IUD POST PLACENTA Sebagai Solusi Ber
IUD POST PLACENTA Sebagai Solusi Ber
A. Latar Belakang
Masalah kematian dan kesakitan ibu di Indonesia masih merupakan masalah besar.
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), angka kematian ibu (AKI)
di Indonesia telah berhasil diturunkan dari angka 307 per 100.000 kelahiran hidup pada
tahun 2002/2003 menjadi 270 pada tahun 2004, 262 pada tahun 2005, dan 248 pada tahun
2007. Akan tetapi apabila dilihat dari angka target Millennium Development Goals (MDGs)
2015 yakni 102 per 100.000 kelahiran hidup, maka AKI saat ini masih belum memenuhi
target atau perlu diturunkan lagi. Terlebih bila dibandingkan dengan AKI di negara-negara
ASEAN, AKI di Indonesia 3-6 kali lipat jumlahnya. Sedangkan bila dibandingkan dengan AKI
di Negara maju, jumlah AKI di Indonesia 50 kali lipatnya. (Depkes RI, 2009 )
1
Oleh karena itu upaya penurunan AKI serta peningkatan derajat kesehatan ibu tetap
merupakan salah satu prioritas utama dalam penanganan bidang kesehatan. Departemen
Kesehatan pada tahun 2000 telah menyusun Rencana Strategis (Renstra) jangka panjang
dalam upaya penurunan angka kematian ibu dan kematian bayi baru lahir. Dalam Renstra
ini difokuskan pada kegiatan yang dibangun atas dasar sistem kesehatan yang mantap
untuk menjamin pelaksanaan intervensi dengan biaya yang efektif berdasarkan bukti ilmiah
yang dikenal dengan nama "Making Pregnancy Safer (MPS)". Strategi MPS ini mengacu
pada 3 pesan kunci yaitu : 1) Setiap persalinan ditolong oleh tenaga bidan terlatih, 2) Setiap
komplikasi obstetrik neonatal mendapat pelayanan yang adekuat, dan 3) Setiap wanita usia
subur dapat akses terhadap pencegahan kehamilan serta penanganan aborsi yang tidak
aman. (Depkes RI, 2009 )
Salah satu program untuk menurunkan angka kematian ibu dan menekan angka
pertumbuhan penduduk yakni melalui program Keluarga Berencana (KB). Program KB
memiliki peranan dalam menurunkan resiko kematian ibu melalui pencegahan kehamilan,
penundaan usia kehamilan serta menjarangkan kehamilan dengan sasaran utama adalah
Pasangan Usia Subur (PUS). Sesuai dengan tuntutan perkembangan program, maka
program KB telah berkembang menjadi gerakan Keluarga Berencana Nasional yang
mencakup gerakan masyarakat. Gerakan Keluarga Berencana Nasional disiapkan untuk
membangun keluarga sejahtera dalam rangka membangun sumber daya manusia yang
optimal, dengan ciri semakin meningkatnya peran serta masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan untuk mendapatkan pelayanan KB. Salah satu strategi dari pelaksanaan program
KB sendiri seperti tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)
tahun 2004-2009 adalah meningkatnya penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang
(MKJP) seperti IUD (Intra Uterine Device), implant (susuk) dan sterilisasi. IUD merupakan
salah satu jenis alat kontrasepsi non hormonal dan termasuk alat kontrasepsi jangka
panjang yang ideal dalam upaya menjarangkan kehamilan. Keuntungan pemakaian IUD
yakni hanya memerlukan satu kali pemasangan untuk jangka waktu yang lama dengan
biaya yang relatif murah, aman karena tidak mempunyai pengaruh sistemik yang beredar ke
seluruh tubuh, tidak mempengaruhi produksi ASI dan kesuburan cepat kembali setelah IUD
dilepas. (BKKBN, 2009 )
Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI 2007), bahwa kontrasepsi
yang banyak digunakan adalah metode suntik (31,8%), pil (13,2%), AKDR (4,9%), MOW
(3%), kondom (1,3%), dan MOP (0,2%). Dapat dilihat bahwa presentase peserta KB MKJP
masih tergolong rendah yang berarti pencapaian target program dan kenyataan di lapangan
masih berjarak lebar. Bahkan prevalensi peserta AKDR menurun selama 20 tahun terakhir,
dari 13 % pada tahun 1991 menjadi 5 % pada tahun 2007. (BPS,2009)
Berbagai Usaha di bidang gerakan KB sebagai salah satu kegiatan pokok
pembangunan keluarga sejahtera telah di lakukan baik oleh pemerintah, swasta, maupun
masyarakat sendiri. Salah satunya dengan Mensosialisasikan metode kontrasepsi terkini
IUD Post Placenta oleh BKKBN. Metode IUD Post Placenta mempunyai keuntungan
tersendiri, selain pemasanganya lebih efektif karena dilakukan setelah plasenta lahir
sekaligus mengurangi angka kesakitan Ibu. Pada hasil expert meeting tahun 2009 dikatakan
bahwa penggunaan IUD post placenta dan post abortus perlu terus digalakkan karena
sangat efektif, mengingat angka kelahiran rata-rata 4.000.000 per tahun (BKKBN, 2010).
Data dari Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tahun 2007 peserta KB baru
sebesar 8,75% dan belum sesuai target Nasional. Di kota Yogyakarta sendiri, jumlah
akseptor alat kontrasepsi Intrauterine Device (IUD) baru sebanyak 22,98 % atau 9.565
orang dari jumlah total akseptor sebanyak 31.872 orang. Jumlah yang tergolong rendah dan
menduduki peringkat kedua terbawah sebelum kabupaten Bantul (22,77 %) (Profil Dinas
Kesehatan DIY, 2010).
c) Efektivitas
Efektivitas sangat tinggi. Tiap tahunnya 3-8 wanita mengalami kehamilan dari 1000 wanita
yang menggunakan IUD jenis Copper T 380A. Kejadian hamil yang tidak diinginkan pada
pasca insersi IUD post plasenta sebanyak 2.0 - 2.8 per 100 akseptor pada 24 bulan setelah
pemasangan. Setelah 1 tahun, penelitian menemukan angka kegagalan IUD post plasenta
0.8 %, dibandingkan dengan pemasangan setelahnya. Sesuai dengan kesepakatan WHO,
IUD dapat dipakai selama 10 tahun walaupun pada kemasan tercantum efektifitasnya hanya
4 tahun (BKKBN, 2010).
d) Keuntungan
1) Langsung bisa diakses oleh ibu yang melahirkan di pelayanan kesehatan
2) Efektif dan tidak berefek pada produksi menyusui
3) Aman untuk wanita yang positif menderita HIV
4) Kesuburan dapat kembali lebih cepat setelah pelepasan
5) Resiko terjadi infeksi rendah yaitu dari 0,1-1,1 %
6) Kejadian perforasi rendah yaitu sekitar 1 kejadian perforasi dari jumlah populasi 1150
sampai 3800 wanita
7) Mudah dilakukan pada wanita dengan epidural
8) Sedikit kasus perdarahan daripada IUD yang dipasang di waktu menstruasi
e) Kelemahan
Angka keberhasilannya ditentukan oleh waktu pemasangan, tenaga kesehatan yang
memasang, dan teknik pemasangannya. Waktu pemasangan dalam 10 menit setelah
keluarnya plasenta memungkinkan angka ekspulsinya lebih kecil ditambah dengan
ketersediaan tenaga kesehatan yang terlatih (dokter atau bidan) dan teknik pemasangan
sampai ke fundus juga dapat meminimalisir kegagalan pemasangan.
g) Kontraindikasi pemasangan
1) Ruptur membrane yang lama (lebih dari 24 jam)
2) Demam atau ada gejala PID
3) Perdarahan antepartum atau post partum yang berkelanjutan setelah bayi lahir
4) Gangguan pembekuan darah, misal DIC yang disebabkan oleh pre eklampsi atau eklampsi
5) Perdarahan pervagina yang belum diketahui sebabnya
6) Penyakit tropoblas dalam kehamilan (jinak atau ganas)
7) Abnormal uterus
8) Adanya dugaan kanker uterus (TBC pelvic)
9) AIDS Tanpa Terapi Antiretroviral
http://bidanhana.blogspot.co.id/2011/04/iud-post-placenta-sebagai-solusi-ber-kb.html
27-12-2016 9.30
Jakarta, CNN Indonesia -- Mencapai norma keluarga kecil yang bahagia sejahtera
memerlukan pengaturan jumlah keluarga. Alat kontrasepsi adalah salah satu
instrumennya.
Pada 26 September 2014 diperingati Hari Kontrasepsi Sedunia 2014. Kali ini
kampanye global World Contraception Day mengangkat tema It's Your Life, It's
Your Future. Sementara itu, di Indonesia Hari Kontrasepsi Sedunia 2014 ini
mengusung topik Kontrasepsi Membantu Keluarga Merencanakan Masa Depan.
"Saat ini cakupan ber-KB baru 57,9 persen. Kita ingin menuju paling tidak di
dalam pembangunan jangka menengah ini tidak boleh kurang dari 63 persen
dari 46 juta pasangan usia subur di Indonesia," kata Kepala BKKBN Fasli Jalal di
acara peringatan Hari Kontrasepsi Sedunia 2014, di Hotel Bidakara, Jakarta,
Selasa (30/9).
"Kalau kita lihat kader di tingkat kelurahan dan di bawahnya seperti RT dan RW
jumlahnya adalah 1,1 juta. Kita ingin menekankan kembali bahwa mereka adalah
garda terdepan dari upaya memberikan edukasi dan informasi," kata Fasli di
acara peringatan Hari Kontrasepsi Sedunia 2014.
Harapan lain juga berada di pundak para bidan yang jumlahnya secara nasional
saat ini mencapai 300 ribu orang.
Menurut Emi Nurjasmi, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia
menurut data Riskesda sebanyak 76,6 persen kelahiran dilayani oleh bidan yang
penyebarannya sampai ke desa-desa. "Bidan adalah garda terdepan dalam
pelayanan reproduksi perempuan."
Saat ini IBI telah bekerjasama dengan POGI untuk melatih sekitar 35 ribu bidan.
Para bidan dilatih memasang IUD dan implan. Ke depannya memang diutamakan
menggunakan metode KB jangka panjang.
Apalagi sejak 1 Januari tahun ini, pelayanan KB sudah termasuk dalam Program
Jaminan Kesehatan Nasional. Maka bagi anggota JKN semua bentuk pelayanan
yang dipilih adalah gratis karena ditanggung oleh JKN, sementara alat
kontrasepsinya disediakan oleh BKKBN.
"Tidak ada hambatan biaya dan bidan punya keterampilan untuk melayani dan
memberikan penyuluhan atau konseling agar pasangan usia subur tersebut bisa
memilih cara ber-KB yang cocok," kata Fasli.
Selain itu obgyn sebagai dokter spesialis yang menangani reproduksi dan
ginekologi punya peran penting.
"Kita menambahkan pelatihan pemasangan IUD pasca salin. Jadi ketika ari-ari
sudah keluar, dari bawah atau cesar, kita pasang spiral atau IUD. Itu adalah
sesuatu hal yang baru sekitar lima tahun terakhir ini," kata Nurdadi.
Pemasangan IUD pasca salin adalah ilmu baru. "Kita berpikir spiral akan keluar
dengan rahim yang masih besar. Tapi ternyata saat kita minta ibu yang habis
melahirkan datang tiga bulan kemudian setelah melahirkan saat datang dia
bukan mau datang pasang spiral tapi hamil lagi," Nurdadi menjelaskan.
Setelah itu dilihat apakah mungkin memasang IUD pasca bersalin. Sejak hamil
para ibu sudah diberikan informasi tentang pemasangan IUD pasca salin. Oleh
karena IN-ALARM adalah ilmu baru, banyak juga dokter obgyn yang belum
terampil memasangnya.
"Harapannya ibu itu pulang dari rumah sakit sudah terlindungi dengan metode
kontrasepsi jangka panjang, tidak menggangu produksi air susu, dan boleh pakai
lupa," kata Nurdadi seraya berguyon.
"Program ini wajib dilakukan oleh obgyn setiap lima tahun sekali sebagai
prasyarat untuk mendapatkan rekomendasi izin praktik," kata Nurdadi
melanjutkan.
Dari hasil studi menurut Nurdadi, seharusnya kehamilan diberi jarak 2 - 3 tahun.
"Kita berharap ibu selama 2 sampai 3 tahun jangan hamil lagi, oleh karena itu
diperlukan metode kontrasepsi jangka panjang."
27-12-2016 9.30 am
KB PASCA PERSALINAN
JudulInggris
IsiInggris
Kategori BkkbN
TanggalArtikel 9/4/2012
http://jateng.bkkbn.go.id/Lists/Artikel/DispForm.aspx?ID=62
27-12-2016 9.30 am
Pengertian SDGs adalah singkatan atau kepanjangan dari sustainable development goals,
yaitu sebuah dokumen yang akan menjadi sebuah acuan dalam kerangka pembangunan dan
perundingan negara-negara di dunia.
Tujuan SDGs
Ada banyak tujuan dari konsep SDGs. Namun ada tiga tujuan yang dirangkum redaksi
Berberita.com dari materi yang disampaikan Menteri Sosial Republik Indonesia (RI)
Khofifah Indar Parawansa.
Pertama, SDGs diharapkan bisa mengakhiri segala bentuk kemiskinan di semua negara
manapun.
Kedua, SDGs bertujuan mengakhiri segala bentuk kelaparan, mencapai ketahanan pangan
dan meningkatkan gizi dan mendorong pertanian secara berkelanjutan.
Ketiga, target SDGs adalah menjamin adanya kehidupan yang sehat, serta mendorong
kesejahteraan untuk semua orang di dunia pada semua usia.
Target SDGs
Target utamanya mengentaskan kemiskinan. Tapi, Indonesia akan menggunakan tiga
indikator terkait dengan dokumen SDGs, yaitu pembangunan manusia atau human
development yang meliputi pendidikan dan kesehatan, lingkungan dalam skala kecil atau
social economic development dan lingkungan yang besar atau environmental development
berupa ketersediaan kualitas lingkungan dan sumber daya alam yang baik.
Namun, dokumen yang disepakati pimpinan dunia pada tahun 2000 tersebut habis pada tahun
2015. Para pemimpin dunia merasa agenda Millenium Development Goals perlu dilanjutkan,
sehingga muncul sebuah dokumen usulan bernama sustainable development goals.
Namun, ada sejumlah perbedaan dan pengembangan konsep yang lebih mendalam lagi.
Untuk mempelajari lebih lanjut perbedaan antara MDGs dan SDGs, sebaiknya Anda cari
format dalam bentuk PDF yang diunggah instansi yang memiliki otoritas. Biasanya berbentuk
bahasa Inggris.
http://www.berberita.com/2015/11/pengertian-tujuan-target-sdgs-menggantikan-
mdgs.html 27/12/16 12.41
KB atau singkatan dari Keluarga Berencana merupakan suatu program pemerintah Indonesia
sejak tahun 1970 yang bertujuan untuk membatasi jumlah kelahiran guna menciptakan
keluarga yang sehat dan sejahtera. Adapun tujuan umum dari perencanaan KB adalah untuk
mewujudkan masyarakat yang sejahtera khususnya bagi ibu dan anak serta mengendalikan
pertambahan penduduk suatu negara sesuai dengan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera
(NKKBS) yaitu dengan jalan mengendalikan jumlah kelahiran.
Sedangkan tujuan khusus dari program tersebut adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
suatu keluarga yaitu dengan jalan penjarangan angka kelahiran atau jumlah kelahiran bayi
yaitu dengan jalan menggalakkan pemakaian alat kontrasepsi. Hingga saat ini program KB
yang dicanangkan memberikan manfaat yang besar, beberapa diantaranya adalah sebagai
berikut :
Kanker ovarium merupakan tumor ganas yang terdapat dalam endometium, yaitu lapisan
dalam rahim tempat menempelnya ovum yang telah dibuahi. Sedangkan kanker servik
merupakan sejenis kanker yang menyerang bagian reproduksi wanita terutama leher rahim.
Penelitian
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Institut Catala dOncologia di Catalonia,
Spanyol, yang dipublikasikan dalam jurnal kesehatan The Lancet Oncology menyatakan
bahwa para wanita yang menggunakan alat kontrasepsi seperti IUD dapat mengalami
penurunan yang signifikan terhadap risiko terjadinya kanker serviks dan kanker rahim. Hal
ini disebabkan oleh IUD yang ditanam dalam rahim wanita dapat menimbulkan respons
terhadap terjadinya peradangan, sehingga dapat menghilangkan virus Human papillomavirus
(virus HPV) sebagai penyebab utama kanker serviks.
Kematian yang terjadi pada ibu dan anak, masih sering kita jumpai, baik pada saat proses
persalinan, pasca persalinan, maupun hari-hari pertama kehidupan bayi. Untuk itu, perlu
diadakan upaya serta berbagai macam inovasi guna mengatasi hal tersebut.
Menurut mantan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
Sugiri Syarief, Program Keluarga Berencana (KB) berperan kuat menurunkan angka
kematian tersebut, beliau juga menambahkan bahwa KB juga dapat menjadi salah satu
solusi untuk peningkatan indeks pembangunan manusia (IPM). Dimana pada saat ini IPM
Indonesia menunjukkan penurunan ke peringkat 124 dari 187 negara.
Kasus kehamilan yang tidak diinginkan sering kali kita temukan disekitar kita. Hal tersebut
bisa disebabkan oleh kecerobohan, maupun faktor-faktor lainnya. Hal tersebut akan
berdampak baik bagi kesehatan, maupun bidang ekonomi, seperti tindakan aborsi yang dapat
membahayakan jiwa, maupun keadaan ekonomi yang semakin sulit. Dengan mengikuti
program KB, masalah tersebut dapat diminimalisir.
Perencanaan kelahmilan yang menjadi salah satu tujuan KB dapat menurunkan resiko
kehamilan yang tidak diinginkan. Hal tersebut dapat membantu meningkatkan tingkat
kesehatan serta kelangsungan hidup pada ibu, bayi, dan anak.
Perencanaan kehamilan yang tepat dapat membantu tumbuh kembang bayi dan anak-anak
lebih terjamin, karena mereka mendapatkan lebih banyak perhatian dan kasih sayang dari
orang tuanya. Lain halnya jika dalam sebuah keluarnya terdapat banyak anak. Kasih sayang
dan perhatian orang tua akan lebih terbagi-bagi keseluruh anak-anaknya. Hal tersebut bisa
menimbulkan rasa iri diantara anak-anak, serta kondisi mereka menjadi kurang terurus.
Manfaat memiliki banyak anak tentu akan berbeda dengan memiliki 2 anak saja, begitu pula
dengan dampak negatifnya. Dampak negatifnya antara lain adalah banyak anak membuat
mereka kurang terurus, orang tua harus bekerja lebih keras guna mencukupi kebutuhan
keluarganya, sehingga waktu untuk mencurahkan kasih sayang pada anak menjadi berkurang.
Hal ini seringkali menimbulkan anak-anak kurang pendidikan, anak-anak menjadi lebih
nakal, kasar, dan bahkan berani melakukan tindakan kriminal. Lain halnya dengan keluarga
yang hanya memiliki 2 anak, mereka akan lebih santai dalam bekerja, lebih banyak waktu
untuk memberikan perhatian serta mendidik anak-anak mereka dirumah. Sehingga anak
merasa mendapatkan perhatian dan kasih sayang orang tuanya.
Sekarang ini, banyak sekali kita jumpai anak-anak dibawah umur yang harus ikut banting
tulang untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Mereka harus rela meninggalkan bangku
sekolah hanya untuk bekerja membantu kedua orang tuanya yang kurang mampu. Pepatah
yang mengatakan bahwa banyak anak banyak rejeki tak selamanya benar, banyak anak justru
dapat membuat anak-anak kurang mendapatkan pendidikan yang layak.
Namun diantara banyak manfaat yang diberikan oleh progarm ini, masih banyak kendala
yang perlu diatasi dalam pelaksanaannya, seperti :
Masih adanya persepsi bahwa kematian ibu dan anak pada saat proses
kelahiran adalah mati sahid serta anggapan bahwa banyak anak akan
membawa banyak rezeki bagi keluarga