Kejang Demam Simpleks

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 20

Topik : Kejang Demam Simplek et causa ISPA dengan Status Gizi Baik

Tanggal (kasus) : 21 Oktober 2016 Presenter : dr.Yanthy Wijaya


Tanggal presentasi : Pendamping : dr. Jusenda Hutasoid
Tempat presentasi :
Objektif presentasi
Keilmuan Keterampilan Penyegar Tinjauan
an Pustaka
Diagnosti Manajemen Masalah Istimewa
k
Neonatus Bayi Anak Remaj Dewas Lansia Bumil
a a
Deskripsi :
Anak laki-laki, 1 tahun, kejang disertai demam 30 menit SMRS.
Selama kejang, pasien kaku, mata mendelik ke atas, dan mulut tertutup
rapat, tidak berbusa, saat kejang pasien tidak sadar. Setelah kejang, pasien
sadar lalu menangis. 2 hari SMRS, os mengalami pilek.
Tujuan : Melakukan penatalaksaan, pencegahan dan edukasi orang tua tentang
kejang demam
Bahan Tinjauan Riset Kasus Audit
Bahasan Pustaka
Cara Diskusi Email Pos
membahas Presenta
si dan
diskusi
Data Pasien : Nama : An. Muhammad Gibran R. Nomor Registrasi : 029960

Nama Klinik : Telp : Terdaftar sejak :


IGD
Data utama untuk bahan diskusi
1. Diagnosis/ Gambaran Klinis :
Kejang Demam Simplek et causa ISPA dengan status gizi baik.
Pilek 2 hari SMRS, ingus kental berwarna kuning kehijauan, 1 hari SMRS,
demam naik turun, turun mencapai suhu normal jika diberi obat penurun
panas yaitu parasetamol sirup yang diberikan 3 kali 1 sendok takar. Namun
4 jam kemudian, demam kembali. 1 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien
mengalami demam yang sangat tinggi dan kemudian dibawa ke puskesmas.
Saat pemeriksaan di puskesmas, pasien mengalami kejang sehingga dirujuk
ke IGD RS dr.Achmad Diponegoro. Kejang sebanyak 1 kali , terjadi selama 5
menit. Selama kejang, seluruh tubuh pasien kaku, mata mendelik ke atas,
dan mulut tertutup rapat, tidak berbusa, saat kejang pasien tidak sadar.
Setelah kejang, pasien sadar lalu menangis. Tidak ada riwayat trauma kepala
saat kejang. Keluhan batuk, keluar cairan dari telinga sebelum dan selama
sakit disangkal.

2. Riwayat Pengobatan :
- Paracetamol sirup 3x1cth untuk demam
3. Riwayat Kesehatan/ Penyakit :
- Pasien mengalami keluhan serupa di atas pertama kali yaitu 2 minggu yang
lalu, dilakukan rawat inap selama 1 hari oleh dokter di rumah sakit, dan
sembuh.
- Tidak ada riwayat alergi obat

4. Riwayat Keluarga :
- Kakak pasien mengalami hal yang serupa saat berumur 1 tahun. Kejang terjadi
saat demam tidak terlalu tinggi yaitu 37.8 dan pilek. Kejang sebanyak 1 kali ,
terjadi selama 5 menit. Selama kejang, seluruh tubuh pasien kaku, mata
mendelik ke atas, dan mulut tertutup rapat, tidak berbusa, saat kejang pasien
tidak sadar. Setelah kejang, pasien sadar lalu menangis. Namun sampai usia 5
tahun tidak pernah mengalami kejang demam.
- Kakak pasien mengalami pilek saat ini.
- Kakak dari ibu pasien juga pernah mengalami kejang saat kecil.
- Riwayat kejang dan epilepsy di ibu dan keluarga ibu pasien lainnya tidak diketahui.
- Riwayat kejang dan epilepsy di keluarga ayah pasien disangkal.
5. Riwayat pekerjaan :
- Pasien belum bekerja
6. Riwayat pemeliharaan prenatal :

- Ibu biasa memeriksakan kandungannya secara teratur ke bidan 2x setiap


bulan sampai usia kehamilan 9 bulan. Selama hamil ibu mengaku mendapat
imunisasi TT 2x di bidan. Tidak pernah menderita penyakit selama
kehamilan. Riwayat perdarahan saat hamil disangkal. Riwayat trauma saat
hamil disangkal. Riwayat minum obat tanpa resep dokter ataupun minum
jamu disangkal.

Kesan : riwayat pemeliharaan prenatal baik


7. Riwayat Persalinan dan Kehamilan :

- Anak laki-laki lahir dari ibu usia 26 tahun G2P1A0 hamil 38 minggu, lahir
secara normal dan persalinan ditolong oleh bidan, berat badan lahir 3.300
gram. Panjang badan lahir 49 cm, lingkar kepala saat lahir ibu lupa, lingkar
dada saat lahir ibu juga lupa.

Kesan : neonatus aterm, berat badan lahir normal, vigorous baby.


8. Riwayat Pemeliharaan Postnatal :

- Pemeliharaan postnatal dilakukan di Posyandu dengan anak dalam keadaan


sehat.

Kesan : riwayat pemeliharaan postnatal baik.

9. Riwayat Pemberian Makanan

0 6 bulan : ASI

7 8 bulan : susu SGM, biskuit bayi yang diencerkan dengan air , bubur
tim saring , sayur : wortel , bayam

9 12 bulan : susu SGM, bubur tim tidak disaring ,

Daging : ayam , tahu , tempe , hati.

Buah : pisang , mangga

1 tahun : susu SGM, makanan keluarga : nasi , ayam , sop ,


tahu , tempe,pisang, mangga.

Riwayat pemberian makanan pada anak sesuai dengan waktunya.

10. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

- Pertumbuhan :
Berat badan lahir 3.300 gram. Berat badan saat ini 10 kg. Panjang badan
lahir 49 cm. Panjang badan saat ini 78 cm.

- Perkembangan :
o Senyum : ibu lupa
o Memiringkan badan : 4 bulan
o Tengkurap : 4 bulan
o Duduk : 7 bulan
o Merangkak : 8 bulan
o Berdiri : 9 bulan
o Berjalan : 12 bulan
o Bicara : 12 bulan
Saat ini anak berusia 1 tahun, anak sehari hari aktif.

Kesan: Pertumbuhan dan perkembangan anak normal


11. Riwayat Imunisasi :
Ibu pasien mengatakan rutin mengikuti kegiatan imunisasi anak di
Posyandu

- BCG : 1 kali , usia 1 bulan , scar + di lengan atas kanan


- Hepatitis B : 3 kali , usia 0 bulan , 1 bulan , 6 bulan
- Polio : 4 kali , usia 0 bulan , 2 bulan , 4 bulan , 6 bulan
- DPT : 3 kali , usia 2 bulan , 4 bulan , 6 bulan
Campak : 1 kali , usia 9 bulan
12. Lingkungan
- Lingkungan fisik :
Pasien tinggal di rumah yang berlantaikan keramik, dengan ventilasi dan
pencahayaan yang cukup. Di setiap sisi ruangan terdapat jendela minimal 2
buah. Setiap hari jendela selalu dibuka dari jam 8 pagi 5 sore. Setiap hari
rumah selalu disapu dan dipel. Kondisi di sekitar rumah pasien juga sama.
- Lingkungan sosial :
Pasien terkadang dibawa ibunya bermain dengan anak-anak sekitar.
Hubungan sosial baik.
Daftar Pustaka :
a. Unit Kerja Koordinasi Neurologi. 2006. Konsensus Penatalaksanaan Kejang
Demam, Edisi Revisi, IDAI : Jakarta.
b. Repository.usu.ac,id
Hasil Pembelajaran
1. Klasifikasi Kejang Demam
2. Patofisiologi Kejang Demam
3. Epidemiologi Kejang Demam
4. Pemeriksaan penunjang Kejang Demam
5. Penatalaksanaan saat kejang
6. Komplikasi Kejang Demam
7. Pecegahan Kejang Demam
8. Edukasi Orang Tua

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


1. Subjektif :
Anak laki- laki berusia 1 tahun kejang sebanyak 1 kali , terjadi
selama 5 menit. Selama kejang, seluruh tubuh pasien kaku, mata
mendelik ke atas, dan mulut tertutup rapat, tidak berbusa, saat
kejang pasien tidak sadar. Setelah kejang, pasien sadar lalu
menangis. Saat kejang, pasien demam yaitu 39 derajad celcius.

2 hari SMRS, pasien pilek dengan ingus kental kuning kehijauan

Tidak ada riwayat trauma kepala saat kejang.

Keluhan batuk, keluar cairan dari telinga, sebelum dan selama sakit
disangkal.

2. Objektif :

Anak laki - laki usia 1 tahun, berat badan = 10 kg, panjang badan
= 78 cm

Kesan umum : Compos Mentis , Tampak Sakit Ringan , Gizi baik

Tanda Vital

- Frekuensi Jantung : 110 x/ menit, Regular


- Pernapasan : 22 x/ menit , regular
- Nadi : irama regular , isi dan tegangan cukup
- Suhu : 39 derajad Celcius
Status Internus

Kepala : Normochepali

Mata : Conjunctiva anemis -/- , Sklera ikterik -/- , pupil


bulat isokor 3mm/3mm , reflek cahaya +/+

Hidung : NCH -/-, sekret +/+

Telinga : discharge -/-

Mulut : bibir kering (+), bibir sianosis (-)

Tenggorokan : Faring hiperemis (-), tonsil T1 T1,


detritus (-)

Thorax :

Jantung

o Inspeksi : ictus cordis tidak tampak


o Palpasi : pulsasi ictus cordis teraba di linea
midklavikula sinistra ICS V.
o Perkusi : Batas jantung kanan : ICS IV sternal line
dekstra
Batas Jantung Kiri : ICS V MCL sinistra
Batas Jantung atas : ICS II PSL sinistra
o Auskultasi : BJ I - II regular, murmur (-), gallop (-).

Paru paru

o Inspeksi : Retraksi suprasternal -


o Palpasi : Gerakan dada simetris, stem fremitus sulit
dinilai
o Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru
o Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, ronkhi
-/- ,wheezing -/-

Abdomen

o Inspeksi : buncit
o Auskultasi : Bising usus normal
o Perkusi : Hipertimpani
o Palpasi : Nyeri tekan (-), supel,hepar dan
lien tidak teraba, turgor kulit jelek (turgor kembali
lambat)

Genital : Laki laki

Anus : Tidak tampak kelainan.

Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral Dingin -/- -/-
Akral Sianotik -/- -/-
CRT < 2 detik <2detik

Oedem -/- -/-

Pemeriksaan nervus kranialis( I-XII) : Tidak dilakukan (anak tidak


kooperatif)

Reflek Fisiologis :

- Reflek biceps : tidak dilakukan (anak tidak


kooperatif)
- Reflek triceps : tidak dilakukan (anak tidak
kooperatif)
- Reflek brachioradialis : tidak dilakukan (anak tidak
kooperatif)
- Reflek patella : tidak dilakukan (anak tidak kooperatif)
Tanda Rangsang Meningeal :

- Kaku kuduk : Tidak dilakukan (anak tidak kooperatif)


- Brudzinski I : Tidak dilakukan (anak tidak kooperatif)
- Brudzinski II : Tidak dilakukan (anak tidak
kooperatif)
- Brudzinski III : Tidak dilakukan (anak tidak kooperatif)
- Brudzinski IV : Tidak dilakukan (anak tidak
kooperatif)
- Laseque : Tidak dilakukan (anak tidak kooperatif)
- Kernig : Tidak dilakukan (anak tidak
kooperatif)
Reflek Patologis :

- Babinski : -/-
- Oppenheim : -/-
- Chaddock : -/-
- Schefer : -/-
Pemeriksaan tonus(aktif dan pasif) : normotoni

Pemeriksaan kekuatan otot lengan atas - bawah -tungkai atas


- bawah :

5-5-5-5

1. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium 21 Oktober 2016

Hematolo Hasil Satuan Nilai


gi Normal
Hemoglobin 12.7 g/dl 12.0 -
16.0
Hematokrit 3.930.0 % 37000 -
00 47000
Leukosit 12.000 /ul 4800
10800
Trombosit 256.000 10^3/Ul 150000 -
400000

Kesan : normal

2. Pemeriksaan Khusus
Data Antropometri :

Anak laki - laki, usia 1 tahun

Berat badan : 10 kg

Panjang badan : 78 cm

WHZ Score (posisi terlentang) :

BB/U = bb median = 10 -9,9 = + 0.1 BB normal


SD 1

PB/U = TB median = 78 - 76.1 = + 0.7 PB normal

SD 2.7

BB/PB = 10 10.5 = - 0.5 Normal

0.9

Kesan : Status gizi baik (normal)

3. Assesment (penalaran klinis) :

Definisi

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses
ekstakramium.

Klasifikasi Kejang Demam


1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
- Singkat ( < 15 menit)
- Tanda kejang tonik dan atau klonik
Kejang tonik yaitu serangan berupa kejang/kaku seluruh tubuh.
Kejang klonik yaitu gerakan menyentak tiba-tiba pada sebagian
anggota tubuh.
- Kejang hanya terjadi sekali / tidak berulang dalam 24 jam

2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)


- Berlangsung lama (> 15 menit).
- Kejang yang hanya melibatkan salah satu bagian tubuh/kejang
fokal
- Kejang > 1 kali dalam 24 jam.

Etiologi Kejang Demam

Demam merupakan faktor pencetus terjadinya kejang demam pada anak.


Demam sering disebabkan oleh berbagai penyakit infeksi seperti infeksi
saluran pernafasan akut, otitis media akut, gastroenteritis, bronkitis,
infeksi saluran kemih, dan lain-lain. Setiap anak memiliki ambang kejang
yang berbeda. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang paling tinggi.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, serangan kejang telah
terjadi pada suhu 38C bahkan kurang, sedangkan pada anak dengan
ambang kejang tinggi, serangan kejang baru terjadi pada suhu 40C
bahkan lebih.

2.4. Patofisiologi Kejang Demam

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau otak diperlukan


energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme
otak yang terpenting adalah glukosa dan melalui suatu proses oksidasi.
Dalam proses oksidasi tersebut diperlukan oksigen yang disediakan
melalui perantaraan paru-paru. Oksigen dari paru-paru ini diteruskan ke
otak melalui sistem kardiovaskular. Suatu sel, khususnya sel otak atau
neuron dalam hal ini, dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari
membran permukaan dalam dan membran permukaan luar. Membran
permukaan dalam bersifat lipoid, sedangkan membran permukaan luar
bersifat ionik.
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dengan mudah dilalui
ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium ( Na+ ) dan
elektrolit lainnya, kecuali oleh ion Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+
dalam neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar
neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar neuron, maka terdapat perbedaan
potensial yang disebut potensial membran neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan
enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan
potensial membran tadi dapat berubah karena adanya : perubahan
konsentrasi ion di ruang ekstraseluler, rangsangan yang datang
mendadak seperti rangsangan mekanis, kimiawi, atau aliran listrik dari
sekitarnya, dan perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena
penyakit atau keturunan. Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1C akan
mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan meningkatnya
kebutuhan oksigen sebesar 20%. Pada seorang anak usia 3 tahun,
sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh sirkulasi tubuh, dibandingkan
dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi kenaikan suhu tubuh pada
seorang anak dapat mengubah keseimbangan membran sel neuron dan
dalam waktu singkat terjadi difusi ion Kalium dan ion Natrium melalui
membran tersebut sehingga mengakibatkan terjadinya lepas muatan
listrik. Lepasnya muatan listrik ini demikian besar sehingga dapat meluas
ke seluruh sel maupun ke membran sel lain yang ada didekatnya dengan
perantaraan neurotransmitter sehingga terjadilah kejang.

Epidemiologi Kejang Demam


Determinan kejang demam dibedakan berdasarkan host, agent dan
environment.
a. Host

Faktor host yang menjadi determinan terjadinya kejang demam antara


lain :
a.1. Umur
Berdasarkan studi kasus kontrol yang dilakukan Fuadi, A., dkk (2010) di
RSUP dr. Kariadi Semarang menunjukkan bahwa anak yang berusia <2
tahun mempunyai risiko 3,4 kali lebih besar mengalami kejang demam
dibandingkan dengan anak yang berusia >2 tahun.26 Penelitian
Karimzadeh, P., dkk (2008) di Mofid Childrens Hospital Iran menunjukkan
bahwa penderita kejang demam paling banyak terjadi pada usia dua
tahun pertama (13-24 bulan) yaitu 39,8%.

a.2. Jenis kelamin


Berdasarkan penelitian Bessisso, M.S., dkk (2000) di Qatar menunjukkan
bahwa kejang demam lebih banyak diderita oleh anak laki-laki
dibandingkan dengan anak perempuan dengan rasio 1,2 : 1, dimana anak
laki-laki 128 orang (54,2%) dan anak perempuan 108 orang (45,8%).27
Hasil penelitian Siddiqui, T.S., (2000) di Department of Paediatrics, Hayat
Shaheed Teaching Hospital Peshawar diperoleh anak laki-laki yang
menderita kejang demam 55% dan anak perempuan 45%.

a.3. Riwayat kejang keluarga


Berdasarkan studi kasus kontrol yang dilakukan Fuadi, A., dkk (2010) di
RSUP dr. Kariadi Semarang menunjukkan bahwa anak yang memiliki
keluarga dengan riwayat kejang berisiko 4,5 kali untuk mengalami kejang
demam dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki keluarga dengan
riwayat kejang.26 Penelitian Karimzadeh, P., dkk (2008) di Mofid Childrens
Hospital Iran menunjukkan bahwa dari 302 anak yang menderita kejang
demam, ada 28,8 % anak yang memiliki keluarga dengan riwayat kejang
demam.8 Penelitian Ridha, N.R., dkk (2009) di RS Wahidin Sudirohusodo di
Makassar menunjukkan bahwa anak yang memiliki keluarga dengan
riwayat kejang demam berisiko 6 kali untuk mengalami kejang demam.23
Berdasarkan studi yang dilakukan Huang, CC., dkk (1999) di Taiwan
menunjukkan bahwa anak yang memiliki saudara kandung dengan
riwayat kejang demam berisiko 3,1 kali untuk menderita kejang demam.

a.4. Berat badan lahir


Berdasarkan penelitian Vestergaard dkk (2002) di Denmark didapatkan
bahwa risiko kejang demam meningkat secara konsisten dengan
penurunan berat badan ketika lahir. Bayi yang lahir dengan berat badan
<2500 gram 1,5 kali berisiko untuk menderita kejang demam. Pada bayi
yang lahir dengan berat badan 2500-2999 gram risikonya 1,3 kali, bayi
yang lahir dengan berat badan 3000-3499 gram risikonya 1,2 kali,
sedangkan bayi yang lahir dengan berat badan 3500-3999 gram dan
>3999 gram risiko untuk menderita kejang demam sebesar 1 kali.

b. Agent

Kejadian kejang demam dicetuskan karena terjadinya kenaikan suhu


tubuh di atas normal (demam). Tinggi suhu tubuh pada saat timbul
serangan kejang disebut nilai ambang kejang. Ambang kejang berbeda-
beda untuk setiap anak. Adanya perbedaan ambang kejang ini
menunjukkan bahwa ada anak yang mengalami kejang setelah suhu
tubuhnya meningkat sangat tinggi sedangkan pada anak yang lain, kejang
sudah timbul walaupun suhu meningkat tidak terlalu tinggi.
Penelitian Karimzadeh, P., dkk (2008) di Mofid Childrens Hospital,
diperoleh 302 kasus penderita kejang demam dimana anak yang
mengalami kejang pada suhu 38,5oC ada 60,9%, sedangkan anak yang
mengalami kejang pada suhu >38,5oC ada 39,1%.8
Demam yang terjadi pada anak biasanya disebabkan oleh penyakit
infeksi. Penelitian Mahyar, A., dkk (2010) di Iran menunjukkan bahwa anak
yang menderita kejang demam, demamnya paling banyak disebabkan
oleh infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) 53,8%, diikuti dengan
gastroenteritis 24,4%, otitis media akut 9%, infeksi saluran kemih 6,4%,
pneumonia 3,8% dan lainnya 2,6%.

c. Environment

Faktor lain yang memengaruhi timbulnya kejang demam adalah faktor


lingkungan dengan sanitasi dan higiene yang buruk serta pemukiman
yang terlalu padat. Kondisi ini mengakibatkan mudahnya agent penyakit
berkembang biak serta terjadi penularan penyakit infeksi yang cepat.
Pemaparan agent penyakit juga dapat terjadi pada saat anak kontak
secara langsung dengan anggota keluarganya yang sakit.

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi
disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan
misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah (level II-2 dan level III,
rekomendasi D).

Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis
bakterialis adalah 0,6%-6,7%.
Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan
diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena
itu pungsi lumbal dianjurkan pada:
1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
3. Bayi > 18 bulan tidak rutin

Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi
lumbal.
.
Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi
pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan
(level II-2, rekomendasi E).
.
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam
yang tidak khas.

Pencitraan
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-
scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan,
tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti:
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema

Komplikasi Kejang Demam

- Kejang Demam Berulang.

Kejang demam berulang adalah kejang demam yang timbul pada lebih
dari satu episode demam. Beberapa hal yang merupakan faktor risiko
berulangnya kejang demam yaitu :
a. Usia anak < 15 bulan pada saat kejang demam pertama

b. Riwayat kejang demam dalam keluarga

c. Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam

d. Riwayat demam yang sering

e. Kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.

- Kerusakan Neuron Otak.

Kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai dengan


apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot
yang akhirnya menyebabkan hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat
karena metabolisme anaerobik, hipotensi arterial, denyut jantung yang
tak teratur, serta suhu tubuh yang makin meningkat sejalan dengan
meningkatnya aktivitas otot sehingga meningkatkan metabolisme otak.
Proses di atas merupakan faktor penyebab terjadinya kerusakan neuron
otak selama berlangsung kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan
peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan
permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan
kerusakan neuron otak. Retardasi Mental, terjadi akibat kerusakan otak
yang parah dan tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat. Epilepsi,
terjadi karena kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah
mendapat serangan kejang yang berlangsung lama.

Ada 3 faktor risiko yang menyebabkan kejang demam menjadi epilepsi


dikemudian hari, yaitu :
a. Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung.

b. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang


demam pertama.

c. Kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.

Menurut American National Collaborative Perinatal Project, 1,6% dari


semua anak yang menderita kejang demam akan berkembang menjadi
epilepsi, 10% dari semua anak yang menderita kejang demam yang
mempunyai dua atau tiga faktor risiko di atas akan berkembang menjadi
epilepsi.

- Hemiparesis
Kelumpuhan atau kelemahan otot-otot lengan, tungkai serta wajah pada
salah satu sisi tubuh. Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami
kejang lama (kejang demam kompleks). Mula-mula kelumpuhan bersifat
flaksid, setelah 2 minggu timbul spasitas.

Penatalaksanaan saat kejang


Di rumah sakit diberikan diazepam IV 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan
dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan
dosis maksimal 20 mg.
Obat praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah :
- diazepam rektal 0,5-0,75 mg/kg atau
- < 10 kgdiazepam rektal 5 mg
- >10 mg diazepam rektal 10 mg.

Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat


diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5
menit.
Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang,
dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam
intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg.
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena
dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit
atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya
adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.
Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di
ruang rawat intensif.
Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari
jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan
faktor risikonya.

Pemberian obat pada saat demam

Antipiretik
Parasetamol 4x10 15 mg/kg/kali (tidak lebih dari 5 hari).
Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali ,3-4 kali sehari

Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30%-60% kasus, begitu pula
dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5
0C. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan
sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin,
dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang
demam.

Pemberian obat rumat

Indikasi pemberian obat rumat


Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri
sebagai berikut (salah satu):
1. Kejang lama > 15 menit
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi
mental, hidrosefalus.
3. Kejang fokal
4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.
kejang demam > 4 kali per tahun

Penjelasan:
Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit
merupakan indikasi pengobatan rumat
Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan
perkembangan ringan bukan merupakan indikasi pengobatan rumat
Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak
mempunyai fokus organik.

Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat


Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang
demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek
samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus
selektif dan dalam jangka pendek.
Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku
dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus.
Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus,
terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40
mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2
dosis..

Lama pengobatan rumat


Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan
secara bertahap selama 1-2 bulan.

Pencegahan Kejang Demam

Pencegahan Primordial
Yaitu upaya pencegahan munculnya faktor predisposisi terhadap kasus
kejang demam pada seorang anak dimana belum tampak adanya faktor
yang menjadi risiko kejang demam. Upaya primordial dapat berupa:
a. Penyuluhan kepada ibu yang memiliki bayi atau anak tentang upaya
untuk meningkatkan status gizi anak, dengan cara memenuhi kebutuhan
nutrisinya. Jika status gizi anak baik maka akan meningkatkan daya tahan
tubuhnya sehingga dapat terhindar dari berbagai penyakit infeksi yang
memicu terjadinya demam.

b. Menjaga sanitasi dan kebersihan lingkungan. Jika lingkungan bersih dan


sehat akan sulit bagi agent penyakit untuk berkembang biak sehingga
anak dapat terhindar dari berbagai penyakit infeksi.

Pencegahan Primer
Pencegahan Primer yaitu upaya awal pencegahan sebelum seseorang
anak mengalami kejang demam. Pencegahan ini ditujukan kepada
kelompok yang mempunyai faktor risiko. Dengan adanya pencegahan ini
diharapkan keluarga/orang terdekat dengan anak dapat mencegah
terjadinya serangan kejang demam. Upaya pencegahan ini dilakukan
ketika anak mengalami demam. Demam merupakan faktor pencetus
terjadinya kejang demam. Jika anak mengalami demam segera kompres
anak dengan air hangat dan berikan antipiretik untuk menurunkan
demamnya meskipun tidak ditemukan bukti bahwa pemberian antipiretik
dapat mengurangi risiko terjadinya kejang demam.

Pencegahan Sekunder
Yaitu upaya pencegahan yang dilakukan ketika anak sudah mengalami
kejang demam. Adapun tata laksana dalam penanganan kejang demam
pada anak meliputi :
a. Pengobatan Fase Akut

Anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama adalah menjaga


agar jalan nafas tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak
dimiringkan untuk mencegah aspirasi. Sebagian besar kasus kejang
berhenti sendiri, tetapi dapat juga berlangsung terus atau berulang.
Pengisapan lendir dan pemberian oksigen harus dilakukan teratur, bila
perlu dilakukan intubasi. Keadaan dan kebutuhan cairan, kalori dan
elektrolit harus diperhatikan. Suhu tubuh dapat diturunkan dengan
kompres air hangat dan pemberian antipiretik. Pemberantasan kejang
dilakukan dengan cara memberikan obat antikejang kepada penderita.
Obat yang diberikan adalah diazepam. Dapat diberikan melalui intravena
maupun rektal.

b. Mencari dan mengobati penyebab

Pada anak, demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan


akut, otitis media, bronkitis, infeksi saluran kemih, dan lain-lain. Untuk
mengobati penyakit infeksi tersebut diberikan antibiotik yang adekuat.
Kejang dengan suhu badan yang tinggi juga dapat terjadi karena faktor
lain, seperti meningitis atau ensefalitis. Oleh sebab itu pemeriksaan cairan
serebrospinal (lumbal pungsi) diindikasikan pada anak penderita kejang
demam berusia kurang dari 2 tahun. Pemeriksaan laboratorium lain
dilakukan atas indikasi untuk mencari penyebab, seperti pemeriksaan
darah rutin, kadar gula darah dan elektrolit. Pemeriksaan EEG dilakukan
pada kejang demam kompleks atau anak yang mempunyai risiko untuk
mengalami epilepsi.

c. Pengobatan profilaksis terhadap kejang demam berulang

Pencegahan kejang demam berulang perlu dilakukan karena menakutkan


keluarga dan bila berlangsung terus dapat menyebabkan kerusakan otak
yang menetap. Terdapat 2 cara profilaksis, yaitu:

c.1. Profilaksis intermitten pada waktu demam


Pengobatan profilaksis intermittent dengan antikonvulsan segera
diberikan pada saat penderita demam (suhu rektal lebih dari 38C). Pilihan
obat harus dapat cepat masuk dan bekerja ke otak. Obat yang dapat
diberikan berupa diazepam, klonazepam atau kloralhidrat supositoria.

c.2. Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari


Indikasi pemberian profilaksis terus menerus adalah:
Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan atau gangguan
perkembangan neurologis.
Terdapat riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik pada orang
tua atau saudara kandung. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal
atau diikuti kelainan neurologis sementara atau menetap. Kejang demam
terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang
multipel dalam satu episode demam.
Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun
setelah kejang terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2
bulan. Pemberian profilaksis terus menerus hanya berguna untuk
mencegah berulangnya kejang demam berat, tetapi tidak dapat
mencegah timbulnya epilepsi di kemudian hari. Obat yang dapat diberikan
berupa fenobarbital dan asam valproat.

Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier adalah mencegah terjadinya
kecacatan, kematian, serta usaha rehabilitasi. Penderita kejang demam
mempunyai risiko untuk mengalami kematian meskipun kemungkinannya
sangat kecil. Selain itu, jika penderita kejang demam kompleks tidak
segera mendapat penanganan yang tepat dan cepat akan berakibat pada
kerusakan sel saraf (neuron). Oleh karena itu, anak yang menderita kejang
demam perlu mendapat penanganan yang adekuat dari petugas
kesehatan guna mencegah timbulnya kecacatan bahkan kematian.

4. Plan :
Diagnosis Kerja : Kejang Demam Simpleks e/c ISPA dengan
Status Gizi Baik
Terapi :
- IVFD D51/4NS 5tpm makro
- Pasang oksigen 2 lpm jika kejang
- Inj Diazepam 3 mg bolus jika kejang

- Inj Ceftriaxon 2x500 mg(skin test dulu)


P0 :
- PCT syrup 4x1cth
- Diazepam puyer 3x1.5 mg
Rencana :
Rawat inap dan follow up
Follow Up :
Setelah dilakukan rawat inap selama dua hari. Hari kedua dirawat
sudah tidak demam, tidak pilek dan tidak kejang.
Pendidikan :
Dilakukan kepada orangtua pasien dengan memberi penjelasan
tentang penyakit yang dialami pasien , komplikasai dan
keberulangan penyakitnya. Memberi penjelasan tentang bagaimana
menangani kejang yang terjadi kembali di rumah dan kapan harus
dibawa ke rumah sakit. Anjurkan kepada keluarga jika ada hal yang
meragukan bisa berkonsultasi langsung dengan dokter spesialis
anak di rumah sakit.
Konsultasi :
Konsultasi tentang penanganan anak saat kejang, pemberian obat
demam saat dema dan asupan nutrisi yang baik untuk pasien.
Kontrol :
Kegiata Periode Hasil yang
n diharapkan
Kontrol post rawat 3 hari setelah Tidak ada
inap pulang dari rumah kejang,tidak ada
sakit demam dan pilek
Nasihat Setiap kali Kualitas hidup pasien
kunjungan membaik

Anda mungkin juga menyukai