
CI Tindakan ini dilakukan dengan menggunakan alat endoskopi
yang memotong jaringan sikatriks uretra dengan pisau Otis atau dengan
pisau Sachse, laser atau elektrokoter.
CJ Otis uretrotomi dikerjakan pada striktur uretra anterior terutama
bagian distal dari pendulans uretra dan fossa navicularis, otis uretrotomi juga
dilakukan pada wanita dengan striktur uretra.
CK Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi dengan alat Sachse
adalah striktur uretra anterior atau posterior masih ada lumen walaupun kecil
dan panjang tidak lebih dari 2 cm serta tidak ada fistel, kateter dipasang
selama 2-3 hari pasca tindakan. Setelah pasien dipulangkan, pasien harus
kontrol tiap minggu selama 1 bulan kemudian 2 minggu sekali selama 6
bulan dan tiap 6 bulan sekali seumur hidup. Pada waktu kontrol dilakukan
pemeriksaan uroflowmetri, bila pancaran urinnya < 10 ml/det dilakukan
bouginasi.
CL
3. Uretrotomi eksterna
CM Tindakan operasi terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis
kemudian dilakukan anastomosis end-to-end di antara jaringan uretra yang
masih sehat, cara ini tidak dapat dilakukan bila daerah strikur lebih dari 1
cm. Cara Johansson; dilakukan bila daerah striktur panjang dan banyak
jaringan fibrotik.
- Stadium I: daerah striktur disayat longitudinal dengan menyertakan
sedikit jaringan sehat di proksimal dan distalnya, lalu jaringan fibrotik
dieksisi. Mukosa uretra dijahit ke penis pendulans dan dipasang
kateter selama 5-7 hari.
- Stadium II: beberapa bulan kemudian bila daerah striktur telah
melunak, dilakukan pembuatan uretra baru.
CN
4. Uretroplasty
CO
Dilakukan pada penderita dengan panjang striktur uretra lebih
dari 2 cm atau dengan fistel uretro-kutan atau penderita residif striktur pasca
Uretrotomi Sachse. Operasi uretroplasty ini bermacam-macam, pada
umumnya setelah daerah striktur di eksisi, uretra diganti dengan kulit
preputium atau kulit penis dan dengan free graft atau pedikel graft yaitu dibuat
tabung uretra baru dari kulit preputium/kulit penis dengan menyertakan
pembuluh darahnya.
CP
CQ
CR
CS
CT Pencegahan
1. Menghindari terjadinya trauma pada uretra dan pelvis
2. Tindakan transuretra dengan hati-hati, seperti pada pemasangan
kateter
3. Menghindari kontak langsung dengan penderita yang terinfeksi
penyakit menular seksual seperti gonorrhea, dengan jalan setia pada
satu pasangan dan memakai kondom
4. Pengobatan dini striktur uretra dapat menghindari komplikasi seperti
infeksi dan gagal ginjal.
CU
Melihat beberapa faktor yang telah dijelaskan diatas, terdapat
solusi untuk mencegah terjadinya striktur uretra atau paling tidak menurunkan
angka morbiditasnya, terutama akibat pemasangan kateter uretra. Salah
satunya yang paling mudah adalah melakukan program pendidikan kepada
tenaga medis. Sebuah studi yang mencoba melakukan intervensi kepada
kelompok sampel guna mencegah terjadinya striktur uretra. Studi ini
dilakukan selama 13 bulan. Pada bualan ke-1 sampai ke-6 injuri yang
diakibatkan oleh kateter dicatat dan dianalisis. Pada bulan ke-7, dilakukan
program pendidikan bagi tenaga medis mengenai anatomi dasar urologi,
teknik pemasangan kateter uretra, dan kateter yang aman. Bulan ke-8 sampai
ke-13 dilihat insiden injuri terkait kateter. Data sebelum intervensi dan
sesudah kemudian dibandingkan. Didapatkan hasil bahwa sebelum intervensi
injuri terjadi dengan insiden 3,2/1000 pasien dengan 1 pasien yang
mengalami striktur uretra yang berulang. Setelah dilakukan intervensi
didapatkan data bahwa inseden terjadinya injuri berkurang menjadi 0,7/1000
pasien (p=0,006) dan tidak didapatkan striktur uretra. Ini menunjukkan injuri
iatrogenik pada pemasangan kateter dapat dicegah sehingga angka
morbiditas pasien di rumah sakit turun.
CV
Infeksi sebagai salah satu pencetus terjadinya striktur juga
dapat dicegah. Pencegahan dapat diawali dengan sebuah sistem dimana
tenaga medis yang melakukan kateterisasi diingatkan bahwa kateter masih
terpasang dan bila tidak diperlukan dapat dilepas. Selain itu tenaga medis
diingatkan untuk mengganti kateter yang telah terpasang pada interval
tertentu dan bila tenaga medis itu bukan dokter dapat menggantinya tanpa
persetujuan dokter. Pada sebuah studi metanalisa mendapatkan hasil dengan
dilakukan intervensi angka kejadian infeksi saluran kencing terkait kateter
berkurang sebesar 52% (P=0,001). Secara keseluruhan durasi pemasangan
kateter berkurang 37%, 2,61 hari lebih sedikit pada pasien dengan intervensi.
Sedangkan pada studi dengan intervensi penggantian kateter tidak ditemukan
perbedaan sebelum dan sesudah intervensi. 23 Bahan kateter juga dijadikan
pertimbangan. Kateter yang dilapisi silver mengurangi angka kejadian infeksi
terkait kateter. Dengan berkurangnya durasi kateterisasi dan angka kejadian
infeksi saluran kemih terkait kateter maka kemungkinan pasien menjadi
striktur uretra juga berkurang.
CW
Pada guideline eropa dan asia menyebukan langkah-langkah
untuk mencegah infeksi terkait kateter. Langkah-langkah tersebut adalah (1)
sistem kateter harus tetap tertutup, (2) durasi pemasangan kateter haruslah
seminimal mungkin, (3) antiseptik atau antibiotik topical pada kateter, uretra,
atau meatus tidak direkomendasikan, (4) walaupun keuntungan profilaksis
antibiotik dan antiseptik telah terbukti, tidak direkomendasikan, (5) pelepasan
kateter sebelum tengah malam setelah prosedur operasi non-urologi mungkin
bermakna, (6) pada pemasangan jangka panjang sebaiknya kateter diganti
secara teratur, walaupun belum ada bukti ilmiah interval penggantian kateter,
dan (7) terapi antibiotik kronis tidak disarankan.
CX Tidak ada konsensus mengenai waktu kapan penggantian
kateter rutin harus dilakukan. Hal ini dapat dilihat pada instruksi pabrik.
Periode yang lebih pendek mungkin diperlukan jika ada kerusakan atau
kebocoran kateter. Secara umum, pemakaian jangka panjang kateter harus
diganti sebelum terjadi penyumbatan. Waktu untuk melakukan penggantian
berbeda dari satu pasien ke pasien lain.
CY Berbagai macam tindakan medis dapat menyebabkan striktur
uretra, salah satunya adalah internal urethrotomy. Striktur dapat dicegah
dengan melakukan kateterisasi sendiri secara periodik. Pasien diminta
melakukan kateterisasi sendiri secara berkala setiap hari atau tiap seminggu
sekali. Studi menyebutkan, dengan melakukan ini secara signifikan (P<0,01)
striktur uretra berulang lebih sedikit pada tahun pertama post-operasi. Tidak
terdapat komplikasi yang tercatat pada studi ini. Mitomycin C disebut dapat
mencegah striktur uretra pula. Mitomycin C memiliki sifat antifibroblast dan
anticollagen dan dalam laporan pada hewan disebutkan mampu
meningkatkan tingkat keberhasilan trabeculectomy dan miringotomi. Dengan
menyuntikkan mitomycin C pada submukosa uretra pada saat internal
urethrotomy didapatkan penurunan striktur uretra berulang (p=0,006).29
Penggunaan alat seperti sumpit yang terbuat dari baja telah dilaporkan di
Cina. Metode ini merupakan metode dimana pasien melakukan dilatasi uretra
sendiri. Pemakaian sumpit ini dilakukan setelah dilakukan urethrotomy
dengan ukuran 18 French. Seberapa dalam penggunaan sumpit ini ditentukan
oleh lokasi striktur. Tidak ada striktur uretra berulang yang dilaporkan pada
laporan ini.
CZ
Beberapa tindakan dapat dilakukan untuk mencegah trauma
uretra iatrogenik. Rekomendasi yang diberikan eropa adalah mencegah
kateterisasi yang beresiko trauma, durasi pemasangan kateter dilakukan
seminimal mungkin, dan pada saat melakukan operasi abdomen atau pelvis
harus dilakukan dengan kateter uretra terpasang sebagai struktur protektif.
DA
DBKomplikasi
a Trabekulasi, sakulasi dan divertikel
DC Pada striktur uretra kandung kencing harus berkontraksi lebih kuat,
maka otot kalau diberi beban akan berkontraksi lebih kuat sampai pada
suatu saat kemudian akan melemah. Jadi pada striktur uretra otot buli-buli
mula-mula akan menebal terjadi trabekulasi pada fase kompensasi, setelah
itu pada fase dekompensasi timbul sakulasi dan divertikel. Perbedaan antara
sakulasi dan divertikel adalah penonjolan mukosa buli pada sakulasi masih
di dalam otot buli sedangkan divertikel menonjol di luar buli-buli, jadi
divertikel buli-buli adalah tonjolan mukosa keluar buli-buli tanpa dinding otot.
a Residu urine
DD Pada fase kompensasi dimana otot buli-buli berkontraksi makin kuat
tidak timbul residu. Pada fase dekompensasi maka akan timbul residu.
Residu adalah keadaan dimana setelah kencing masih ada urine dalam
kandung kencing. Dalam keadaan normal residu ini tidak ada.
a Refluks vesiko ureteral
DE Dalam keadaan normal pada waktu buang air kecil urine dikeluarkan
buli-buli melalui uretra. Pada striktur uretra dimana terdapat tekanan
intravesika yang meninggi maka akan terjadi refluks, yaitu keadaan dimana
urine dari buli-buli akan masuk kembali ke ureter bahkan sampai ginjal.
a Infeksi saluran kemih dan gagal ginjal
DF Dalam keadaan normal, buli-buli dalam keadaan steril. Salah satu cara
tubuh mempertahankan buli-buli dalam keadaan steril adalah dengan jalan
setiap saat mengosongkan buli-buli waktu buang air kecil. Dalam keadaan
dekompensasi maka akan timbul residu, akibatnya maka buli-buli mudah
terkena infeksi.Adanya kuman yang berkembang biak di buli-buli dan timbul
refluks, maka akan timbul pyelonefritis akut maupun kronik yang akhirnya
timbul gagal ginjal dengan segala akibatnya.
a Infiltrat urine, abses dan fistulas
DG Adanya sumbatan pada uretra, tekanan intravesika yang meninggi
maka bisa timbul inhibisi urine keluar buli-buli atau uretra proksimal dari
striktur. Urine yang terinfeksi keluar dari buli-buli atau uretra menyebabkan
timbulnya infiltrat urine, kalau tidak diobati infiltrat urine akan timbul abses,
abses pecah timbul fistula di supra pubis atau uretra proksimal dari striktur.
DH
E. ASUHAN KEPERAWATAN PADA STRIKTUR URETRA
KU
KV
KW
KX
KY
KZ
LA
LB
LC
LD
LE
LF
LG
LH
LI
LJ
LK
LL Daftar Pustaka
LM
LN
1. Carpenito, Lynda Juall. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, edisi 6.
Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC.
LO
2. Carpenito, Lynda Juall. 1998. Rencana Asuhan dan Dokumentasi
Keperawatan, Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, edisi 2.
Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC
LP
3. Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3. Jakarta:
Penerbit buku kedokteran, EGC
LQ
4. Lab UPF Ilmu Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi. RSUD Dr.
Soetomo, Surabaya.
LR
5. Long, Barbara C. 1996. Pendekatan Medikal Bedah 3, Suatu pendekatan
proses keperawatan. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan Padjajaran.
LS
6. Sjamsuhidayat, R ( et al ). 1997. Buku Ajar Bedah. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran, EGC.
LT
7. Purnawan Junadi, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke 2. Media Aeskulapius,
FKUI 1982.
LU
LV
LW
LX
LY
LZ
MA
MB
MC
MD
ME
MF
MG
MH
MI
MJ
MK