Fiks Banget Tipus Case GW
Fiks Banget Tipus Case GW
RINGKASAN
Status fisik pada pasien ini dimasukkan ke dalam ASA 2 (pasien memiliki penyakit
sistemik ringan dan terkontrol yaitu Hipertensi sejak 8 tahun yang lalu). Teknik anestesi yang
digunakan adalah teknik General Anestesi (GA) dengan Intubasi menggunakan ETT No. 7, Cuff
(+) pada tindakan Pielolitotomi.
Obat anestesi yang digunakan untuk premedikasi adalah fortanest 3 mg, dan fentanyl 100
mcg, untuk induksi general anastesi menggunakan propofil 130 mg, maintenance dengan O2,
N2O dan Isoflurane, lalu dilanjutkan dengan pemberian Ondancentron 4 mg dan Efedrin 10 mg.
1
oksigen mulai menurun diikuti dengan penurunan tekanan darah serta nadi. Pada monitoring,
didapatkan TD: 90/48 mmHg Efedrin 10 mg, SpO2: 86%, HR: 68x/menit ambu (+) HR:
52x/menit Efedrin 10 mg + SA 0,5 mg, tidak respon. HR : 49x/menit SA 0,5 mg, sianotik
(+). Saturasi oksigen tidak terdeteksi. SA 0,5 mg bagging Adrenalin 1 amp, TD 118/58
mmHg, HR: 58x/menit Pasien masuk ruang ICU.
Pasien dipindah ke ruang ICU, dilakukan tindakan RJPO dan dilakukan monitoring.
Resusitasi tidak berhasil, dan melalui rekaman EKG dinyatakan pasien meninggal dunia pukul
15.40 wib.
2
BAB II
STATUS PASIEN
A IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. E.S
NRM : 000833566
Umur : 43 tahun
Agama : Kristen
Suku : Batak
Berat badan : 80 kg
3
B ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 21 desember 2016 terhadap pasien
C PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Berat badan : 80 kg
4
Breathing : Spontan, RR : 20x/menit, vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-, malampati 2,
riwayat asma -.
Abdomen
Renal : Hidronefrosis
5
Riwayat Alergi : Disangkal
D PEMERIKSAAN PENUNJANG
1 Laboratorium
Hb : 11,1 g/dL
Leukosit : 9,0 x103/L
Hematokrit : 35 %
Trombosit : 452 x103/L
Ureum : 50 mg/dl
Creatinin : 1,22 mg/dl
SGOT : 19 U/L
SGPT : 13 U/L
Masa perdarahan : 2 menit
Masa pembekuan : 14 menit
Na : 141 mmol /L
K : 3,9 mmol/L
Cl : 107 mmol/L
Gula darah sewaktu : 117 ng/dl
2 Pencitraan
Foto Thoraks : Cardiomegali ringan
BNO-IVP : Non visualized ginjal kanan
3 Echocardiografi : Normal cardiac
E DIAGNOSIS KERJA
Hidronefrosis dextra et causa ureterovesical junction dengan status fisik ASA 2
Rencana General Anestesi pada tindakan Ureterorenoscopy
F PENATALAKSANAAN
1 Persiapan Operasi
Lengkapi Informed Consent Anestesi
Stop makan dan minum / puasa 6 jam pra bedah
Memakai baju khusus kamar bedah
2 Premedikasi : Fortanest 3 mg, Fentanyl 100 mcg
3 Diagnosis pra bedah : Hidronefrosis et causa batu u.v. juntion
6
4 Diagnosis pasca bedah : Pionefrosis et causa stricture u.v. junction
5 Jenis anestesi : General Anestesia
6 Posisi : Lateral pada tindakan URS
7 Teknik : Pada General Anastesia, pasien di induksi, diintubasi
dengan ETT No. 7, kk, Cuff (+) 5 ml, muscle relaxan, kemudian maintenance dengan
O2, N2O, Isofluran dan menggunakan guedel No. 3.
8 Anestesi dengan : Induksi : Propofol 130 mg pada General Anastesia.
9 Maintenance : O2 (2 lpm), N2O (2 lpm), Isoflurane (1,2%)
10 Obat-obat an selama operasi :
Propofol 130 mg IV
Ondansteron 4 mg IV
Fentanyl 100 mcg IV
Efedrin 10 mg
Sulfas Atropine 0,5 mg
11 Jenis cairan : Ringer Lactate 500cc
12 Jumlah cairan yang masuk selama operasi
Kristaloid = 500 cc (RL 500 cc)
Keasadaran : Composmentis
TD : 90/48 mmHg
Nadi : 68x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 35,7 oC
SpO2 : 92%
7
Dengan URS & guide wire dari ostium ureter eksterna dilakukan tindakan endoskopi, tidak
ada penyempitan sampai daerah u.v. junction. Setelah itu, guide wire tidak menembus
karena ada penyempitan.
Diputuskan untuk dilakukan pielolitotomi. Saat persiapan untuk lumbotomi dextra dan
sebelum dilakukan perubahan posisi (pasien masih dalam posisi supine), tiba-tiba saturasi
oksigen mulai menurun diikuti penurunan tekanan darah serta nadi.
Dilakukan Resusitasi Jantung, Paru, Otak (RJPO) dan dibawa ke ruang ICU. Resusitasi
dilakukan selama 25 menit tetapi tidak berhasil. Melalui rekaman EKG, dinyatakan
pasien meninggal dunia pukul 15.40 WIB.
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Intoksikasi air merupakan komplikasi yang terdapat pada Transurethral Resection Of The
Prostat (TURP) dan merupakan bagian dari sindrom TURP. Namun, harus diingat bahwa
keracunan air bisa terjadi selama prosedur bedah yang mungkin menyebabkan penyerapan cepat
dari volume besar larutan hipotonik.1
Reseksi prostat transurethral sering membuka jaringan ekstensif sinus vena pada prostat
dan memungkinkan absorbsi sistemik dari cairan irigasi. Absorbsi dari cairan dalam jumlah yang
besar (2 liter atau lebih) menghasilkan konstelasi gejala dan tanda yang disebut dengan sindrom
TURP.2
1. Hiponatremia
2. Hipoosmolaritas
3. Overload cairan
4. Gagal jantung kongestif
5. Edema paru
6. Hipotensi
7. Hemolisis
8. Keracunan cairan
9. Hiperglisinemia
10. Hiperamonemia
11. Hiperglikemia
12. Ekspansi volume intravascular
Tabel.1. Sindrom TURP
Sindrom TURP adalah satu dari komplikasi tersering pembedahan endoskopi urologi.
Insiden sindrom TURP mencapai 20% dan membawa angka mortalitas yang signifikan.
9
Walaupun terdapat peningkatan di bidang anestesi 2,5%-20 % pasien yang mengalami TURP
menunjukkan satu atau lebih gejala sindrom TURP dan 0,5% - 5% diantaranya meninggal pada
waktu perioperatif. Angka mortalitas dari sindrom TURP ini sebesar 0,99%. 2 Beberapa penelitian
dalam 20 tahun terakhir telah menunjukkan insidensi sindrom TURP dari ringan sampai sedang
antara 0,5% sampai 8% dengan angka kematian yang dilaporkan di suatu wilayah 0,2% sampai
0,8% .Penelitian yang terbaru menunjukkan tingkat insiden lebih rendah antara 0,78% sampai
1,4% .3,4
Sindrom TURP ini muncul intraoperatif maupun postoperatif dengan gejala sakit kepala,
kelelahan terus menerus, confusion, sianosis, dispnea, aritmia, hipotensi dan seizure. Selain itu
bisa berakibat lebih parah yaitu bisa bermanifestasi overload sirkulasi cairan, toksisitas dari
cairan yang digunakan sebagai cairan irigasi. Sindrom TURP bisa terjadi setiap saat dan telah
2
diobservasi awal setelah pembedahan dimulai dan beberapa jam setelah pembedahan selesai.
Jumlah cairan yang dapat memasuki daerah vaskularisasi dipengaruhi beberapa faktor yaitu :
tekanan hidrostatik dari cairan irigasi, jumlah venous sinus yang terbuka, lama reseksi / paparan
dan perdarahan vena yang terjadi. Tekanan hidrostatis cairan irigasi yang rendah, semakin
banyaknya vena yang terbuka saat reseksi dan semakin lama waktu reseksi meningkatkan
absorbsi air ke dalam sistem sirkulasi. 2
1. Intoksikasi air 2
Beberapa pasien dengan sindrom TURP menunjukkan gejala intoksikasi air dan kelainan
neurologis disebabkan karena peningkatan jumlah air dalam otaknya. Pasien awalnya menjadi
somnolen, inkoheren dan gelisah. Kejang dapat berkembang menjadi koma dalam posisi
deserebrasi. Terdapat klonus dan respon Babinski positif. Papiledema, yaitu pupil yang terdilatasi
dan bereaksi lambat dapat terjadi. EEG menunjukkan tegangan rendah bilateral. Gejala ini
muncul apabila level Natrium turun sampai di bawah 15-20 mEq / liter di bawah level normal.
2. Overload Sirkulasi 2
10
Uptake dari sejumlah kecil cairan irigasi dapat ditunjukkan pada setiap operasi TURP
melalui venous netwok of prostatic bed. Absorbsi cairan diteliti dengan cara memeriksa udara
ekspirasi dari etanol setelah penambahan etanol sampai dengan konsentrasi lebih dari 1% ke
dalam cairan irigasi. Uptake dari 1 liter cairan dalam satu jam yang berkaitan dengan penurunan
akut dari konsentrasi natrium serum 5-8 mmol/liter adalah jumlah volume yang secara statistic
meningkatkan resiko gejala terkait absorpsi (absorption related symptoms).Reseksi biasanya
berlangsung 45-60 menit dan rata-rata 20mL/menit dari cairan irigasi diserap / diabsorbsi
selama operasi TURP. Karena volume sirkulasi yang meningkat, volume darah akan meningkat,
tekanan sistolik dan diastolik meningkat dan dapat menyebabkan gagal jantung. Absorbsi cairan
mendilusi protein serum dan menurunkan tekanan onkotik darah. Hal ini bersamaan dengan
peningkatan tekanan darah mendorong cairan dari vaskular menuju ke kompartmen interstisial,
menyebabkan edema paru dan serebri. Ditemukan pada absorbsi langsung ke dalam sirkulasi,
hampir lebih dari 70% cairan irigasi terakumulasi dalam ruang interstisiil (periprostatik,
retroperitoneal ). Untuk setiap 100 ml cairan yang memasuki ruangan interstisial 10-15 mEq Na
ikut masuk ke dalamnya.
Durasi operasi berpengaruh pada jumlah absorbsi dan overload sirkulasi. Morbiditas dan
mortalitas ditemukan lebih tinggi pada operasi dengan waktu lebih dari 90 menit. Absorbsi
intravaskular dipengaruhi ukuran prostat sedangkan absorbsi interstisial dipengaruhi integritas
kapsul prostat. Overload sirkulasi terjadi apabila berat dari prostat lebih dari 45 gr. Faktor
penting lainnya adalah tekanan hidrostatik dari prostatic bed. Tekanan ini dipengaruhi ketinggian
kolom cairan irigasi dan tekanan dalam kandung kemih saat pembedahan. Tinggi yang ideal dari
cairan adalah 60 cm sehingga kira-kira 300 ml cairan dapat dihasilkan per menit untuk
mendapatkan penglihatan yang baik.
Kehilangan natrium klorida dari cairan ekstraseluler atau penambahan air yang
berlebihan pada cairan ekstra seluler akan menyebabkan penurunan konsentrasi natrium plasma.
Kehilangan natrium klorida primer biasanya terjadi pada dehidrasi hipoosmotik dan berhubungan
11
dengan volume cairan ekstraseluler. Natrium penting dalam fungsinya untuk eksitasi sel,
terutama pada jantung dan otak. Hiponatremia dapat terjadi pasien yang mengalami TURP
melalui berbagai mekanisme :
4. Jumlah besar glisin menstimulasi pelepasan atrial natriuretik peptida pada kelebihan
volume cairan menyebabkan natriuresis..
Gejala hiponatremia adalah gelisah, kebingungan, inkoheren, koma dan kejang. Ketika Na
serum turun sampai di bawah 120 mEq / liter, hipotensi dan penurunan kontraktilitas miokardial
terjadi. Dibawah 115 mEq / l, bradikardi dan perluasan dari kompleks QRS pada EKG dapat
terjadi, ektopik ventrikuler dan inversi gelombang T dapat terjadi. Di bawah 100 mEq / liter
maka kejang umum, koma, henti nafas, Ventricular Tachycardia (VT), Ventricular Fibrillation
(VF) dan henti jantung terjadi. Kebutuhan Na dihitung berdasarkan formula :
Namun gangguan fisiologis yang menyebabkan gangguan system saraf pusat bukanlah
hiponatremia tersebut melainkan hipoosmolalitas yang terjadi. Seperti yang kita tahu bahwa
sawar darah otak bersifat impermeabel terhadap natrium namun permeabel terhadap air. Edema
serebri terjadi akibat hipoosmolalitas akut yang terjadi meningkatkan tekanan intrakranial,
menyebabkan bradikardi dan hipertensi (Cushing reflex).
4. Glycine Toxicity 2
Kelebihan glisin yang diabsobrsi ke sirkulasi bersifat toksik pada jantung dan retina dan
dapat menyebabkan hiperammonia. Pada pasien glisin 1,5% berhubungan efek subakut dari
12
miokardium, muncul sebagai depressi atai inverse gelombang T. pada EKG 24 jam setelah
pembedahan. Absorbsi lebih dari 500 ml menunjukkan dua laki resiko jangka panjang acute
myocardial infarction. ini yang menyebabkan jumlah mortalitas yang lebih tinggi antara operasi
transuretra vs open prostatectomy masih diperdebatkan oleh urologis hingga saat ini. Dilutional
hypocalcemia juga dapat menjadi penyebab gangguan kardiovaskular ketika glisin di absorbsi.
Namun kalsium dijaga tetap normal secara cepat dengan mobilisasi kalsium dari tulang. Glisin
adalah asam amino yang berperan sebagai neurotransmitter utama pada system saraf pusat.
Tempat kerja glisin adalah terutama pada batang otak dan medulla spinalis berbeda dengan
neurotransmitter lainnya yaitu GABA yang bekerja pada area subkortikal dan kortikal area. .
Mekanisme kerjanya diakibatkan dari hiperpolarisasi dari membran postsinaps dengan
meningkatkan hantaran klorida. Pada konsentrasi tinggi menyebabkan efek pada sistem saraf
pusat dan gangguan penglihatan. Glycolic acid, formal dan formaldehyde adalah metabolit lain
dari glisin yang juga menyebabkan gangguan penglihatan. Tanda seseorang mengalami toksisitas
glisin adalah mual, muntah, respirasi lambat, kejang, spell apneoea dan sianosis, hipotensi,
oligouria, anuria dan kematian.
Nilai normal glisin pada pria adalah 13-17 mg / liter. Glycine toxicity jarang pada pasien
TURP mungkin karena hampir seluruh glisin yang diabsorbsi ditahan pada ruang periprostatik
dan retroperitoneal yang tidak memiliki efek sistemik.
5. Keracunan Amonia 2
Amonia adalah produk mayor dari metabolisme glisin. Konsentrasi ammonia yang tinggi
menekan pelepasan norepinefrin dan dopamine dalam otak. Hal ini menyebabkan encephalopati
TURP syndrome. Namun hal ini jarang terjadi pada manusia. Karakteristik toksisitas yang terjadi
adalah satu jam setelah pembedahan. Pasien tiba-tiba mual dan muntah dan menjadi koma.
Ammonia darah meningkat menjadi 500 mikromol / liter (nilai normal : 11-35 mikromol / liter).
Hyperammonemia dapat bertahan sampai lebih dari 10 jam paska operasi karena glisin secara
kontinu diabsorbsi dari ruang periprostat.
Mekanisme mengapa hiperammonia tidak diderita oleh semua pasien yang mengalami
TURP masih belum jelas. Hiperamonia mengimplikasikan bahwa tubuh tidak dapat
13
memetabolisme glisin secara sempurna melalui glisin cleavage system., citric acid cycle dan
konversi glycolic dan glioxylic acid.
Makanisme lain yang dapat menjelaskan adalah defisiensi arginin. Amonia normalnya
diubah menjdi urea dalam hati melalui ornithine cycle. Arginin adalah produk intermediet dari
siklus ini. Defisiensinya menandakan bahwa ornithine cycle tidak berlangsung sempurna dan
terjadi akumulasi amonia.
6. Hipovolemi, Hipotensi 2
Tanda hemodinamika klasik dari Sindrom TURP, ketika glisin digunakan sebagai cairan
irigasi,terdiri dari transient arterial hipertension, yang bisa tidak muncul jika pendarahan
berlebihan, diikuti dengan perpanjangan hipertensi. Pelepasan substansi jaringan prostatik dan
endotoksin menuju sirkulasi dan asidosis mtabolik yang bisa berkontribusi terhadap hipotensi.
Kehilangan darah saat Sindrom TURP akan menimbulkan hipovolemia, menyebabkan
kehilangan kemampuan mengangkut oksigen secara signifikan sehingga bisa menuju iskemia
myokardial dan infark miokard. Kehilangan darah berkorelasi dengan ukuran kalenjar prostat
yang direseksi, lamanya pembedahan dan skill dari operator. Rata-rata kehilangan darah saat
TURP adalah 10ml/gram dari reseksi prostat.
7. Gangguan Penglihatan 2
Salah satu komplikasi dari Sindrom TURP adalah kebutaan sementara, pandangan
berkabut, dan melihat lingkaran disekitar objek. Pupil menjadi dilatasi dan tidak merespons.
Lensa mata normal. Gejala bisa muncul bersamaan dengan gejala lain dari Sindom TURP atau
bisa juga menjadi gejala yang tersembunyi. Penglihatan kembali normal 8-48 jam setelah
pembedahan. Kebutaan TURP disebabkan oleh disfungsi retina yang kemungkinan karena
keracunan glisin. Karena itu persepsi dari cahaya dan refleks mengedipkan mata dipertahankan
dan respon pupil terhdap cahaya dan akomodasi hilang pada kebutaan TURP, tidak seperti
kebutaan yang disebabkan karena disfungsi kortikal serebri.
8. Perforasi 2
14
Perforasi dari kandung kemih bisa terjadi saat TURP berkaitan dengan instrumen
pembedahan, pada reseksi yang sukar, distensi berlebihan dari kantung kemih dan letusan
didalam kantung kemih. Perforasi instrumen dari kapsul prostatik telah diestimasi terjadi pada
1% dari pasien yang melakukan TURP. Tanda awal dari perforasi, yang sering tidak diperhatikan
adalah penurunan kembalinya cairan irigasi dari kantung kemih. Dan diikuti oleh nyeri abdomen,
distensi dan nausea. Bradikardi dan hipotensi arterial juga ditemukan. Juga ada resiko tinggi
kesalahan diurese spontan. Pada perforasi intraperitoneal, gejalanya berkembang lebih cepat.
Nyeri alih bahu yang berkaitan dengan iritasi pada diafragma merupakan gejala khas Pallor,
diaphoresis, rigiditas abdomen, nausea, muntah dan hipotensi bisa terjadi. Perforasi
ekstraperitonial, pergerakan refleks dari ekstemitas bawah bisa terjadi. Letusan didalam kantung
kemih jarang terjadi. Kauter dari jaringan prostat dipercaya bisa membebaskan gas yang mudah
terbakar. Secara normal, tidak cukup oksigen yang terdapat didalam kantung kemih agar bisa
terjadi letusan. Tetapi jika udara masuk bersama dengan cairan irigasi akan bisa berakibat
timbulnya ledakan.
9. Koagulopati 2
Sekitar 30% dari semua pasien TURP memiliki urin yang terinfeksi saat preoperatif.
Ketika prostat sinus vena terbuka dan digunakan irigasi dengan tekanan tinggi, maka bakteri
akan masuk menuju sirkualsi. Pada 6% pasien, bakteremia menjadi septisemia. Absorbsi dari
endotoksin bakteri dan produksi toksin dari koagulasi jaringan akan berakibat keadaan toksik
pada pasien postoperatif. Gemetar yang parah, demam, dilatasi kapiler dan hipertensi bisa terjadi
secara temporer pada pasien ini.
15
11. Hipotermia 2,6
Hipotermia merupakan observasi yang selalu dilakukan pada pasien yang akan dilakukan
TURP. Penurunan dari suhu tubuh akan mengubah situasi hemodinamika, yang mengakibatkan
pasien menggigil dan peningkatan konsumsi oksigen. Irigasi kandung kemih merupakan sumber
utama dari hilangnya panas dan penggunaan cairan irigasi pada suhu ruangan menghasilkan
penurunan suhu tubuh sekitar 1-2oC. Ini diperburuk oleh keadaan ruangan operasi yang bersuhu
dingin. Pasien geriatri diduga akan mengalami hipotermia karena disfungsi otonom.
Vasokonstriksi dan asidosis bisa berefek pada jantung dan berkontribusi terhadap manifestasi
sistem saraf pusat. Menggigil juga bisa diperparah oleh pendarahan dari tempat reseksi.
16
Gambar 1. Skema Patofisiologi Sindrom TURP 5
Terjadinya sindrom TURP dapat disebabkan berbagai macam faktor yang diprakarsai
oleh penyerapan cairan irigasi yang mengarah ke jantung, sistem saraf pusat (SSP), dan
perubahan metabolik. Gambaran klinis bervariasi yang sesuai dengan tingkat keparahan dan
dipengaruhi oleh jenis cairan irigasi yang digunakan, serta faktor pembedahan dan pasien itu
sendiri. Tanda-tanda dan gejala-gejala (Tabel 1) yang sering tersamar, variabel, dan tidak
spesifik, sehingga terjadinya perubahan diagnosis tersebut dapat tidak diketahui atau tidak dapat
diduga.7 Salah satu tanda-tanda awal yang dilaporkan adalah rasa seperti tertusuk yang bersifat
sementara dan rasa sensasi terbakar di wajah dan leher yang bersama-sama dengan rasa lesu dan
ketakutan; pasien mungkin menjadi gelisah dan mengeluh sakit kepala. Tanda-tanda yang paling
konsisten adalah bradikardia dan hipotensi arteri, yang dapat dideteksi pada saat perioperatif oleh
tim anestesi.8 Distensi pada perut sekunder dapat terjadi akibat penyerapan cairan irigasi yang
melalui perforasi pada kapsul prostat mungkin juga dapat terjadi. 9 Kemudian pasca operasi juga
dapat timbul gejala seperti mual adan muntah, gangguan visual, berkedut, dan fokal atau umum
kejang dan keadaan kesadaran yang berubah mulai dari kebingungan ringan sampai pingsan dan
koma.10 Penyebab gangguan CNS ini telah dikaitkan hiponatremia, hyperglycinemia, dan atau
hiperamonemia. Hiponatremia dapat terjadi ketika semua jenis cairan irigasi digunakan, tetapi
hyperglycinemia dan hiperamonemia terjadi dengan penggunaan glycine. 11 Beberapa literatur
melaporkan bahwa gangguan visual sebagai komplikasi dari sindrom TURP, tapi ini hanya
muncul ketika penggunaan glisin yang dikombinasi dengan hiponatremia. Gejala-gejala visual
17
yang berkisar dari '' dim vision'' kebutaan sementara berlangsung selama beberapa hours.12
Diagnosis TURP syndrome didasarkan atas gejala klinis. Dibawah pengaruh anastesi umum,
diagnosis Sindrom TURP sukar dan sering ditunda. Tanda umum adalah peningkatan yang tidak
bisa dijelaskan, kemudian tekanan darah menurun dan terjadi bradikardia refrakter. Perubahan
dalam EKG seperti ritme nodal, perubahan ST, gelombang U dan pelebaran kompleks QRS dapat
diobservasi. Pengembalian dari anestesi umum dan penggunaan pelemas otot bisa tertunda. 2,13
TURP dengan menggunakan anestesia regional tanpa sedasi (Awake TURP) lebih dipilih
daripada anestesia umum karena hal berikut :2,13
1. Manifestasi awal dari Sindrom TURP lebih bisa dideteksi pada pasien yang sadar
18
3. Memberikan lebih banyak tingkat analgesia postoperatif
Ketika dalam pengaruh anastesi regional, maka satu dari empat tanda mayor ini dapat muncul. :
peningkatan tekanan darah sistolik dengan sedikit peningkatan pada tekanan darah diastolik,
denyut yang lambat, perubahan aktivitas saraf pusat (seperti kebingungan, semicoma, gelisah,
nyeri kepala, mual, muntah). Kongestif paru dengan tanda dyspnea, sianosis dan wheezing.
Denyut jantung menurun. 2,13
Jika tidak diterapi secara cepat, maka pasien bisa mengalami sianotik dan hipotensi dan menjadi
henti jantung. Beberapa pasien muncul dengan gejala neurologikal. Pasien menjadi lemah
kemudian tidak sadar. Pupil dilatasi dan lambat beraksi terhadap cahaya. Ini bisa diikuti dengan
episode singkat dari kejang tonik - klonik sebagai awal dari keadaan koma. Tetapi kemungkinan
fluktuasi hemodinamis yang tiba-tiba dari anestesia spinal atau epidural sebaiknya
dipertimbangkan sebelum melakukan anastesi regional.2,13
Selama anestesia umum berbagai tanda hipovolemia terjadi pada pasien. Gejala sistem saraf
pusat tidak ditemukan sampai pasien dibwawa ke ruang pemulihan. Tanda respirasi tidak terlihat
akibat ventilasi kendali atau assisted sera konsentrasi tinggi O2 yang digunakan dalam anestesia.
Namun ketika pasien tersadar dari pengaruh anestesia ia akan merasa sangat mengantuk,
bingung, koma karena intoksikasi air dalam otak atau peningkatan amonia dari metabolisme
glisin.2,13
19
aldosteron urin dan darah yang turun, dan penurunan respon terhadap hormon antidiuretik.
penggantian cairan harus dikontrol dalam berbagai tingkatan perawatan normal.51 oleh karena
itu, dengan adanya penyakit jantung atau ginjal, pemberian cairan intravena harus hati-hati
diberikan pada pasien lanjut usia yang menjalani operasi endoskopi untuk mengurangi risiko dan
mencegah eksaserbasi sindrom TUR. 14
PEMANTAUAN
Memperkirakan jumlah cairan irigasi yang diserap selama prosedur endoskopi adalah
kunci untuk berbagai macam penilaian potensi risiko terjadinya sindrom TURP. Dalam istilah
sederhana, perbedaan antara jumlah cairan irigasi yang digunakan dan pemulihan volume dapat
digunakan panduan asa untuk penyerapan cairan (keseimbangan cairan volumetrik) , tapi faktor-
faktor seperti kehilangan darah, tumpahan cairan irigasi, ekskresi, dan hemodilusi membuat
ukuran yang sangat akurat.15
Pengukuran konsentrasi etanol 1% pada saat ekspirasi dapat dengan mudah dibuat
selama operasi. Etanol dapat ditambahkan ke dalam cairan irigasi dan levelnya dapat diukur pada
saat ekspirasi, untuk memantau jumlah cairan irigasi yang digunakan. Metode ini cukup sensitif
untuk mendeteksi sekitar 75ml penyerapan cairan per 10 menit pada saat operasi. Ethanol dapat
digunakan untuk menentukan apakah pasien dapat dilakukan anestesi spinal atau umum dan
dapat digunakan terlepas dari fungsi paru dan adanya penyakit paru obstruktif kronik, yang
umum pada pasien usia lanjut yang menjalani TURP.15
Penyerapan dari cairan irigasi ke dalam sirkulasi dapat dicerminkan oleh kenaikan CVP
yang cepat. Sekitar 500 ml dari cairan harus diserap dalam waktu 10 menit untuk meningkatkan
CVP 2 mmHg.55 CVP juga dipengaruhi oleh volume kehilangan darah dan jumlah cairan pada
20
intravena dan, karenanya, bukan berarti benar-benar akurat menilai penyerapan cairan dan risiko
terjadinya sindromTURP.16
Metode gravimetri.
Ini mengharuskan pasien menjalani operasi pada saat tertidur dan bergantung pada
asumsi bahwa setiap peningkatan berat badan disebabkan oleh absorption. Metode harus
mengambil kehilangan darah dan semua infus intravena, dan pemantauan harus dilakukan ketika
kandung kemih kosong.17
Walaupun air steril memiliki banyak kualitas yang diperlukan sebagai cairan
irigasi yang ideal, kerugian dalam penggunaannya adalah air dapat menyebabkan
hipotonisitas yang ekstrim, hemolisis, hiponatremia delusional dan gagal ginjal serta
syok. Air / Akuades (H20) menunjukkan visibilitas yang bagus karena air dengan sifat
hipotonisnya melisis sel darah merah, tetapi absorbsi yang signifikan bisa menghasilkan
21
acute water intoxication. Penggunaan air sebagai cairan irigasi dilarang hanya pada
reseksi transurethral tumor bladder.13
Glycine, asam amino endogen dianjurkan sebagai cairan irigasi yang sesuai,
mengingat beberapa keuntungannya yaitu : harganya murah walaupun tidak semurah air
steril, isotonik dengan plasma hanya pada konsentrasi 2,2% namun efek samping glisin
pada konsentrasi ini lebih banyak. Osmolaritas glisin dengan konsentrasi 1,5% adalah
230 mOsm/liter bila dibandingkan dengan osmolalitas serum 290 mOsm/liter sehingga
toksisitas ginjal dan kardiovaskular dapat terjadi. Penurunan konsentrasi glisin dapat
menyebabkan komplikasi yang lebih banyak akibat hipotonisitasnya sehingga tidak dapat
lagi digunakan sebagai cairan irigasi. Keuntungan glisin 1,5% bila dibandingkan dengan
air steril adalah tendensitasnya menyebabkan gagal ginjal dan hemolisis yang lebih
rendah.13
c. Mannitol 3%
Mannitol dianggap tidak memiliki toksisitas yang disebabkan glisin, namun dapat
mendorong air keluar dari sel sehingga dapat menyebabkan overload dari sirkulasi.
Disamping itu harganya lebih mahal dibandingkan glisin. Ekskresinya melalui ginjal
sehingga akan menurun pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.13
d. Dekstrosa 2.5% - 4%
Tidak digunakan lagi secara luas karena dapat menyebabkan membakar jaringan
yang direseksi dan berkaitan dengan hiperglikemia apabila diabsorbsi ke dalam sirkulasi.
Juga tidak disukai karena membuat lengket instrumen dan sarung tangan ahli bedah saat
operasi. 13
22
e. Cytal
Cytal adalah campuran dari Sorbitol 2.7% dan Mannitol 0.54% banyak digunakan
di Amerika Serikat sebagai cairan irigasi, namun tidak popular di India karena harganya
yang mahal dan tidak tersedia secara luas. Didalam tubuh, Sorbitol dimetabolisme
menjadi fruktosa, yang dapat menimbulkan masalah baru pada pasien yang hipersensitif
terhadap fruktosa. 13
f. Urea 1%
Urea dapat menyebabkan kristalisasi pada intrumen selama reseksi maka dari itu
tidak dipilih untuk cairan irigasi. Berdasarkan keuntungan dan kerugian tersebut diatas
maka glisin 1,5% dan air steril yang paling sering digunakan sebagai cairan irigasi pada
operasi urologi endoskopi. 13
Transurethral Resection of the prostate (TURP) adalah prosedur standart operasi untuk
pasien dengan benign prostrate hypertrophy (BPH). TURP merupakan sebuah operasi reseksi
kelenjar prostat yang dilakukan transurethral dengan menggunakan cairan irigan (pembilas) yang
dimaksudkan menghilangkan hyperplasia prostat yang menekan uretra. Operasi ini perlu
dilakukan pada pasien Benigna Prostat Hiperplasia, karena dapat menyebabkan penekanan pada
uretra yang dapat menyebabkan penyumbatan yang pada akhirnya dapat menimbulkan
hidronefrosis, dan gagal ginjal.19
Reseksi kelenjar prostate transuretra dilakukan dengan mempergunakan cairan irigasi agar
daerah yang di irigasi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan elektrolit / ionik tidak
bisa digunakan untuk irigasi saat TURP karena cairan tersebut mendispersi aliran elektrokauter
dan menyebabkan hantaran saat operasi. Syarat cairan yang dapat digunakan untuk TURP adalah
: isotonik, non-hemolitik, electrically inert, non-toksik, transparan, mudah untuk disterilisasi dan
tidak mahal.13
23
Menurut Agency for Health Care Policy and Research pedoman untuk mendiagnosis dan
pengobatan BPH dan rekomendasi Second International Consultation on Benign Prostatic
Hypertrophy, indikasi mutlak untuk dilakukannya TURP adalah sebagai berikut:20
6. Divertikulum yang besar pada buli yang menyebabkan pengosongan buli terganggu akibat
pembesaran prostat.
Secara umum pasien dengan gejala LUTS sedang-berat yang tidak berespon terhadap
pengobatan dengan alfa-adrenergik bloker dan/atau 5-alfa reduktase blok inhibitor
dipertimbangakan untuk menjalani prosedur pembedahan. TURP diindikasikan pada pasien
dengan gejala sumbatan saluran kencing menetap dan progresif akibat pembesaran prostat yang
tidak mengalami perbaikan dengan terapi obat-obatan.
TURP merupakan prosedur elektif dan tidak direkomendasian pada pasien tertentu. Hampir
semua kontraindikasinya adalah kontraindikasi relatif, berdasarkan kondisi komorbid pasien dan
kemampuan pasien dalam menjalani prosedur bedah dan anestesi. Kontraindikasi relatif antara
lain adalah status kardipulmoner yang tidak stabil atau adanya riwayat kelainan perdarahan yang
tidak bisa disembuhkan. Pasien yang baru mengalami infark miokard dan dipasang stent arteri
koroner sebaiknya ditunda sampai 3 bulan bila akan dilakukan TURP.20
Pasien dengan disfungsi spingter uretra eksterna seperti pada penderita miastenia gravis,
multiple sklerosis,atau Parkinson dan/atau buli yang hipertonik tidak bleh dilakukan TURP
24
karena akan menyebabkan inkontinensia setelah operasi. Demikian pula pada pasien yang
mengalami fraktur pelvis mayor yang menyebabkan kerusakan spingter uretra eksterna. TURP
akan menyebabkan hilangnya spingter urin internal sehingga pasien secara total akan tergantung
pada fungsi otot spingter eksternal untuk tetap kontinen. Jika spingter eksternal rusak, trauma,
atau mengalami disfungsi, pasien akan mengalami inkontinesia.20
Kontrandikasi yang lain adalah pasien kanker prostat yang baru menjalani radioterapi terutama
brachyterapi atau krioterapi dan infeksi saluran kencing yang aktif.20
Oleh karena itu TURP hanya boleh dilakukan kalau ahli bedah yakin bahwa operasi pasti
dapat diselesaikan tidak lebih dari 90 menit.22
Dipakai cairan irigasi yang tidak menimbulkan hemolisis (isotonik) Tekanan cairan
irigasi yang masuk (in flow) dijaga serendah mungkin
D. INTOKSIKASI CAIRAN
D.1. DEFINISI INTOKSIKASI CAIRAN
25
keracunan air berarti setetes darah natrium mengandung 130 mmol / liter (hiponatremia)
sebagai akibat dari asupan air yang berlebihan. keracunan air dapat terjadi ketika Anda
mengonsumsi terlalu banyak air dan terlalu sedikit garam dalam waktu singkat. 23 Jumlah
maksimal yang aman air per hari untuk orang dewasa yang paling sehat pada diet biasa (dengan
beberapa konsumsi natrium) mungkin sampai 15 liter. Bagi mereka yang tidak mengkonsumsi
natrium apapun (misalnya, selama puasa), itu mungkin aman untuk mengkonsumsi sampai 5 liter
air per hari.24
Jumlah maksimal yang aman air per jam (bila diminum selama beberapa jam berturut-turut) untuk
orang dewasa yang paling sehat adalah sekitar 1,4 liter, menurut Current U.S. Military Fluid
Replacement Guidelines [tahun 2003.24 Namun, secara teoritis, mengkonsumsi sedikitnya 700
ml air per jam selama beberapa jam berturut-turut, terutama ketika mengkonsumsi sangat sedikit
sodium, dapat mengakibatkan hiponatremia karena retensi air, karena kapasitas ekskresi air
maksimal ginjal pada beberapa orang mungkin hanya 600 mL urin per jam. 25 Menurut berbagai
sumber, pada orang dewasa sehat yang berbeda ginjal dapat mengeluarkan 600-1,500 mL urin per
jam.25
D.2. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO INTOKSIKASI CAIRAN
Etiologi dan factor resiko dari intoksikasi cairan adalah :26,
1 "Puasa Air," "diet hanya air" atau "diet detoks" sebagai metode penurunan berat badan
2 kontes meminum air
3 Minum dalam jumlah besar bir tanpa makan (bir potomania)
4 gangguan psikologis dengan rasa haus yang berlebihan (psikogenik polidipsia)
5 Maraton atau triathlon berjalan, bersepeda atau pekerjaan fisik yang berat, yang berlangsung
selama lebih dari 5 jam, di iklim panas di kombinasi dengan minum berlebihan dan asupan
natrium tidak cukup
6 Aspirin, ibuprofen atau obat anti-inflammatory drugs (NSAIDs) dapat merangsang kehilangan
natrium melalui ginjal dan dengan demikian meningkatkan risiko hiponatremia pada atlet.
7 Gangguan dengan sodium darah tingkat rendah (hiponatremia): gagal ginjal, insufisiensi adrenal,
gagal jantung kongestif, syndrome of inappropriate ADH secretion (SIADH), diuretik thiazide
8 Pada bayi: makan bayi dengan susu formula diencerkan dengan air. Beberapa kasus kejang dan
bahkan kematian dari keracunan air pada bayi setelah mengkonsumsi susu formula diencerkan
dilaporkan.
26
Gejala mungkin termasuk sakit kepala, lemah, mual atau muntah, tangan bengkak dan
kaki dan, dalam kasus yang parah, kram otot, napas sesak (karena edema paru), kebingungan,
kejang, koma atau kematian (akibat edema serebral). Tanda utama dari keracunan air adalah
kenaikan berat badan yang secara tiba-tiba, pembengkakan kaki. keracunan air dapat terjadi tanpa
penambahan berat badan dan bahkan dengan penurunan berat badan karena dehidrasi.23
Biasanya gejala tidak terlihat sampai kadar natrium turun di bawah 120mmol / L, ini dianggap
sebagai tingkat yang kritis. Beberapa individu mungkin muncul tanpa gejala. Mual adalah yang
paling umum pertama ketika terjadi keracunan air. Tanda-tanda awal dari intoksikasi air mungkin
termasuk perubahan status mental, kebingungan, innaproppriate behaviors, delusi, atau
koordinasi yang buruk.26 Karena tingkat natrium turun lebih lanjut dan kondisi sedang
berlangsung peningkatan tekanan intracranial mulai muncul karena meningkatnya edema serebral.
Pasien mungkin mulai memiliki gejala bradikardia, tekanan nadi yang melebar, dan pola
pernapasan tidak teratur (Cushing Triad). Kejang, koma dan bahkan kematian dapat terjadi karena
kadar natrium yang rendah. Edema paru non kardiogenik juga dapat dilihat dalam beberapa
kasus.27
D.4. PERBEDAAN INTOKSIKASI CAIRAN ANTARA SPINAL ANESTESI DENGAN
GENERAL ANESTESI
27
Gambar 2 Intoksikasi Cairan 29
BAB IV
PEMBAHASAN
28
A. PRE OPERATIF
1 Durasi operasinya singkat sampai sedang dan faktor risikonya lebih rendah
2 Pada pemeriksaan fisik dan penunjang diketahui bahwa keadaan pasien cukup baik
(ASA 2)
3 Lambung dalam keadaan kosong
B. DURANTE OPERATIF
Tindakan pemilihan jenis anestesi pada pasien bedah urologi diperlukan beberapa
pertimbangan. Teknik anestesi disesuaikan dengan keadaan umum pasien, jenis dan lamanya
pembedahan. Metode anestesi sebaiknya seminimal mungkin membuat nyeri dan perdarahan,
sifat analgesi cukup kuat, tidak menyebabkan trauma psikis.
Pada pasien ini digunakan teknik Regional Anestesi (RA) dengan Sub Arakhnoid Block
(SAB), yaitu pemberian obat anestesi lokal ke ruang subarakhnoid, sehingga pada pasien
dipastikan tidak terdapat tanda-tanda hipovolemia. Teknik ini sederhana, cukup efektif. Induksi
menggunakan Bupivacaine HCL yang merupakan anestesi lokal golongan amida. Obat anestesi
regional bekerja dengan menghilangkan rasa sakit atau sensasi pada daerah tertentu dari tubuh.
Cara kerjanya yaitu memblok proses konduksi syaraf perifer jaringan tubuh, bersifat reversibel.
Mula kerja lambat dibanding lidokain, tetapi lama kerja 8 jam. Setelah itu posisi pasien dalam
keadaan terlentang (supine).
Anestesi spinal mulai dilakukan, posisi pasien duduk tegak dengan kepala menunduk
hingga prossesus spinosus mudah teraba. Dicari perpotongan garis yang menghubungkan kedua
crista illiaca dengan tulang punggung yaitu antara vertebra lumbal 3-4, lalu ditentukan tempat
tusukan pada garis tengah. Kemudian disterilkan tempat tusukan dengan alkohol dan betadin.
Jarum spinal nomor 26 ditusukkan dengan arah median, barbutase positif dengan keluarnya LCS
(jernih) kemudian dipasang spuit yang berisi obat anestesi dan dimasukkan secara perlahan-
lahan.
Monitor tekanan darah setiap 5 menit sekali untuk mengetahui penurunan tekanan darah yang
bermakna. Hipotensi terjadi bila terjadi penurunan tekanan darah sebesar 20-30% atau sistole
kurang dari 100 mmHg. Hipotensi merupakan salah satu efek dari pemberian obat anestesi
29
spinal, karena penurunan kerja syaraf simpatis. Bila keadaan ini terjadi maka cairan intravena
dicepatkan, dan pemberian oksigen. Pada pasien ini terjadi hipotensi.
Maintenance : O2 2 Lpm.
Obat-obat :
- Catapres 50 mcg
- Inj. Ondansteron 4 mg IV
- Inj. Asam Traneksamat 500 mg IV
- Inj. Efedrin 50 mg
Pemberian obat anti mual dan muntah ini sangat diperlukan dalam operasi. Pada pasien ini
diberikan anti mual dan muntah, ondancentron 4 mg secara intravena. Pada pasien ini berikan
cairan infus RL. (ringer laktat) sebagai cairan fisiologis untuk mengganti cairan dan elektrolit
yang hilang. Pasien sudah tidak makan dan minum 6 jam, maka kebutuhan cairan pada pasien
ini :
BB = 71 kg
Maintenance = 2 cc/kgBB/jam = 2 x 71 kg = 142 cc/jam
Pengganti puasa = 6 x maintenance = 6 x 142 cc = 852 cc/jam
Stress operasi = 8 cc/kgBB/jam = 8 x 71 = 568 cc/jam
EBV = 70 cc/kgBB/jam = 70 x 71 = 4970 /jam
ABL = EBV X 20% = 4970 X 20 % = 994 cc
Pemberian Cairan :
1 jam pertama = (50 % X pengganti puasa ) + maintenance + stress operasi + 350
= (50 % X 852) +142 + 568 +350
= 1486 cc
1 jam kedua = (25 % X pengganti puasa ) + maintenance
30
= ( 25 % X 852 ) + 142
= 355 cc
C. POST OPERATIF
Setelah operasi selesai, pasien dibawa ke ruang pemulihan. Pasien berbaring dengan
posisi kepala lebih tinggi untuk mencegah spinal headache, karena efek obat anestesi masih ada.
Observasi post TURP dilakukan selama 1 jam 50 menit, dan dilakukan pemantauan secara ketat
meliputi vital sign (tekanan darah, nadi, suhu dan respiratory rate), bromage skor dan
memperhatikan banyaknya darah yang keluar pasca operasi. Oksigen tetap diberikan 2-3
liter/menit. Setelah keadaan umum stabil, maka pasien dibawa ke ruang perawatan biasa.
31
BAB V
KESIMPULAN
Pasien Tn. MD usia 71 tahun dengan Benign Prostate Hyperplasia (BPH) dilakukan
operasi Transurethral Resection of the Prostate (TURP). Teknik anestesi spinal dengan
Bupivacain 0,5% heavy. Teknik anastesi yang digunakan pada pasien ini sudah sesuai indikasi
yaitu dengan mempertimbangkan keadaan umum pasien, jenis dan lamanya bedah urologi (1
jam 50 menit), sesuai dengan durasi anestesi spinal yang tidak terlalu panjang yaitu 1,5 2 jam.
Operasi berjalan dengan lancer, status hemodinamik pasien selama operasi stabil. Lalu
pasien post operasi pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dengan mengamati tanda-tanda vital
pasien per 5 menit dan juga dengan pemberian o2 nasal kanul 3 Lpm. Lama di ruang pemulihan
selama 1 jam, dengan menilai skor bromage dan skor alderete. Setelah skor bromage <2 pasien
masuk ruang perawatan inap/bangsal
BAB VI
32
DAFTAR PUSTAKA
13. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Clinical Anesthesiology. McGraw- Hill : New
York. 2006.
14. Jin F, Chung F. Minimizing perioperative adverse events in the elderly. Br J Anaesth
2001;87:608624.
15. Hahn RG. Ethanol monitoring of irrigating uid absorption. Eur J Anaesthesiol
1996;13:102115.
16. Sohn MH, Vogt C, Heinen G, et al. Fluid absorption and circulating endotoxins during
transurethral resection of the prostate. Br J Urol 1993;72:605610.
33
17. Shipstone DP, Inman RD, Beacock CJ, Coppinger SW. Va- lidation of the ethanol breath
test and on-table weighing to measure irrigating uid absorption during transurethral
prostatectomy. BJU Int 2002;90:872875.
18. Madsen PO, Madsen RE. Clinical and experimental evalua- tion of different irrigating
uids for transurethral surgery. Invest Urol 1965;3:122129.
19. Purnomo, Basuki. 2011. Dasar-dasar Urologi edisi ketiga. Sagung seto.
20. McConnell JD, Barry MJ, Bruskewitz RC. Benign prostatic hyperplasia: diagnosis and
treatment. Agency for Health Care Policy and Research. Clin Pract Guidel Quick Ref
Guide Clin. 1994 Feb. 1-17
21. Wasson JH, Bubolz TA, Lu-Yao GL, Walker-Corkery E, Hammond CS, Barry MJ.
Transurethral resection of the prostate among medicare beneficiaries: 1984 to 1997. For
the Patient Outcomes Research Team for Prostatic Diseases. J Urol. 2000 Oct.
164(4):1212-5.
22. Mutlu M, Titiz M. Hyponatremia and Neurological Manifestation of TURP
syndrome.The Internet Journal of Anesthesiology 2007; 12(1): 235 70.
23. Scott JM, 2008, Strategies to Prevent Hyponatremia During Prolonged Exercise Current
Sports Medicine Reports
24. Kolka MA et al, 2003, Current U.S. Military Fluid Replacement Guidelines
ResearchGate
25. Dietary Reference Intakes for Water, Potassium, Sodium, Chloride, and Sulfate ( 2005 )/4
Water The National Academic Press
26. Loise M, et all. Exercise and Fluid Replacement. America Collage of Sport Medicine.
2007
27. Kinn H, RN, BSN, CCRN, Water Intoxication. North Colorado Med Evac. 2014
28. Donnell A, Foo I,. Anaesthesia for transurethral resection of the prostate. Continuing
Education in Anaesthesia, Critical Care & Pain Oxford University. Volume 9 Number 3
2009.
29. Kluger, Szekely, Singleton, et al. Crisis management during anaesthesia: water
intoxication. Qual Saf Health Care Adelaide, South Australia.2005.
34