Anda di halaman 1dari 6

1

KULIAH 3
GENETIKA MENDEL (Lanjutan)
Berdasarkan percobaan monohibridnya, Mendel mengemukakan Hukum
Mendel I, yaitu pada waktu pembentukan gamet, alel-alel dari pasangan alel
bersegregasi (berpisah) satu terhadap lainnya ke dalam gamet-gamet sehingga
separuh gamet membawa salah satu alel dan separuh gamet lainnya membawa
satu alel lainnya.
Percobaan Dihibrid
Setelah percobaan monohibrid, Mendel melanjutkan percobaannya dengan
melakukan persilangan dengan melibatkan dua pasang sifat beda, yang dikenal
dengan persilangan dihibrid. Persilangan antara tanaman kacang kapri bentuk
biji bulat berwarna kuning dengan berbiji keriput berwarna hijau Sifat biji bulat
dan warna kuning bersifat dominan. Benih F1 hasil persilangan ditanam dan
diperoleh tanaman F1 yang semuanya berfenotipe biji bulat kuning.
Tanaman F1 dilakukan penyerbukan sendiri, diperoleh benih F2. Benih F2
ditanam menghasilkan tanaman F2 sebanyak 556 tanaman, yang terbagi atas
empat kelompok fenotipe: 315 bulat kuning, 101 keriput kuning, 108 bulat hijau,
dan 32 keriput hijau. Perbandingan tersebut mendekati perbandingan 9 : 3 : 3 : 1.
Jika dikelompokkan berdasarkan (i) bentuk biji maka ada 423 bulat dan 133
keriput dengan perbandingan mendekati 3 : 1, (ii) warna biji maka ada 416 kuning
dan 140 hijau, juga mendekati 3 : 1.
Selanjutnya Mendel menjelaskan hasil persilangan dihibrid tersebut secara
skematis sebagai berikut:

P : WWGG x wwgg
(bulat, kuning) (keriput, hijau)

Gamet P : WG wg

F1 : WwGg
(bulat, kuning)

Gamet F1 : WG, Wg, wG, dan wg


2

F2 :

WG Wg wG wg

WWGG WWGg WwGG WwGg


WG
bulat kuning bulat kuning bulat kuning bulat kuning
WWGg WWgg WwGg Wwgg
Wg
bulat kuning bulat hijau bulat kuning bulat hijau
WwGG WwGg wwGG wwGg
wG
bulat kuning bulat kuning keriput kuning keriput kuning
WwGg Wwgg wwGg wwgg
wg
bulat kuning bulat hijau keriput kuning keriput hijau

Sehingga perbandingan fenotipe F2 adalah


9 W_G_ (bulat kuning)
3 W_gg (bulat hijau)
3 wwG_ (keriput kuning)
1 wwgg (keriput hijau)
Melalui percobaan dihibrid, Mendel menunjukkann bahwa terjadi
segregasi pada dua sifat yang bebas satu sama lainnya sehingga alel-alel dari
dua lokus yang berbeda akan berpadu secara bebas dalam pembentukan gamet.
Inilia yang dikenal dengan Hukum Mendel II atau Hukum Perpaduan Bebas.
Percobaan Trihibrid dan Polihibrid
Frekuensi genotipe dan fenotipe pada generasi F 2 dari persilangan dihibrid,
trihibrid atau polihibrid dapat ditentukan dengan melakukan penggandaan
monohibrid-monohibrid penyusunnya. Nisbah fenotipe F2 monohibrid adalah 3:1,
maka nisbah fenotipe F2 dihibrid adalah (3:1) (3:1) = (3:1)2 = 9:3:3:1, nisbah
fenotipe F2 trihibrid adalah (3:1) (3:1) (3:1) = (3:1)3 = 27:9:9:9:3:3:3:1.
Bila disilangkan trihibrid antara AABBCC dengan aabbcc, maka jumlah
gamet F1 ada 23 macam = 8 macam, dan jumlah fenotipe F 2 ada 23 = 8 macam,
jumlah genotipe F2 ada 33= 27 macam, dan jumlah individu minimal untuk
menunjukkan perbandingan tersebut adalah 43 = 64 individu. Secara umum dapat
dinyatakan bahwa jika n = jumlah lokus (sifat beda atau gen) heterozigot pada F 1,
maka jumlah gamet F1 = 2n macam, dan pada F2 adalah: jumlah fenotipe = 2n
macam, jumlah genotipe = 3n macam, dan jumlah individu minimal adalah 4n.
Sedangkan frekuensi suatu genotipe F2 dapat ditentukan dengan langkah-
langkah (1) memberi pangkat dua untuk individu heterozigot dan pangkat satu
3

untuk homozigot, (2) menggandakah pangkat genotipe tersebut, hasilnya


dijadikan sebagai pembilang, (3) frekuensi genotipe ditentukan dengan membagi
pembilang dengan jumlah individu minimal pada persilangan tersebut.
Sebagai contoh, hitung frekuensi genotipe AABbcc pada persilngan
trihibrid. (1) AA1Bb2cc1, (2) pembilang = 1 x 2 x 1 = 2, (3) jumlah individu = 42 =
64. Jadi frekuensi AABbcc pada F2 = 2/64.
Cara lain dalam menentukan frekuensi fenotipe F 2 trihibrid adalah dengan
menggunakan metode garis garpu atau diagram cabang. Pada persilangan
monohibrid AA x aa manghasilkan F1 Aa yang fenotipenya ditentukan oleh alel A
sehingga disebut dengan fenotupe A, dan generasi F 2 terdiri dari fenotipe A dan
fenotipe a dengan rasio 3:1. Hasil yang sama juga untuk BB x bb dan CC x cc.
Oleh karena itu dapat dibuat diagram cabang untuk persilangan AABBCC dengan
aabbcc sebagai berikut:
C x x = 27/64 ABC
B
A c x x = 9/64 ABc
C x x = 9/64 AbC
b
c x x = 3/64 Abc

C x x = 9/64 aBC
B
a c x x = 3/64 aBc
C x x = 3/64 abC
b
c x x = 1/64 abc

Pengujian Hasil Persilangan


Perbandingan fenotipe 3:1 pada generasi F2 monohibrid dan 9:3:3:1 pada
F2 dihibrid percobaan Mendel merupakan suatu perbandingan perkiraan dengan
asumsi bahwa: (1) terdapat hubungan dominan-resesif, (2) alel bersegregasi secara
bebas pada saat pembentukan gamet (Hukum Mendel I), (3) alel-alel berpadu
secara bebas pada saat pembentukan gamet (Hukum Mendel II), dan (4)
perpaduan gamet untuk membentuk zigot bersifat bebas dan acak (generalisasi
Hukum Mendel II). Tiga asumsi terakhir bersifat kemungkinan, sehingga dalam
mempelajari genetika diperlukan pengetahuan tentang teoori peluang.
4

Bila dilakukan suatu persilangan antara dua individu yang berbeda


fenotipe atau genotipenya maka perlu diketahui apakah hasilnya mengikuti teori
Mendel atau tidak. Uji statistika yang dapat mengetahui hal ini adalah uji khi-
kuadrat.
Teori Peluang. Peluang merupakan ukuran besarnya kemungkinan
munculnya suatu kejadian yang dapat dirumuskan:
Banyaknya kejadian X
Total kejadian yang dapat muncul
Peluang X =
Nilai peluang berkisar antara nol dan satu.
Bila dua sisi mata uang logam seimbang, sisinya ditandai dengan A dan a,
dilemparkan ke udara maka peluang munculnya sisi A adalah . Nilai ini berasal
dari banyaknya kejadian sisi A (=1) dan banyaknya total kejadian (=2). Peluang
munculnya sisi a juga .
Proses pembentukan gamet dari individu monohibrid heterozigot Aa,
merupakan suatu kejadian yang identik dengan pelemparan satu mata uang logam
di atas. Pada individu bergenotipe Aa, peluang munculnya gamet A adalah dan
peluang munculnya gamet a juga bila kedua alel bersegregasi secara bebas
(Hukum Mendel II).
Persilangan antara induk betina Aa dengan jantan Aa, akan dihasilkan
gamet jantan P(A) = dan P(a) = serta gamet betina P(A) = dan P(a) = .
Gamet jantan bebas bergabung dengan gamet betina maka akan terbentuk individu
keturunan berikut:
AA dengan peluang: P(AA) = P(A) x P(A) = x =
Aa dengan peluang: P(Aa) = P(A) x P(a) = x =
AA dengan peluang: P(AA) = P(A) x P(a) = x =
AA dengan peluang: P(AA) = P(a) x P(a) = x =

Uji Khi Kuadrat.


Uji ini digunakan untuk mengetahui sesuai atau tidaknya hasil pengamatan
dibandingkan dengan perkiraan hipotetik/teoritik melalui mengukur besarnya nilai
penyimpangan atau deviasi antara kejadian sesungguhnya dengan perkiraan
hipotetik. Persamaannya adalah sebagai berikut:
5

(Oi i ) 2
2 i 1
k

Oi
Dimana = jumlah individu hasil pengamatan ke i
i
= jumlah individu harapan teoritik ke i

2 2
Selanjutnya hitung ini dibandingkan dengan tabel dengan derajad bebas
(db) = k-1, (k = jumlah kejadian) pada selang kepercayaan 95 % dan jika:
2
2

1) hitung tabel, menunjukkan bahwa sebaran pengamatan tidak


berbeda nyata dengan sebaran harapan, yang berarti bahwa nilai pengamatan
sesuai dengan nilai harapan.
2 2
2) hitung > tabel, menunjukkan bahwa sebaran pengamatan berbeda
nyata dengan sebaran harapan, yang berarti bahwa nilai pengamatan tidak
sesuai dengan nilai harapan.
Contoh:
Persilangan antara tanaman ercis berbunga merah (WW) dengan berbunga putih
(ww) menghasilkan tanaman F1 (Ww) semuanya berbunga merah. Tanaman F1 ini
dibiarkan menyerbuk sendiri dan menghasilkan 705 tanaman berbunga merah dan
224 tanaman berbunga putih. Tentukan bahwa hasil percobaan ini sesuai dengan
perbandingan F2 monohibrid pada percobaan Mendel?
2
Dengan rumus di atas dapat diketahui jumlah hitung sebagai
berikut:
Fenotipe Pegamatan (O) Frekuensi Harapan (E) Khi-kuadrat
Merah 705 3/4 696,75 0,098
Putih 224 1/4 232,25 0,293
929 1 929 0,391

2 (1;0,05) 3,84 2 2
sehingga tampak bahwa hitung < tabel, maka
disimpulkan bahwa hasil pengamatan sesuai dengan hasil F 2 monohibrid pada
percobaan Mendel.
6

Anda mungkin juga menyukai