Anda di halaman 1dari 70

LAPORAN KASUS III

SEORANG NEONATUS ATERM DENGAN BERAT BAYI LAHIR


NORMAL, DAN ASFIKSIA RINGAN

DISUSUN OLEH :
Rianti Citra Utami
030.11.252

PEMBIMBING :
dr. Slamet Widi Saptadi, Sp.A
dr. Zuhriah Hidajati, Sp.A, Msi.Med
dr. Lilia Dewiyanti, Sp.A, MSi.Med
dr. Adriana, Sp A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG
PERIODE: 19 DESEMBER 2016 26 FEBRUARI 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

SEMARANG 2017

0
LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : Rianti Citra Utami

NIM : 030.11.252

UNIVERSITAS : Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

JUDUL KASUS : Seorang Neonatus Aterm dengan Bayi Berat Lahir Normal dan
Asfiksia Ringan
BAGIAN : Ilmu Kesehatan Anak - RSUD Kota Semarang
PEMBIMBING : dr. Adriana, Sp.A

Semarang, Januari 2016


Pembimbing

dr. Adriana, Sp.A


LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : By. Ny. Y D
Lahir : 19 Januari 2017
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Argasoka RT 02 RW 06

Nama Ayah : Tn. D


Umur : 27 Tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMA

Nama Ibu : Ny. Y D


Umur : 24 Tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMA

No. CM : 386158
Bangsal : Perinatologi
Masuk RS : 19 Januari 2017

B. DATA DASAR
1. Anamnesis
Alloanamnesis dilakukan dengan ibu pasien dan perawat ruang
Perinatologi, dilakukan pada tanggal 20 Januari 2017 pukul 13.00 WIB di ruang
perinatologi dan didukung oleh catatan medis.
Keluhan utama : Bayi lahir menangis merintih dan lahir biru pucat
Keluhan tambahan : Napas cuping hidung (+), retraksi dada (+)
Riwayat Penyakit Sekarang
Sebelum Masuk RS
Ibu G1P0A0, usia 24 tahun, hamil 38 minggu, dengan HPHT 17 Desember
2015, riwayat haid teratur, siklus 28 hari, lama haid 7 hari per siklus. Ibu rutin
memeriksakan kehamilannya di bidan sebulan sekali dan sudah mendapat suntikan
TT sebanyak 1x. Selama hamil, ibu mengatakan mengeluh mual dan kadang-
kadang muntah. Ibu mengeluh mual sejak usia kehamilan 11 minggu. Namun, ibu
pasien pernah mengalami keputihan pada usia kehamilan 28 minggu. Selama
kehamilan tidak ada mencret, tidak ada batuk-pilek, tidak ada demam ataupun
keluhan lainnya. Riwayat trauma sebelum kehamilan disangkal, riwayat dipijat
disangkal, riwayat penyakit darah tinggi dan kencing manis disangkal, riwayat
perdarahan disangkal. Pola makan sebelum dan selama hamil tidak terlalu banyak
mengalami perubahan, yaitu 3 kali sehari. Sehari-hari ibu melakukan pekerjaan
rumah. Namun tidak pernah sampai kelelahan yang berlebihan. Ibu mengaku
sempat beberapa kali melakukan hubungan seksual dengan suami selama
kehamilan.
Pada tanggal 18 Agustus 2017, pukul 04.30 ibu merasa lendir keluar saat
ibu sedang tidur, lalu timbul mules-mules sehingga ibu langsung pergi ke IGD
RSUD Kota Semarang dan dikatakan perlu dilakukan peringan kala II dengan
vacum atas partus tak maju. Saat diperiksa ibu sudah mengalami pembukaan 4, lalu
diberikan obat untuk menginduksi, lalu di observasi setiap 4 jam. Lalu oleh DPJP
direncanakan kelahiran dengan peringan kala II dengan vacuum.
Pada tanggal 19 Januari 2017, pada pukul 11.33 WIB ibu pasien didapatkan
pembukaan lengkap saat dilakukan pemeriksaan dalam. Kemudian segera
dipersiapkan kelahiran secara vacuum, dan ketika proses lahir didapatkan lilitan tali
pusat 1 kali. Bayi lahir pukul 11.57 WIB, saat lahir bayi tidak langsung menangis,
air ketuban jernih, gerakan minimal, warna kulit kebiruan, detak jantung
150x/menit, dan nafas tidak teratur, terdapat napas cuping hidung dan retraksi dada.
Bayi lahir dengan apgar score 7-8-9.
Riwayat Penyakit Dahulu
Ibu memiliki golongan darah A rhesus positif dan ayah memiliki golongan
darah A rhesus positif.
Riwayat ibu menderita diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung, asma,
penyakit ginjal, alergi, anemia, penyakit kelainan darah sebelum hamil
disangkal.
Riwayat suami menderita penyakit menular seksual sebelum dan selama
istrinya hamil disangkal.
Riwayat ibu mendapat pengobatan paru selama 6 bulan dan membuat kencing
bewarna merah selama kehamilan disangkal.
Riwayat ibu merokok disangkal, namun ayah merokok.
Kesan : Riwayat ibu tidak memiliki penyakit sebelum masa kehamilan dan selama
masa kehamilan.

Riwayat Pemeriksaan Prenatal


Ibu rutin memeriksakan kehamilannya di bidan setiap bulan sekali dan
mendapatkan suntikan TT 1x. Riwayat penyakit kehamilan seperti diabetes
mellitus, hipertensi dalam kehamilan, asma, dan penyakit jantung disangkal.
Riwayat meminum obat-obatan selama kehamilan disangkal. Riwayat trauma
sebelum dan selama kehamilan disangkal, riwayat dipijat disangkal, riwayat
penyakit darah tinggi dan kencing manis disangkal.
Kesan : Ibu pasien rutin kontrol dan tidak menderita penyakit penyerta selama
kehamilan.

Riwayat Persalinan dan Kehamilan


Ibu pasien belum pernah melahirkan sebelumnya, kahamilan ini
merupakan yang pertama kali dan belum pernah mengalami abortus. Bayi jenis
kelamin perempuan lahir dari ibu G1P0A0 hamil 38 minggu, usia 24 tahun, lahir
secara vacum di ruang Ponek Kota Semarang pada tanggal 19 Januari 2017, pukul
11.57 WIB. Ketuban jernih, jumlah cukup dan bau khas.
Saat lahir bayi tidak meringis, frekuensi jantung > 100x/menit, gerak tidak
aktif, napas kurang teratur, dan warna kulit putih. Berat badan lahir 2850 gram,
panjang badan 49 cm, lingkar kepala 34 cm, lingkar dada 32 cm, APGAR score 7-
8-9.
Kesan : Bayi aterm, berat lahir normal dan Asfiksia ringan
Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak
Pertumbuhan
- Berat badan lahir : 2850 gram
- Panjang badan : 49 cm
- Lingkar kepala : 34 cm
- Lingkar dada : 32 cm
Perkembangan
- Perkembangan anak belum dapat dinilai dan dievaluasi

Riwayat Imunisasi
Hepatitis B :-
BCG :-
Polio :-
Kesan : Anak belum pernah mendapat imunisasi

Riwayat Keluarga Berencana


Ibu tidak pernah menggunakan KB sebelumnya.

Riwayat Sosial Ekonomi


Ayah pasien bekerja sebagai wiraswasta. Ibu adalah seorang ibu rumah
tangga. Biaya pengobatan pasien ditanggung oleh Pribadi.
Kesan : Sosial ekonomi cukup

Data Keluarga
Ayah Ibu
Perkawinan 1 1
Umur 27 tahun 24 tahun
Konsanguitas - -
Keadaan sehat Sehat Sehat

Data Perumahan
Kepemilikan rumah : milik sendiri
Keadaan rumah : dinding rumah terbuat dari papan, 2
kamar tidur, 1 kamar mandi di dalam rumah.
Sumber air bersih : sumber air minum PAM,
limbah buangan dialirkan ke saluran atau selokan yang
ada di belakang rumah.
Keadaan lingkungan : jarak antar rumah
cukup berdekatan, cukup padat
Kesan : Jarak rumah berdekatan, cukup padat

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 20 Januari 2017, pukul 13.00 WIB di
ruang perinatologi. Bayi laki-laki usia 1 hari, berat badan lahir 2850 gram, panjang
badan 49 cm, lingkar kepala 34 cm, lingkar dada 32 cm.

Kesan umum :
Compos Mentis, tampak cukup aktif, Napas nasal kanul O2 1 liter/menit , tangisan
(-) , ikterik (-).

Tanda vital
Tekanan darah : tidak dilakukan pemeriksaan
Heart Rate : 144 x/menit
Pernapasan : 48 x/menit
Suhu : 36,6C (Axilla)
Saturasi O2 : 96%

Status Internus
Kepala
Mesocephali, ukuran lingkar kepala 34cm, ubun-ubun besar terbuka, ukuran
1x1cm, tidak tegang dan tidak menonjol, caput succadenium (-), cephale
hematom (-), kulit kepala tidak ada kelainan, wajah ikterik (-)
Mata
Pupil bulat, isokor, 2 mm, refleks cahaya (+/+) normal, kornea jernih, sklera
ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-).
Hidung
Napas cuping hidung (+/+), bentuk normal, sekret (-/-), septum deviasi (-)
Telinga
Bentuk normal, lambat membalik setelah dilipat, discharge (-/-).
Mulut
Sianosis (-), trismus (-), labioschizis (-), palatoschizis (-) terpasang OGT (tidak
muntah, tidak ada residu)
Thorax
Paru
o Inspeksi : Ikterik (-), hemithorax dextra dan
sinistra simetris dalam keadaan dinamis, retraksi
suprasternal (-), intercostal, dan epigastrial (+), retraksi
dada (-)
o Palpasi : stem fremitus tidak dilakukan, areola
mammae datar, papilla mammae (+/+) 1mm/1mm.
o Perkusi : pemeriksaan tidak dilakukan
o Auskultasi : suara napas dasar vesikuler, ronkhi
(-/-),wheezing (-/-), hantaran (-/-), suara napas tambahan
(-/-).
Jantung
o Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak
o Palpasi : ictus cordis tidak teraba
o Perkusi : batas jantung tidak dinilai
o Auskultasi : bunyi jantung I-II regular, bising (-) gallop (-)
Abdomen
o Inspeksi : Ikterik (-), datar, pusat di tengah,
segar, tidak tampak layu dan tidak kehijauan.
o Auskultasi : bising usus (+) normal
o Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba
membesar
o Perkusi : timpani
Tulang Belakang
Spina bifida (-), meningokel (-)
Genitalia
Perempuan, labium mayor lebih besar dibanding labium minor.
Anorektal
Anus (+), rectum (+).
Ekstremitas
Rajah kaki terdapat pada 1/2 anterior
Superior Inferior
Deformitas - /- - /-
Akral dingin - /- - /-
Akral sianosis - /- - /-
Ikterik -/- - /-
CRT < 2 detik < 2 detik
Tonus Normotonus Normotonus
Kulit
Lanugo(+), sianotik (-), pucat (+), ikterik (-), sklerema (-).
Refleks Primitif :
Refleks Hisap : (+)
Refleks Rooting : (+)
Refleks Moro : (+)
Refleks Palmar Grasp : (+)
Refleks Plantar Grasp : (+)

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Darah Rutin
Jenis Pemeriksaan Nilai Normal 19/01/2017
Hb (g/dL) 14-24 14.1
Ht (%) 35 47 42.8
Leukosit (103/uL) 3.6 11.0 10.0
Trombosit (105/mL) 150 400 352,000
Gula Darah Sewaktu (Mg/dl) 70 115 104
Natrium (mmol/L) 135.0 147.0 132.0
Kalium (mmol/L) 3.50 5.0 6.00
Kalsium (mmol/L) 1.12 1.32 1.18
Kesan : Hasil laboratorium terdapat leukositosis

Usul Pemeriksaan Penunjang lainnya:


- Analisa Gas Darah
- Elekrolit darah
- Hitung jenis leukosit
4. Pemeriksaan Khusus :
BALLARD SCORE
Maturitas neuromuskuler Poin Maturitas fisik Poin
Sikap tubuh 4 Kulit 3
Jendela siku-siku 3 Lanugo 3
Rekoil lengan 4 Lipatan telapak kaki 3
Sudut popliteal 4 Payudara 3
Tanda Selempang 3 Bentuk telinga 2
Tumit ke kuping 3 Genitalia (laki-laki) 3
Total 21 Total 17
New Ballard Score = maturitas neuromuskular + maturitas fisik
= 21+17
= 40
Kesan : kelahiran aterm 40 minggu

KURVA LUBCHENKO

BBL : 2850 gram


Usia Kehamilan : 40 minggu
Hasil : Sesuai Masa Kehamilan

APGAR SCORE
Klinis 1 5 10
Appearance 1 2 2
Pulse 2 2 2
Grimace 1 1 2
Activity 1 2 2
Respiratory Effort 2 1 1
7 8 9
Kesan : Asfiksia Ringan

BELL SQUASH SCORE


1. Partus tindakan (SC, Vacum, Sungsang)
2. Ketuban tidak normal
3. Kelainan bawaan
4. Asfiksia
5. Preterm
6. BBLR
7. Infeksi tali pusat
8. Riwayat penyakit ibu
9. Riwayat penyakit kehamilan
Hasil : 2 Tidak ditemukan Neonatal infeksi

GUPTE SCORE
Prematuritas 3
Cairan amnion berbau busuk 2
Ibu demam 2
Asfiksia 2
Partus lama 1
Vagina tidak bersih 2
KPD 2
Hasil : 8Pemberian Terapi Neonatal Infeksi pada pasien

DOWNES SCORE
0 1 2
Frekuensi nafas <60x/menit 60-80x/menit >80x/menit
Retraksi Tidak ada Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis Tidak ada Sianosis hilang Sianosis menetap
dengan O2 walaupun diberi O2
Air entry Udara masuk Penurunan ringan Tidak ada udara
bilateral baik udara masuk masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar Dapat didengar tanpa
dengan stetoskop alat bantu
Hasil: 2 gangguan nafas ringan dan tidak memerlukan alat bantu nafas

C. RESUME
Telah lahir bayi perempuan dari ibu G1P0A0, usia 24 tahun, hamil aterm,
Sewaktu hamil, ibu pasien rutin kontrol kehamilan setiap bulan hingga bulan ke-8
dan setiap minggu pada bulan ke-9. Riwayat demam semasa hamil disangkal,
riwayat DM, HT, sakit jantung bawaan disangkal, dan riwayat mengkonsumsi obat-
obatan selama hamil disangkal. Pada tanggal 30 Agustus 2016, jam 03.30 ibu
merasa keluar lender, kemudian ibu merasa mules-mules dan dibawa ke IGD
RSUD Semarang. Pada tanggal 18 Januari 2017 pukul 04.30 ibu diindikasikan
untuk dilakukan sectio cesaria atas indikasi PEB, partus prematurus iminens. Saat
lahir bayi tidak menangis, ketuban jernih, gerakan sedikit, warna kulit pucat, detak
jantung 168x/m, dan nafas tidak teratur. Bayi lahir dengan APGAR score 6-7-8
pukul 04.15 WIB. Berat badan lahir 2375 gram, panjang badan 43 cm, lingkar
kepala 33cm, lingkar dada 29 cm, APGAR score 6-7-8. Pada tanggal 18 Agustus
2017, pukul 04.30 ibu merasa lendir keluar saat ibu sedang tidur, lalu timbul mules-
mules sehingga ibu langsung pergi ke IGD RSUD Kota. Pada tanggal 19 Januari
2017, pada pukul 11.33 WIB diindikasikan untuk peringan kala II dengan vacuum
atas indikasi partus tak maju. Ketika proses lahir didapatkan lilitan tali pusat 1 kali.
Bayi lahir pukul 11.57 WIB, saat lahir bayi tidak langsung menangis, air ketuban
jernih, gerakan minimal, warna kulit kebiruan, detak jantung 150x/menit, dan nafas
tidak teratur, terdapat napas cuping hidung dan retraksi dada. Bayi lahir dengan
apgar score 7-8-9.
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 20 Januari 2017, pukul 13.00 WIB di
ruang perinatologi. Bayi perempuan usia 1 hari, berat badan lahir 2850 gram,
panjang badan 49 cm, lingkar kepala 34 cm, lingkar dada 32 cm.

Kesan umum :
Compos Mentis, tampak aktif, napas menggunakan nasal kanul O2 1 liter/menit,
tangisan (-) , ikterik (-), lanugo (-)
Tanda vital
Heart Rate : 144 x/menit
Pernapasan : 48 x/menit
Suhu : 36,6C (Axilla)
Saturasi O2 : 96%
Status Internus
Hidung : napas cuping hidung (+/+)
Telinga : lunak, membalik setelah dilipat

Thoraks
o Inspeksi : retraksi (-)
o Palpasi : areola mammae datar bertekstur,
papilla mammae (-/-)
o Auskultasi : suara napas dasar vesikuler, ronkhi
(-/-),wheezing (-/-), hantaran (-/-), suara napas tambahan
(-/-).
Genitalia
Perempuan, labia mayor lebih besar daripada labia minor.
Ekstremitas
Rajah kaki hanya terdapat pada 2/3 anterior
Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin : Normal
Pemeriksaan Khusus
Ballard score : Kelahiran aterm
Kurva Lubchenko : Sesuai masa kehamilan
APGAR score : Asfiksia ringan
Downscale : Gangguan nafas Ringan
Bell Squash score : tidak ada neonatal infeksi
Gupte score : tidak ada neonatal infeksi
Kesan:Neonatus aterm, BBL normal sesuai masa kehamilan, Asfiksia Ringan, gangguan
nafas ringan, tidak terdapat Neonatal infeksi.

DIAGNOSIS BANDING
1. Neonatus Preterm
- Preterm
- Aterm
- Postterm
2. Bayi Berat lahir Rendah, sesuai masa kehamilan
a. Menurut berat lahir
- Bayi berat lahir sangat rendah
- Bayi berat lahir rendah
- Bayi berat lahir cukup
b. Menurut berat lahir/umur kehamilan
- Sesuai masa kehamilan
- Kecil masa kehamilan
- Besar masa kehamilan

3. Gangguan Nafas Neonatus


i. Kelainan sistem respirasi:
a) Obstruksi saluran nafas atas: atresia koana, web laryngeal,
higroma, gondok, trakheomalasia, sindroma piere robin
b) Respiratory distress syndrome-hialin membrane diseases
c) Transient tachypnea of the newborn (TTN)
d) Pneumonia
e) Sindroma aspirasi mekoneum
f) PPHN (persistent pulmonary hypertention in newborn)
g) Pneumotoraks, atelectasis, perdarahan paru, efusi pleura, palsi
nerfus prenikus
h) Malformasi kongenital (misalnya: fistula trakheoesofageal,
hernia diafragmatika, emfisema lobaris, malformasi kistik
adenomatoid)
i) Proses lambat: dysplasia bronkhopulmoner
ii. Sepsis
iii. Sistem kardiovaskular: penyakit jantung bawaan, gagal jantung
kongesti, PDA.
iv. Metabolic: asidosis, hipo/hipertermia, gangguan elektrolit,
hipoglikemia
v. System hemopoetik: anemia
vi. Sistem Saraf Pusat: perdarahan, depresi farmakologi, asfiksia saat
lahir/depresi pernafasan.
4. Asfiksia
a. Asfiksia Berat
b. Asfiksia sedang
c. Asfiksia ringan
D. DIAGNOSIS KERJA
1. Neonatus preterm
2. Berat bayi lahir normal, sesuai masa kehamilan
3. Asfiksia Ringan
4. Gangguan Nafas Ringan

E.TERAPI
Terapi Saat diruangan :
1. Pemasangan nasal kanul O2 1 liter/menit
2. Coba diet 10 ml/kgBB/hari, dibagi 12 kali
G. PROGRAM
- Diet oral lihat refleks hisap, jika bagus Diet ASI 10ml/kgBB/hari, di
bagi 12 kali
- Jaga dan pantau patensi jalan napas
- Pemantauan DR/GDS/elektrolit
- Jaga kehangatan
- Rawat tali pusat
- Kultur darah
- Berikan dukungan emosional kepada ibu dan anggota keluarga

H. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : duabia ad bonam

I. NASEHAT DI RUMAH JIKA SUDAH PULANG


Jaga kehangatan bayi
Perawatan tali pusat
Pemberian ASI eksklusif hingga usia 6 bulan, berikan 2-3 jam sekali.
ASI harus diteruskan dan diberikan sesering mungkin. Tidak dianjurkan
memberikan air, dekstrosa atau formula pengganti.
Ibu harus selalu membersihkan puting susu sebelum maupun sesudah
menyusui. Jika ibu menggunakan botol susu, pastikan botol susu dalam
keadaan bersih dan harus selalu dicuci serta direbus sebelum digunakan.
Kebanyakan bayi cenderung menghisap udara yang berlebihan sewaktu
menyusui. Karena itu setelah menyusui sendawakan bayi dengan cara
meletakkan bayi tegak lurus di pundak dan tepuk punggungnya perlahan-lahan
sampai ia mengeluarkan udara.
Lakukan pemeriksaan kesehatan bayi secara rutin ke pusat pelayanan
kesehatan terdekat untuk memantau tumbuh kembang bayi serta pemberian
imunisasi dasar.
Ibu harus menemui dokter secepat mungkin jika bayinya :
Kejang
Suhu tubuh 38C
Mempunyai masalah bernafas
Merintih
Tampak berwarna kebiruan (sianotik)
Muntah atau buang air besar berlebihan (>3x/hari)
Tersedak atau mengeluarkan ASI dari hidung saat menyusui
Mengeluarkan darah (walaupun sedikit) pada air kencing maupun beraknya
FOLLOW UP

NAMA : By. Ny. R NO. RM : 365769

UMUR : Lahir 22 Juni 2016 pukul 13.26 WIB RUANG : Perinatologi


TANGGAL/J PERJALANAN PENYAKIT/
PERINTAH DOKTER
AM DIAGNOSA
22/6/2016 S: Kondisi bayi: Terapi
U: 0 hari Diet (-) CPAP
BB: 1240 gr Tampak sesak Infus NaCl 0,9% :
HR: 130x/m 25cc/jam -> dilanjutkan
Retraksi (+)
RR: 32x/m D5% : 4 cc/jam
Keadaan umum: compos mentis, kurang
o
T: 36.7 C Injeksi ampisulbaktam 2 x
aktif
Sat O2: 94%
O: Status Internus 80 mg IV (H-1)
N: i/t cukup
Hidung: NCH (+) Ca glukonas 2x0,5 cc
Thoraks: simetris, retraksi epigastrial(+) Dopamine 3
Cor/ BJ I-II reguler, murmur (-), gallop meq/kgBB/menit
(-) Vit K 1x1mg IM
Pulmo/ Suara napas vesikuler (+/+),
Pasang OGT
ronchi (-/-)
Cek GDS dan DR
Abdomen: datar, supel, bising usus (+)
1x
Program
Kulit: ikterik (-)
Tunda diet OGT
Ekstremitas : rajah kaki 1/3 anterior
Refleks:Refleks hisap (-), lemah Pantau keadaan umum,

Merintih(+)lemah tanda vital dan saturasi

Assesment oksigen

Neonatus preterm Cek darah rutin, GDS dan


elektrolit
Asfiksia Sedang
Jaga kehangatan
BBLR
Neonatal Infection
23/6/2016 S: Kondisi bayi: Terapi
U: 1 hari Diet (-) CPAP
BB: 1240 gr Terpasang CPAP Infus D10% 4cc/jam
HR: 130x/m Retraksi (-) Aminosteril 0,5
RR: 35x/m Keadaan umum: compos mentis,kurang gram/kgBB/hari
o
T: 36.7 C aktif Injeksi ampisulbaktam 2 x
Sat O2: 95% O: Status Internus 80 mg IV (H-2)
N: i/t cukup Hidung: NCH (+) Ca glukonas 2x0,5 cc
Thoraks: asimetris, retraksi suprasternal Dopamine 3 meq/kgBB
(+)
Coba diet ASI 3cc
Cor/ BJ I-II reguler, murmur (-), gallop
(-)
Program
Pulmo/ Suara napas vesikuler (+/+),
Pantau keadaan umum,
ronchi (+/+)
tanda vital dan saturasi
Abdomen: datar, supel, bising usus (+)
oksigen
1x
Jaga kehangatan
Kulit: ikterik (-)
Ekstremitas :
rajah kaki 1/3 anterior
Refleks:Refleks hisap (-), lemah
Merintih(+)
Assesment
Neonatus preterm
Asfiksia Sedang
BBLR
Neonatal Infection
24/6/2016 S: Kondisi bayi: Terapi
U: 2 hari Diet (+) ASI 5 cc -> residu (-) CPAP
BB: 1240 gr Terpasang CPAP Infus D5% 5cc/jam
HR: 136x/m
Retraksi (-) Injeksi ampisulbaktam 2 x
RR: 38x/m
Keadaan umum: compos mentis, aktif, 80 mg IV (H-3)
T: 36.8oC
menangis Ca glukonas 2x0,5 cc
Sat O2: 98%
O: Status Internus Dopamine 3
N: i/t cukup
Hidung: NCH (+) meq/kgBB/menit
Thoraks: simetris, retraksi(-) Aminosteril 1
Cor/ BJ I-II reguler, murmur (-), gallop gram/kgBB/hari
(-) Diet ASI 8x3-5 cc
Pulmo/ Suara napas vesikuler (+/+), Program
ronchi (-/-) Pantau keadaan umum,
Abdomen: datar, supel, bising usus (+)
tanda vital dan saturasi
1x
oksigen
Kulit: ikterik (-)
Jaga kehangatan
Ekstremitas : Sklerema -/-, rajah kaki
1/3 anterior
Refleks:Refleks hisap (-), lemah
Merintih(+)
Assesment
Neonatus preterm
Asfiksia Sedang
BBLR
Neonatal Infection
25/6/2016 S: Kondisi bayi: Terapi
U: 3 hari Diet (+) CPAP
BB: 1240 gr Terpasang CPAP Infus D10% 5cc/jam
HR: 166x/m
Retraksi (-) ASI 5 cc/3 jam, selang
RR: 40x/m
Ikterik (+) seling 7 cc
T: 36.8oC
Keadaan umum: compos mentis, kurang njeksi ampisulbaktam 2 x
Sat O2: 95%
aktif, ikterik kramer III 80 mg IV (H-3)
N: i/t cukup
O: Status Internus Ca glukonas 2x0,5 cc
Hidung: NCH (-) Dopamine 3
Thoraks: simetris, retraksi epigastrial(-) meq/kgBB/menit
Cor/ BJ I-II reguler, murmur (-), gallop Besok cek DR, GDS,
(-) BT/D/I
Pulmo/ Suara napas vesikuler (+/+),
ronchi (-/-) Program
Abdomen: datar, supel, bising usus (+) Pantau keadaan umum,
1x tanda vital dan saturasi
Kulit: ikterik (+) oksigen
Ekstremitas : Sklerema -/-, rajah kaki Jaga kehangatan
1/3 anterior
Refleks:Refleks hisap (-)
Assesment
Neonatus preterm
Asfiksia Sedang
BBLR
Neonatal Infection
Ikterik patologis
26/6/2016 S: Kondisi bayi: Terapi
U: 4 hari Diet (+) CPAP
BB: 1240 gr Terpasang CPAP Infus D10% 5 cc/jam
HR: 166x/m
Retraksi (-) ASI 8x7.5cc
RR: 40x/m
Ikterik (+) Injeksi ampisulbaktam 2 x
T: 36.8oC
Keadaan umum: compos mentis, kurang 80 mg IV (H-4)
Sat O2: 95%
aktif, ikterik kramer II Ca glukonas 2x0,5 cc
N: i/t cukup
O: Status Internus Dopamine 3
Hidung: NCH (-) meq/kgBB/menit

Thoraks: simetris, retraksi epigastrial(-) Cek DR, GDS, BT/D/I


Fototerapi 2x24 jam
Cor/ BJ I-II reguler, murmur (-), gallop
(-) setelah mandi sore

Pulmo/ Suara napas vesikuler (+/+),


ronchi (-/-) Program
Abdomen: datar, supel, bising usus (+) Pantau keadaan umum,
1x
tanda vital dan saturasi
Kulit: ikterik (+) oksigen
Ekstremitas : Sklerema -/-, rajah kaki Jaga kehangatan
1/3 anterior
Refleks:Refleks hisap (-)

Darah rutin

Hb : 17,8

Ht : 51,50

Leu: 22.100

Trombo : 230.000

Bilirubin direk : 0,36

Bilirubin Total : 11,06

Assesment

Neonatus preterm
Asfiksia Sedang
BBLR
Neonatal Infection
Ikterik patologis
27/6/2016 S: Kondisi bayi: Terapi
U: 5 hari Diet (+) CPAP
BB: 1240 gr Terpasang CPAP Infus D10% 5 cc/jam
HR: 142x/m
Retraksi (-) ASI 8x7.5cc
RR: 36x/m
Ikterik (+) berkurang Injeksi ampisulbaktam 2 x
T: 36.8oC
Keadaan umum: compos mentis, aktif, 80 mg IV (H-5)
Sat O2: 96%
menangis, ikterik kramer I-II Ca glukonas 2x0,5 cc
N: i/t cukup
O: Status Internus Dopamine 3
Hidung: NCH (-) meq/kgBB/menit

Thoraks: simetris, retraksi epigastrial(-)


Program
Cor/ BJ I-II reguler, murmur (-), gallop
(-) Pantau keadaan umum,
Pulmo/ Suara napas vesikuler (+/+), tanda vital dan saturasi
ronchi (-/-) oksigen
Abdomen: datar, supel, bising usus (+) Jaga kehangatan
1x

Kulit: ikterik (+)

Ekstremitas : Sklerema -/-, rajah kaki


1/3 anterior

Refleks:Refleks hisap (-)

Assesment

Neonatus preterm
Asfiksia Sedang
BBLR
Neonatal Infection
Ikterik patologis
28/6/2016 S: Kondisi bayi: Terapi
U: 6 hari Diet (+) CPAP
BB: 1240 gr Terpasang CPAP Infus D10% 5 cc/jam
HR: 138x/m
Retraksi (-) ASI 8x7.5cc
RR: 38x/m
Ikterik (+) berkurang Injeksi ampisulbaktam 2 x
T: 36.8oC
Keadaan umum: compos mentis, aktif, 80 mg IV (H-6)
Sat O2: 96%
menangis, ikterik kramer I-II Ca glukonas 2x0,5 cc
N: i/t cukup
O: Status Internus Dopamine 3
Hidung: NCH (-) meq/kgBB/menit
Thoraks: simetris, retraksi epigastrial(-)
Cor/ BJ I-II reguler, murmur (-), gallop Program
(-) Pantau keadaan umum,
Pulmo/ Suara napas vesikuler (+/+), tanda vital dan saturasi
ronchi (-/-) oksigen
Abdomen: datar, supel, bising usus (+)
Jaga kehangatan
1x
Kulit: ikterik (+)
Ekstremitas : Sklerema -/-, rajah kaki
1/3 anterior
Refleks:Refleks hisap (-)
Assesment
Neonatus preterm
Asfiksia Sedang
BBLR
Neonatal Infection
Ikterik patologis
29/6/2016 S: Kondisi bayi: Terapi
U: 7 hari Diet (+) CPAP
BB: 1240 gr Terpasang CPAP Infus D10% 5 cc/jam
HR: 142x/m
Retraksi (-) ASI 8x12.5cc
RR: 36x/m
Ikterik (-) Injeksi ampisulbaktam 2 x
T: 36.8oC
Keadaan umum: compos mentis, aktif, 80 mg IV (H-7)
Sat O2: 96%
menangis Ca glukonas 2x0,5 cc
N: i/t cukup
O: Status Internus Dopamine 3
Hidung: NCH (-) meq/kgBB/menit
Thoraks: simetris, retraksi epigastrial(-)
Cor/ BJ I-II reguler, murmur (-), gallop Program
(-) Pantau keadaan umum,
Pulmo/ Suara napas vesikuler (+/+), tanda vital dan saturasi
ronchi (-/-) oksigen
Abdomen: datar, supel, bising usus (+)
Jaga kehangatan
1x
Kulit: ikterik (-)
Ekstremitas : Sklerema -/-, rajah kaki
1/3 anterior
Refleks:Refleks hisap (-)
Assesment
Neonatus preterm
Asfiksia Sedang
BBLR
Neonatal Infection
30/6/2016 S: Kondisi bayi: Terapi
U: 8 hari Diet (+) CPAP stop -> ganti 02
BB: 1240 gr Terpasang CPAP nasal 1-2 lt/menit
HR: 142x/m Infus D10% 5 cc/jam
Retraksi (-)
RR: 36x/m ASI 8x7.5cc
Ikterik (-)
T: 36.8oC
Keadaan umum: compos mentis, aktif, Injeksi ampisulbaktam 2 x
Sat O2: 96%
menangis 80 mg IV (H-8)
N: i/t cukup
O: Status Internus Ca glukonas 2x0,5 cc
Hidung: NCH (-) Dopamine 3
Thoraks: simetris, retraksi epigastrial(-) meq/kgBB/menit
Cor/ BJ I-II reguler, murmur (-), gallop
(-) Program
Pulmo/ Suara napas vesikuler (+/+), Pantau keadaan umum,
ronchi (-/-) tanda vital dan saturasi
Abdomen: datar, supel, bising usus (+) oksigen
1x Jaga kehangatan
Kulit: ikterik (-)
Ekstremitas : Sklerema -/-, rajah kaki
1/3 anterior
Refleks:Refleks hisap (-)
Assesment
Neonatus preterm
Asfiksia Sedang
BBLR
Neonatal Infection
Ikterik patologis
1/7/2016 S: Kondisi bayi: Terapi
U: 9 hari Diet (+) CPAP stop -> ganti 02
BB: 1220 gr Terpasang CPAP nasal 1-2 lt/menit
HR: 142x/m Infus D10% 5 cc/jam
Retraksi (-)
RR: 36x/m ASI 8x13cc
Ikterik (-)
T: 36.8oC
Keadaan umum: compos mentis, aktif, Injeksi ampisulbaktam 2 x
Sat O2: 96%
80 mg IV (H-10)
N: i/t cukup menangis Ca glukonas 2x0,5 cc
O: Status Internus Dopamine 3
Hidung: NCH (-) meq/kgBB/menit
Thoraks: simetris, retraksi epigastrial(-) Besok rencana umbilical
Cor/ BJ I-II reguler, murmur (-), gallop
catheter aff
(-)
Pulmo/ Suara napas vesikuler (+/+),
Program
ronchi (-/-)
Pantau keadaan umum,
Abdomen: datar, supel, bising usus (+)
tanda vital dan saturasi
1x
oksigen
Kulit: ikterik (-)
Jaga kehangatan
Ekstremitas : Sklerema -/-, rajah kaki
1/3 anterior
Refleks:Refleks hisap (-)
Assesment
Neonatus preterm
Asfiksia Sedang
BBLR
Neonatal Infection
Ikterik patologis
2/7/2016 S: Kondisi bayi: Terapi
U: 10 hari Diet (+) 02 nasal 1 lt/menit
BB: 1220 gr Terpasang O2 nasal Infus D10% 5 cc/jam
HR: 142x/m
Retraksi (-) ASI 12x12.5cc
RR: 36x/m
Ikterik (-) Injeksi ampisulbaktam 2 x
T: 36.8oC
Keadaan umum: compos mentis, aktif, 80 mg IV (H-10)
Sat O2: 96%
menangis Ca glukonas 2x0,5 cc
N: i/t cukup
O: Status Internus Dopamine 3
Hidung: NCH (-) meq/kgBB/menit -> jika
Thoraks: simetris, retraksi epigastrial(-) habis aff
Cor/ BJ I-II reguler, murmur (-), gallop
(-) Program
Pulmo/ Suara napas vesikuler (+/+), Pantau keadaan umum,
ronchi (-/-) tanda vital dan saturasi
Abdomen: datar, supel, bising usus (+) oksigen
1x Jaga kehangatan
Kulit: ikterik (-)
Ekstremitas : Sklerema -/-, rajah kaki
1/3 anterior
Refleks:Refleks hisap (-)
Darah rutin

Hb : 16,5

Ht : 47,3

Leu: 22.200

Trombo : 203.000

GDS : 85

Assesment
Neonatus preterm
Asfiksia Sedang
BBLR
Neonatal Infection
Ikterik patologis
3/7/2016 S: Kondisi bayi: Terapi
U: 11 hari Diet (+) makan minum lebih 02 nasal 1 lt/menit
BB: 1220 gr baik, masih dengan OGT Infus D10% 5 cc/jam
HR: 142x/m Terpasang O2 nasal ASI 12x12.5cc
RR: 36x/m Retraksi (-) Injeksi ampisulbaktam 2 x
T: 36.8oC
Ikterik (-) 80 mg IV (H-11)
Sat O2: 96%
Keadaan umum: compos mentis, aktif, Ca glukonas 2x0,5 cc
N: i/t cukup
menangis Dopamine 3
O: Status Internus meq/kgBB/menit -> aff
Hidung: NCH (-)
Thoraks: simetris, retraksi epigastrial(-)
Cor/ BJ I-II reguler, murmur (-), gallop Program
(-) Pantau keadaan umum,
Pulmo/ Suara napas vesikuler (+/+), tanda vital dan saturasi
ronchi (-/-) oksigen
Abdomen: datar, supel, bising usus (+) Jaga kehangatan
1x
Kulit: ikterik (-)
Ekstremitas : Sklerema -/-, rajah kaki
1/3 anterior
Refleks:Refleks hisap (-)
Assesment
Neonatus preterm
Asfiksia Sedang
BBLR
Neonatal Infection

4/7/2016 S: Kondisi bayi: Terapi


U: 12 hari Diet (+) 02 nasal 0,5 lt/menit
BB: 1220 gr Terpasang O2 nasal Infus stop
HR: 142x/m
Retraksi (-) ASI 12x15cc (OGT)
RR: 36x/m
Ikterik (-) Obat-obatan stop
T: 36.8oC
Keadaan umum: compos mentis, aktif, Penggemukan
Sat O2: 96%
menangis
N: i/t cukup
O: Status Internus Program
Hidung: NCH (-) Pantau keadaan umum,
Thoraks: simetris, retraksi epigastrial(-) tanda vital dan saturasi
Cor/ BJ I-II reguler, murmur (-), gallop oksigen
(-) Jaga kehangatan
Pulmo/ Suara napas vesikuler (+/+),
ronchi (-/-)
Abdomen: datar, supel, bising usus (+)
1x
Kulit: ikterik (-)
Ekstremitas : Sklerema -/-, rajah kaki
1/3 anterior
Refleks:Refleks hisap (-)
Assesment
Neonatus preterm
Asfiksia Sedang
BBLR
Neonatal Infection

5/7/2016 S: Kondisi bayi: Terapi


U: 13 hari Diet (+) 02 nasal 0,2 lt/menit -> aff
BB: 1220 gr Terpasang O2 nasal Penggemukan -> 12x15 cc
HR: 142x/m (30 menit)
Retraksi (-)
RR: 36x/m
Ikterik (-)
T: 36.8oC Program
Keadaan umum: compos mentis, aktif,
Sat O2: 96% Pantau keadaan umum,
menangis
N: i/t cukup
O: Status Internus tanda vital dan saturasi

Hidung: NCH (-) oksigen

Thoraks: simetris, retraksi epigastrial(-) Jaga kehangatan

Cor/ BJ I-II reguler, murmur (-), gallop Awasi AOP


(-)
Pulmo/ Suara napas vesikuler (+/+),
ronchi (-/-)
Abdomen: datar, supel, bising usus (+)
1x
Kulit: ikterik (-)
Ekstremitas : Sklerema -/-, rajah kaki
1/3 anterior
Refleks:Refleks hisap (-)
Assesment
Neonatus preterm
Asfiksia Sedang
BBLR
Neonatal Infection

6/7/2016 S: Kondisi bayi: Terapi


U: 14 hari Diet (+) Diet 12x15 cc ASI dan
BB: 1290 gr Terpasang O2 nasal 0,2 lpm HMF
HR: 142x/m Evaluasi refleks hisap
Retraksi (-)
RR: 36x/m
Ikterik (-)
T: 36.8oC Program
Keadaan umum: compos mentis, aktif,
Sat O2: 96% Pantau keadaan umum,
menangis
N: i/t cukup
O: Status Internus tanda vital dan saturasi

Hidung: NCH (-) oksigen

Thoraks: simetris, retraksi epigastrial(-) Jaga kehangatan

Cor/ BJ I-II reguler, murmur (-), gallop Pindah ruang Neo Non
(-) Infeksi
Pulmo/ Suara napas vesikuler (+/+), Besok Perawatan Metode
ronchi (-/-) kangguru
Abdomen: datar, supel, bising usus (+)
1x
Kulit: ikterik (-)
Ekstremitas : Sklerema -/-, rajah kaki
1/3 anterior
Refleks:Refleks hisap (-)
Assesment
Neonatus preterm
Asfiksia Sedang
BBLR
Neonatal Infection
7/7/2016 S: Kondisi bayi: Terapi
U: 15 hari Diet (+) Diet 12x16 cc ASI dan
BB: 1290 gr Terpasang O2 nasal 0,2 lpm HMF
HR: 142x/m Evaluasi refleks hisap
Retraksi (-)
RR: 36x/m
Ikterik (-)
T: 36.8oC Program
Keadaan umum: compos mentis, aktif,
Sat O2: 96% Pantau keadaan umum,
menangis
N: i/t cukup
O: Status Internus tanda vital dan saturasi

Hidung: NCH (-) oksigen

Thoraks: simetris, retraksi epigastrial(-) Jaga kehangatan

Cor/ BJ I-II reguler, murmur (-), gallop PMK


(-)
Pulmo/ Suara napas vesikuler (+/+),
ronchi (-/-)
Abdomen: datar, supel, bising usus (+)
1x
Kulit: ikterik (-)
Ekstremitas : Sklerema -/-, rajah kaki
1/3 anterior
Refleks:Refleks hisap (-)
Assesment
Neonatus preterm
Asfiksia Sedang
BBLR
Neonatal Infection
8/7/2016 S: Kondisi bayi: Terapi
U: 16 hari Diet (+) Aff O2 nasal jika idak
BB: 1290 gr Terpasang O2 nasal takipnoe
HR: 142x/m Diet 8x20-25 ml ASI (naik
Retraksi (-)
RR: 36x/m bertahap)
Ikterik (+)
T: 36.8oC Evaluasi refleks hisap
Keadaan umum: compos mentis, aktif,
Sat O2: 96%
menangis, neonatus ikterik kremer II Cek DR, Bilirubin total &
N: i/t cukup O: Status Internus direk besok
Hidung: NCH (-)
Thoraks: simetris, retraksi epigastrial(-) Program
Cor/ BJ I-II reguler, murmur (-), gallop Pantau keadaan umum,
(-) tanda vital dan saturasi
Pulmo/ Suara napas vesikuler (+/+), oksigen
ronchi (-/-) Jaga kehangatan
Abdomen: datar, supel, bising usus (+)
1x
Kulit: ikterik (+)
Ekstremitas : Sklerema -/-, rajah kaki
1/3 anterior
Refleks:Refleks hisap (-)
Assesment
Neonatus preterm
Asfiksia Sedang
BBLR
Neonatal Infection

9/7/2016 S: Kondisi bayi: Terapi


U: 17 hari Diet (+) O2 nasal 0,2 lpm
BB: 1320 gr Terpasang O2 nasal Diet 8x20-25 ml ASI (naik
HR: 142x/m bertahap)
Retraksi (-)
RR: 36x/m
Ikterik (+)
T: 36.8oC Program
Keadaan umum: compos mentis, aktif,
Sat O2: 96% Pantau keadaan umum,
menangis, neonatus ikterik kremer I
N: i/t cukup
O: Status Internus tanda vital dan saturasi

Hidung: NCH (-) oksigen

Thoraks: simetris, retraksi epigastrial(-) Jaga kehangatan

Cor/ BJ I-II reguler, murmur (-), gallop


(-)
Pulmo/ Suara napas vesikuler (+/+),
ronchi (-/-)
Abdomen: datar, supel, bising usus (+)
1x
Kulit: ikterik (+)
Ekstremitas : Sklerema -/-, rajah kaki
1/3 anterior
Refleks:Refleks hisap (+)
Darah rutin
Hb : 16,3
Ht : 47,9
Leu: 27.500
Trombo : 229.000
Bilirubin direk : 0,45
Bilirubin Total : 5,04

Assesment
Neonatus preterm
Asfiksia Sedang
BBLR
Neonatal Infection
Hiperbilirubinemia

10/7/2016 S: Kondisi bayi: Terapi


U: 18 hari Diet (+) 22cc O2 nasal 0,2 lpm
BB: 1320 gr Terpasang O2 nasal
HR: 142x/m Program
Retraksi (-)
RR: 36x/m Pantau keadaan umum,
Ikterik (-)
T: 36.8oC tanda vital dan saturasi
Keadaan umum: compos mentis, aktif,
Sat O2: 96% oksigen
menangis,
N: i/t cukup Jaga kehangatan
O: Status Internus
Hidung: NCH (-)
Thoraks: simetris, retraksi epigastrial(-)
Cor/ BJ I-II reguler, murmur (-), gallop
(-)
Pulmo/ Suara napas vesikuler (+/+),
ronchi (-/-)
Abdomen: datar, supel, bising usus (+)
1x
Kulit: ikterik (-)
Ekstremitas : Sklerema -/-, rajah kaki
1/3 anterior
Refleks:Refleks hisap (+)

Assesment
Neonatus preterm
Asfiksia Sedang
BBLR
Neonatal Infection
Hiperbilirubinemia

TINJAUAN PUSTAKA

I. ASFIKSIA NEONATORUM
Asfiksia pada bayi baru lahir menjadi penyebab kematian 19% dari 5 juta kematian
bayi baru lahir setiap tahun. Data mengungkapkan bahwa kira-kira 10% BBL
membutuhkan bantuan untuk mulai bernapas dari bantuan ringan (langkah awal dan
stimulasi untuk bernapas) hingga resusitasi lanjut yang ekstensif. Dari jumlah tersebut
kira-kira hanya 1% saja yang membutuhkan resusitasi ekstensif. Antara 1% - 10% bayi
baru lahir di rumah sakit membutuhkan bantuan ventilasi dan sedikit saja yang
membutuhkan intubasi dan kompresi dada.
Kebutuhan resusitasi dapat diantisipasi pada sejumlah besar bayi baru lahir.
Walaupun demikian, kadang-kadang kebutuhan resusitasi tidak dapat diduga. Oleh
karena itu tempat dan peralatan untuk melakukan resustasi harus memadahi dan
petugas yang sudah dilatih dan terampil harus tersedia setiap saat di semua tempat
kelahiran bayi.(1,2)

A. Definisi
Resusitasi adalah prosedur yang diaplikasikan pada BBL yang tidak dapat
bernapas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir.
Asfiksia ditandai dengan keadaaan hipoksemia , hiperkarbia dan asidosis. Menurut
APP dan ACOG (2004), berikut karakteristik asfiksia :
Asidemia metabolik atau campuran (metabolik dan respiratorik) yang
jelas, yaitu pH < 7 , pada sampel darah yang diambil dari arteri
umbilical.
Nilai apgar 0 7 pada menit ke 1
Manifestasi nerologi pada periode BBL segera, termasuk kejang ,
hipotonia , koma atau ensefalopati hipoksik iskemik
Terjadi disfungsi sistem multiorgan segera pada periode bayi baru lahir.

B. Faktor Risiko
a. Faktor Risiko Antepartum
- Diabetes pada ibu
- Hipertensi pada kehamilan
- Hipertensi kronik
- Anemia janin atau isoimunisasi
- Riwayat kematian janin atau neonatus
- Perdarahan pada trimester dua dan tiga
- Infeksi ibu
- Ibu dengan penyakit jantung , ginjal , paru , tiroid atau kelainan
nerologi
- Polihidroamnion
- Oligohidroamnion
- Ketuban pecah dini
- Hidrops fetalis
- Kehamilan lewat waktu
- Kehamilan ganda
- Berat janin tidak sesuai masa kehamilan
- Terapi obat seperti magnesium karbonat , beta blocker
- Ibu pengguna obat bius
- Malformasi atau anomaly janin
- Tanpa pemeriksaan antenatal
- Usia < 16 tahun atau > 35 tahun
b. Faktor Risiko Intrapartum
- Seksio sesaria darurat
- Kelahiran dengan ekstraksi forsep atau vakum
- Letak sungsang atau persentasi abnormal
- Kelahiran kurang bulan
- Partus presipitatus
- Korioamnionitis
- Ketuban pecah lama (< 18 jam sebelum persalinan)
- Partus lama (> 24 jam)
- Kala dua lama (> 2 jam)
- Makrosomia
- Bradikardia janin persisten
- Frekuensi jantung janin yang tidak beraturan
- Penggunaan anestesi umum
- Hiperstimulus uterus
- Penggunaan obat narkotika pada ibu dalam 4 jam sebelum
persalinan
- Air ketuban bercampur mekonium
- Prolaps tali pusat
- Solusio plasenta
- Plasenta previa
- Perdarahan intrapartum. (1)

C. Penilaian
Penilaian awal dilakukan pada setiap BBL untuk menentukan apakah tindakan
resusitasi harus segera dimulai. Segera setelah lahir, dilakukan penilaian dengan
APGAR Score.
Tanda Nilai O Nilai 1 Nilai 2

Appearace(warna Seluruh tubuh Tubuh merah Seluruh tubuh merah


kulit) biru atau putih extremitas biru
Pulse(Denyut Nadi) Tidak ada < 100x/menit > 100x/menit
Grimace(Refleks) Tidak ada Perubahan Bersin/menangis
mimik/meringis
Activity(Tonus Otot) Lunglai Ekstremitas sedikit Gerakan aktif
fleksi Ekstremitas fleksi

Respiration Tidak ada Tak teratur Menangis kuat


effort(Usaha
bernafas)

Tabel Skor APGAR


Pembacaan APGAR Score :
i. Apgar score dinilai 3x pada menit ke 1 5 10
ii. Menit pertama digunakan untuk menentukan diagnosis (sehat /
asfiksia)
- Nilai APGAR 8 10 : Vigorous baby
- Nilai APGAR 7 : Asfiksia ringan
- Nilai APGAR 4 6 : Asfiksia sedang
- Nilai APGAR 0 3 : Asfiksia berat
iii. Menit ke-5 dan 10 digunakan untuk menentukan prognosis
perkembangan bayi baru lahir.

D. Patofisiologi
a. Fisiologi Janin Memperoleh Oksigen
Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau
jalan untuk mengeluarkan karbondioksida. Pembuluh arteriol yang ada di
dalam paru janin dalam keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen (pO 2)
parsial rendah. Hampir seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui
paru karena konstriksi pembuluh darah janin, Sehingga darah dialirkan melalui
pembuluh yang bertekanan lebih rendah yaitu duktus arteriosus kemudian
masuk ke aorta.
Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai
sumber utama oksigen. Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke dalam
jaringan paru, dan alveoli akan berisi udara. Pengisian alveoli oleh udara akan
memungkinkan oksigen mengalir ke dalam pembuluh darah di sekitar alveoli.
Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan
tahanan pada sirkulasi plasenta dan meningkatkan tekanan darah sistemik.
Akibat tekanan udara dan peningkatan kadar oksigen di alveoli, pembuluh
darah paru akan mengalami relaksasi sehingga tahanan terhadap aliran darah
bekurang.
Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik,
menyebabkan tekanan pada arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan
tekanan sistemik sehingga aliran darah paru meningkat sedangkan aliran pada
duktus arteriosus menurun.
Pada saat kadar oksigen meningkat dan pembuluh paru mengalami
relaksasi, duktus arteriosus mulai menyempit. Darah yang sebelumnya melalui
duktus arteriosus sekarang melalui paru-paru, akan mengambil banyak oksigen
untuk dialirkan ke seluruh jaringan tubuh.
Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan
menggunakan paru-parunya untuk mendapatkan oksigen. Tangisan pertama dan
tarikan napas yang dalam akan mendorong cairan dari jalan napasnya. Oksigen
dan pengembangan paru merupakan rangsang utama relaksasi pembuluh darah
paru. Pada saat oksigen masuk adekuat dalam pembuluh darah, warna kulit bayi
akan berubah dari abu-abu/biru menjadi kemerahan.
b. Kesulitan yang dialami bayi selama masa transisi
Bayi dapat mengalami kesulitan sebelum lahir, selama persalinan atau
setelah lahir. Tanda klinis awal dapat berupa deselerasi frekuensi jantung janin.
Masalah yang dihadapi setelah persalinan lebih banyak berkaitan dengan jalan
nafas dan atau paru-paru, misalnya sulit menyingkirkan cairan atau benda asing
seperti mekonium dari alveolus, sehingga akan menghambat udara masuk ke
dalam paru mengakibatkan hipoksia. Bradikardia akibat hipoksia dan iskemia
akan menghambat peningkatan tekanan darah (hipotensi sistemik).
Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan terjadi konstriksi arteriol
pada organ seperti usus, ginjal, otot dan kulit, namun demikian aliran darah ke
jantung dan otak tetap stabil atau meningkat untuk mempertahankan pasokan
oksigen. Walaupun demikian jika kekurangan oksigen berlangsung terus maka
terjadi kegagalan fungsi miokardium dan kegagalan peningkatan curah jantung,
penurunan tekanan darah, yang mengkibatkan aliran darah ke seluruh organ
akan berkurang. Sebagai akibat dari kekurangan perfusi oksigen dan oksigenasi
jaringan, akan menimbulkan kerusakan jaringan otak yang irreversible,
kerusakan organ tubuh lain, atau kematian.
Penelitian menunjukkan bahwa pernapasan adalah tanda vital pertama
yang berhenti ketika bayi baru lahir kekurangan oksigen. Setelah periode awal
pernapasan yang cepat maka periode selanjutnya disebut apnu primer.
Rangsangan seperti mengeringkan atau menepuk telapak kaki akan
menimbulkan pernapasan. Walaupun demikian bila kekurangan oksigen terus
berlangsung, bayi akan melakukan beberapa usaha bernapas megap-megap dan
kemudian terjadi apnu sekunder, rangsangan saja tidak akan menimbulkan
kembali usaha pernapasan bayi baru lahir.
Gambar 1. Perubahan frekuensi jantung dan tekanan darah selama apnu

Frekuensi jantung mulai menurun pada saat bayi mengalami apnu


primer. Tekanan darah akan tetap bertahan sampai dimulainya apnu sekunder
(kecuali jika terjadi kehilangan darah pada saat memasuki periode hipotensi).
Bayi dapat berada pada fase antara apnu primer dan apnu dan seringkali keadaan
yang membahayakan ini dimulai sebelum atau selama persalinan. Akibatnya saat
lahir, sulit untuk menilai berapa lama bayi telah berada dalam keadaan
membahayakan. Pemeriksaan fisik tidak dapat membedakan antara apnu primer
dan sekunder, namun respon pernapasan yang ditunjukkan akan dapat
memperkirakan kapan mulai terjadi keadaan yang membahayakan itu.
Jika bayi menunjukkan tanda pernapasan segera setelah dirangsang, itu
adalah apnu primer. Jika tidak menunjukkan perbaikan apa-apa, ia dalam
keadaan apnu sekunder. Sebagai gambaran umum, semakin lama seorang bayi
dalam keadaan apnu sekunder, semakin lama pula dia bereaksi untuk dapat
memulai pernapasan. Walau demikian, segera setelah ventilasi yang adekuat,
hampir sebagian besar bayi baru lahir akan memperlihatkan gambaran reaksi
yang sangat cepat dalam hal peningkatan frekuensi jantung.

E. Komplikasi
Sistem Pengaruh
Sistem Saraf Ensefalopati hipoksik-iskemik, infark, perdarahan intrakranial, kejang,
Pusat edema otak, hipotonia, hipertonia
Kardiovaskular Iskemia miokardium, bising jantung, insufisiensi trikuspidalis, hipotensi
Sirkulasi janin persisten, perdarahan paru, sindrom kegawatan
Pulmonal
pernapasan
Ginjal Nekrosis tubular akut atau korteks
Adrenal Perdarahan adrenal
Saluran Cerna Perforasi, ulserasi, nekrosis
Metabolik Hiponatremia, hipoglikemia, hipokalsemia
Kulit Nekrosis lemak subkutan
Hematologi Koagulasi intravaskular
Tabel 2. Komplikasi Asfiksia

F. Penatalaksanaan
a. Resusitasi (lihat bagan di bawah)
b. Terapi medikamentosa :
i. Epinefrin :
- Indikasi :
o Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30 detik
dilakukan ventilasi adekuat dan pemijatan dada.
o Asistolik.
- Dosis :
o 0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000 (0,01 mg-0,03
mg/kg BB) Cara : i.v atau endotrakeal. Dapat diulang
setiap 3-5 menit bila perlu.
ii. Volume ekspander :
- Indikasi :
o Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami
hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi.
o Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau
syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi
kecil/lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon
yang adekuat.
- Jenis cairan :
o Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer
Laktat)
o Transfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan
darah banyak.
- Dosis :
o Dosis awal 10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit.
Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis.
iii. Bikarbonat :
- Indikasi :
o Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang
mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan
sirkulasi sudah baik.
o Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik
dan hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan
analisa gas darah dan kimiawi.
o Dosis : 1-2 mEq/kg BB atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1
ml/kg bb (8,4%)
- Cara :
o Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama
banyak diberikan secara intravena dengan kecepatan
minimal 2 menit.
- Efek samping :
o Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari
bikarbonat merusak fungsi miokardium dan otak.
iv. Nalokson :
- Nalokson hidrochlorida adalah antagonis narkotik yang tidak
menyebabkan depresi pernafasan. Sebelum diberikan nalakson
ventilasi harus adekuat dan stabil.
- Indikasi :
o Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya
menggunakan narkotik 4 jam sebelum persalinan.
o Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru
dicurigai sebagai pemakai obat narkotika sebab akan
menyebabkan tanda with drawltiba-tiba pada sebagian
bayi.
- Dosis :
o 0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml)
- Cara :
o Intravena, endotrakeal atau bila perfusi baik diberikan
i.m/s.c
v. Suportif
- Jaga kehangatan.
- Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka.
- Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah dan
elektrolit).

G. Prognosis
Pada asfiksia ringan-sedang, prognosis tergantung pada kecepatan
penetalaksanaan. Pada asfiksia berat dapat terjadi kematian atau kelainan saraf pada
hari-hari pertama. Asfiksia dengan PH 6,9 dapat menyebabkan kejang sampai koma
dan kelainan neurologis permanen, misalnya serebral palsi atau retardasi mental
.(1,2)

II. BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR)


Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badan lahirnya pada
saat kelahiran kurang dari 2500 gram. dulu bayi baru lahir yang berat badannya kurang
atau sama dengan 2500 gram (2500 gram) disebut bayi prematur. Tetapi ternyata
morbiditas dan mortalitas neonatus tidak hanya bergantung pada berat badannya, tetapi
juga pada maturitas bayi itu.3

Untuk mendapat keseragaman, pada kongres European Perinatal Medicine II di


London (1970) telah diusulkan defenisi berikut : 3,4

- Bayi kurang bulan adalah bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu.
- Bayi cukup bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai dari 37 minggu
sampai 42 minggu.
- Bayi lebih bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 42 minggu atau lebih.
3,4

Dengan pengertian seperti yang telah diterangkan diatas, bayi BBLR dapat dibagi
menjadi dua golongan, yaitu :

1. Prematuritas murni
Masa gestasinya <37 minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk
masa gestasi itu atau biasa disebut bayi kurang bulan-sesuai masa kehamilan
(BKB-SMK).

2. Dismaturitas
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa
gestasi itu. Berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterine dan
merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilan (KMK). 3,5

A. ETIOLOGI
a. Prematuritas murni
1. Faktor ibu
a. Penyakit
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya toksemia
gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisis dan psikologis. Penyebab
lainnya adalah diabetes mellitus, penyakit jantung, bacterial vaginosis,
chorioamnionitis atau tindakan operatif dapat merupakan faktor etiologi
prematuritas.
b. Usia
Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah pada usia dibawah 20 tahun
dan pada multi gravida yang jarak antar kelahirannya terlalu dekat. Pada
ibu-ibu yang sebelumnya telah melahirkan lebih dari 4 anak juga sering
ditemukan. Kejadian terendah adalah pada usia antara 26-35 tahun.
c. Keadaan sosial ekonomi
Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi yang rendah. Hal ini
disebabkan oleh keadaan gizi yang kurang baik dan pengawasan antenatal
yang kurang.
2. Faktor janin
Hidramnion, gawat janin, kehamilan ganda, eritroblastosis umumnya akan
mengakibatkan BBLR. 3,6
b. Dismaturitas
Penyebab dismaturitas adalah setiap keadaan yang menganggu pertukaran zat
antara ibu dan janin (gangguan suplai makanan pada janin). Dismaturitas
dihubungkan dengan keadaan medik yang menggangu sirkulasi dan insuffisiensi
plasenta, pertumbuhan dan perkembangan janin, atau kesehatan umum dan nutrisi
ibu. 4,5

B. PATOGENESIS
Bayi lahir prematur yang BBLR-nya sesuai dengan umur kehamilan pretermnya
biasanya dihubungkan dengan keadaan medis dimana terdapat ketidakmampuan uterus
untuk mempertahankan janin (incompetent cervix/premature dilatation), gangguan pada
perjalanan kehamilan, pelepasan plasenta, atau rangsangan tidak pasti yang
menimbulkan kontraksi efektif pada uterus sebelum kehamilan mencapai umur cukup
bulan. 4
Dismaturitas dihubungkan dengan keadaan medik yang menggangu sirkulasi dan
efisiensi plasenta, pertumbuhan dan perkembangan janin, atau kesehatan umum dan
nutrisi ibu. Dismaturitas mungkin merupakan respon janin normal terhadap kehilangan
nutrisi atau oksigen. Sehingga masalahnya bukan pada dismaturitasnya, tetapi agaknya
pada resiko malnutrisi dan hipoksia yang terus menerus. Serupa halnya dengan
beberapa kelahiran preterm yang menandakan perlunya persalinan cepat karena
lingkungan intrauteri berpotensi merugikan. 4,6
C. GEJALA KLINIK
A. Prematuritas murni
Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang atau sama dengan 45
cm, lingkaran dada kurang dari 30 cm, lingkaran kepala kurang dari 33 cm, masa
gestasi kurang dari 37 minggu. Kepala relatif besar dari badannya, kulitnya tipis,
transparan, lanugo banyak, lemak subkutan kurang. Ossifikasi tengkorak sedikit, ubun-
ubun dan sutura lebar, genitalia imatur. Desensus testikulorum biasanya belum
sempurna dan labia minora belum tertutup oleh labia mayora. Rambut biasanya tipis
dan halus. Tulang rawan dan daun telinga belum cukup, sehingga elastisitas daun
telinga masih kurang. Jaringan mamma belum sempurna, puting susu belum terbentuk
dengan baik. Bayi kecil, posisinya masih posisi fetal, yaitu posisi dekubitus lateral,
pergerakannya kurang dan masih lemah. Bayi lebih banyak tidur daripada bangun.
Tangisnya lemah, pernapasan belum teratur dan sering terdapat serangan apnoe. Otot
masih hipotonik, sehingga kedua tungkai selalu dalam keadaan abduksi, sendi lutut dan
sendi kaki dalam fleksi dan kepala menghadap ke satu jurusan. 3,4
Refleks moro dapat positif. Refleks mengisap dan menelan belum sempurna,
begitu juga refleks batuk. Kalau bayi lapar, biasanya menangis, gelisah, aktivitas
bertambah. Bila dalam waktu tiga hari tanda kelaparan ini tidak ada, kemungkinan
besar bayi menderita infeksi atau perdarahan intrakranial. Seringkali terdapat edema
pada anggota gerak, yang menjadi lebih nyata sesudah 24-48 jam. Kulitnya tampak
mengkilat dan licin serta terdapat pitting edema. Edema ini seringkali berhubungan
dengan perdarahan antepartum, diabetes mellitus, dan toksemia gravidarum. 3,4
Frekuensi pernapasan bervariasi terutama pada hari-hari pertama. Bila frekuensi
pernapasan terus meningkat atau selalu diatas 60x/menit, harus waspada kemungkinan
terjadinya penyakit membran hialin, pneumonia, gangguan metabolik atau gangguan
susunan saraf pusat. Dalam hal ini, harus dicari penyebabnya, misalnya dengan
melakukan pemeriksaan radiologis toraks. 3,4

B. Dismaturitas
Dismaturis dapat terjadi preterm, term, dan postterm. Pada preterm akan terlihat
gejala fisis bayi prematur murni ditambah dengan gejala dismaturitas. Dalam hal ini
berat badan kurang dari 2500 gram, karakteristik fisis sama dengan bayi prematur dan
mungkin ditambah dengan retardasi pertumbuhan dan wasting. Pada bayi cukup bulan
dengan dismaturitas, gejala yang menonjol adalah wasting, demikian pula pada post
term dengan dismaturitas. 3,5
Bayi dismatur dengan tanda wasting tersebut, yaitu :
1. Stadium pertama
Bayi tampak kurus dan relatif lebih panjang, kulitnya longgar, kering seperti
perkamen, tetapi belum terdapat noda mekonium.
2. Stadium kedua
Didapatkan tanda stadium pertama ditambah dengan warna kehijauan pada kulit,
plasenta, dan umbilikus. Hal ini disebabkan oleh mekonium yang tercampur dalam
amnion yang kemudian mengendap ke dalam kulit, umbilikus, dan plasenta sebagai
akibat anoksia intrauterin.
3. Stadium ketiga
Ditemukan tand stadium kedua ditambah dengan kulit yang berwarna kuning,
demikian pula kuku dan tali pusat. Ditemukan juga tanda anoksia intrauterin yang
sudah berlangsung lama. 3,5

D. DIAGNOSIS
Bayi berat lahir rendah didiagnosis bila termasuk dalam golongan :
1. Prematuritas murni
Masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannnya sesuai dengan
berat badan untuk masa gestasi itu atau biasa disebut Bayi Kurang Bulan-Sesuai
Masa Kehamilan (BKB-SMK).
2. Dismaturitas
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa
gestasi itu, berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin dan
merupakan bayi yang Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK). 3

E. PENATALAKSANAAN
A. Penatalaksanaan Prematur Murni
Mengingat belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh yang perlu untuk pertumbuhan
dan perkembangan serta penyesuaian diri dengan lingkungan hidup di luar uterus,
maka perlu diperhatikan pengaturan suhu lingkungan, pemberian makanan, dan
bila perlu pemberian oksigen, mencegah infeksi, serta mencegah kekurangan
vitamin dan zat besi. 4
- Atur suhu
BBLR mudah mengalami hipotermi, oleh karena itu suhu tubuhnya harus
dipertahankan dengan ketat. Bisa dengan membersihkan cairan pada tubuh bayi,
kemudian dibungkus. Atau bisa juga dengan meletakkannya di bawah lampu
atau dalam inkubator. Dan bila listrik tidak ada, bisa dengan metode kangguru,
yaitu meletakkan bayi dalam pelukan ibu (skin to skin). 7
- Cegah sianosis
Cara mencegah sianosis dapat dengan cara pemberian oksigen agar saturasi
oksigen dalam tubuh bayi dapat dipertahankan dalam batas normal.
- Cegah infeksi
BBLR mudah sekali diserang infeksi. Ini disebabkan oleh karena daya tahan
tubuh terhadap infeksi berkurang, relatif belum sanggup untuk membentuk
antibodi dan daya fagositosis serta reaksi terhadap peradangan belum baik. Oleh
karena itu, perlu diperhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi, antara lain
mencuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi, membersihkan tempat
tidur bayi segera sesudah tidak dipakai lagi, membersihkan kulit dan tali pusat
bayi dengan baik. 7,8
- Pemberian vitamin K
Dosis 1 mg intra muskular, sekali pemberian. Pemberian vitamin K pada bayi
imatur adalah sama seperti bayi-bayi dengan berat badan dan maturitas yang
normal.
- Intake harus terjamin
Pada bayi-bayi prematur, refleks isap, telan dan batuk belum sempurna.
Kapasitas lambung masih sedikit, daya enzim pencernaan, terutama lipase masih
kurang. Pemberian minum dimulai pada waktu bayi berumur 3 jam agar bayi
tidak menderita hipoglikemia dan hiperbilirubinemia. Pada umumnya bayi
dengan berat lahir 2000 gram atau lebih dapat menyusu pada ibunya. Bayi
dengan berat kurang dari 1500 gram kurang mampu mengisap air susu ibu atau
susu botol, terutama pada hari-hari pertama. Dalam hal ini bayi diberi minum
melalui sonde lambung. 4,8

B. Penatalaksanaan bayi dismaturitas


Pada umumnya sama dengan perawatan neonatus umumnya, seperti
pengaturan suhu lingkungan, makanan, mencegah infeksi dan lain-lain. Bayi
dismatur biasanya tampak haus dan harus diberi makanan dini (early feeding). Hal
ini sangat penting untuk menghindari terjadinya hipoglikemia. Kadar gula darah
harus diperiksa setiap 8-12 jam. Frekuensi pernapadan terutama dalam 24 jam
pertama harus diawasi untuk mengetahui adanya sindrom aspirasi mekonium atau
sindrom gangguan pernapasan idiopatik. Sebaiknya setiap jam dihitung frekuensi
pernapasan. Bila frekuensi lebih dari 60x/menit, dibuat foto thorax. Pencegahan
terhadap infeksi sangat penting, karena bayi sangat rentan terhadap infeksi, yaitu
karena pemindahan IgG dari ibu ke janin terganggu. Temperatur harus dikelola,
jangan sampai kedinginan karena bayi dismatur lebih mudah menjadi hipotermik,
hal ini disebabkan oleh karena luas permukaan tubuh bayi relatif lebih besar dan
jaringan lemak subkutan kurang. 3,8
Perawatan bayi dalam inkubator
Inkubator yang canggih dilengkapi oleh alat pengatur suhu dan kelembaban
bayi agar bayi dapat mempertahankan suhu tubuhnya yang normal, alat oksigen
yang dapat diatur, serta kelengkapan lain untuk mengurangi kontaminasi bila
inkubator dibersihkan. Kemampuan bayi berat lahir rendah dan bayi sakit untuk
hidup lebih besar bila mereka dirawat pada suhu mendekati suhu lingkungan yang
netral. Suhu ini ditetapkan dengan mengatur suhu permukaan yang terpapar radiasi,
kelembapan yang relatif, dan aliran udara sehingga produksi panas sesedikit
mungkin dan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan dalam batas normal. Bayi yang
besar dan lebih tua memerlukan suhu lingkungan lebih rendah dari bayi yang kecil
dan lebih muda. Suhu inkubator yang optimum diperlukan agar panas yang hilang
dan konsumsi oksigen terjadi minimal sehingga bayi telanjang pun dapat
mempertahankan suhu tubuhnya sekitar 36,5- 37,5 oC. Tingginya suhu lingkungan
ini tergantung dari besar dan kematangan bayi. Dalam keadaaan tertentu, bayi yang
sangat prematur tidak hanya memerlukan inkubator untuk mengatur suhu
tubuhnya, tetapi juga memerlukan pleksiglas penahan panas atau topi maupun
pakaian. 4,8
Seandainya tidak ada inkubator, pengaturan suhu dan kelembapan dapat
diatur dengan memberikan sinar panas, dan botol air hangat, disertai dengan
pengaturan suhu dan kelembapan ruangan. Mungkin pula diperlukan pemberian
oksigen melalui pipa intubasi. 8
Ibu yang memiliki bayi berat lahir rendah (BBLR) tidak perlu khawatir lagi
soal perawatan buah hatinya itu selepas keluar rumah sakit. Sekarang para ahli di
bidang kedokteran mengembangkan metode kangguru untuk merawat BBLR itu.
Metode tersebut memungkinkan panas tubuh ibunya memberikan kehangatan
bayinya. Metode kangguru ini memang terkesan unik, dengan sebuah pakaian yang
berbentuk seperti tubuh kangguru yang berkantung, bayi bisa mendapatkan
kehangatan cukup karena bersentuhan langsung dengan tubuh ibunya. Ada tiga
kriteria BBLR sudah bisa dirawat di rumah setelah keluar dari inkubator. Pertama,
berat sudah kembali ke berat lahir dan lebih dari 1500 gram. Kemudian berat bayi
cenderung naik dan suhu tubuh stabil selama tiga hari berturut-turut. Yang juga
harus diperhatikan, bayi sudah mampu mengisap dan menelan. Selain itu, ibu
sudah harus merawat dan memberi minum. Metode kangguru ini cukup efektif
sebab selain membuat bayi tidak tergantung pada rumah sakit, ibu lebih percaya
diri merawat bayinya di rumah. Keuntungan lainnya, BBLR bisa mendapatkan ASI
eksklusif dan menurunkan resiko bayi terkena kehilangan panas tubuh. 8
F. KOMPLIKASI
Komplikasi prematuritas 3,7,8
1. Sindrom gangguan pernapasan idiopatik
Disebut juga sebagai penyakit membran hialin karena pada stadium akhir akan
terbentuk membran hialin yang akan melapisi paru.
2. Pneumonia aspirasi
Sering ditemukan pada bayi prematur karena refleks menelan dan batuk belum
sempurna.
3. Perdarahan intraventrikuler
Perdarahan spontan di ventrikel otak lateral karena anoksia otak. Kelainan ini
biasanya hanya ditemukan pada otopsi.
4. Fibroplasias retrolental
Penyakit ini ditemukan pada bayi prematur yang disebabkan oleh gangguan
oksigen yang berlebihan.
5. Hiperbilirubinemia
Bayi prematur lebih sering mengalami hiprebilirubinemia dibandingkan dengan
bayi cukup bulan. Hal ini disebabkan oleh faktor kematangan hepar yang tidak
sempurna sehingga konjugasi bilirubin indirek menjadi bilirubin direk belum
sempurna.
6. Infeksi
Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya IgG gamma
globulin.
Komplikasi dismaturitas 3,4,7
1. Sindrom aspirasi mekonium
Keadaan hipoksia intrauterin mengakibatkan janin mengadakan gasping dalam
uterus. Selain itu mekonium akan dilepaskan ke dalam likuor amnion, akibatnya
cairan yang mengandung mekonium yang lengket itu masuk ke dalam paru janin
karena inhalasi. Pada saat lahir, bayi akan menderita gangguan pernapasan
idiopatik.
2. Hipoglikemia simptomatik
Tertama pada bayi laki-laki. Penyebabnya belum jelas, tetapi mungkin sekali
disebabkan oleh persediaan glikogen yang sangat kurang pada bayi dismaturitas.
Diagnosis dapat dibuat dengan melakukan pemeriksaan kadar gula darah. Bayi
BBLR dinyatakan hipoglikemia bila kadar gula darah yang kurang dari 20 mg%.
3. Asfiksia neonatorum
Bayi dismatur lebih sering menderita asfiksia neonatorum dibandingkan dengan
bayi biasa.
4. Penyakit membran hialin
Terutama pada bayi dismatur yang preterm. Hal ini karena surfaktan pada paru
belum cukup sehingga alveoli selalu kolaps.
5. Hiperbilirubinemia
Bayi dismatur lebih sering mendapat penyakit ini dibandingkan dengan bayi yang
sesuai dengan masa kehamilannya. Hal ini disebabkan gangguan pertumbuhan hati.

G. PROGNOSIS
Prognosis BBLR ini tergantung dari berat ringannya masa perinatal, misalnya masa
gestasi (makin muda masa gestasi/makin rendah berat badan, makin tingggi angka
kematian), asfiksia atau iskemia otak, sindroma gangguan pernapasan, perdarahan
intraventrikuler, fibroplasias retrolental, infeksi, gangguan metabolik. Prognosis ini juga
tergantung dari keadaan sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan perawatan pada saat
kehamilan, persalinan dan postnatal (pengaturan suhu lingkungan, resusitasi, makanan,
pencegahan infeksi, mengatasi gangguan pernapasan, asfiksia, hiperbilirubinemia,
hipoglikemia, dan lain-lain). 4,6

III. NEONATAL INFEKSI


Sepsis neonatorum adalah sindrom klinis dengan gejala infeksi sistemik dan
diikuti dengan bakteremia pada bulan pertama kehidupan. Dalam sepuluh tahun
terakhir terdapat beberapa perkembangan baru mengenai definisi sepsis. Salah
satunya menurut The International Sepsis Definition Conferences (ISDC,2001),
sepsis adalah sindrom klinis dengan adanya Systemic Inflammatory Response
Syndrome (SIRS) dan infeksi. Sepsis merupakan suatu proses berkelanjutan
mulai dari infeksi, SIRS, sepsis, sepsis berat, renjatan/syok septik, disfungsi
multiorgan, dan akhirnya kematian.9

Tabel Kriteria SIRS10


Usia Suhu Laju Nadi Laju Nafas Jumlah Leukosit
Neonatus Permenit Permenit x 103/mm3
Usia 0-7 hari >38,5C atau > 180/<100 >50 >34
<36,5 C
Usia 7-30 >38,5C atau > 180/<100 >40 >19,5 atau <5
hari <36,5 C

Definisi SIRS pada neonatus ditegakkan bila ditemukan 2 dari 4 kriteria dalam
tabel. Salah satu di antaranya adanya kelainan suhu atau leukosit.10

Tabel Kriteria Infeksi, Sepsis, sepsis Berat, Syok Sepsis10


Kriteria Definisi
Infeksi Terbukti infeksi (proven infection) bila ditemukan kuman
penyebab, atau Tersangka infeksi (suspected infection) bila
terdapat sindrom klinis (gejala klinis dan penunjang lain)
Sepsis SIRS disertai infeksi yang terbukti atau tersangka
Syok Sepsis Sepsis dan disfungsi organ kardiovaskular
Etiologi
Penyebab dari timbulnya sepsis pada neonatus dapat berupa bakteri, virus, jamur,
dan protozoa (jarang). Bakteri penyebab SNAD umumnya berasal dari traktus genitalia
maternal yang tidak menimbulkan penyakit pada ibu seperti Streptococcus Grup B dan
bakteri enterik. SNAL umumnya disebabkan oleh infeksi nosokomial seperti
Enterococcus, dan Staphylococcus aureus. Penyebab SNAL lainnya seperti
Streptococcus Grup B, E. coli, Listeria monocytogenes, virus herpes simpleks,
enterovirus, serta bakteri Staphylococcus coagulase-negatif dan jamur Candida
albicans yang menjadi penyebab SNAL tersering pada bayi dengan berat badan lahir
rendah.12,13
Klasifikasi
Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatorum dapat diklasifikasikan
menjadi dua bentuk yaitu sepsis neonatorum awitan dini (early-onset neonatal sepsis)
dan sepsis neonatorum awitan lambat (late-onset neonatal sepsis).Sepsis neonatorum
awitan dini (SNAD) merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera dalam periode
postnatal (kurang dari 72 jam) dan biasanya diperoleh pada saat proses kelahiran atau
in utero. Di negara maju, kuman tersering yang ditemukan pada kasus SNAD adalah
Streptokokus Grup B (SGB) [(>40% kasus)], Escherichia coli, Haemophilus influenza,
dan Listeria monocytogenes, sedangkan di negara berkembang termasuk Indonesia,
mikroorganisme penyebabnya adalah batang Gramnegatif. Sepsis neonatorum awitan
dini memiliki kekerapan 3,5 kasus per 1000 kelahiran hidup dengan angka mortalitas
sebesar 15-50%.9,14,15,16,17
Sepsis neonatorum awitan lambat (SNAL) merupakan infeksi postnatal (lebih
dari 72 jam) yang diperoleh dari lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi
nosokomial). Proses infeksi pasien semacam ini disebut juga infeksi dengan transmisi
horizontal. Angka mortalitas SNAL lebih rendah daripada SNAD yaitu kira-kira 10-
20%. Di negara maju, Coagulase-negative Staphilococci (CoNS) dan Candida
albicans merupakan penyebab utama SNAL, sedangkan di negara berkembang
didominasi oleh mikroorganisme batang Gram negatif (E. coli, Klebsiella, dan
Pseudomonas aeruginosa). 9,14,15,16,17
Patofisiologi
Patofisiologi sepsis bayi baru lahir merupakan interaksi respon kompleks antara
mikroorganisme patogen dan pejamu. Keadaan hiperinflamasi yang terjadi pada sepsis
melibatkan beberapa komponen, yaitu : bakteri, sitokin, komplemen, sel netrofil, sel
endotel, dan mediator lipid. Faktor inflamasi, koagulasi dan gangguan fibrinolisis
memegang peran penting dalam patofisiologi sepsis. Meskipun manifestasi klinisnya sama,
proses molecular dan seluler untuk menimbulkan respons sepsis tergantung
mikroorganisme penyebab, sedangkan tahapan-tahapan pada respons sepsis sama dan tidak
tergantung penyebab. Respons inflamasi terhadap bakteri gram negatif dimulai dengan
pelepasan lipopolisakarida (LPS), suatu endotoksin dari dinding sel yang dilepaskan pada
saat lisis, yang kemudian mengaktifasi sel imun non spesifik (innate immunity) yang
didominasi oleh sel fagosit mononuklear. LPS terikat pada protein pengikat LPS saat di
sirkulasi14,16,18
Kompleks ini mengikat reseptor CD4 makrofag dan monosit yang bersirkulasi.
Kompleks lipopolisakarida berinteraksi dengan kelompok molekul yang disebut toll like
receptor (TLR). Reseptor TLR menterjemahkan sinyal ke dalam sel dan terjadi aktifasi
regulasi protein (nuclear factor kappa /NFkB). Organisme gram positif, jamur dan virus
memulai respons inflamasi dengan pelepasan eksotoksin / superantigen dan komponen
antigen sel. Eksotoksin bakteri gram positif juga dapat merangsang proses yang sama.
Molekul TLR2 leukosit berperan terhadap pengenalan bakteri gram positif dan TLR4
untuk pengenalan endotoksin bakteri gram negatif. Sitokin proinflamasi primer yang
diproduksi adalah tumour necrosis factor (TNF) , interleukin (IL)1, 6, 8, 12 dan
interferon (IFN) . Peningkatan IL-6 dan IL-8 mencapai kadar puncak 2 jam setelah
masuknya endotoksin. Sitokin ini dapat mempengaruhi fungsi organ secara langsung atau
tidak langsung melalui mediator sekunder (nitricoxide, tromboksan, leukotrien, platelet
activating factor (PAF), prostaglandin), dan komplemen. Mediator proinflamasi ini
mengaktifasi berbagai tipe sel, memulai kaskade sepsis dan menghasilkan kerusakan
endotel Imunoglobulin pertama yang dibentuk fetus sebagai respons infeksi bakteri
intrauterin adalah Ig M dan Ig A. Ig M dibentuk pada usia kehamilan 10 minggu yang
kadarnya rendah saat lahir dan meningkat saat terpapar infeksi selama kehamilan.
Peningkatan kadar IgM merupakan indikasi adanya infeksi fetal. Ada 3 mekanisme
terjadinya infeksi neonatus yaitu saat bayi dalam kandungan / pranatal, saat persalinan /
intranatal, atau setelah lahir / pascanatal.14,17,18
Gambar
Interaksi faktor inisiasi dan mediator proinflamasi host (+) dan antiinflamasi (-) pada
infeksi dan proses terjadinya SIRS dan syok sepsis18

Paparan infeksi pranatal terjadi secara hematogen dari ibu yang menderita
penyakit tertentu, antara lain infeksi virus atau parasit seperti Toxoplasma,Rubella,
Cytomegalovirus, Herpes (infeksi TORCH), ditansmisikan secara hematogen melewati
plasental ke fetus. Infeksi transplasenta dapat terjadi setiap waktu selama kehamilan.
Infeksi dapat menyebabkan aborsi spontan lahir mati, penyakit akut selama masa neonatal
atau infeksi persisten dengan sekuele. Infeksi bakteri lebih sering di dapat saat intranatal
atau pascanatal. Selama dalam kandungan janin terlindung dari bakteri ibu karena adanya
cairan dan lapisan amnion. Bila terjadi kerusakan lapisan amnion, janin berisiko menderita
infeksi melalui amnionitis.14,17
Neonatus terinfeksi saat persalinan dapat disebabkan oleh aspirasi cairan amnion
yang mengandung lekosit maternal dan debris seluler mikroorganisme, berakibat
pneumonia. Paparan bayi terhadap bakteri terjadi pertama kali saat ketuban pecah atau
dapat pula saat bayi melalui jalan lahir. Pada saat ketuban pecah, bakteri dari vagina akan
menjalar ke atas sehingga kemungkinan infeksi dapat terjadi pada janin (infeksi transmisi
vertikal).4,15
Paparan infeksi yang terjadi saat kehamilan, proses persalinan dimasukkan ke
dalam kelompok infeksi paparan dini (early onset of neonatal sepsis) dengan gejala klinis
sepsis, terlihat dalam 3-7 hari pertama setelah lahir. Infeksi yang terjadi setelah proses
kelahiran biasanya berasal dari lingkungan sekitarnya. Bakteri masuk ke dalam tubuh
melalui udara pernapasan, saluran cerna, atau melalui kulit yang terinfeksi. Bentuk sepsis
semacam ini dikenal dengan sepsis paparan lambat (late onset of neonatal sepsis). Selain
perbedaan dalam waktu paparan kuman, kedua bentuk infeksi ini (early onset dan late
onset) sering berbeda dalam jenis kuman penyebab infeksi. Walaupun demikian
patogenesis, gejala klinik, dan tata laksana dari kedua bentuk sepsis tersebut tidak banyak
berbeda.15,16

Gambar Patofisiologi Sepsis Neonatorum13

Faktor risiko terjadinya sepsis pada neonatus dapat berasal dari faktor
ibu, bayi dan faktor lain.7,13
Faktor risiko ibu:
1. Ketuban pecah dini dan ketuban pecah lebih dari 18 jam. Bila ketuban pecah lebih
dari 24 jam maka kejadian sepsis pada bayi meningkat sekitar 1% dan bila disertai
korioamnionitis maka kejadian sepsis meningkat menjadi 4 kali.
2. Infeksi dan demam (> 38C) pada masa peripartum akibat korioamnionitis, infeksi
saluran kemih, kolonisasi vagina oleh Streptokokus grup B (group B streptococi =
GBS), kolonisasi perineal oleh E. Coli, dan komplikasi obstetric lainnya.
3. Cairan ketuban hijau keruh dan berbau
4. Kehamilan multipel.
Faktor risiko pada bayi:
1. Prematuritas dan berat lahir rendah.
2. Resusitasi pada saat kelahiran misal pada bayi yang mengalami fetal distress, dan
trauma pada proses persalinan.
3. Prosedur invasif seperti intubasi endotrakeal, kateter, infus, pembedahan.
4. Bayi dengan galaktosemia (predisposisi untuk sepsis oleh E.coli), defek imun atau
asplenia.
5. Asfiksia neonatorum
6. Cacat bawaan.
7. Tanpa rawat gabung.
8. Pemberian nutrisi parenteral.
9. Perawatan di bangsal intensif bayi baru lahir yang terlalu lama.
Faktor risiko lain:
Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa sepsis neonatorum lebih sering terjadi
pada bayi laki-laki daripada bayi perempuan, lebih sering pada bayi kulit hitam daripada
bayi kulit putih, lebih sering pada bayi dengan status sosial ekonomi yang rendah, dan
sering terjadi akibat prosedur cuci tangan yang tidak benar pada tenaga kesehatan maupun
anggota keluarga pasien.

Manifestasi Klinis

Tanda klinis sepsis neonatorum tidak spesifik, berhubungan dengan karakteristik


kuman penyebab dan respon tubuh terhadap masuknya kuman. Neonatus dengan sepsis
hipertermia, distres pernapasan, apnea, sianosis, kuning, hepatomegali, hipotermia,
anoreksia, letargi, kesulitan minum, muntah, distensi abdomen, dan diare10.
Tabel Manifestasi klinis sepsis neonatorum.12
Keadaan umum Demam, hipotermia, tidak merasa
baik,tidak mau makan, sklerema

Sistem Gastointestinal Perut kembung, muntah, diare,


hepatomegali

Sistem Pernapasan Apnea, dispnea, takipnea, retraksi,


grunting, sianosis

Sistem Saraf Pusat Iritabilitas, lesu, tremor, kejang,


hiporefleksia, hipotonia, refleks Moro
abnormal, pernapasan tidak teratur,
fontanela menonjol, tangisan nada
tinggi

Sistem Kardiovaskuler Pucat, mottling, dingin,kulit lembab,


takikardi, hipotensi, bradikardi

Sistem Hematologi Ikterus, splenomegali, pucat, petekie,


purpura, perdarahan

Sistem Ginjal Oliguria

Neonatus dengan sepsis bakterialis dapat disertai dengan gejala-gejala nonspesifik atau
tanda-tanda fokal infeksi antara lain; temperatur yang tidak stabil, hipotensi, perfusi buruk
(pucat dan atau berbercak-bercak), asidosis metabolik, takikardi atau bradikadi, apnoe,
distres pernafasan, merintih, sianosis, irritable, letargi, kejang, intoleransi makanan,
distensi abdomen, ikterus, petechiae, purpura, dan perdarahan. Manifestasi awal biasanya
terbatas pada gejala pada satu sistem organ saja seperti apnoe saja atau takipnu dengan
retraksi atau takikardi. Tetapi dapat pula langsung bermanifestasi berat dengan disfungsi
multiorgan. Bayi harus dire-evaluasi secara berkala untuk menilai apakah gejala telah
berkembang dari ringan menjadi berat. Komplikasi lanjut dari sepsis meliputi gagal nafas,
hipertensi pulmonal, gagal jantung, syok, gagal ginjal, disfungsi hepar, udem serebral atau
trombosis, perdarahan atau insufisiensi adrenal, disfungsi sum-sum tulang (neutropenia,
trombositopenia, anemia), dan DIC.11
Diagnosis
Seorang bayi memiliki risiko sepsis bila memenuhi dua kriteria mayor atau satu
kriteria mayor ditambah dua kriteria minor. Kriteria tersebut yaitu:15,17
Tabel 2.4 Faktor Risiko Sepsis17

FAKTOR RISIKO MAYOR FAKTOR RISIKO MINOR

Ketuban pecah dini >18 jam Ketuban pecah dini >12jam


Demam intrapartum >38 C Demam intrapartum >37,5 C
Korioamnionitis Skor APGAR rendah
Ketuban berbau BBLSR
Denyut jantung janin >160 x/menit Usia kehamilan <37 minggu
Kembar
Keputihan
Infeksi Saluran kemih

Gupte (2003) membuat skor neonatal sepsis berdasarkan factor resiko. Skor ini
menilai apakah bayi memerlukan skrining sepsis atau pemberuian terapi medikamentosa.
Aplikasi : bila skor 3 5 lakukan skrining sepsis; skor > 5 pertimbangkan terapi.

Faktor Skor
Prematuritas 3
Cairan amnion yang berbau busuk 2
Ibu demam 2
Asfiksia (nilai apgar menit 1 < 6) 2
Partus lama 1
Pemeriksaan vagina yang tidak bersih 2
Ketuban pecah dini 1
Sumber : Suraj Gupte, Neonatal Septicemia, 2003
Dalam kurun waktu kurang lebih 2 dasawarsa terakhir beberapa pakar telah
menyusun kriteria diagnosis infeksi dan sepsis pada neonates berdasarkan sistim scoring.

Sepsis neonatorum didiagnosis berdasarkan manifestasi klinis dan disertai dengan


pemeriksaan penunjang berupa:
a. Laboratorium
1. Darah rutin
Darah rutin yaitu jumlah leukosit PMN, jumlah trombosit, dan preparat darah
hapus. Pada preparat darah hapus yang perlu diperhatikan adalah jumlah leukosit imatur
(neutropenia < 1800/ul) sehingga dapat diperhitungkan rasio netrofil imatur dengan
netrofil total. Dimana dikatakan terinfeksi apabila I:T rasio > 0,2. Preparat darah hapus
menunjukkan gambaran hemolisis, hipergranulasi, hipersegmentasi, toksik granulasi.
Pemeriksaan darah yang dilakukan untuk mendukung diagnosis neonatus sepsis menurut
sistem skor.17,18,19

Tabel Sistem skor hematologis untuk prediksi sepsis neonaturum (Kriteria Rodwell)19

Jika jumlah skor lebih atau sama dengan 3 maka kemungkinan besar sepsis.
IT tasio (rasio neutrofil imatur dengan neutrofil total): (N < 0,2) Usia 1 hari 3 hari 7 hari
14 hari 1 bulan IT rasio 0,16 0,12 0,12 0,12 0,12 4. CRP (N 1,0 mg/dl atau 10 mg/l)
Beberapa uji laboratorium dapat membuktikan secara tidak langsung adanya infeksi
bakteri. Selain itu dapat pula dipertimbangkan pemeriksaan kultur darah, cairan spinal, dan
pemeriksaan urin. Jika terdapat focus infeksi yang lain, dapat juga diperiksa pada lokasi
tersebut.
2. Kultur
Untuk membuktikan adanya sepsis bakterial, organisme harus diisolasi dari kultur
darah atau cairan tubuh steril seperti cairan cerebrospinal, cairan sendi, cairan peritoneal
dan pleura. Kultur darah merupakan gold standard dalam diagnosis sepsis. Cairan lumbal
diperiksa pada neonatus sakit kritis dengan kultur darah positif, gambaran klinik
septikemia, sebab meningitis ditemukan pada 1 dari 4 sepsis neonatorum. Hasil kultur
positif merupakan tanda definitif terdapatnya bakteri patogen, hasil biakan baru diperoleh
minimal 3-5 hari. Kultur dapat negatif disebabkan oleh bakteremia transien, spesimen
darah kurang, proses spesimen yang tidak optimal dan antibiotik diberikan
intrapartum.17,18,19
3. C-Reaktif Protein (CRP)
Pada proses inflamasi sintesis CRP meningkat dalam waktu 4-6 jam dengan
puncaknya 36-50 jam. Kadar CRP cepat menurun setelah sumber infeksi tereliminasi.
Kadar normal CRP bayi cukup bulan dan prematur 2-5 mg/L, kadar >10 mg/L
berhubungan dengan infeksi-sepsis. Karena protein ini meningkat pada berbagai kerusakan
jaringan tubuh maka pemeriksaan ini tidak dapat dipakai sebagai indikator tunggal dalam
menegakkan diagnosis sepsis neonatal. Nilainya bermakna apabila dilakukan pemeriksaan
serial karena dapat mengevaluasi respon antibiotik, menentukan lamanya pengobatan dan
kekambuhan.15,17,18
4. Prokalsitonin
Prokalsitonin dikatakan lebih superior daripada protein fase akut lainnya termasuk
CRP, dengan sensitivitas dan spesifisitas berkisar dari 87-100%. Selain itu prokalsitonoin
juga berguna untuk mengindikasikan keparahan infeksi, memantau kemajuan pengobatan
dan memperkirakan hasil keluaran. Pengukuran kuantitatif dilakukan dengan
menggunakan immunoluminometric assay (ILMA) dengan 2 antibodi monoklonal.14,17,18
5. Interleukin
Interleukin -6 (IL-6) adalah sitokin pleiotropic yang terlibat dalam berbagai aspek
dari sistem imunitas. IL-6 disintesis oleh berbagai macam sel seperti monosit, sel endotel,
dan fibroblas, setelah stimulasi TNF dan IL-1. Petanda ini mengindukasi sintesis protein
fase akut hepatik termasuk CRP dan fibrinogen. Pada sebagian besar kasus sepsis
neonatorum, interleukin-6 meningkat secara cepat. Peningkatan terjadi beberapa jam
sebelum peningkatan konsentrasi CRP dan akan menurun sampai kadar tidak terdeteksi
dalam 24 jam.17,18,19
b. Gangguan fungsi organ
Adanya proses inflamasi sistemik akan mengakibatkan gangguan fungsi organ
yang selanjutnya menimbulkan gangguan koagulasi, hipotensi, gangguan perfusi jaringan,
dan akhirnya kegagalan fungsi organ serta kematian. Manifestasi klinis gangguan fungsi
paru berupa takipnu, hipoksemia, dan alkalosis respiratorik. Jika keadaan berat terjadi
ARDS (acute respiratory distress syndrome). Pemeriksaan untuk mengetahui fungsi paru
adalah Analisis Gas Darah (AGD).7,12
Adanya kerusakan hati dapat diketahui dengan peningkatan Serum Glutamic
Oxaloacetat Transaminase (SGOT), Serum Glutamic Pyruvat Transaminase (SGPT)
bilirubin serum, amonia, dan alkali fosfatase.19
Gangguan fungsi ginjal terjadi karena adanya hipovolemia dan vasodilatasi yang
menyebabkan hipoperfusi renal, sehingga menimbulkan akut tubular nekrosis, uropati
obstruktif, nefritis interstisial rabdomiolisis dan glomerulonefritis. Gagal ginjal akut terjadi
pada 50% penderita sepsis.8,16
Keterlibatan sistem hematologi ditandai dengan adanya anemia, leukopenia dan
trombositopenia. Diseminated Inntravascular Coagulophaty (DIC) menyebabkan
terjadinya konsumsi trombosit yang berlebihan. Akibat adanya pembentukan formasi
trombus mikrovaskular dan inhibisi dari fibrinolisis menyebabkan semakin banyaknya
pelepasan sitokin, molekul adhesi dari sel proinflamasi dari kaskade sepsis. Petanda yang
dapat dijumpai adalah kenaikan Prothrombin Time, Partial Thromboplastine Time, D-
Dimer dan produk-produk pemecahan fibrinogen.17,18
Rontgen dada harus dilakukan sebagai bagian dari evaluasi diagnostik bayi yang
diduga sepsis. Pemeriksaan radiologi lain dapat diindikasikan bergantung dari kondisi
klinis tertentu. Ultrasonografi (USG), CT-Scan, dan MRI merupakan teknik pencitraan
paling berguna bila keadaan pasien mengizinkan.
FIRS/SIRS (Fetal inflammatory response syndrome) ditegakkan bila ditemukan dua atau
lebih keadaan : laju napas > 60 x/menit atau < 30 x/menit atau apnea dengan atau tanpa
retraksi dan desaturasi oksigen, suhu tubuh tidak stabil (< 360C atau > 37,50C), waktu
pengisian kapiler > 3 detik, hitung leukosit < 4.000 x 109/L atau > 34.000 x 109/L.

Penatalaksanaan
Pemberian ampisilin profilaksis intrapartum dapat menurunkan insidensi sepsis
neonatorum SGB secara drastis, namun di sisi lain akan meningkatkan insidens sepsis
yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif dan yang resisten terhadap ampisilin.
Ampisilin dan sefalosporin generasi ketiga (sefotaksim, seftriakson, seftazidim) dilaporkan
dapat menyebabkan organisme Gram negatif memproduksi ESBL yang selanjutnya
menimbulkan masalah resistensi. Oleh karena itu, terapi kombinasi antibiotik betalaktam
dan aminoglikosida sangat dianjurkan untuk mencegah resistensi tersebut.7,12
Karbapenem digunakan di laboratorium untuk menginduksi organisme pembawa
gen beta-laktamase yang terekspresi agar mengekspresikan gen dan memproduksi beta-
laktamase. Jadi, penggunaan imipenem dan meropenem secara berlebihan justru akan
menyebabkan organisme memproduksi beta-laktamase. Oleh karena itu, karbapenem tidak
boleh digunakan secara luas di unit perawatan intensif neonatus (UPIN), dan
penggunaannya harus dibatasi hanya pada kasus berat, yakni pada organisme yang
memproduksi ESBL dan sefalosporinase. Antibiotik tidak boleh digunakan sebagai terapi
profilaksis (pada bayi dengan intubasi, memakai kateter vaskular sentral, chest drain)
karena terbukti tidak efektif untuk pencegahan sepsis. Bila bakteri tumbuh pada pipa
endotrakeal, hal itu berarti telah terjadi kolonisasi dan pengobatan profilaksis tidak akan
mengurangi kolonisasi (kultur pipa endotrakeal akan tetap positif) serta tidak akan
mencegah sepsis, tetapi justru meningkatkan resistensi terhadap antibiotik.12,23

a. Pemilihan antibiotik untuk sepsis neonatorum awitan dini


Pada bayi dengan SNAD, terapi empirik harus meliputi SGB, E. coli, dan Listeria
monocytogenes. Kombinasi penisilin atau ampisilin ditambah aminoglikosida mempunyai
aktivitas antimikroba lebih luas dan umumnya efektif terhadap semua organisme penyebab
SNAD. Kombinasi ini sangat dianjurkan karena akan meningkatkan aktivitas
antibakteri.7,14
b. Pemilihan antibiotik untuk sepsis neonatorum awitan lambat
Kombinasi penisilin atau ampisilin dengan aminoglikosida dapat juga digunakan
untuk terapi awal SNAL. Pada beberapa rumah sakit, strain penyebab infeksi nosokomial
telah mengalami perubahan selama 20 tahun terakhir ini karena telah terjadi peningkatan
resistensi terhadap kanamisin, gentamisin, dan tobramisin. Oleh karena itu, pada infeksi
nosokomial lebih dipilih pemakaian netilmisin atau amikasin. Amikasin resisten terhadap
proses degradasi yang dilakukan oleh sebagian besar enzim bakteri yang diperantarai
plasmid, begitu juga yang dapat menginaktifkan aminoglikosida lain7
Pada kasus risiko infeksi Staphylococcus (pemasangan kateter vaskular), obat anti
stafilokokus yaitu vankomisin ditambah aminoglikosida dapat digunakan sebagai terapi
awal. Pada kasus endemik MRSA dipilih vankomisin. Pada kasus dengan risiko infeksi
Pseudomonas (terdapat lesi kulit tipikal) dapat diberikan piperasilin atau azlosilin
(golongan penisilin spektrum luas) atau sefoperazon dan seftazidim (sefalosporin generasi
ketiga). Secara in vitro, seftazidim lebih aktif terhadap Pseudomonas dibandingkan
sefoperazon atau piperasilin. Di beberapa tempat, kombinasi sefalosporin generasi ketiga
dengan penisilin atau ampisilin, digunakan sebagai terapi awal pada SNAD dan SNAL.
Keuntungan utama menggunakan sefalosporin generasi ketiga adalah aktivitasnya yang
sangat baik terhadap bakteri-bakteri penyebab sepsis, termasuk bakteri yang resisten
terhadap aminoglikosida. Selain itu, sefalosporin generasi ketiga juga dapat menembus
cairan serebrospinal dengan sangat baik. Walaupun demikian, sefalosporin generasi ketiga
sebaiknya tidak digunakan sebagai terapi awal sepsis karena tidak efektif terhadap Listeria
monocytogenes, dan penggunaannya secara berlebihan akan mempercepat munculnya
mikroorganisme yang resisten dibandingkan dengan pemberian aminoglikosida.
Infeksi bakteri Gram negatif dapat diobati dengan kombinasi turunan penisilin
(ampisilin atau penisilin spektrum luas) dan aminoglikosida. Sefalosporin generasi ketiga
yang dikombinasikan dengan aminoglikosida atau penisilin spektrum luas dapat digunakan
pada terapi sepsis yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif.
Pilihan antibiotik baru untuk bakteri Gram negatif yang resisten terhadap antibiotik
lain adalah karbapenem, aztreonam, dan isepamisin. Enterokokus dapat diobati dengan a
cell-wall active agent (misal: penisilin, ampisilin, atau vankomisin) dan aminoglikosida.
Staphilococci sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin resisten penisilinase (misal:
oksasiklin, nafsilin, dan metisilin). Pemberian antibiotik pada SNAD dan SAL di negara-
negara berkembang tidak bisa meniru seperti yang dilakukan di negara maju. Pemberian
antibiotik hendaknya disesuaikan dengan pola kuman yang ada pada masing-masing unit
perawatan neonatus. Oleh karena itu, studi mikrobiologi dan uji resistensi harus dilakukan
secara rutin untuk memudahkan para dokter dalam memilih antibiotik.14,16
c. Terapi suportif (adjuvant)
1. Immunoglobulin intravena
Imunoglobulin intravena saat ini belum dianjurkan untuk pemberian rutin sebagai
profilaksis maupun terapi SNAD. Banyak penelitian mengenai hal ini menggunakan
jumlah sampel yang kecil dan belum ada sediaan imunoglobulin yang spesifik, beberapa
efek samping dan komplikasi telah dilaporkan seperti infeksi, hemolisis, dan supresi
kekebalan tubuh pada pemberian imunoglobulin hiperimun. Pada kondisi tertentu seperti
sepsis berat atau infeksi berulang pada neonatus kurang bulan, ada penelitian yang
menganjurkan pemberian imunoglobulin intravena dengan dosis 500-1000 mg/kg/kali
setiap dua minggu.10,28
2. Transfusi fresh frozen plasma (FFP)
Fresh frozen plasma (FFP) mengandung antibodi, komplemen, dan protein lain
seperti C-Reactive Protein dan fibronektin. Antibodi bayi baaru lahir terbatas pada
spesifikasi yang dihasilkan oleh ibunya, tidak termasuk antibodi protektif terhadap patogen
patogen tertentu. FFP mengandung antibodi protektif, namun dalam dosis 10 ml/kg,
jumlah antibodi tidak adekuat untuk mencapai kadar proteksi pada tubuh bayi. Pada
pemberian secara kontinu (seperti 10 ml/kg setiap 12 jam), kadar proteksi dapat tercapai.10
3. Transfusi sel darah putih
Transfusi sel darah putih sebagai terapi ajuvan pada SNAD dan infeksi neonatus
umumnya masih dalam tahap uji coba dan belum dianjurkan penggunaannya. Hanya
beberapa pusat kesehatan di Amerika Serikat yang mampu mengisolasi granulosit untuk
sediaan transfusi. Transfusi granulosit juga potensial mempunyai komplikasi seperti
infeksi dan reaksi transfusi di samping biaya yang tinggi dan teknik pembuatannya yang
sulit.10
4. Pemberian G-CSF dan GM-CSF
Saat ini, banyak peneliti yang mempelajari tentang colony-stimulating factors,
yaitu suatu protein spesifik yang penting untuk proliferasi dan diferensiasi progenitor
granulosit serta mempengaruhi fungsi granulosit matang. Saat ini terdapat 2 jenis protein
tersebut yang banyak diteliti berkaitan dengan infeksi neonatus yaitu granulocyte-colony
stimulating factor (G-CSF) dan granulocyte macrophage-colony stimulating factor (GM-
CSF). Suatu penelitian melaporkan peningkatan jumlah neutrofil absolut, eosinofil,
monosit, limfosit, dan trombosit dengan pemberian GM-CSF rekombinan pada neonatus
yang sepsis. Namun masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efektifitas
terapi ini.10
5. Transfusi tukar
Secara teoretis, transfusi tukar menggunakan whole blood segar pada sepsis
neonatorum bertujuan: 1) mengeluarkan/mengurangi toksin atau produk bakteri serta
mediator-mediator penyebab sepsis, 2) memperbaiki perfusi perifer dan pulmonal dengan
meningkatkan kapasitas oksigen dalam darah, dan 3) memperbaiki sistem imun dengan
adanya tambahn neutrofil dan berbagai antibodi yang mungkin terkandung dalam darah
donor. Transfusi tukar juga memiliki beberapa kelemahan seperti kesulitan teknik
pelaksanaan, potensial terjadinya infeksi, dan reaksi transfusi.10,28
6. Kortikosteroid
Terapi kortikosteroid intravena pada sepsis neonatorum masih kontroversial.
Walaupun kortikosteroid pernah digunakan sebagai terapi sepsis, namun kemanjurannya
masih diragukan, karena pemberiannya berlangsung setelah kaskade mediator inflamasi
dimulai.10,20

Prognosis
Dengan diagnosis dini dan terapi yang tepat, prognosis pasien baik; tetapi bila
tanda dan gejala awal serta faktor risiko sepsis neonatorum terlewat, akan meningkatkan
angka kematian. Pada meningitis terdapat sekuele pada 15-30% kasus neonatus. Rasio
kematian pada sepsis neonatorum 24 kali lebih tinggi pada bayi kurang bulan
dibandingkan bayi cukup bulan. Rasio kematian pada sepsis awitan dini adalah 15 40 %
(pada infeksi SBG pada SNAD adalah 2 30 %) dan pada sepsis awitan lambat adalah 10
20 % (pada infeksi SGB pada SNAL kira kira 2 %).7,14
DAFTAR PUSTAKA

1. IDAI. Buku Ajar Neonatologi Edisi Pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2010
2. Rennie MJ, Roberton NRC. A manual of neonatal intensive care; edisi ke-4.
London:Arnold, 2002; 62-88.
3. Hasan R, Alatas H. Perinatologi. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak 3; edisi ke-4.
Jakarta : FKUI, 1985;1051-7.
4. Wiknjosastro H, Saifuddin AB. Bayi Berat Lahir Redah. Dalam: Ilmu Kebidanan;
edisi ke-3. Jakarta : yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2002;771-83.
5. Arifuddin J, Palada P. BBLR-LBW. Dalam : Perinatologi dan Tumbuh Kembang.
Jakarta : FKUI, 2004;9-11.
6. Behrman, RE, Kliegman RM. The Fetus and the Neonatal Infant, In : Nelson
Textbook of pediatrics; 17 th ed. California: Saunders. 2004; 550-8.
7. Saifuddin, AB, Adrianz, G. Masalah Bayi Baru Lahir. Dalam : Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal; edisi ke-1. Jakarta : yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2000;376-8.
8. Gomella, TL, Cunningham MD. Management of the Extremely Low Birth Infant
During the First Weekof Life. In : Lange Neonatology; 5 th ed. New York : Medical
Publishing Division, 2002; 120-31.
9. Barbara J. Stoll. Infections of the Neonatal Infant. In Nelson Textbook of Pediatrics
17th ed. USA: WB Saunders. 2004. p: 623-639..
10. L. S. Prod'hom, J.-M. Choffat, N. Frenck, M. Mazoumi, J.-P. Relier and A. Torrado.
Care of the Seriously Ill Neonate With Hyaline Membrane Disease and With Sepsis
(Sclerema Neonatorum). Pediatrics 1974;53;170-181.
11. Ann L Anderson-Berry, Ted Rosenkrantz. Neonatal Sepsis. 2011. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/964312 accessed at Oktober 10th, 2011.
12. Agus Harianto. Sepsis Neonatorum. 2010. Tersedia di:
http://www.pediatrik.com/isi03 Diakses tgl 10 Oktober 2011.
13. Ian R Friedland and George H McCracken. Sepsis dan Meningitis pada Neonatus.
Dalam: Buku Ajar Pediatri Rudolph. Vol. 1. Edisi 20. Jakart: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2006. Hlm 601-610.
14. M. William, Louis, M. Bell, Peter M. Bingham. (2003). The 5-Minute Pediatric
Consult. Lippincott Williams and Witkins.
15. Merck Online Manual. Introduction to Neonatal Infection. Available at
http://www.merckmanuals.com/professional/sec19 Accessed at Oktober 10th, 2011.
16. Aminullah A. Masalah Terkini sepsis neonatorum. Dalam : Update in neonatal
infection. Pendidikan berkelanjutan IKA XL VIII. Jakarta 2005 : 1-13
17. Gerdes JS. Diagnosis and Management of Bacterial Infection in the Neonate.
Pediat Clin N Am 2004 : 939-59
18. Depkes RI. 2007. Penatalaksanaan Sepsis Neonatorum. Jakarta : Depkes
19. World Health Organization. 2005. Report Perinatal Mortality.

Anda mungkin juga menyukai