Kejang Demam Simpleks
Kejang Demam Simpleks
Kejang Demam Simpleks
2. Riwayat Pengobatan :
- Paracetamol sirup 3x1cth untuk demam
3. Riwayat Kesehatan/ Penyakit :
- Pasien mengalami keluhan serupa di atas pertama kali yaitu 2 minggu yang
lalu, dilakukan rawat inap selama 1 hari oleh dokter di rumah sakit, dan
sembuh.
- Tidak ada riwayat alergi obat
4. Riwayat Keluarga :
- Kakak pasien mengalami hal yang serupa saat berumur 1 tahun. Kejang terjadi
saat demam tidak terlalu tinggi yaitu 37.8 dan pilek. Kejang sebanyak 1 kali ,
terjadi selama 5 menit. Selama kejang, seluruh tubuh pasien kaku, mata
mendelik ke atas, dan mulut tertutup rapat, tidak berbusa, saat kejang pasien
tidak sadar. Setelah kejang, pasien sadar lalu menangis. Namun sampai usia 5
tahun tidak pernah mengalami kejang demam.
- Kakak pasien mengalami pilek saat ini.
- Kakak dari ibu pasien juga pernah mengalami kejang saat kecil.
- Riwayat kejang dan epilepsy di ibu dan keluarga ibu pasien lainnya tidak diketahui.
- Riwayat kejang dan epilepsy di keluarga ayah pasien disangkal.
5. Riwayat pekerjaan :
- Pasien belum bekerja
6. Riwayat pemeliharaan prenatal :
- Anak laki-laki lahir dari ibu usia 26 tahun G2P1A0 hamil 38 minggu, lahir
secara normal dan persalinan ditolong oleh bidan, berat badan lahir 3.300
gram. Panjang badan lahir 49 cm, lingkar kepala saat lahir ibu lupa, lingkar
dada saat lahir ibu juga lupa.
0 6 bulan : ASI
7 8 bulan : susu SGM, biskuit bayi yang diencerkan dengan air , bubur
tim saring , sayur : wortel , bayam
- Pertumbuhan :
Berat badan lahir 3.300 gram. Berat badan saat ini 10 kg. Panjang badan
lahir 49 cm. Panjang badan saat ini 78 cm.
- Perkembangan :
o Senyum : ibu lupa
o Memiringkan badan : 4 bulan
o Tengkurap : 4 bulan
o Duduk : 7 bulan
o Merangkak : 8 bulan
o Berdiri : 9 bulan
o Berjalan : 12 bulan
o Bicara : 12 bulan
Saat ini anak berusia 1 tahun, anak sehari hari aktif.
Keluhan batuk, keluar cairan dari telinga, sebelum dan selama sakit
disangkal.
2. Objektif :
Anak laki - laki usia 1 tahun, berat badan = 10 kg, panjang badan
= 78 cm
Tanda Vital
Kepala : Normochepali
Thorax :
Jantung
Paru paru
Abdomen
o Inspeksi : buncit
o Auskultasi : Bising usus normal
o Perkusi : Hipertimpani
o Palpasi : Nyeri tekan (-), supel,hepar dan
lien tidak teraba, turgor kulit jelek (turgor kembali
lambat)
Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral Dingin -/- -/-
Akral Sianotik -/- -/-
CRT < 2 detik <2detik
Reflek Fisiologis :
- Babinski : -/-
- Oppenheim : -/-
- Chaddock : -/-
- Schefer : -/-
Pemeriksaan tonus(aktif dan pasif) : normotoni
5-5-5-5
1. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium 21 Oktober 2016
Kesan : normal
2. Pemeriksaan Khusus
Data Antropometri :
Berat badan : 10 kg
Panjang badan : 78 cm
SD 2.7
0.9
Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses
ekstakramium.
b. Agent
c. Environment
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi
disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan
misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah (level II-2 dan level III,
rekomendasi D).
Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis
bakterialis adalah 0,6%-6,7%.
Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan
diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena
itu pungsi lumbal dianjurkan pada:
1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
3. Bayi > 18 bulan tidak rutin
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi
lumbal.
.
Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi
pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan
(level II-2, rekomendasi E).
.
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam
yang tidak khas.
Pencitraan
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-
scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan,
tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti:
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema
Kejang demam berulang adalah kejang demam yang timbul pada lebih
dari satu episode demam. Beberapa hal yang merupakan faktor risiko
berulangnya kejang demam yaitu :
a. Usia anak < 15 bulan pada saat kejang demam pertama
- Hemiparesis
Kelumpuhan atau kelemahan otot-otot lengan, tungkai serta wajah pada
salah satu sisi tubuh. Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami
kejang lama (kejang demam kompleks). Mula-mula kelumpuhan bersifat
flaksid, setelah 2 minggu timbul spasitas.
Antipiretik
Parasetamol 4x10 15 mg/kg/kali (tidak lebih dari 5 hari).
Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali ,3-4 kali sehari
Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30%-60% kasus, begitu pula
dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5
0C. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan
sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin,
dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang
demam.
Penjelasan:
Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit
merupakan indikasi pengobatan rumat
Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan
perkembangan ringan bukan merupakan indikasi pengobatan rumat
Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak
mempunyai fokus organik.
Pencegahan Primordial
Yaitu upaya pencegahan munculnya faktor predisposisi terhadap kasus
kejang demam pada seorang anak dimana belum tampak adanya faktor
yang menjadi risiko kejang demam. Upaya primordial dapat berupa:
a. Penyuluhan kepada ibu yang memiliki bayi atau anak tentang upaya
untuk meningkatkan status gizi anak, dengan cara memenuhi kebutuhan
nutrisinya. Jika status gizi anak baik maka akan meningkatkan daya tahan
tubuhnya sehingga dapat terhindar dari berbagai penyakit infeksi yang
memicu terjadinya demam.
Pencegahan Primer
Pencegahan Primer yaitu upaya awal pencegahan sebelum seseorang
anak mengalami kejang demam. Pencegahan ini ditujukan kepada
kelompok yang mempunyai faktor risiko. Dengan adanya pencegahan ini
diharapkan keluarga/orang terdekat dengan anak dapat mencegah
terjadinya serangan kejang demam. Upaya pencegahan ini dilakukan
ketika anak mengalami demam. Demam merupakan faktor pencetus
terjadinya kejang demam. Jika anak mengalami demam segera kompres
anak dengan air hangat dan berikan antipiretik untuk menurunkan
demamnya meskipun tidak ditemukan bukti bahwa pemberian antipiretik
dapat mengurangi risiko terjadinya kejang demam.
Pencegahan Sekunder
Yaitu upaya pencegahan yang dilakukan ketika anak sudah mengalami
kejang demam. Adapun tata laksana dalam penanganan kejang demam
pada anak meliputi :
a. Pengobatan Fase Akut
Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier adalah mencegah terjadinya
kecacatan, kematian, serta usaha rehabilitasi. Penderita kejang demam
mempunyai risiko untuk mengalami kematian meskipun kemungkinannya
sangat kecil. Selain itu, jika penderita kejang demam kompleks tidak
segera mendapat penanganan yang tepat dan cepat akan berakibat pada
kerusakan sel saraf (neuron). Oleh karena itu, anak yang menderita kejang
demam perlu mendapat penanganan yang adekuat dari petugas
kesehatan guna mencegah timbulnya kecacatan bahkan kematian.
4. Plan :
Diagnosis Kerja : Kejang Demam Simpleks e/c ISPA dengan
Status Gizi Baik
Terapi :
- IVFD D51/4NS 5tpm makro
- Pasang oksigen 2 lpm jika kejang
- Inj Diazepam 3 mg bolus jika kejang