Anda di halaman 1dari 34

BAB I

RINGKASAN

Pasien perempuan berusia 43 tahun dengan berat badan 80 kg ini didiagnosis


Hidronefrosis Dextra et causa batu u.v.juntion. Dan akan dilakukan tindakan Pielolitotomi.
Kemudian dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan dengan keluhan sulit buang air
kecil (BAK) sejak 14 hari yang lalu. Keluhan ini dirasakan pasien semakin lama semakin berat.
Kemudian pasien sering mengeluh buang air kecil yang tidak tuntas, lalu BAK menjadi lebih
sering dari biasanya, BAK sering mengedan, BAK sering diakhiri dengan BAK yang menetes,
dan BAK tidak ada darah. Terkadang pasien juga mengeluh nyeri di perut bawah yang menjalar
sampai daerah kemaluan. Pada pemeriksaan USG Ginjal Buli terdapat gambaran Hipertrofi
Prostat dan kedua ginjal dan buli dalam batas normal sehingga tindakan Transurethral Resection
of the Prostate (TURP) sudah sesuai dengan pasien ini.

Status fisik pada pasien ini dimasukkan ke dalam ASA 2 (pasien memiliki penyakit
sistemik ringan dan terkontrol yaitu Hipertensi sejak 8 tahun yang lalu). Teknik anestesi yang
digunakan adalah teknik General Anestesi (GA) dengan Intubasi menggunakan ETT No. 7, Cuff
(+) pada tindakan Pielolitotomi.

Obat anestesi yang digunakan untuk premedikasi adalah fortanest 3 mg, dan fentanyl 100
mcg, untuk induksi general anastesi menggunakan propofil 130 mg, maintenance dengan O2,
N2O dan Isoflurane, lalu dilanjutkan dengan pemberian Ondancentron 4 mg dan Efedrin 10 mg.

Selama operasi berlangsung, dilakukan monitoring perioperasi untuk membantu


anestesiolog mendapatkan informasi fungsi organ vital selama perioperasi, agar dapat bekerja
dengan aman. Monitor tekanan darah setiap 5 menit sekali untuk mengetahui penurunan tekanan
darah yang bermakna. Selama operasi berlangsung juga tetap diberikan cairan intravena Ringer
Laktat. Teknik yang digunakan pada pasien ini sudah sesuai dengan indikasi General Anastesi
pada tindakan URS. Dengan URS & guide wire dari ostium ureter eksterna dilakukan tindakan
endoskopi, tidak ada penyempitan sampai daerah U.V. junction. Guide wire tidak menembus
karena ada penyempitan. Lalu diputuskan untuk dilakukan tindakan pielolitotomi, ternyata saat
persiapan, sebelum dilakukan perubahan posisi (pasien masih dalam posisi supine) saturasi

1
oksigen mulai menurun diikuti dengan penurunan tekanan darah serta nadi. Pada monitoring,
didapatkan TD: 90/48 mmHg Efedrin 10 mg, SpO2: 86%, HR: 68x/menit ambu (+) HR:
52x/menit Efedrin 10 mg + SA 0,5 mg, tidak respon. HR : 49x/menit SA 0,5 mg, sianotik
(+). Saturasi oksigen tidak terdeteksi. SA 0,5 mg bagging Adrenalin 1 amp, TD 118/58
mmHg, HR: 58x/menit Pasien masuk ruang ICU.

Pasien dipindah ke ruang ICU, dilakukan tindakan RJPO dan dilakukan monitoring.
Resusitasi tidak berhasil, dan melalui rekaman EKG dinyatakan pasien meninggal dunia pukul
15.40 wib.

2
BAB II

STATUS PASIEN

A IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. E.S

NRM : 000833566

Umur : 43 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Rawa Badung RT 006/007, Jakarta Timur

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Kristen

Suku : Batak

Berat badan : 80 kg

Tinggi Badan : 165 cm

Diagnosis : Hidronefrosis Dextra

Jenis Pembedahan : Ureterorenoscopy

Tanggal masuk RS : 24 Januari 2017

Tanggal Operasi : 25 Januari 2017

Dr. Anestesi : dr. Robert Sirait, Sp.An

Dr. Bedah : dr. Ruyandi Hutasoit, Sp.U

Jenis anestesi : General Anastesia

Lama Operasi : 1 jam

3
B ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 21 desember 2016 terhadap pasien

1 Keluhan utama : Sulit buang air kecil sejak 14 hari.


2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sulit buang air kecil (BAK) sejak 14 hari yang lalu.
Keluhan ini dirasakan pasien semakin lama semakin berat. Kemudian pasien sering
mengeluh buang air kecil yang tidak tuntas, lalu BAK menjadi lebih sering dari
biasanya, BAK sering mengedan, BAK sering diakhiri dengan BAK yang menetes,
dan BAK tidak ada darah. Terkadang pasien juga mengeluh nyeri di perut bawah
yang menjalar sampai daerah kemaluan. Mual muntah disangkal, Demam disangkal.
Riwayat hipertensi (+) 8 tahun yang lalu terkontrol dengan Amlodipin 5mg 1 kali
sehari, kencing manis (-), riwayat alergi (-), asma (-),

3 Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit serupa pada keluarga disangkal.

C PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : 160/90 mmHg

Frekuensi nadi : 82 x/menit

Frekuensi nafas : 20 x/menit

Suhu tubuh : 36,5 oC

Berat badan : 80 kg

Tinggi badan : 165 cm

Airway : Clear, snoring -, gurgling -, stridor -, riwayat asma -

4
Breathing : Spontan, RR : 20x/menit, vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-, malampati 2,
riwayat asma -.

Circulation : TD : 160/90 mmHg, HR : 82x/menit , S1 S2 reguler, murmur -, gallop -,


riwayat penyakit jantung -, riwayat hipertensi + terkontrol dengan amlodipine 5 mg.

Disability : Composmentis, E4V5M6 = 15, t : 36,5 oC

Kepala dan Leher

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik


Mulut : Sianosis (-), gigi palsu (-), gigi goyang (-), gigi tanggal (-),
Hidung : Deviasi septum tidak ada, darah tidak ada kanan dan kiri
Leher tidak pendek dan tidak panjang
Thorak

Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris


Palpasi : Vokal fremitus simetris kanan dan kiri
Perkusi : Sonor kanan dan kiri
Auskultasi : Bunyi nafas dasar vesikuler, ronkhi (-/-),
wheezing (-/-), S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Perut tampak datar


Auskultasi : BU (+) 5X/menit
Palpasi : Nyeri tekan epigastrik (-)
Perkusi : Nyeri ketok (-)

Genitalia : Tidak ada kelainan

Ekstremitas : Tidak ada kelainan

Kelenjar limfe : Tidak ada kelainan

Gastrointestinal : Mual -, muntah -,

Renal : Hidronefrosis

Metabolik : Riwayat DM (-)

5
Riwayat Alergi : Disangkal

Status fisik : ASA II

D PEMERIKSAAN PENUNJANG
1 Laboratorium
Hb : 11,1 g/dL
Leukosit : 9,0 x103/L
Hematokrit : 35 %
Trombosit : 452 x103/L
Ureum : 50 mg/dl
Creatinin : 1,22 mg/dl
SGOT : 19 U/L
SGPT : 13 U/L
Masa perdarahan : 2 menit
Masa pembekuan : 14 menit
Na : 141 mmol /L
K : 3,9 mmol/L
Cl : 107 mmol/L
Gula darah sewaktu : 117 ng/dl
2 Pencitraan
Foto Thoraks : Cardiomegali ringan
BNO-IVP : Non visualized ginjal kanan
3 Echocardiografi : Normal cardiac

E DIAGNOSIS KERJA
Hidronefrosis dextra et causa ureterovesical junction dengan status fisik ASA 2
Rencana General Anestesi pada tindakan Ureterorenoscopy

F PENATALAKSANAAN
1 Persiapan Operasi
Lengkapi Informed Consent Anestesi
Stop makan dan minum / puasa 6 jam pra bedah
Memakai baju khusus kamar bedah
2 Premedikasi : Fortanest 3 mg, Fentanyl 100 mcg
3 Diagnosis pra bedah : Hidronefrosis et causa batu u.v. juntion

6
4 Diagnosis pasca bedah : Pionefrosis et causa stricture u.v. junction
5 Jenis anestesi : General Anestesia
6 Posisi : Lateral pada tindakan URS
7 Teknik : Pada General Anastesia, pasien di induksi, diintubasi
dengan ETT No. 7, kk, Cuff (+) 5 ml, muscle relaxan, kemudian maintenance dengan
O2, N2O, Isofluran dan menggunakan guedel No. 3.
8 Anestesi dengan : Induksi : Propofol 130 mg pada General Anastesia.
9 Maintenance : O2 (2 lpm), N2O (2 lpm), Isoflurane (1,2%)
10 Obat-obat an selama operasi :
Propofol 130 mg IV
Ondansteron 4 mg IV
Fentanyl 100 mcg IV
Efedrin 10 mg
Sulfas Atropine 0,5 mg
11 Jenis cairan : Ringer Lactate 500cc
12 Jumlah cairan yang masuk selama operasi
Kristaloid = 500 cc (RL 500 cc)

13 Perdarahan selama operasi : 50cc


14 Urin selama operasi : 400cc
15 Pemantauan selama anestesi :
- Mulai anestesi spinal : 12.20 WIB
- Mulai Tindakan TURP : 12.45 WIB
- Selesai tindakan TURP : 14.35 WIB

Keadaan selama operasi

Keasadaran : Composmentis

TD : 90/48 mmHg

Nadi : 68x/menit

Pernafasan : 20x/menit

Suhu : 35,7 oC

SpO2 : 92%

7
Dengan URS & guide wire dari ostium ureter eksterna dilakukan tindakan endoskopi, tidak
ada penyempitan sampai daerah u.v. junction. Setelah itu, guide wire tidak menembus
karena ada penyempitan.

Diputuskan untuk dilakukan pielolitotomi. Saat persiapan untuk lumbotomi dextra dan
sebelum dilakukan perubahan posisi (pasien masih dalam posisi supine), tiba-tiba saturasi
oksigen mulai menurun diikuti penurunan tekanan darah serta nadi.

Dilakukan Resusitasi Jantung, Paru, Otak (RJPO) dan dibawa ke ruang ICU. Resusitasi
dilakukan selama 25 menit tetapi tidak berhasil. Melalui rekaman EKG, dinyatakan
pasien meninggal dunia pukul 15.40 WIB.

8
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. INTOKSIKASI AIR PADA TURP

Intoksikasi air merupakan komplikasi yang terdapat pada Transurethral Resection Of The
Prostat (TURP) dan merupakan bagian dari sindrom TURP. Namun, harus diingat bahwa
keracunan air bisa terjadi selama prosedur bedah yang mungkin menyebabkan penyerapan cepat
dari volume besar larutan hipotonik.1

A.1. DEFINISI SINDROM TURP

Reseksi prostat transurethral sering membuka jaringan ekstensif sinus vena pada prostat
dan memungkinkan absorbsi sistemik dari cairan irigasi. Absorbsi dari cairan dalam jumlah yang
besar (2 liter atau lebih) menghasilkan konstelasi gejala dan tanda yang disebut dengan sindrom
TURP.2

Manifestasi dari Sindrom TURP 2

1. Hiponatremia
2. Hipoosmolaritas
3. Overload cairan
4. Gagal jantung kongestif
5. Edema paru
6. Hipotensi
7. Hemolisis
8. Keracunan cairan
9. Hiperglisinemia
10. Hiperamonemia
11. Hiperglikemia
12. Ekspansi volume intravascular
Tabel.1. Sindrom TURP

A.2. EPIDEMIOLOGI SINDROM TURP

Sindrom TURP adalah satu dari komplikasi tersering pembedahan endoskopi urologi.
Insiden sindrom TURP mencapai 20% dan membawa angka mortalitas yang signifikan.

9
Walaupun terdapat peningkatan di bidang anestesi 2,5%-20 % pasien yang mengalami TURP
menunjukkan satu atau lebih gejala sindrom TURP dan 0,5% - 5% diantaranya meninggal pada
waktu perioperatif. Angka mortalitas dari sindrom TURP ini sebesar 0,99%. 2 Beberapa penelitian
dalam 20 tahun terakhir telah menunjukkan insidensi sindrom TURP dari ringan sampai sedang
antara 0,5% sampai 8% dengan angka kematian yang dilaporkan di suatu wilayah 0,2% sampai
0,8% .Penelitian yang terbaru menunjukkan tingkat insiden lebih rendah antara 0,78% sampai
1,4% .3,4

A.3. PATOFISIOLOGI SINDROM TURP

Sindrom TURP ini muncul intraoperatif maupun postoperatif dengan gejala sakit kepala,
kelelahan terus menerus, confusion, sianosis, dispnea, aritmia, hipotensi dan seizure. Selain itu
bisa berakibat lebih parah yaitu bisa bermanifestasi overload sirkulasi cairan, toksisitas dari
cairan yang digunakan sebagai cairan irigasi. Sindrom TURP bisa terjadi setiap saat dan telah
2
diobservasi awal setelah pembedahan dimulai dan beberapa jam setelah pembedahan selesai.
Jumlah cairan yang dapat memasuki daerah vaskularisasi dipengaruhi beberapa faktor yaitu :
tekanan hidrostatik dari cairan irigasi, jumlah venous sinus yang terbuka, lama reseksi / paparan
dan perdarahan vena yang terjadi. Tekanan hidrostatis cairan irigasi yang rendah, semakin
banyaknya vena yang terbuka saat reseksi dan semakin lama waktu reseksi meningkatkan
absorbsi air ke dalam sistem sirkulasi. 2

1. Intoksikasi air 2

Beberapa pasien dengan sindrom TURP menunjukkan gejala intoksikasi air dan kelainan
neurologis disebabkan karena peningkatan jumlah air dalam otaknya. Pasien awalnya menjadi
somnolen, inkoheren dan gelisah. Kejang dapat berkembang menjadi koma dalam posisi
deserebrasi. Terdapat klonus dan respon Babinski positif. Papiledema, yaitu pupil yang terdilatasi
dan bereaksi lambat dapat terjadi. EEG menunjukkan tegangan rendah bilateral. Gejala ini
muncul apabila level Natrium turun sampai di bawah 15-20 mEq / liter di bawah level normal.

2. Overload Sirkulasi 2

10
Uptake dari sejumlah kecil cairan irigasi dapat ditunjukkan pada setiap operasi TURP
melalui venous netwok of prostatic bed. Absorbsi cairan diteliti dengan cara memeriksa udara
ekspirasi dari etanol setelah penambahan etanol sampai dengan konsentrasi lebih dari 1% ke
dalam cairan irigasi. Uptake dari 1 liter cairan dalam satu jam yang berkaitan dengan penurunan
akut dari konsentrasi natrium serum 5-8 mmol/liter adalah jumlah volume yang secara statistic
meningkatkan resiko gejala terkait absorpsi (absorption related symptoms).Reseksi biasanya
berlangsung 45-60 menit dan rata-rata 20mL/menit dari cairan irigasi diserap / diabsorbsi
selama operasi TURP. Karena volume sirkulasi yang meningkat, volume darah akan meningkat,
tekanan sistolik dan diastolik meningkat dan dapat menyebabkan gagal jantung. Absorbsi cairan
mendilusi protein serum dan menurunkan tekanan onkotik darah. Hal ini bersamaan dengan
peningkatan tekanan darah mendorong cairan dari vaskular menuju ke kompartmen interstisial,
menyebabkan edema paru dan serebri. Ditemukan pada absorbsi langsung ke dalam sirkulasi,
hampir lebih dari 70% cairan irigasi terakumulasi dalam ruang interstisiil (periprostatik,
retroperitoneal ). Untuk setiap 100 ml cairan yang memasuki ruangan interstisial 10-15 mEq Na
ikut masuk ke dalamnya.

Durasi operasi berpengaruh pada jumlah absorbsi dan overload sirkulasi. Morbiditas dan
mortalitas ditemukan lebih tinggi pada operasi dengan waktu lebih dari 90 menit. Absorbsi
intravaskular dipengaruhi ukuran prostat sedangkan absorbsi interstisial dipengaruhi integritas
kapsul prostat. Overload sirkulasi terjadi apabila berat dari prostat lebih dari 45 gr. Faktor
penting lainnya adalah tekanan hidrostatik dari prostatic bed. Tekanan ini dipengaruhi ketinggian
kolom cairan irigasi dan tekanan dalam kandung kemih saat pembedahan. Tinggi yang ideal dari
cairan adalah 60 cm sehingga kira-kira 300 ml cairan dapat dihasilkan per menit untuk
mendapatkan penglihatan yang baik.

3. Hyponatremia Hiperosmolaritas 2,5

Kehilangan natrium klorida dari cairan ekstraseluler atau penambahan air yang
berlebihan pada cairan ekstra seluler akan menyebabkan penurunan konsentrasi natrium plasma.
Kehilangan natrium klorida primer biasanya terjadi pada dehidrasi hipoosmotik dan berhubungan

11
dengan volume cairan ekstraseluler. Natrium penting dalam fungsinya untuk eksitasi sel,
terutama pada jantung dan otak. Hiponatremia dapat terjadi pasien yang mengalami TURP
melalui berbagai mekanisme :

1. Dilusi serum Na akibat kelebihan absorbsi cairan irigasi

2. Hilangnya Na menuju aliran cairan irigasi pada tempat reseksi prostat

3. Hilangnya Na menuju ruangan interstisial pada periprostat dan retroperitoneal

4. Jumlah besar glisin menstimulasi pelepasan atrial natriuretik peptida pada kelebihan
volume cairan menyebabkan natriuresis..

Gejala hiponatremia adalah gelisah, kebingungan, inkoheren, koma dan kejang. Ketika Na
serum turun sampai di bawah 120 mEq / liter, hipotensi dan penurunan kontraktilitas miokardial
terjadi. Dibawah 115 mEq / l, bradikardi dan perluasan dari kompleks QRS pada EKG dapat
terjadi, ektopik ventrikuler dan inversi gelombang T dapat terjadi. Di bawah 100 mEq / liter
maka kejang umum, koma, henti nafas, Ventricular Tachycardia (VT), Ventricular Fibrillation
(VF) dan henti jantung terjadi. Kebutuhan Na dihitung berdasarkan formula :

Sodium Deficit = Normal serum Na - Estimated serum Na x Volume of body water

Namun gangguan fisiologis yang menyebabkan gangguan system saraf pusat bukanlah
hiponatremia tersebut melainkan hipoosmolalitas yang terjadi. Seperti yang kita tahu bahwa
sawar darah otak bersifat impermeabel terhadap natrium namun permeabel terhadap air. Edema
serebri terjadi akibat hipoosmolalitas akut yang terjadi meningkatkan tekanan intrakranial,
menyebabkan bradikardi dan hipertensi (Cushing reflex).

4. Glycine Toxicity 2

Kelebihan glisin yang diabsobrsi ke sirkulasi bersifat toksik pada jantung dan retina dan
dapat menyebabkan hiperammonia. Pada pasien glisin 1,5% berhubungan efek subakut dari

12
miokardium, muncul sebagai depressi atai inverse gelombang T. pada EKG 24 jam setelah
pembedahan. Absorbsi lebih dari 500 ml menunjukkan dua laki resiko jangka panjang acute
myocardial infarction. ini yang menyebabkan jumlah mortalitas yang lebih tinggi antara operasi
transuretra vs open prostatectomy masih diperdebatkan oleh urologis hingga saat ini. Dilutional
hypocalcemia juga dapat menjadi penyebab gangguan kardiovaskular ketika glisin di absorbsi.
Namun kalsium dijaga tetap normal secara cepat dengan mobilisasi kalsium dari tulang. Glisin
adalah asam amino yang berperan sebagai neurotransmitter utama pada system saraf pusat.
Tempat kerja glisin adalah terutama pada batang otak dan medulla spinalis berbeda dengan
neurotransmitter lainnya yaitu GABA yang bekerja pada area subkortikal dan kortikal area. .
Mekanisme kerjanya diakibatkan dari hiperpolarisasi dari membran postsinaps dengan
meningkatkan hantaran klorida. Pada konsentrasi tinggi menyebabkan efek pada sistem saraf
pusat dan gangguan penglihatan. Glycolic acid, formal dan formaldehyde adalah metabolit lain
dari glisin yang juga menyebabkan gangguan penglihatan. Tanda seseorang mengalami toksisitas
glisin adalah mual, muntah, respirasi lambat, kejang, spell apneoea dan sianosis, hipotensi,
oligouria, anuria dan kematian.

Nilai normal glisin pada pria adalah 13-17 mg / liter. Glycine toxicity jarang pada pasien
TURP mungkin karena hampir seluruh glisin yang diabsorbsi ditahan pada ruang periprostatik
dan retroperitoneal yang tidak memiliki efek sistemik.

5. Keracunan Amonia 2

Amonia adalah produk mayor dari metabolisme glisin. Konsentrasi ammonia yang tinggi
menekan pelepasan norepinefrin dan dopamine dalam otak. Hal ini menyebabkan encephalopati
TURP syndrome. Namun hal ini jarang terjadi pada manusia. Karakteristik toksisitas yang terjadi
adalah satu jam setelah pembedahan. Pasien tiba-tiba mual dan muntah dan menjadi koma.
Ammonia darah meningkat menjadi 500 mikromol / liter (nilai normal : 11-35 mikromol / liter).
Hyperammonemia dapat bertahan sampai lebih dari 10 jam paska operasi karena glisin secara
kontinu diabsorbsi dari ruang periprostat.

Mekanisme mengapa hiperammonia tidak diderita oleh semua pasien yang mengalami
TURP masih belum jelas. Hiperamonia mengimplikasikan bahwa tubuh tidak dapat

13
memetabolisme glisin secara sempurna melalui glisin cleavage system., citric acid cycle dan
konversi glycolic dan glioxylic acid.

Makanisme lain yang dapat menjelaskan adalah defisiensi arginin. Amonia normalnya
diubah menjdi urea dalam hati melalui ornithine cycle. Arginin adalah produk intermediet dari
siklus ini. Defisiensinya menandakan bahwa ornithine cycle tidak berlangsung sempurna dan
terjadi akumulasi amonia.

6. Hipovolemi, Hipotensi 2

Tanda hemodinamika klasik dari Sindrom TURP, ketika glisin digunakan sebagai cairan
irigasi,terdiri dari transient arterial hipertension, yang bisa tidak muncul jika pendarahan
berlebihan, diikuti dengan perpanjangan hipertensi. Pelepasan substansi jaringan prostatik dan
endotoksin menuju sirkulasi dan asidosis mtabolik yang bisa berkontribusi terhadap hipotensi.
Kehilangan darah saat Sindrom TURP akan menimbulkan hipovolemia, menyebabkan
kehilangan kemampuan mengangkut oksigen secara signifikan sehingga bisa menuju iskemia
myokardial dan infark miokard. Kehilangan darah berkorelasi dengan ukuran kalenjar prostat
yang direseksi, lamanya pembedahan dan skill dari operator. Rata-rata kehilangan darah saat
TURP adalah 10ml/gram dari reseksi prostat.

7. Gangguan Penglihatan 2

Salah satu komplikasi dari Sindrom TURP adalah kebutaan sementara, pandangan
berkabut, dan melihat lingkaran disekitar objek. Pupil menjadi dilatasi dan tidak merespons.
Lensa mata normal. Gejala bisa muncul bersamaan dengan gejala lain dari Sindom TURP atau
bisa juga menjadi gejala yang tersembunyi. Penglihatan kembali normal 8-48 jam setelah
pembedahan. Kebutaan TURP disebabkan oleh disfungsi retina yang kemungkinan karena
keracunan glisin. Karena itu persepsi dari cahaya dan refleks mengedipkan mata dipertahankan
dan respon pupil terhdap cahaya dan akomodasi hilang pada kebutaan TURP, tidak seperti
kebutaan yang disebabkan karena disfungsi kortikal serebri.

8. Perforasi 2

14
Perforasi dari kandung kemih bisa terjadi saat TURP berkaitan dengan instrumen
pembedahan, pada reseksi yang sukar, distensi berlebihan dari kantung kemih dan letusan
didalam kantung kemih. Perforasi instrumen dari kapsul prostatik telah diestimasi terjadi pada
1% dari pasien yang melakukan TURP. Tanda awal dari perforasi, yang sering tidak diperhatikan
adalah penurunan kembalinya cairan irigasi dari kantung kemih. Dan diikuti oleh nyeri abdomen,
distensi dan nausea. Bradikardi dan hipotensi arterial juga ditemukan. Juga ada resiko tinggi
kesalahan diurese spontan. Pada perforasi intraperitoneal, gejalanya berkembang lebih cepat.
Nyeri alih bahu yang berkaitan dengan iritasi pada diafragma merupakan gejala khas Pallor,
diaphoresis, rigiditas abdomen, nausea, muntah dan hipotensi bisa terjadi. Perforasi
ekstraperitonial, pergerakan refleks dari ekstemitas bawah bisa terjadi. Letusan didalam kantung
kemih jarang terjadi. Kauter dari jaringan prostat dipercaya bisa membebaskan gas yang mudah
terbakar. Secara normal, tidak cukup oksigen yang terdapat didalam kantung kemih agar bisa
terjadi letusan. Tetapi jika udara masuk bersama dengan cairan irigasi akan bisa berakibat
timbulnya ledakan.

9. Koagulopati 2

DIC (Disseminated Intravasculer Coagulation) bisa terjadi berkaitan dengan pelepasan


partikel prostat yang kaya akan jaringan thrombopalstin menuju sirkulasi yang menyebabkan
fibrinolisis sekunder. Dilutional trombositopenia bisa memperbusuk situasi. DIC bisa dideteksi
pada darah dengan timbulnya penurunan jumlah platelet, FDP (Fibrin Degradation Products)
yang tinggi (FDP > 150 mg/dl) dan plasma fibrinogen yang rendah (400 mg/dl)

10. Bakteremia, Septisemia dan Toksemia3

Sekitar 30% dari semua pasien TURP memiliki urin yang terinfeksi saat preoperatif.
Ketika prostat sinus vena terbuka dan digunakan irigasi dengan tekanan tinggi, maka bakteri
akan masuk menuju sirkualsi. Pada 6% pasien, bakteremia menjadi septisemia. Absorbsi dari
endotoksin bakteri dan produksi toksin dari koagulasi jaringan akan berakibat keadaan toksik
pada pasien postoperatif. Gemetar yang parah, demam, dilatasi kapiler dan hipertensi bisa terjadi
secara temporer pada pasien ini.

15
11. Hipotermia 2,6

Hipotermia merupakan observasi yang selalu dilakukan pada pasien yang akan dilakukan
TURP. Penurunan dari suhu tubuh akan mengubah situasi hemodinamika, yang mengakibatkan
pasien menggigil dan peningkatan konsumsi oksigen. Irigasi kandung kemih merupakan sumber
utama dari hilangnya panas dan penggunaan cairan irigasi pada suhu ruangan menghasilkan
penurunan suhu tubuh sekitar 1-2oC. Ini diperburuk oleh keadaan ruangan operasi yang bersuhu
dingin. Pasien geriatri diduga akan mengalami hipotermia karena disfungsi otonom.
Vasokonstriksi dan asidosis bisa berefek pada jantung dan berkontribusi terhadap manifestasi
sistem saraf pusat. Menggigil juga bisa diperparah oleh pendarahan dari tempat reseksi.

16
Gambar 1. Skema Patofisiologi Sindrom TURP 5

A.4. MANIFESTASI KLINIS SINDROM TURP

Terjadinya sindrom TURP dapat disebabkan berbagai macam faktor yang diprakarsai
oleh penyerapan cairan irigasi yang mengarah ke jantung, sistem saraf pusat (SSP), dan
perubahan metabolik. Gambaran klinis bervariasi yang sesuai dengan tingkat keparahan dan
dipengaruhi oleh jenis cairan irigasi yang digunakan, serta faktor pembedahan dan pasien itu
sendiri. Tanda-tanda dan gejala-gejala (Tabel 1) yang sering tersamar, variabel, dan tidak
spesifik, sehingga terjadinya perubahan diagnosis tersebut dapat tidak diketahui atau tidak dapat
diduga.7 Salah satu tanda-tanda awal yang dilaporkan adalah rasa seperti tertusuk yang bersifat
sementara dan rasa sensasi terbakar di wajah dan leher yang bersama-sama dengan rasa lesu dan
ketakutan; pasien mungkin menjadi gelisah dan mengeluh sakit kepala. Tanda-tanda yang paling
konsisten adalah bradikardia dan hipotensi arteri, yang dapat dideteksi pada saat perioperatif oleh
tim anestesi.8 Distensi pada perut sekunder dapat terjadi akibat penyerapan cairan irigasi yang
melalui perforasi pada kapsul prostat mungkin juga dapat terjadi. 9 Kemudian pasca operasi juga
dapat timbul gejala seperti mual adan muntah, gangguan visual, berkedut, dan fokal atau umum
kejang dan keadaan kesadaran yang berubah mulai dari kebingungan ringan sampai pingsan dan
koma.10 Penyebab gangguan CNS ini telah dikaitkan hiponatremia, hyperglycinemia, dan atau
hiperamonemia. Hiponatremia dapat terjadi ketika semua jenis cairan irigasi digunakan, tetapi
hyperglycinemia dan hiperamonemia terjadi dengan penggunaan glycine. 11 Beberapa literatur
melaporkan bahwa gangguan visual sebagai komplikasi dari sindrom TURP, tapi ini hanya
muncul ketika penggunaan glisin yang dikombinasi dengan hiponatremia. Gejala-gejala visual

17
yang berkisar dari '' dim vision'' kebutaan sementara berlangsung selama beberapa hours.12

Table. 2. Tanda dan Gejala Sindrom TURP 7

A.5. DIAGNOSIS SINDROM TURP

Diagnosis TURP syndrome didasarkan atas gejala klinis. Dibawah pengaruh anastesi umum,
diagnosis Sindrom TURP sukar dan sering ditunda. Tanda umum adalah peningkatan yang tidak
bisa dijelaskan, kemudian tekanan darah menurun dan terjadi bradikardia refrakter. Perubahan
dalam EKG seperti ritme nodal, perubahan ST, gelombang U dan pelebaran kompleks QRS dapat
diobservasi. Pengembalian dari anestesi umum dan penggunaan pelemas otot bisa tertunda. 2,13

TURP dengan menggunakan anestesia regional tanpa sedasi (Awake TURP) lebih dipilih
daripada anestesia umum karena hal berikut :2,13

1. Manifestasi awal dari Sindrom TURP lebih bisa dideteksi pada pasien yang sadar

2. Vasodilatasi periferal berfungsi untuk membantu meminimalisir overload sirkulasi.

18
3. Memberikan lebih banyak tingkat analgesia postoperatif

4. Kehilangan darah akan lebih sedikit

Ketika dalam pengaruh anastesi regional, maka satu dari empat tanda mayor ini dapat muncul. :
peningkatan tekanan darah sistolik dengan sedikit peningkatan pada tekanan darah diastolik,
denyut yang lambat, perubahan aktivitas saraf pusat (seperti kebingungan, semicoma, gelisah,
nyeri kepala, mual, muntah). Kongestif paru dengan tanda dyspnea, sianosis dan wheezing.
Denyut jantung menurun. 2,13

Jika tidak diterapi secara cepat, maka pasien bisa mengalami sianotik dan hipotensi dan menjadi
henti jantung. Beberapa pasien muncul dengan gejala neurologikal. Pasien menjadi lemah
kemudian tidak sadar. Pupil dilatasi dan lambat beraksi terhadap cahaya. Ini bisa diikuti dengan
episode singkat dari kejang tonik - klonik sebagai awal dari keadaan koma. Tetapi kemungkinan
fluktuasi hemodinamis yang tiba-tiba dari anestesia spinal atau epidural sebaiknya
dipertimbangkan sebelum melakukan anastesi regional.2,13

Selama anestesia umum berbagai tanda hipovolemia terjadi pada pasien. Gejala sistem saraf
pusat tidak ditemukan sampai pasien dibwawa ke ruang pemulihan. Tanda respirasi tidak terlihat
akibat ventilasi kendali atau assisted sera konsentrasi tinggi O2 yang digunakan dalam anestesia.
Namun ketika pasien tersadar dari pengaruh anestesia ia akan merasa sangat mengantuk,
bingung, koma karena intoksikasi air dalam otak atau peningkatan amonia dari metabolisme
glisin.2,13

A.6. MANAJEMEN SINDROM TURP

Kebanyakan pasien yang sedang menjalani TURP, reseksi transervikal endometrium,


atau TUR tumor kandung kemih yang sudah berusia lanjut. Kapasitas fungsional organ menurun
seiring dengan bertambahnya usia, sehingga cadangan berkurang dan kurangnya kemampuan
untuk bertahan terhadap stres. Hidup bersama dengan penyakit lanjut menekan fungsi organ Sn
memperparah terjadinya resiko.50 Kemampuan ginjal untuk menyeimbangkan sodium dan air
terganggu pada pasien usia lanjut sebagai akibat dari aktivitas renin plasma yang rendah, kadar

19
aldosteron urin dan darah yang turun, dan penurunan respon terhadap hormon antidiuretik.
penggantian cairan harus dikontrol dalam berbagai tingkatan perawatan normal.51 oleh karena
itu, dengan adanya penyakit jantung atau ginjal, pemberian cairan intravena harus hati-hati
diberikan pada pasien lanjut usia yang menjalani operasi endoskopi untuk mengurangi risiko dan
mencegah eksaserbasi sindrom TUR. 14

PEMANTAUAN

Memperkirakan jumlah cairan irigasi yang diserap selama prosedur endoskopi adalah
kunci untuk berbagai macam penilaian potensi risiko terjadinya sindrom TURP. Dalam istilah
sederhana, perbedaan antara jumlah cairan irigasi yang digunakan dan pemulihan volume dapat
digunakan panduan asa untuk penyerapan cairan (keseimbangan cairan volumetrik) , tapi faktor-
faktor seperti kehilangan darah, tumpahan cairan irigasi, ekskresi, dan hemodilusi membuat
ukuran yang sangat akurat.15

Metode pemantauan etanol.

Pengukuran konsentrasi etanol 1% pada saat ekspirasi dapat dengan mudah dibuat
selama operasi. Etanol dapat ditambahkan ke dalam cairan irigasi dan levelnya dapat diukur pada
saat ekspirasi, untuk memantau jumlah cairan irigasi yang digunakan. Metode ini cukup sensitif
untuk mendeteksi sekitar 75ml penyerapan cairan per 10 menit pada saat operasi. Ethanol dapat
digunakan untuk menentukan apakah pasien dapat dilakukan anestesi spinal atau umum dan
dapat digunakan terlepas dari fungsi paru dan adanya penyakit paru obstruktif kronik, yang
umum pada pasien usia lanjut yang menjalani TURP.15

Pemantauan Central venous pressure (CVP).

Penyerapan dari cairan irigasi ke dalam sirkulasi dapat dicerminkan oleh kenaikan CVP
yang cepat. Sekitar 500 ml dari cairan harus diserap dalam waktu 10 menit untuk meningkatkan
CVP 2 mmHg.55 CVP juga dipengaruhi oleh volume kehilangan darah dan jumlah cairan pada

20
intravena dan, karenanya, bukan berarti benar-benar akurat menilai penyerapan cairan dan risiko
terjadinya sindromTURP.16

Metode gravimetri.

Ini mengharuskan pasien menjalani operasi pada saat tertidur dan bergantung pada
asumsi bahwa setiap peningkatan berat badan disebabkan oleh absorption. Metode harus
mengambil kehilangan darah dan semua infus intravena, dan pemantauan harus dilakukan ketika
kandung kemih kosong.17

B. JENIS JENIS CAIRAN UNTUK IRIGASI

Reseksi kelenjar prostat transuretra dilakukan dengan mempergunakan cairan


irigasi agar daerah yang di irigasi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan
elektrolit / ionik tida k bisa digunakan untuk irigasi saat TURP karena cairan tersebut
mendispersi aliran elektrokauter dan menyebabkan hantaran saat operasi. Syarat cairan
yang dapat digunakan untuk TURP adalah : isotonik, non-hemolitik, electrically inert,
non-toksik, transparan, mudah untuk disterilisasi dan tidak mahal.13

Untuk TURP biasanya menggunakan cairan nonelektrolit hipotonik sebagai cairan


irigasi seperti air steril, Glisin 1,5% (230 mOsm/L), atau campuran Sorbitol 2,7% dengan
Mannitol 0,54% (230 Osm/L). Cairan yang boleh juga dipakai tapi jarang digunakan
adalah Sorbitol 3,3%, Mannitol 3%, Dekstrosa 2,5-4% dan Urea 1%.13 Glycine, Cytal,
dan garam fisiologis masih umum digunakan oleh sejumlah besar ahli bedah urologi di
seluruh dunia.18

a. Air steril / akuades (H2O)

Walaupun air steril memiliki banyak kualitas yang diperlukan sebagai cairan
irigasi yang ideal, kerugian dalam penggunaannya adalah air dapat menyebabkan
hipotonisitas yang ekstrim, hemolisis, hiponatremia delusional dan gagal ginjal serta
syok. Air / Akuades (H20) menunjukkan visibilitas yang bagus karena air dengan sifat
hipotonisnya melisis sel darah merah, tetapi absorbsi yang signifikan bisa menghasilkan

21
acute water intoxication. Penggunaan air sebagai cairan irigasi dilarang hanya pada
reseksi transurethral tumor bladder.13

b. Glycine 1.2%, 1.5%. 2.2%:

Glycine, asam amino endogen dianjurkan sebagai cairan irigasi yang sesuai,
mengingat beberapa keuntungannya yaitu : harganya murah walaupun tidak semurah air
steril, isotonik dengan plasma hanya pada konsentrasi 2,2% namun efek samping glisin
pada konsentrasi ini lebih banyak. Osmolaritas glisin dengan konsentrasi 1,5% adalah
230 mOsm/liter bila dibandingkan dengan osmolalitas serum 290 mOsm/liter sehingga
toksisitas ginjal dan kardiovaskular dapat terjadi. Penurunan konsentrasi glisin dapat
menyebabkan komplikasi yang lebih banyak akibat hipotonisitasnya sehingga tidak dapat
lagi digunakan sebagai cairan irigasi. Keuntungan glisin 1,5% bila dibandingkan dengan
air steril adalah tendensitasnya menyebabkan gagal ginjal dan hemolisis yang lebih
rendah.13

c. Mannitol 3%

Mannitol dianggap tidak memiliki toksisitas yang disebabkan glisin, namun dapat
mendorong air keluar dari sel sehingga dapat menyebabkan overload dari sirkulasi.
Disamping itu harganya lebih mahal dibandingkan glisin. Ekskresinya melalui ginjal
sehingga akan menurun pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.13

d. Dekstrosa 2.5% - 4%

Tidak digunakan lagi secara luas karena dapat menyebabkan membakar jaringan
yang direseksi dan berkaitan dengan hiperglikemia apabila diabsorbsi ke dalam sirkulasi.
Juga tidak disukai karena membuat lengket instrumen dan sarung tangan ahli bedah saat
operasi. 13

22
e. Cytal

Cytal adalah campuran dari Sorbitol 2.7% dan Mannitol 0.54% banyak digunakan
di Amerika Serikat sebagai cairan irigasi, namun tidak popular di India karena harganya
yang mahal dan tidak tersedia secara luas. Didalam tubuh, Sorbitol dimetabolisme
menjadi fruktosa, yang dapat menimbulkan masalah baru pada pasien yang hipersensitif
terhadap fruktosa. 13

f. Urea 1%

Urea dapat menyebabkan kristalisasi pada intrumen selama reseksi maka dari itu
tidak dipilih untuk cairan irigasi. Berdasarkan keuntungan dan kerugian tersebut diatas
maka glisin 1,5% dan air steril yang paling sering digunakan sebagai cairan irigasi pada
operasi urologi endoskopi. 13

C. TRANSURETHRAL RESECTION OF THE PROSTATE (TURP)

Transurethral Resection of the prostate (TURP) adalah prosedur standart operasi untuk
pasien dengan benign prostrate hypertrophy (BPH). TURP merupakan sebuah operasi reseksi
kelenjar prostat yang dilakukan transurethral dengan menggunakan cairan irigan (pembilas) yang
dimaksudkan menghilangkan hyperplasia prostat yang menekan uretra. Operasi ini perlu
dilakukan pada pasien Benigna Prostat Hiperplasia, karena dapat menyebabkan penekanan pada
uretra yang dapat menyebabkan penyumbatan yang pada akhirnya dapat menimbulkan
hidronefrosis, dan gagal ginjal.19
Reseksi kelenjar prostate transuretra dilakukan dengan mempergunakan cairan irigasi agar
daerah yang di irigasi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan elektrolit / ionik tidak
bisa digunakan untuk irigasi saat TURP karena cairan tersebut mendispersi aliran elektrokauter
dan menyebabkan hantaran saat operasi. Syarat cairan yang dapat digunakan untuk TURP adalah
: isotonik, non-hemolitik, electrically inert, non-toksik, transparan, mudah untuk disterilisasi dan
tidak mahal.13

C.1. INDIKASI TRANSURETHRAL RESECTION OF THE PROSTATE (TURP)

23
Menurut Agency for Health Care Policy and Research pedoman untuk mendiagnosis dan
pengobatan BPH dan rekomendasi Second International Consultation on Benign Prostatic
Hypertrophy, indikasi mutlak untuk dilakukannya TURP adalah sebagai berikut:20

1. Retensi urine yang berulang.

2. Infeksi saluran kemih rekuren akibat pembesaran prostat.

3. Gross hematuria berulang.

4. Insufisiensi ginjal akibat obstruksi saluran kemih pada buli.

5. Kerusakan permanen buli atau kelemahan buli-buli.

6. Divertikulum yang besar pada buli yang menyebabkan pengosongan buli terganggu akibat
pembesaran prostat.

Secara umum pasien dengan gejala LUTS sedang-berat yang tidak berespon terhadap
pengobatan dengan alfa-adrenergik bloker dan/atau 5-alfa reduktase blok inhibitor
dipertimbangakan untuk menjalani prosedur pembedahan. TURP diindikasikan pada pasien
dengan gejala sumbatan saluran kencing menetap dan progresif akibat pembesaran prostat yang
tidak mengalami perbaikan dengan terapi obat-obatan.

C.2. KONTRAINDIKASI TRANSURETHRAL RESECTION OF THE PROSTATE


(TURP)

TURP merupakan prosedur elektif dan tidak direkomendasian pada pasien tertentu. Hampir
semua kontraindikasinya adalah kontraindikasi relatif, berdasarkan kondisi komorbid pasien dan
kemampuan pasien dalam menjalani prosedur bedah dan anestesi. Kontraindikasi relatif antara
lain adalah status kardipulmoner yang tidak stabil atau adanya riwayat kelainan perdarahan yang
tidak bisa disembuhkan. Pasien yang baru mengalami infark miokard dan dipasang stent arteri
koroner sebaiknya ditunda sampai 3 bulan bila akan dilakukan TURP.20

Pasien dengan disfungsi spingter uretra eksterna seperti pada penderita miastenia gravis,
multiple sklerosis,atau Parkinson dan/atau buli yang hipertonik tidak bleh dilakukan TURP

24
karena akan menyebabkan inkontinensia setelah operasi. Demikian pula pada pasien yang
mengalami fraktur pelvis mayor yang menyebabkan kerusakan spingter uretra eksterna. TURP
akan menyebabkan hilangnya spingter urin internal sehingga pasien secara total akan tergantung
pada fungsi otot spingter eksternal untuk tetap kontinen. Jika spingter eksternal rusak, trauma,
atau mengalami disfungsi, pasien akan mengalami inkontinesia.20

Kontrandikasi yang lain adalah pasien kanker prostat yang baru menjalani radioterapi terutama
brachyterapi atau krioterapi dan infeksi saluran kencing yang aktif.20

C.3. DURASI TRANSURETHRAL RESECTION OF THE PROSTATE (TURP) YANG


DIANJURKAN
Sebuah indikasi relatif untuk TURP umumnya didasarkan pada volume prostat dan
kemampuan ahli bedah untuk menyelesaikan TURP dalam waktu kurang dari 90 menit dari waktu
operasi yang sebenarnya (meskipun <60 menit dianggap optimal).21
Frekuensi Sindrom TURP meningkat bila22:
Prostat yang ukurannya lebih dari 45 gr

Operasi yang berlangsung lebih dari 90 menit

Pasien yang mengalami hiponatremi relative

Cairan irigasi 30 liter atau lebih

Oleh karena itu TURP hanya boleh dilakukan kalau ahli bedah yakin bahwa operasi pasti
dapat diselesaikan tidak lebih dari 90 menit.22

Sebaliknya risiko Sindrom TURP akan menurun bila22:

Dipakai cairan irigasi yang tidak menimbulkan hemolisis (isotonik) Tekanan cairan
irigasi yang masuk (in flow) dijaga serendah mungkin

D. INTOKSIKASI CAIRAN
D.1. DEFINISI INTOKSIKASI CAIRAN

25
keracunan air berarti setetes darah natrium mengandung 130 mmol / liter (hiponatremia)
sebagai akibat dari asupan air yang berlebihan. keracunan air dapat terjadi ketika Anda
mengonsumsi terlalu banyak air dan terlalu sedikit garam dalam waktu singkat. 23 Jumlah
maksimal yang aman air per hari untuk orang dewasa yang paling sehat pada diet biasa (dengan
beberapa konsumsi natrium) mungkin sampai 15 liter. Bagi mereka yang tidak mengkonsumsi
natrium apapun (misalnya, selama puasa), itu mungkin aman untuk mengkonsumsi sampai 5 liter
air per hari.24

Jumlah maksimal yang aman air per jam (bila diminum selama beberapa jam berturut-turut) untuk
orang dewasa yang paling sehat adalah sekitar 1,4 liter, menurut Current U.S. Military Fluid
Replacement Guidelines [tahun 2003.24 Namun, secara teoritis, mengkonsumsi sedikitnya 700
ml air per jam selama beberapa jam berturut-turut, terutama ketika mengkonsumsi sangat sedikit
sodium, dapat mengakibatkan hiponatremia karena retensi air, karena kapasitas ekskresi air
maksimal ginjal pada beberapa orang mungkin hanya 600 mL urin per jam. 25 Menurut berbagai
sumber, pada orang dewasa sehat yang berbeda ginjal dapat mengeluarkan 600-1,500 mL urin per
jam.25
D.2. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO INTOKSIKASI CAIRAN
Etiologi dan factor resiko dari intoksikasi cairan adalah :26,
1 "Puasa Air," "diet hanya air" atau "diet detoks" sebagai metode penurunan berat badan
2 kontes meminum air
3 Minum dalam jumlah besar bir tanpa makan (bir potomania)
4 gangguan psikologis dengan rasa haus yang berlebihan (psikogenik polidipsia)
5 Maraton atau triathlon berjalan, bersepeda atau pekerjaan fisik yang berat, yang berlangsung
selama lebih dari 5 jam, di iklim panas di kombinasi dengan minum berlebihan dan asupan
natrium tidak cukup
6 Aspirin, ibuprofen atau obat anti-inflammatory drugs (NSAIDs) dapat merangsang kehilangan
natrium melalui ginjal dan dengan demikian meningkatkan risiko hiponatremia pada atlet.
7 Gangguan dengan sodium darah tingkat rendah (hiponatremia): gagal ginjal, insufisiensi adrenal,
gagal jantung kongestif, syndrome of inappropriate ADH secretion (SIADH), diuretik thiazide
8 Pada bayi: makan bayi dengan susu formula diencerkan dengan air. Beberapa kasus kejang dan
bahkan kematian dari keracunan air pada bayi setelah mengkonsumsi susu formula diencerkan
dilaporkan.

D.3. TANDA-TANDA INTOKSIKASI CAIRAN

26
Gejala mungkin termasuk sakit kepala, lemah, mual atau muntah, tangan bengkak dan
kaki dan, dalam kasus yang parah, kram otot, napas sesak (karena edema paru), kebingungan,
kejang, koma atau kematian (akibat edema serebral). Tanda utama dari keracunan air adalah
kenaikan berat badan yang secara tiba-tiba, pembengkakan kaki. keracunan air dapat terjadi tanpa
penambahan berat badan dan bahkan dengan penurunan berat badan karena dehidrasi.23
Biasanya gejala tidak terlihat sampai kadar natrium turun di bawah 120mmol / L, ini dianggap
sebagai tingkat yang kritis. Beberapa individu mungkin muncul tanpa gejala. Mual adalah yang
paling umum pertama ketika terjadi keracunan air. Tanda-tanda awal dari intoksikasi air mungkin
termasuk perubahan status mental, kebingungan, innaproppriate behaviors, delusi, atau
koordinasi yang buruk.26 Karena tingkat natrium turun lebih lanjut dan kondisi sedang
berlangsung peningkatan tekanan intracranial mulai muncul karena meningkatnya edema serebral.
Pasien mungkin mulai memiliki gejala bradikardia, tekanan nadi yang melebar, dan pola
pernapasan tidak teratur (Cushing Triad). Kejang, koma dan bahkan kematian dapat terjadi karena
kadar natrium yang rendah. Edema paru non kardiogenik juga dapat dilihat dalam beberapa
kasus.27
D.4. PERBEDAAN INTOKSIKASI CAIRAN ANTARA SPINAL ANESTESI DENGAN
GENERAL ANESTESI

SPINAL ANESTESI 28 GENERAL ANESTESI 28


- Gangguan pernafasan - General anestesi dapat menutupi
- Hipoksia gejala awal intoksikasi cairan
- Edema paru - Instabilitas kardiovaskular ( tekanan
- Mual darah menurun, nadi menurun)
- Muntah - Pernafasan cepat
- Kebingungan - Saturasi Oksigen menurun
- Kejang
- Koma
Table 3. Perbedaan intoksikasi cairan antara spinal anestesi dengan general anestesi 28

27
Gambar 2 Intoksikasi Cairan 29

BAB IV

PEMBAHASAN

28
A. PRE OPERATIF

Pada pasien laki-laki umur 71 tahun, BB 71 kg dengan diagnose Benign Prostate


Hyperplasia (BPH) dilakukan anestesi spinal

1 Durasi operasinya singkat sampai sedang dan faktor risikonya lebih rendah
2 Pada pemeriksaan fisik dan penunjang diketahui bahwa keadaan pasien cukup baik
(ASA 2)
3 Lambung dalam keadaan kosong

B. DURANTE OPERATIF

Tindakan pemilihan jenis anestesi pada pasien bedah urologi diperlukan beberapa
pertimbangan. Teknik anestesi disesuaikan dengan keadaan umum pasien, jenis dan lamanya
pembedahan. Metode anestesi sebaiknya seminimal mungkin membuat nyeri dan perdarahan,
sifat analgesi cukup kuat, tidak menyebabkan trauma psikis.

Pada pasien ini digunakan teknik Regional Anestesi (RA) dengan Sub Arakhnoid Block
(SAB), yaitu pemberian obat anestesi lokal ke ruang subarakhnoid, sehingga pada pasien
dipastikan tidak terdapat tanda-tanda hipovolemia. Teknik ini sederhana, cukup efektif. Induksi
menggunakan Bupivacaine HCL yang merupakan anestesi lokal golongan amida. Obat anestesi
regional bekerja dengan menghilangkan rasa sakit atau sensasi pada daerah tertentu dari tubuh.
Cara kerjanya yaitu memblok proses konduksi syaraf perifer jaringan tubuh, bersifat reversibel.
Mula kerja lambat dibanding lidokain, tetapi lama kerja 8 jam. Setelah itu posisi pasien dalam
keadaan terlentang (supine).

Anestesi spinal mulai dilakukan, posisi pasien duduk tegak dengan kepala menunduk
hingga prossesus spinosus mudah teraba. Dicari perpotongan garis yang menghubungkan kedua
crista illiaca dengan tulang punggung yaitu antara vertebra lumbal 3-4, lalu ditentukan tempat
tusukan pada garis tengah. Kemudian disterilkan tempat tusukan dengan alkohol dan betadin.
Jarum spinal nomor 26 ditusukkan dengan arah median, barbutase positif dengan keluarnya LCS
(jernih) kemudian dipasang spuit yang berisi obat anestesi dan dimasukkan secara perlahan-
lahan.
Monitor tekanan darah setiap 5 menit sekali untuk mengetahui penurunan tekanan darah yang
bermakna. Hipotensi terjadi bila terjadi penurunan tekanan darah sebesar 20-30% atau sistole
kurang dari 100 mmHg. Hipotensi merupakan salah satu efek dari pemberian obat anestesi

29
spinal, karena penurunan kerja syaraf simpatis. Bila keadaan ini terjadi maka cairan intravena
dicepatkan, dan pemberian oksigen. Pada pasien ini terjadi hipotensi.

Anestesi dengan : Bupivacain 0,5 % 15 mg, heavy pada Anastesi Spinal.

Maintenance : O2 2 Lpm.

Obat-obat :

- Catapres 50 mcg
- Inj. Ondansteron 4 mg IV
- Inj. Asam Traneksamat 500 mg IV
- Inj. Efedrin 50 mg

Pemberian obat anti mual dan muntah ini sangat diperlukan dalam operasi. Pada pasien ini
diberikan anti mual dan muntah, ondancentron 4 mg secara intravena. Pada pasien ini berikan
cairan infus RL. (ringer laktat) sebagai cairan fisiologis untuk mengganti cairan dan elektrolit
yang hilang. Pasien sudah tidak makan dan minum 6 jam, maka kebutuhan cairan pada pasien
ini :

BB = 71 kg
Maintenance = 2 cc/kgBB/jam = 2 x 71 kg = 142 cc/jam
Pengganti puasa = 6 x maintenance = 6 x 142 cc = 852 cc/jam
Stress operasi = 8 cc/kgBB/jam = 8 x 71 = 568 cc/jam
EBV = 70 cc/kgBB/jam = 70 x 71 = 4970 /jam
ABL = EBV X 20% = 4970 X 20 % = 994 cc

Pemberian Cairan :
1 jam pertama = (50 % X pengganti puasa ) + maintenance + stress operasi + 350
= (50 % X 852) +142 + 568 +350
= 1486 cc
1 jam kedua = (25 % X pengganti puasa ) + maintenance

30
= ( 25 % X 852 ) + 142
= 355 cc

Pada jam ketiga = maintenance+ stress operasi 142 + 568 = 710

Jam ke empat = stress operasi568 cc

C. POST OPERATIF

Setelah operasi selesai, pasien dibawa ke ruang pemulihan. Pasien berbaring dengan
posisi kepala lebih tinggi untuk mencegah spinal headache, karena efek obat anestesi masih ada.
Observasi post TURP dilakukan selama 1 jam 50 menit, dan dilakukan pemantauan secara ketat
meliputi vital sign (tekanan darah, nadi, suhu dan respiratory rate), bromage skor dan
memperhatikan banyaknya darah yang keluar pasca operasi. Oksigen tetap diberikan 2-3
liter/menit. Setelah keadaan umum stabil, maka pasien dibawa ke ruang perawatan biasa.

31
BAB V

KESIMPULAN

Pasien Tn. MD usia 71 tahun dengan Benign Prostate Hyperplasia (BPH) dilakukan
operasi Transurethral Resection of the Prostate (TURP). Teknik anestesi spinal dengan
Bupivacain 0,5% heavy. Teknik anastesi yang digunakan pada pasien ini sudah sesuai indikasi
yaitu dengan mempertimbangkan keadaan umum pasien, jenis dan lamanya bedah urologi (1
jam 50 menit), sesuai dengan durasi anestesi spinal yang tidak terlalu panjang yaitu 1,5 2 jam.

Operasi berjalan dengan lancer, status hemodinamik pasien selama operasi stabil. Lalu
pasien post operasi pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dengan mengamati tanda-tanda vital
pasien per 5 menit dan juga dengan pemberian o2 nasal kanul 3 Lpm. Lama di ruang pemulihan
selama 1 jam, dengan menilai skor bromage dan skor alderete. Setelah skor bromage <2 pasien
masuk ruang perawatan inap/bangsal

BAB VI

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Chih-Chung Tsai, et al. Water intoxication during transcervical resection of uterine


myoma. Department of Anesthesiology, Chang Gung Memorial Hospital, ChiaYi.
Taiwan. 2005.
2. Moorthy HK, Philip S. TURP Syndrome - Current Consept in Pathology and Physiology.
Indian J Urology 2001 17 : 97-102.
3. Zepnick H, Steinbach F, Schuster F. [Value of transurethral resection of the prostate
(TURP) for treatment of symptom- atic benign prostatic obstruction (BPO): An analysis
of ef- ciency and complications in 1015 cases.] (Ger) Aktuelle Urol 2008;39:369372.
4. Reich O, Gratzke C, Bachmann A, et al. Morbidity, mortality and early outcome of
transurethral resection of the prostate: A prospective multicenter evaluation of 10,654
patients. J Urol 2008;180:246249.
5. Gravenstein D. Transurethral Resection of the Prostate (TURP) Syndrome A Review of
Patofisiology and Management. Aneshesia analgesia.. 1997. pp.438-446
6. Bougar FS, Sue DY. Hipervolemia. Current Critical Care And Diagnosis and Treatment.
Appleton and Lange : USA. 1994
7. Transurethral Resection of the Prostate Syndrome: Almost Gone but Not Forgotten
JOURNAL OF ENDOUROLOGY Volume 23, Number 12, December 2009 .
8. Hahn RG. Fluid absorption in endoscopic surgery. Br J Anaesth 2006;96:820.
9. Olsson J, Nilsson A, Hahn RG. Symptoms of the transure- thral resection syndrome using
glycine as the irrigant. J Urol 1995;154:123128.
10. Hatch PD. Surgical and anaesthetic considerations in trans- urethral resection of the
prostate. Anaesth Intensive Care 1987;15:203211.
11. Jensen V. The TURP syndrome. Can J Anaesth 1991;38:9096.
12. Creel DJ, Wang JM, Wong KC, Transient blindness associ- ated with transurethral
resection of the prostate. Arch Ophthalmol 1987;105:15371539

13. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Clinical Anesthesiology. McGraw- Hill : New
York. 2006.
14. Jin F, Chung F. Minimizing perioperative adverse events in the elderly. Br J Anaesth
2001;87:608624.
15. Hahn RG. Ethanol monitoring of irrigating uid absorption. Eur J Anaesthesiol
1996;13:102115.
16. Sohn MH, Vogt C, Heinen G, et al. Fluid absorption and circulating endotoxins during
transurethral resection of the prostate. Br J Urol 1993;72:605610.

33
17. Shipstone DP, Inman RD, Beacock CJ, Coppinger SW. Va- lidation of the ethanol breath
test and on-table weighing to measure irrigating uid absorption during transurethral
prostatectomy. BJU Int 2002;90:872875.
18. Madsen PO, Madsen RE. Clinical and experimental evalua- tion of different irrigating
uids for transurethral surgery. Invest Urol 1965;3:122129.
19. Purnomo, Basuki. 2011. Dasar-dasar Urologi edisi ketiga. Sagung seto.
20. McConnell JD, Barry MJ, Bruskewitz RC. Benign prostatic hyperplasia: diagnosis and
treatment. Agency for Health Care Policy and Research. Clin Pract Guidel Quick Ref
Guide Clin. 1994 Feb. 1-17
21. Wasson JH, Bubolz TA, Lu-Yao GL, Walker-Corkery E, Hammond CS, Barry MJ.
Transurethral resection of the prostate among medicare beneficiaries: 1984 to 1997. For
the Patient Outcomes Research Team for Prostatic Diseases. J Urol. 2000 Oct.
164(4):1212-5.
22. Mutlu M, Titiz M. Hyponatremia and Neurological Manifestation of TURP
syndrome.The Internet Journal of Anesthesiology 2007; 12(1): 235 70.
23. Scott JM, 2008, Strategies to Prevent Hyponatremia During Prolonged Exercise Current
Sports Medicine Reports
24. Kolka MA et al, 2003, Current U.S. Military Fluid Replacement Guidelines
ResearchGate
25. Dietary Reference Intakes for Water, Potassium, Sodium, Chloride, and Sulfate ( 2005 )/4
Water The National Academic Press
26. Loise M, et all. Exercise and Fluid Replacement. America Collage of Sport Medicine.
2007
27. Kinn H, RN, BSN, CCRN, Water Intoxication. North Colorado Med Evac. 2014
28. Donnell A, Foo I,. Anaesthesia for transurethral resection of the prostate. Continuing
Education in Anaesthesia, Critical Care & Pain Oxford University. Volume 9 Number 3
2009.
29. Kluger, Szekely, Singleton, et al. Crisis management during anaesthesia: water
intoxication. Qual Saf Health Care Adelaide, South Australia.2005.

34

Anda mungkin juga menyukai